FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT E-GOVERNMENT: STUDI KASUS PEMERINTAH PROVINSI RIAU
Yulia Razila Ningsih, Achmad Nizar Hidayanto
Prodi Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia Email: yuliarazila@riau.go.id, nizar@cs.ui.id
Abstrak
Implementasi e–government di lingkungan pemerintahan merupakan keharusan karena memberikan banyak manfaat. Hanya saja dalam pelaksanaannya banyak implementasi e-government yang mengalami hambatan sehingga tidak memberikan dampak seperti yang diinginkan. Hal tersebut juga dialami oleh pemerintah provinsi Riau dalam implementasi e-government, dimana sampai tahun 2012 masih berada dalam kategori kurang. Artinya, ada kendala dan hambatan yang dialami oleh Pemerintah Provinsi Riau dalam hal mewujudkan implementasi e-government yang ideal Rancangan model penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan sintesis tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori dan hasil penelitian-penelitian terkait e-government. Dari hasil hasil analisa menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM) diperoleh kesimpulan bahwa faktor yang menghambat pelaksanaan e-government di pemerintah provinsi Riau adalah faktor kepemimpinan, SDM, pengelolaan informasi dan budaya organisasi yang masih belum dilakukan dengan baik. Selanjutnya, studi ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam rangka implementasi e-government yang lebih baik di pemerintahan provinsi Riau.
Kata kunci : E- Government, Faktor penghambat, PLS-SEM
1. Pendahuluan
Masyarakat dunia dewasa ini, tengah memasuki era masyarakat informasi yang
ditandai dengan pertukaran berbagai
informasi secara cepat dan mudah baik dalam lingkup lokal maupun global. Dalam beberapa tahun, kawasan Asia dan Pasific telah menjadi kawasan superlatif jika dikaitkan dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pesatnya perkembangan TIK ditandai dengan fenomena digitalisasi pada berbagai bidang serta sektor kehidupan membuat dunia seperti tanpa batas ruang dan waktu. Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi tersebut akan berujung pada jurang digital divide, yaitu keterisolasian dari perkembangan global karena tidak mampu memanfaatkan
informasi. Di Indonesia, penggunaan TIK
oleh pemerintah sudah dimulai sekitar tahun
2000an. Hal tersebut ditandai dengan adanya Instruksi Presiden No. 6/2001 tanggal 24 April 2001 tentang telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika)
teknologi telematika untuk mendukung
good governance dan mempercepat proses
demokrasi. Dua tahun setelah itu, Presiden
Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri mengeluarkan Instruksi Presiden No.3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi
pengembangan e-government. Dalam
Inpres 3/2003, Presiden mengamanatkan
kepada setiap Gubernur dan
Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah konkret yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya
masing-masing guna terlaksananya
pengembangan e-government secara
nasional. Menurut Inpres No 3/2003, pengem-bangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan
penyelengga-raan kepemerintahan yang berbasis
(menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik
secara efektif dan efisien. Melalui
mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi.
Adanya Undang-undang No. 22/1999 yang diperbaharui menjadi UU No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah,
turut memacu perkembangan
e-government di tingkat daerah. Otonomi daerah yang diberlakukan membuat suatu perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental (reformasi birokrasi), dimana daerah diberikan kewenangan dan peluang yang sangat luas untuk melaksanakan program dan kegiatan yang sesuai
dengan kebutuhan daerah. Orientasi
penyelenggaraan pemerintah daerah telah bergeser dari ketergantungan
kepada pemerintah pusat kepada
kemampuan pemerintah daerah itu
sendiri dalam membangun daerah
menuju kesejahteraan masyarakat. Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa kunci keberhasilan e-government adalah pemanfaatan TIK. Berkaitan dengan hal tersebut, mulai tahun 2007 Pemerintah melalui Direktorat e-Government di dalam Direktorat Jendral Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi
dan Informatika menyelenggarakan
pemeringkatan e-Government Indonesia
(PeGI) yang melibatkan
instansi-instansi di Lingkungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan PeGI diadakan dalam rangka untuk melihat peta kondisi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) oleh lembaga pemerintah secara nasional. Harapan dari PeGI adalah untuk
meningkatkan pengembangan dan
pemanfaatan TIK di lembaga
pemerintah di seluruh wilayah
Indonesia. Berikut disajikan data
perkembangan PeGI Pemerintah
Provinsi Riau.
Tabel 1.Data Perkembangan PeGI Pemerintah Provinsi Riau
DIMENSI TAHUN
2008 2011 Kebijakan 2,29 2,17 Kelembagaan 2,4 2,33 Infrastruktur 2,1 2,14 Aplikasi 2,48 2,23 Perencanaan 2,25 1,93 Nilai rata-rata 2,3 2,16 Kategori Kurang Kurang Sumber: Direktorat e-Government Dirjen Aplika Kementerian Kominfo (2012)
Dari Tabel 1. diatas terlihat bahwa sejak mulai dicanangkannya e-government tahun 2003, perkembangan penerapan e-government provinsi Riau sampai tahun 2012 masih berada dalam kategori kurang. Berdasarkan data tersebut maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ada kendala yang dialami oleh pemerintah provinsi Riau dalam hal mewujudkan implementasi e-government yang ideal. Oleh karena itu, maka dianggap perlu untuk mengetahui faktor-faktor penyebab beserta elemen penjelasnya yang menyebabkan mandeg dan kurang optimalnya impelementasi e-government di pemerintah provinsi Riau.
2. Tinjauan Pustaka
Walaupun sebagai sebuah konsep, e-government memiliki prinsip-prinsip dasar yang universal. Namun karena
setiap negara memiliki skenario
implementasi atau penerapannya yang berbeda, maka definisi dari ruang
lingkup e-government-pun menjadi
beraneka ragam sesuai dengan sudut pandang sistem pemerintahan
masing-masing. Berikut adalah beberapa
Pemerintah Federal Amerika Serikat mendefinisikan e-government sebagai penyampaian informasi dan pelayanan online pemerintahan melalui internet atau media digital lainnya. Pemerintah New Zealand melihat e-government sebagai sebuah cara bagi pemerintahan untuk menggunakan sebuah teknologi baru untuk melayani masyarakat dengan memberikan kemudahaan akses untuk pemerintah dalam hal pelayanan dan informasi dan juga untuk menambah kualitas pelayanan serta memberikan peluang untuk berpartisipasi dalam
proses dan institusi demokrasi.
Sedangkan Negara Italia,
mendefinisikan e-government sebagai Penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi (Information and
Communication Technology -ICT) yang
modern pada pengadministrasian
negara, melalui aplikasi:
1. Desain komputerisasi untuk
tambahan efisiensi operasional
dengan inidvidu tiap departemen dan divisi;
2. Pelayanan komputerisasi untuk
masyarakat dan perusahaan, sering
kali mengimplementasi integrasi
pelayanan pada departemen dan divisi yang berbeda;
3. Ketetapan akses ICT untuk pengguna
akhir dari layanan informasi
pemerintahan.
Untuk di Indonesia sendiri,
e-government didefinisikan sebagai upaya penyelenggaraan kepemerintahan yang
berbasis (menggunakan) elektronik
dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien (Inpres RI No.3/2003). Sama halnya dengan definisi e-government yang dideskripsikan secara beragam oleh lembaga pemerintah, masing-masing
individu atau komunitas juga
mempunyai pendefinisian yang berbeda terkait implementasi e-government.
Bank Dunia (World Bank)
mendefinisikan e-government sebagai penggunaan teknologi informasi oleh
kantor-kantor pemerintahan untuk
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, dunia usaha dan untuk memfasilitasi kerjasama antar institusi pemerintah. Disisi lain, dengan cara yang lebih sederhana UNDP (United
Nation Development Programme)
mendefinisikan e-government sebagai
penggunaan aplikasi teknologi
informasi dan komunikasi oleh instansi
pemerintah. Menurut OECD
(Organization for Economic
Co-operation and Development),
e-government mengacu pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi melalui internet sebagai alat untuk mencapai pelayanan pemerintah yang lebih baik (Indrajit, 2006).
Pendefinisian lain dikemukakan oleh Grant dan Chau (2005) dalam Ridel (2011). Grant dan Chau menyimpulkan definisi government dari definisi e-government pada literatur akademisi dan praktisi yang diterbitkan antara tahun 1992 sampai dengan 2004 sebagai inisiatif transformasi yang dipengaruhi oleh kemampuan teknologi informasi dan komunikasi untuk:
1. Mengembangkan dan menghasilkan
pelayanan publik yang berkualitas tinggi dan terintegrasi;
2. Membangun hubungan manajemen
konstituen yang efektif;
3. Mendukung tujuan pengembangan
ekonomi dan sosial masyarakat, bisnis dan komunitas sosial pada
tingkat lokal, negara dan
internasional.
Berbagai definisi yang ada mengenai e-government memperlihatkan sebuah
bertransformasinya bentuk-bentuk interaksi antara pemerintah dengan masyarakatnya yang terlalu birokratis, menjadi mekanisme hubungan interaksi yang jauh lebih bersahabat. Dalam arti kata lain, pada dasarnya implementasi
konsep e-government merupakan
sebuah tantangan transformasi. Fungsi teknologi informasi di dalam kerangka ini, tidak hanya sekedar sebagai penunjang manajemen pemerintahan yang ada, tetapi justru merupakan driver of change atau sebagai hal yang justru
menawarkan terjadinya
perubahan-perubahan mendasar sehubungan
dengan proses penyelenggaraan
pemerintahan di era moderen yang
bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi layanan
pemerintahan (Porte, 2005).
Seperti halnya konsep e-commerce yang kerap diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu Business to Business (B2B) dan Business to Citizen (B2C), di dalam konsep e-government dikenal pula setidaknya tiga jenis interaksi, yaitu:
Government to Citizen (G2C),
Government to Businesss (G2B) dan Government to Government (G2G).
Adapun manfaat yang diharapkan
dengan diterapkannya konsep
e-Government bagi suatu negara, antara lain (Indrajit, 2006):
• Memperbaiki kualitas pelayanan
pemerintah kepada para stakeholder-nya;
• Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas;
• Mengurangi secara signifikan total
biaya administrasi, relasi, dan
interaksi;
• Memberikan peluang bagi
pemerintah untuk mendapatkan
sumber-sumber pendapatan baru; • Menciptakan suatu lingkungan yang
dapat secara cepat dan tepat
menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi;
• Memberdayakan masyarakat dan
pihak-pihak lain sebagai mitra
pemerintah dalam proses
pengambilan berbagai kebijakan
publik.
Dalam perkembangannya, implementasi e-government yang dijalankan oleh departemen, lembaga non departemen,
instansi pemerintah (Pemerintah
Provinsi serta Kabupaten/Kota) tidak semuanya berujung pada keberhasilan. Artinya tidak semua pembangunan e-government bisa mencapai tujuan dan dirasakan manfaatnya. Ketidakberhasilan penerapan e-government yang terjadi dikarenakan implementasi e-government memang tidak mudah, tidak hanya
dengan memasang komputer sudah
disebut e-government. Dari berbagai teori dan hasil penelitian diketahui bahwa tantangan yang paling penting ialah menyadari bahwa tidak ada solusi tunggal untuk semua situasi, dimana masing-masing situasi memerlukan pendekatan yang berbeda-beda. Pada penelitian ini, penulis mengintegrasikan beberapa faktor
penghambat yang diasumsikan
merupakan hambatan potensial bagi adopsi dan pengembangan e-government di pemerintah provinsi Riau. Faktor
tersebut adalah kepemimpinan,
infrastruktur TI, pengelolaan informasi,
SDM dan budaya organisasi.
Tabel 2. Rancangan Model Penelitian
Faktor yang diteliti
Inpres RI
No.3/2003 PeGI
Fallahi (2007)
Coursey &
Norris (2008) Aziz (2008) Lee (2009)
Schwester (2009)
El Haddadeh et al (2010)
Medina (2011)
Kepemim-pinan
Kepemim-pinan
-kebijakan -perencanaaan -kelembagaan
Legalisasi Keuangan Kepemim-pinan
- Visi, objektif, strategi - Hukum &
peraturan - Struktur
organisasi
-Keuangan -Dukungan
pejabat terpilih
Political themes
Infrastruktur TI
Infrastruktur jaringan informasi
Infrastruktur Infrastruktur Infrastruktur Teknologi informasi
-Standar TI -Integrasi
sistem
Teknologi
Pengelolaan informasi
Pengelolaan
informasi Aplikasi Keamanan
Legalisasi (security & privacy)
Security & privacy
Security & privacy
SDM SDM Staff TI Kemam-puan
teknis SDM
Employment
training Orang
Budaya organisasi
Sosial & budaya
Politik &
organisasi Budaya
Organizational culture
Berdasarkan penjelasan di dibuat gambar rancangan m penelitian ini sebagai beriku
Gambar 1. Rancangan Penelitian
Gambar 1. merupakan gam dijadikan landasan oleh p melakukan prediksi terhada
pengembangan e-gover
lingkungan pemerintah pr Dari gambar penulis men bahwa terdapat hubungan antara kepemimpinan, infas pengelolaan informasi, SD
organisasi dan implem
government.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakuk
menganalisis faktor-faktor e-government di pemerint Riau. Adapun target popula ini adalah pegawai pemerin Riau.
Data dikumpulkan m
metode survey dengan
pengumpulan data (one sh
penarikan sampel
menggunakan metode pena
nonprobabilitas (purposiv
sampling). Ukuran sampe
dengan menggunakan
pendekatan konvensional ( approach) yaitu pendeka statistik (statistical analysis Menurut Guritno et al (2010
di atas, maka n model untuk ikut:
gan Model
gambaran yang penulis untuk adap hambatan
vernment di
provinsi Riau. engasumsikan an yang linear fastruktur TIK, SDM, budaya
lementasi
e-kukan untuk
or penghambat rintah provinsi ulasi penelitian rintah provinsi
menggunakan pel ditentukan
an metode
l (conventional ekatan analisa ysis approach). 010), structural
equation modelling mem sampel antara 100-200.
Dalam penelitian
menggunakan kuesio
instrumen pengukura
variabel-variabel dal
penelitian. Instrumen ya
dalam penelitian ini
instrumen yang diran untuk penelitian ini, seje yang telah dimodifika instrument) dari kombi
instrumen penelitian
Pertanyaan-pertanyaan p
dirancang berdasarka
pengukuran untuk setiap
variabel laten yang
rancangan model
Berdasarkan rancang
penelitian yang su
sebelumnya, berikut
variabel dan indikator ya penelitian ini
Tabel 3. Variabel da Variabel Ind - layanan online (Le - kemudahan akses
(Lee, 2009) - mengurangi biaya
dengan pihak keti lelang, komunikas Medina, 2011) - mengurangi biaya
surat, ballpoint, dl Haddadeh et al, 20 - visi dan misi yang - dukungan pejaba Norris, 2008, Haddadeh et al, 20 - peraturan dalam
uran terhadap
dalam model
yang digunakan
ini merupakan
rancang khusus sejenis instrumen fikasi (modified binasi beberapa
n sebelumnya.
n pada kuesioner
kan item-item
iap konstruk atau
ng ada pada
l penelitian.
angan model
sudah dibuat
ut dijelaskan
yang digunakan
dan Indikator ndikator
ekerjaan lebih efektif Lee, 2009)
(Lee, 2009)
ses data dan informasi
aya dalam berhubungan etiga (pengadaan barang, kasi, dll) (Indrajit, 2006,
aya administrasi (kertas, , dll) (Indrajit, 2006, Lee, 2011)
ta dan informasi (Lee,
dijadikan sebagai media g efektif (Medina,
strategi jangka panjang PeGI, Indrajit, 2006 Lee, deh, 2010)
lam pelaksanaan
al, 2010) implementasi e-government (Fallahi, 2007, PeGI, Corsey & Norris, 2008, Lee, 2009, El Haddadeh et al, 2010) - infrastruktur TI yang memadai untuk
integasi sistem (Lee, 2009, El Haddadeh, 2010)
- penggunaan standar dalam pengembangan infrastruktur TI (Fallahi, 2007, PeGI, Corsey & Norris, 2008, Lee, 2009, El Haddadeh, 2010
Pengelo-laan Informasi
- jaminan kualitas, ketepatan waktu dan ketersediaan data (Fallahi, 2007, Cousey & Norris, 2008, Surendro, 2009, Schwester, 2009, El Haddadeh et al, 2010)
- sitem aplikasi pendukung e-government yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi (PeGI, Surendro, 2009, El Haddadeh et al, 2010)
- prosedur dalam pengelolaan data dan informasi (Surendro, 2009, El Haddadeh et al, 2010)
SDM
- Tingkat pemahaman yang memadai (Fallahi, 2007, El Haddadeh et al, 2010) - Pendidikan dan pelatihan yang
dilaksanakan (Fallhi, 2007, El Haddadeh et al, 2010, Medina, 2011)
- SDM TI yang handal (Coursey & Norris 2008, El Haddadeh et al, 2010
Budaya organisasi
- Motivasi untuk berinovasi (Fallhi, 2007, Mulyono, 2012)
- Tingkat penerimaan resiko (Fallahi, 2007, Kumar, 2007)
- Dukungan manajemen yang mendorong penerapan e-government (Irani et al, 2005)
- Budaya berbagi (sharing) informasi (Aziz, 2008, El Haddadeh et al, 2010, Medina, 2011)
- Resistensi terhadap perubahan (Fallahi, 2007, Corsey & Norris, 2008, Aziz, 2008, El Haddadeh et al, 2010)
4. Analisa dan Pembahasan
PLS-SEM bertujuan untuk menguji
hubungan prediktif antar variabel
dengan melihat apakah ada hubungan atau pengaruh antar variabel tersebut, sehingga konsekuensi penggunaan PLS-SEM adalah pengujian dapat dilakukan
tanpa dasar teori yang kuat,
mengabaikan beberapa asumsi (non-parametrik) dan parameter ketepatan
model prediksi dilihat dari nilai
koefisien determinasi (R-square) (Latan & Ghozali, 2012).
R-Squares
Nilai R-Square merupakan
prosentase total variasi variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen dalam model struktural. Nilai R-square untuk setiap variabel dependen digunakan sebagai kekuatan prediksi dari model struktural. Perubahan nilai
R-Square digunakan untuk
menjelaskan pengaruh variabel
independen terhadap variabel
dependen (Latan & Ghozali, 2012).
Tabel 4. Nilai R-Square
Sumber : output Smart PLS 2.0 M3
Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa nilai R-Square untuk variabel
E-Government sebesar 0.6393.
Sehingga, ini berarti bahwa
pengaruh variabel kepemimpinan,
variabel pengelolaan informasi,
variabel SDM, dan variabel budaya
organisasi terhadap variabel
implementasi e-government adalah sebesar 63.93 dan sisanya 36,07 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar model penelitian ini.
Uji signifikansi
Uji signifikansi digunakan untuk
melihat pengaruh variabel
independen terhadap variabel
dependen dalam model melalui uji t.
Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan estimasi model secara simultan. Metode ini
dilakukan dengan memasukkan
semua variabel independen
kemudian baru dievaluasi variabel independen mana yang berpengaruh
dependen (Widarjono, 2010). Variabel dinyatakan signifikan jika nilai signifikansi bobot > t-tabel (Latan & Ghozali, 2012).
Tabel 5. Hasil Path coefficient (Mean, STDEV, T-Values)
Original Sample (O)
T Statistics (|O/STERR|) Kepemimpinan ->
implementasi E-Gov 0.327926 4.445271 Infrastruktur TI ->
implementasi E-Gov 0.006231 0.099595 Pengelolaan Informasi
-> implementasi E-Gov
0.216404 2.629199
SDM -> implementasi
E-Gov 0.203904 2.358604 Budaya Organisasi ->
implementasi E-Gov 0.181999 2.517276 Sumber: output Smart PLS 2.0 M3
Berdasarkan nilai Path coefficient (Mean, STDEV, T-Values) diperoleh
bahwa faktor-faktor seperti
kepemimpinan, pengelolaan informasi, SDM dan budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi e-government di
pemerintah provinsi Riau. Sedangkan untuk variabel infrastruktur, TIK tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi e-government di pemerintah provinsi Riau.
Dari Tabel 5. terlihat bahwa pengaruh yang paling dominan adalah faktor kepemimpinan. Hal ini terlihat dari nilai estimator faktor kepemimpinan (sebesar 0.327926) paling besar diantara nilai estimator faktor-faktor lainnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Aziz (2008) yang mengatakan bahwa faktor kepemimpinan merupakan faktor
penyebab kegagalan penerapan
e-government di sebagian besar daerah di Indonesia.
Faktor pengelolaan informasi
menempati urutan kedua dalam hal berkontribusi terhadap terhambatnya
implementasi e-government dengan
nilai estimator sebesar 0.216404.
Berdasarkan Inpres No.3/2003,
disebutkan bahwa aspek pengelolaan informasi merupakan salah satu kunci
keberhasilan implementasi
e-government di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memprediksikan bahwa apabila aspek informasi tidak dikelola dengan baik, maka dapat
mengakibatkan terhambatnya
implementasi e-government. Dari Tabel 5., terlihat bahwa nilai T-Statistic yang dihasilkan (2.629199) > 1,96.
Sedangkan SDM dan budaya organisasi berturut-turut menempati posisi ketiga
dan ke-empat dalam hal yang
menyebabkan terhambatnya
implementasi e-government di
pemerintah provinsi Riau dengan nilai estimasi 0.203904 dan 0.181999. Dari sisi SDM, Heeks (1996) menunjukkan bahwa negara-negara berkembang harus sadar dan mempertimbangkan kesulitan dalam menarik karyawan yang terampil yang tepat (Al-Heddah et al., 2010).
Dimensi yang diperhatikan dalam
penelitian ini terkait SDM adalah pelatihan dan pendidikan serta IT awereness para pengguna maupun
pengelola e-government. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh
Weerakkody & Choudrie (2005), Falahi
(2007), Schwester (2009) yang
menyatakan bahwa kendala faktor SDM
merupakan hambatan dalam
implementasi e-government.
Faktor yang terakhir yang turut
berperan dalam menghambat
implementasi e-government menurut penelitian ini adalah faktor budaya
organisasi. Jajaran pemerintah di
adalah bahwa peman government sering terben faktor budaya pengelola da yang memang menduku budaya diantara para bir
lembaga pemerintah in
seringkali mengakibatkan kesadaran dan pengharga pentingnya e-government.
muncul adalah ketak
kekhawatiran yang berleb aplikasi e-government akan jabatannya yang sudah map selalu terkendala karena ma tidak mau berbagi data da Inilah kendala yang paling penerapan e-government se Karena hambatan sikap berpikir yang sempit dian pemerintah, upaya integ menyisakan bentukan sis pulau-pulau database yang dikomunikasikan apalagi di Hasil dari penelitian ini sej penelitian yang dilakukan (2007) terkait The Obs
Guidelines of Establi
government in Iran C Ministry of Commerce in Coursey and Norris (2008) Schwester (2009) juga dijel
resistensi terhadap
merupakan hambatan
mengadopsi e-government.
Seperti yang sudah
sebelumnya, bahwa infras
adalah satu kunci
implementasi e-governm
aspek infrastruktur TI
No.3/2003), yang terang keberadaan infrastruktur da Namun, hasil pada penelit
mendukung teori dan
sebelumnya yang dilak
Coursey & Norris (2008
(2009) yang menunjukk
anfaatan
e-bentur dengan dan pengguna kung. Faktor birokrat dalam
inilah yang
an kurangnya gaan terhadap . Yang sering
takutan atau
lebihan bahwa an mengancam apan. Dan juga masing-masing dan informasi. ing pokok bagi secara serius. ap dan cara iantara pejabat tegrasi masih sistem berupa ang sulit untuk diintegrasikan. sejalan dengan an oleh Fallahi Obstacles and
blishingt
E-rastruktur TIK keberhasilan an penelitian
lakukan oleh
08) Schwester
ukkan bahwa
kendala yang berhub faktor infrastruktur hambatan implementasi Penelitian ini menduk pernah diungkapkan ole (2007) bahwa 80% peny e-government adalah ka TIK dan hanya 20% ya
disebabkan karena
(Kumorotomo, 2008).
tersebut diketahui b
penghambat imple
government yang dis faktor infrastruktur TIK signifikan. Berdasarkan ini, faktor infrastruk
signifikan memberika
terhadap hambatan im government di pemer Riau. Hal tersebut da
karena pada saat
infrastruktur TI di
instansi sudah mend
implementasi e-governm Dari penjelasan diatas, d variabel infrastruktur t
mempengaruhi impl
government di pemer Riau. Sehingga varibel dimasukkan kedalam m berarti, bahwa setelah d pengolahan data deng
model penelitian in
perubahan. Model
penelitian ini dapat dilih 2.
Sumber: output SmartPLS 2.0 Gambar 2. Mod
ubungan dengan
TIK menjadi
asi e-government. ukung apa yang
disebabkan oleh IK tidaklah begitu an hasil penelitian
ruktur TI tidak
ikan kontribusi
implementasi e-erintah provinsi dapat disebabkan
t ini kondisi
i masing-masing
endukung untuk
nment.
, diketahui bahwa r tidak signifikan
plementasi
e-erintah provinsi bel tersebut tidak model. Hal ini dilakukan proses engan PLS-SEM
ini mengalami
akhir untuk
lihat pada Gambar
2.0 M3
Dari Gambar 2. dapat dibuat persamaan analisis jalur untuk model diatas sebagai berikut:
Implementasi e-government
= 0.33 (Kepemimpinan)
+ 0.22 (Pengelolaan informasi) + 0.203
(SDM) + 0.18
(Budaya organisasi) + ε
5. Kesimpulan
• Faktor kepemimpinan, SDM,
pengelolaaan informasi, dan budaya
organisasi secara bersama-sama
berpengaruh dalam memprediksi
hambatan pengembangan
e-government di pemerintah provinsi Riau. Dimana faktor kepemimpinan berkontribusi paling besar terhadap
hambatan e-government di
pemerintah provinsi Riau. Hal ini berarti bahwa pemerintah provinsi
Riau belum menunjukkan
komitmennya dalam mendukung e-government secara optimal. Oleh sebab itu, agar implementasi e-government bisa lebih berhasil di masa yang akan datang, pemerintah provinsi Riau harus memberikan dukungan yang lebih baik, misalnya dengan membuat cetak biru implementasi e-government.
• Faktor ketersediaan infrastruktur TIK secara signifikan tidak memberikan pengaruh terhadap pengembangan e-Government di pemerintah provinsi Riau.
6. Saran untuk penelitian lebih lanjut
Penelitian ini merupakan penelitian tahap awal untuk mengetahui faktor-faktor penghambat e-government di pemerintah provinsi Riau. Tentu saja, agar lebih banyak membawa manfaat, masih harus dilakukan penelitian lebih
lanjut. Masukan untuk penelitian lebih
lanjut adalah mencoba dengan
penarikan sampel berdasarkan expert
sampling (sampling berdasarkan
keahlian), karena dimungkinkan akan
menghasilkan hasil yang berbeda.
Penulis juga menyarankan untuk
mempertimbangkan faktor-faktor
penghambat e-government yang didapat dari hasil penelitian di daerah lain
dengan menambahkan atau
memodifikasi variabel-variabel lain
yang mungkin akan menghasilkan hasil yang berbeda.
Penelitian lanjutan lainnya yang bisa dilakukan yaitu penelitian mengenai rancangan pengembangan e-government untuk pemerintah provinsi Riau dengan konsep integrasi dan interkoneksi antar sistem informasi di setiap satuan kerja
perangkat daerah di lingkungan
pemerintah provinsi Riau, karena saat ini setiap satuan kerja di lingkungan pemerintah provinsi riau membangun sendiri-sendiri aplikasi e-government menurut versi masing-masing. Selain itu, penelitian mengenai pengembangan sistem dan proses kerja yang lebih fleksibel untuk memfasilitasi berbagai bentuk interaksi yang kompleks dengan pemerintah daerah lainnya, pemerintah pusat, masyarakat, dunia usaha dan masyarakat internasional.
7. Daftar Pustaka
Azis, H. (Desember, 2008). Integrasi e-Government: Tantangan, Kebijakan dan Implementasi. Dipresentasikan pada Seminar Pelayanan Publik dan E-government, Bappenas, Jakarta.
Depkominfo, “Blue Print Sistem Aplikasi e-government”, 2004.
EL-Haddadeh, R., et al (2010).
‘E-Government implementation
Challenges: A Case study’. AMCIS 2010 Proceedings. Paper 312.
Fallahi, M. (2007). ‘The Obstacles and
Guidelines of Establishing
e-Government in Iran Case Study: Ministry of Commerce’. Tesis Lulea university of Technology. Iran.
Guritno, S., et al. (2011). Theory and Application of IT Research. Edisi I. Yogyakarta : Penerbit ANDI.
Indrajit, R. (2006). Elektronik
Government: Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Berbasis Teknologi Digital. Edisi III, Cetakan I. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Inpres No.3 Tahun 2003, ‘Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan
e-government Indonesia’
2003.‘Evaluating e-government: m the
Kumar, et all (2007). ‘Factors for succesful e-government adoption: a conceptual framework’. The Electronic Journal of e-Government, Vol. 5, Issue 1, pp. 133 – 122.
Kumorotomo, W. (2008). Kegagalan Penerapan E-Government dan Kegiatan
Tidak Produktif dengan
Internet. Makalah Kuliah. Tapak maya : http://kumoro.staff.ugm.ac.id/wp- content/uploads/2009/01/kegagalan-penerapan-egov.pdf. Diakses pada 6 Maret 2013.
Latan & Ghozali (2012). Partial Least Squares: Konsep, Teknik dan Aplikasi SmartPLS 2.0 M3. Semarang : Badan penerbit Universitas Diponegoro.
Lee, N. (2009). ‘Penerapan
e-Government’, Seri Modul 3, Asian and Pacific Training Centre for Information and Communication Technology for Development.
Medina, D. (2011). ‘Pengaruh Budaya
Organisasi Terhadap Keberhasilan
Pengembangan e-Government’. Tesis Universitas Bina Nusantara. Jakarta. Porte, T.M. (2005). ‘Being Good and Doing Well: Organizational Openness and Government Effektiveness on the World Wide Web’. Bulletin of the
American Society for Information
Science and Technology, 51(5), 23-27. Ridley, G. (2011). ‘Potential to Mitigate E-Government Barriers: Use of an IT Control Framework’. MCIS 2011 Proceedings. Paper 51.
Schwester, R. (2009). ‘Examining the Barrier to e-government Adoption’. Electronic Journal of e-Government, Vol. 7 Issue 1 2009 (113-122).
Surendro, K. (2009). Implementasi tata kelola teknologi informasi. Cetakan I. Bandung : Informatika Bandung.
Weerakkody, V. and Choudrie, J. P (2005). ‘Exploring E-Government in the
UK: Challenges, issues and
complexities’. Journal of Information Science and Technology, (2)2, 25-45.
Widarjono, A. (2010). Analisis
Statistika Mulitivariat Terapan.