• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Strategi Pembentukan Identitas. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Strategi Pembentukan Identitas. pdf"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH STRATEGI PEMBENTUKAN IDENTITAS NASIONAL MALAYSIA

TERHADAP BUDAYA IMIGRAN INDONESIA YANG DIKLAIM OLEH

MALAYSIA

Randi Marvia Ardila1

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian untuk menganalisis pengaruh strategi pembentukan identitas nasional Malaysia terhadap budaya imigran Indonesia di Malaysia. Hal ini mengingat bahwa adanya upaya Pemerintah Malaysia untuk menyatukan keberagaman etnis dengan beragam budaya yang berbeda-beda yang ada di Malaysia. Penelitian ini mengunakan tiga kategori pembentukan identitas nasional yaitu Civic

National Identity, Cultural National Identity, dan Ethnic National Identity dengan dua variabel penelitian

yang sama yaitu kebijakan imigrasi dan kebijakan budaya. Sebagaimana data sekuder yang dikumpulkan, pengaruh Cultural National Identity terhadap budaya imigran Indonesia terlihat pada adanya unsur budaya Islam atau kketurunan imigran tersebut di Malaysia. Pengaruh strategi pembentukan identitas nasional berdasarkan Civic National Identity terhadap budaya imigran Indonesia terlihat pada pemberian pengakuan secara tertulis terhadap keberdaan budaya imigran Indonesia di Malaysia yang merupakan bagian dari keberagaman budaya yang ada dalam masyarakat Malaysia. Sedangkan, strategi pembentukan Ethnic

National Identity terhadap budaya imigran Indonesia di Malaysia tidak terlalu berpengaruh. Hal ini

dikarenakan adanya proses asimilasi yang dilakukan oleh imigran Indonesia dengan budaya Melayu sebagaimana yang telah dikonstruksikan Pemerintah Malaysia.

Kata Kunci : budaya imigran, strategi pembentukan identitas nasional, cultural national identity, civic national identity, ethnic national identity

Pendahuluan

Federasi Malaysia merupakan negara yang mana masyarakatnya terdiri dari beragam etnis dengan

budaya yang berbeda-beda. Keberagaman etnis ini dapat ditelurusi sejak masa kolonial Inggris pada abad ke

19 dimana Pemerintah Inggris pada waktu itu mendatangkan sejumlah pekerja dari Kepulauan Indonesia,

China dan India untuk mengisi kekurangan tenaga kerja di Semenanjung Melayu.2 Pada perkembangannya,

keberadaan etnis-etnis tersebut tetap menjadi bagian dari masyarakat di Semenanjung Melayu setelah

berakhirnya penjajahan Inggris di wilayah ini.

Keberadaan sejumlah imigran dan keturunannya yang telah lama tinggal dan menetap di wilayah

Semenanjung Melayu tersebut menjadi tantangan bagi Pemerintah Malaysia pada waktu itu untuk dapat

menyatukan keberagaman etnis tersebut dalam suatu identitas yang nantinya sekaligus dapat

1

Tulisan ini sebagai tugas akhir untuk menyeleseikan pendidikan strata 1 (S1) pada Program Studi Hubungan Internasional Universitas Brawijaya, Malang tahun 2009

2

(2)

2

membedakannya dengan identitas mereka dari negara atau bangsa lainnya. Adanya upaya untuk membentuk

identitas nasional sebagai Melayu yang merupakan etnis dominan di Malaysia atau Malaysia sebagai

perwujudan keberagaman etnis di Malaysia menjadi alternatif pilhan bagi Pemerintah Malaysia. Selain itu,

hal ini berkaitan pula dengan keberagaman budaya dari masing-masing etnis yang berasal dari wilayah

negara lain yang tentunya berbeda dengan budaya dari masyarakat pribumi di Semenanjung Melayu.

Pada perkembangannya, keberagaman budaya yang dibawa oleh imigran yang bermigrasi ke wilayah

Malaysia menjadi permasalahan tersendiri. Salah satunya yaitu budaya mendorong terjadinya persengketaan

antara Malaysia dan Indonesia terkait dengan pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia. Permasalahan

ini dimulai pada tahun 2007 dimana pemberitaan media banyak mengekspos tentang pengklaiman salah satu

tari tradisional yang berasal dari daerah Ponorogo yaitu Reog Ponorogo.3 Kemudian, klaim atas hak paten

lagu Rasa Sayange yang dijadikan lagu pengiring dalam iklan “Malaysia Truly Asia” tahun 2007 juga

menyebabkan sengketa budaya Indonesia-Malaysia. Hal ini berlanjut pada tahun 2009 ketika Tari Pendet

dimasukkan dalam iklan “Enigmatic Malaysia” oleh Discovery Channel walaupun sebenarnya channel

tersebut lepas dari tanggungjawab Pemerintah Malaysia.4 Gamelan dan Tari Kuda Kepang juga menjadi

persengketaan ketika kedua budaya tersebut masuk dalam Warisan Budaya Malaysia. Bahkan pada tahun

2012 ini, Pemerintah Malaysia berencana untuk memasukkan Tari Tor-Tor dan Gordang Sambilan (asal

Mandailing Sumatra Utara) dalam warisan Budaya Malaysia berdasarkan Bab 67 Undang-Undang

Peninggalan Nasional 2005.5

Persengketaan ini terjadi tidak lain karena budaya tidak hanya bersifat pragmatis sebagai hiburan

semata melainkan bahwa budaya juga merupakan simbol identitas dari suatu bangsa.6 Oleh karena itu,

penelitian ini akan menganalisis terkait dengan strategi pembentukan identitas nasional Malaysia sebagai

upaya untuk menyatukan keberagaman etnis di negara tersebut terhadap budaya yang dimiliki oleh

masing-masing etnis tersebut. Dalam hal ini, penelitian ini menganalisis budaya yang dibawa oleh imigran Indonesia

ke Semenanjung Melayu yang kemudian menimbulkan terjadinya persengketaan antara kedua negara. Oleh

3

Salman, Ahmad (2012, 26 Juni). Terusik Lagi Klaim Negeri Jiran, www.liputan6.com. 4 Loc.cit

5 Vivanews. (2012, 18 Juni). Tari Tor-tor Diklaim Jadi Warisan Budaya Malaysia. tvOneNews, 6

(3)

3

karena itu pertanyaan penelitian ini yaitu bagaimana strategi pembentukan identitas nasional Malaysia

berpengaruh terhadap budaya Imigran Indonesia yang diklaim oleh Malaysia?

Nation-State, Budaya Imigran dan Identitas Nasional

Dalam penelitian ini menggunakan kerangka identitas nasional untuk menganalisis pengaruh strategi

pembentukan identitas nasional tersebut terhadap budaya yang dibawa oleh imigran dari wiayah Kepulauan

Indonesia ke Malaysia. Namun, sebelumnya akan dijelaskan pula konsep tentang nation-state dan budaya

imigran.

Konsep tentang nation-state merupakan konsep terkait dengan adanya hubungan antara satu bangsa dan

satu negara yang muncul pada awal abad 19. Setiap bangsa seharusnya memiliki suatu wilayah tertentu dan

diatur oleh negara sebagai institusi politik yang memiliki otoritas tertinggi.7 Hal ini menunjukkan bahwa

identitas nasional suatu bangsa berhubungan dengan yuridiksi negara tersebut.8 Seiring dengan globalisasi

lama kelamaan konsep ini menghadapi kenyataan bahwa dalam suatu negara tidak hanya dihuni oleh suatu

bangsa saja melainkan ada bangsa-bangsa lainnya yang ikut tinggal dan menetap dalam yuridiksi negara

tersebut. Walaupun demikian, asumsi awal bahwa identitas terhadap bangsa (nation) menunjukkan identitas

suatu negara masih dapat digunakan untuk menganalisis identitas suatu negara. Hal ini mengingat bahwa

identitas merupakan suatu kontruksi sehingga negara memiliki “power” untuk membentuk identitas

nasional negaranya. Hal ini nantinya akan mengarah pada strategi negara “nation building” yang akan

membentuk suatu kesatuan, kesetiaan dan penduduk yang homogen.9

Selain itu, konsep “Budaya” sebagaimana yang diungkapkan oleh Murden terdiri dari adat kebiasaan,

nilai-nilai genre yang menunjukkan kehidupan sosial. Selain itu, agama dianggap sebagai salah satu elemen

penting yang mempengaruhi budaya itu sendiri.10 Dengan demikian, budaya dapat mengidentifikasikan

7 E. Kedoure.2002. Nationalism in :fowler, A durable concept ; Anthony smith‟s concept of „national identity‟ and the case of

wales, paper presented at the making politics count conference, university of aberdeed hlm.1 8

Scholte, J.A.. 2005. Globalization, A Critical Intriduction, 2nd ed, Palgrave Macmillan, hlm 226

9 Guibernau, Montserrat. 2007. The identity of nation. UK : Polity Press. 10

(4)

4

identitas individu dalam sebuah komunitas.11 Di sisi lain, adanya arus migrasi oleh individu/kelompok

masyarakat dari satu negara ke negara lain dengan membawa budaya mereka ke negara tujuan12 telah

mempengaruhi keberagamaan budaya yang ada di negara tujuan imigran tersebut. Budaya yang dibawa yaitu

berupa nilai-nilai, ketrampilan, bahasa, adat kebiasaan, dan pengalaman hidup. Selain itu, ketika

individu/kelompok yang meninggalkan wilayah asal dan budayanya, mereka akan tetap berupaya untuk

menjaganya.13

Identitas secara nasional merupakan sebuah kontruksi terhadap keberadaan dan rasa keterikatan

terhadap suatu bangsa (nation) tertentu.14 Guibernau mengungkapkan bahwa identitas nasional terdiri dari

kumpulan atribut-atribut dan kepercayaan yang dimiliki oleh semua orang yang terikat dalam bangsa yang

sama.15Identitas nasional ini dapat digunakan untuk membedakan antara “kita” dan “mereka” dimana siapa

yang menjadi bagian dari bangsa (kita) dan siapa yang bukan (mereka).16 Dengan demikian, identitas

nasional dapat menjelaskan dua hubungan secara bersamaan dimana terkait dengan persamaan diantara

kelompok (inward looking) dan perbedaan mereka dengan kelompok lain (outward looking).17 Oleh karena

itu, identitas nasional ini merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan suatu bangsa serta

membedakan suatu bangsa dengan bangsa lainnya atau orang asing. Dalam oxford dictionary, Strategi

didefinisikan sebagai a plan of action designed to achieve a long-term or overall aim. Dengan demikian,

strategi pembentukan identitas nasional dapat dipahami sebagai bentuk rencana-rencana yang dibuat oleh

pemerintah untuk dapat mencapai tujuannya yaitu membentuk identitas nasional negaranya. Perencanaan

yang dilakukan oleh pemerintah tersebut tersebut tidak lepas dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan

terkait dengan pembentukan identitas nasional. Shulman mengungkapkan bahwa terdapat tiga bentuk

identitas nasional yaitu Civic, Cutural dan Ethnic.18 Identitas nasional yang pertama yaitu Civic dimana

untuk dapat mempersatukan individu/kelompok dalam satu bangsa dipengaruhi dengan persamaan wilayah,

11 Loc.cit

12 Stopler, Gila. 2009. Right in Immigration : The Veil as a Test Study. ; Kilduff, Martin & Kevin G. Corley. 1999. The Diaspora

Effect : The Influence of Exiles on Their Cultures of Origin. Hlm.2. 20 Oktober 2012. Pennsylvania State University, Dept. Management and Organization

13 Ibid, Killduff, Martin & Kevin G. Corley, hlm.3

14 Guibernau, Montserrat. 2004. Anthony D. Smith on Nation and National Identity : A critical Assement, Nation and Nationalism. 15 Ibid, hlm.35

16

A.Triandafyllidou. 2002. National Identity Reconsidered. hlm 26-27 17 Ibid, hlm.26

18 Shulman, Stephen. 2002. Chlmlenging The Civic/Ethnic and West/East Dichotomies in The Study of Nationalism. Comparative

(5)

5

kewarganegaraan, kepercayaan pada prinsip politik dan ideologi yang sama, penghargaan terhadap institusi

politik dan mendapatkan persamaan atas hak-hak tertentu, dan adanya keinginan untuk bersatu dalam

bangsa tersebut. Oleh karena itu, jenis identitas nasional dapat lebih mudah untuk dibentuk dibandingkan

yang lain karena keterkaitan terhadap suatu bangsa lebih berdasarkan pada “keinginan” dan status warga

negara tersebut juga lebih terkait dengan suatu negara tertentu dibandingkan bangsa tertentu.

Identitas nasional yang berdasarkan budaya (Cultural) tidak berdasarkan pada karakteristik budaya

politik. Jenis identitas nasional ini berdasarkan pada kesamaan akan agama, bahasa dan tradisi. Oleh karena

itu, individu/kelompok yang bergabung dalam suatu bangsa tertentu akan lebih mudah jika memiliki agama

yang sama, menggunakan bahasa yang sama dan mengikuti tradisi yang sama pula.

Selanjutnya, identitas national berdasarkan etnis (Ethnic). Jenis identitas nasional ini berdasarkan pada

ras dan keturunan tertentu. Oleh karena itu, tidak setiap individu/kelompok yang memiliki ras dan keturunan

yang berbeda akan dapat bergabung dengan identitas nasional berdasarkan etnis ini.

Tabel 2. Kategori Identitas Nasional19 Jenis Identitas Nasional Indikator Kesamaan

Civic National Identity Wilayah

Kewarganegaraan

Keinginan (willing and Consent) Ideologi politik

Institusi politik dan hak-hak

Cultural National Identity Bahasa

Agama Tradisi

Ethnic National Identity Keturunan

Ras

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah terkait

yang bertujuan untuk membentuk identitas nasional negaranya. Shulman mengungkapkan bahwa

kebijakan-kebijakan pemerintah nasional terkait dengan pembentukan identitas nasional tidak dapat dilepaskan dari isu

tentang kewarganegaraan, asimilasi budaya dan perlakuan terhadap minoritas serta imigrasi. Oleh karena itu,

dalam hal ini proses pembentukan identitas nasionalnya dapat dianalisis melalui kebijakan budaya dan

19 Shulman, Stephen. 2002. Chlmlenging The Civic/Ethnic and West/East Dichotomies in The Study of Nationalism. Comparative

(6)

6

kebijakan imigrasinya. Maka, dalam penelitian ini akan menggunakan indikator dengan menggunakan

kebijakan-kebijakan tersebut yang dapat dibagi sebagaimana tabel berikut :

Tabel 4 : Identitas Nasional dalam Kebijakan Budaya dan Kebijakan Imigrasi20 Jenis Identitas Nasional Kebijakan Budaya Kebijakan Imigrasi

Civic National Identity -Tidak ada promosi

budaya etnis atau

mempromosikan budaya

etnis minoritas.

-Tidak mendorong

asimilasi

-Migrasi Terbuka

- Masuknya semua

imigran

Cultural National

Identity

-Adanya promosi budaya

dari kelompok etnis yang

dominan

-mendorong asimilasi

-Imigrasi kondisional

-Lebih memilih imigran

yang memiliki kemiripan

budaya

Ethnic National Identity -Adanya promosi budaya

dari kelompok etnis yang

dominan

- Tidak mendorong

asimilasi

-Membatasi imigrasi

-Lebih memilih imigran

yang secara etnis

sama/mirip.

Dalam membentuk identitas nasional civic, pemerintah dapat dianggap sebagai aktor yang netral. Hal

ini dikarenakan pemerintah tidak mempromosikan budaya dari etnis tertentu untuk dijadikan budaya

nasionalnya. Dengan kata lain, pemerintah berupaya untuk mengakomodasi hak-hak dari setiap individu di

dalam negara tersebut bukan kelompok tertentu. Di sisi lain, pemerintah juga dapat memilih untuk

mengeluarkan kebijakan terkait dengan multikulturalisme. Dalam hal ini pemerintah memberikan

pengakuan terhadap budaya-budaya etnis yang ada dalam negaranya dan mempromosikan budaya etnis

minoritas sebagai upaya untuk mengikat kelompok etnis minoritas terhadap negara.21 Dalam kebijakan

imigrasi, pemerintah secara terbuka menerima imigran dari berbagai latar belakang. Selain itu, bagi imigran

20 Ibid, Shulman hlm. 561 21

(7)

7

yang telah lama menetap di negara tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan pengakuan sebagai warga

negara.22

Pembentukan bangsa yang berdasarkan atas kesamaan budaya akan cenderung memilih suatu budaya

dari etnis yang dominan untuk dijadikan budaya nasional. Selain itu, pemerintah juga akan cenderung untuk

mendorong terjadinya asimilasi budaya dari etnis minoritas karena mereka beranggapan bahwa kesatuan

budaya merupakan dasar untuk membentuk suatu negara-bangsa yang kuat. Dalam hal ini pula pemerintah

akan cenderung untuk mempromosikan sejarah dan budaya dari etnis yang dominan dalam kebijakan

pendidikan dan bahasa karena hal ini dianggap penting untuk membentuk suatu budaya nasional.23 Dalam

kebijakan imigrasinya, pemerintah dapat menerima imigran dalam dalam kondisi tertentu. Hal ini

dikarenakan mereka harus memiliki keinginan untuk berasimilasi dengan kebudayaan nasional yang telah

ada. Selain itu, bangsa yang terbentuk berdasarkan budaya ini akan cenderung untuk memilih imigran yang

memiliki budaya yang hampir sama dengan budaya mereka sehingga akan lebih mudah dalam proses

asimilasi terhadap budaya nasional.24

Bagi bangsa yang terbentuk berdasarkan etnis akan memiliki pandangan yang sama dengan konsep

sebelumnya yaitu pemerintah akan mempromosikan budaya dari etnis yang dominan. Hal ini mengingat

bahwa negara tersebut berdiri untuk suatu kelompok etnis tertentu. Namun, ada perbedaan dengan

sebelumnya dimana konsep ini tidak mendorong pemerintah untuk melakukan asimilasi terhadap budaya

etnis minoritas.25 Dan, negara yang terdiri dari bangsa dengan karakteristik demikian akan membatasi

kebijakan imigrasinya. Imigran yang tidak memiliki kesamaan ras dan keturunan tidak akan menjadi bagian

dari bangsa tersebut justru mereka akan dapat menciptakan ketidakharmonisan. Hal ini akan berbeda ketika

yang melakukan migrasi adalah individu/kelompok dari ras dan keturunan yang sama justru mereka akan

jauh lebih mendapatkan kemudahan dalam proses imigrasi.26

Pembahasan :

A. Identitas Nasional Malaysia dalam Kebijakan Imigrasi dan Kebijakan Budaya

22 Ibid, hlm.562 23

Ibid, hlm.561 24 Loc.cit 25 Loc.cit 26

(8)

8

Pembentukan identitas nasional Malaysia sebagai satu bangsa merupakan tantangan tersendiri bagi

pemerintah Malaysia sejak awal kemerdekaan sampai saat ini. Hal ini tidak lain karena masyarakat yang

berada di wilayah Semenanjung Melayu terdiri dari berbagai jenis etnis diantaranya yaitu Etnis Melayu,

Etnis China dan Etnis India serta beragam sub-etnis sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.27

Adanya perbedaan pandangan antar etnis yang berada di wilayah Malaysia telah mempengaruhi proses

pembentukan identitas nasional Malaysia itu sendiri.

Proses pembentukan identitas nasional tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan beberapa konsep

yaitu „‟Bangsa Melayu‟‟; Malayan Malaya dan „‟Melayu Malaysia‟‟; „‟Malaysian Malaysia‟‟ ;

„‟Bumiputera‟‟ dan „‟Bangsa Malaysia‟‟. Namun, sebelumnya perlu untuk memahami konsep tentang

Malaya, Malay, Malayan, Malaysian dan Malaysia. Kata Malaya digunakan untuk menjelaskan wilayah di

Semenanjung Melayu yang meliputi Sembilan negara bagian serta Penang dan Malaka. Kata Malay

digunakan untuk mendefinisikan orang yang merupakan pribumi (native) di wilayah Semenanjung Melayu

yang menggunakan Bahasa Melayu dan beragama Islam. Kata Malayan menunjukkan orang/individu yang

telah lama menetap di wilayah Semenanjung Melayu yang tidak bergantung pada ras. Kata Malaysian

didefinisikan sebagai Etnis Melayu-Indonesia yang merupakan pribumi di Semenanjung Melayu. Kata

Malaysian digunakan untuk menunjukkan etnis Melayu-Indonesia yang merupakan pribumi di Semenanjung

Melayu atau wilayah di Asia Tenggara. Namun, saat ini kata ini lebih digunakan untuk menunjukkan

pribumi di wilayah Federasi Malaysia.28 Selain itu, terdapat konsep “Bumiputera” (Son of The Soils)

merupakan konsep untuk menyebutkan Etnis Melayu dan Orang Asli yang merupakan penduduk asli di

wilayah Malaysia. 29 Hal ini dilakukan untuk dapat mengikat penduduk asli tersebut dalam Federasi

Malaysia mengingat bahwa mereka tidak dapat dimasukkan dalam kriteria sebagai Etnis Melayu karena

mereka tidak beragama Islam. Oleh karena itu, dengan penggunaan konsep “Bumiputera” tersebut dapat

menyatukan para penduduk asli di Malaysia baik Etnis Melayu dan Orang Asli. Orang Asli sendiri berasal

dari berbagai suku/etnis dan lebih banyak berdiam di wilayah Sabah dan Serawak diantaranya Kadazan,

27 Ibid, Orborne hlm 27

28 Mean, Gordon P.. 1976. Malaysian Politic. Singapore:ChongMoh&Company. hlm 13 29

(9)

9

Iban, Dayak, Metanau dan Murut.30 Dalam perkembangan selanjutnya, Perdana Menteri Malaysia Mahathir

Muhammad (1986-2003) mengemukakan idenya dalam untuk dapat menyatukan etnis-etnis Malaysia dalam

“Vision 2020”. Dalam kebijakan tersebut, salah satunya yaitu menyatukan etnis-etnis di Malaysia menjadi

suatu Bangsa Malaysia (Malaysian Community).31

Selain itu, Pemerintah Malaysia juga mengeluarkan sejumlah kebijakan yang dapat dihubungkan

dengan proses pembentukan identitas nasional Malaysia yaitu diantaranya Kontitusi Malaysia sebagai

landasan negara memuat beberapa pasal terkait dengan keimigrasian dan budaya. Dalam pasal 14 dan 15

memuat tentang individu yang dapat menjadi warga negara Malaysia pada saat awal berdirinya Federasi

Malaysia.32 Pasal 14 Kontitusi Malaysia menjelaskan bahwa individu yang lahir sebelum hari kemerdekaan

(31 Agustus 1963) merupakan warga negara Malaysia dan individu yang lahir pada atau setelah hari

kemerdekaan yang memenuhi persyaratan tertentu juga merupakan warga negara Malaysia. Demikian pula

dalam pasal 15 menjelaskan tentang kewarganegaraan Malaysia yang diperoleh dari adanya hubungan antara

non-warga negara dan warga negara Malaysia.

Selain itu, Pasal 19 dalam Konstitusi Malaysia menjelaskan tentang persyaratan untuk menjadi warga

negara Malaysia dimana individu tersebut harus menetap di Malaysia selama kurun waktu tertentu,

berperilaku baik dan harus memiliki pengetahuan yang cukup dalam Bahasa Melayu.33 Selain itu,

Pemerintah Malaysia mengeluarkan Undang-Undang tentang imigrasi pada tahun 1959 untuk mengatur arus

masuk imigran dari negara lain.34 Dalam kebijakan ini, para imigran mendapatkan dengan bebas masuk ke

wilayah Malaysia untuk mencari pekerjaan ataupun untuk menemui dan menetap di Malaysia bersama

keluarganya.35

Konstitusi Malaysia juga memuat kebijakan terkait dengan budaya dalam pasal 3 ayat 1 menjelaskan

tentang agama resmi Federasi Malaysia yaitu Islam tetapi pemerintah juga menjamin kebebasan beragama

bagi semua masyarakatnya.36 Selain itu, Bahasa Nasional Federasi Malaysia yaitu Bahasa Melayu yang juga

30 Lihat Sensus Penduduk tabel 5 hlm 70

31 Saad, Suhana. 2012. Re-building the Concept of Nation Building in Malaysia. Asian Social Science Vol. 8, No. 4 32 Konstitusi Malaysia pasal 14 dan 15

33

Konstitusi Malaysia pasal 19

34 Kaur, Amarjit. 2007. Refugees and Refugee Policy in Malaysia. UNEAC Asia Papers No. 18 hlm 81

35 Mascareñas, Blanca Garcés. 2012. Labour Migration in Malaysia and Spain. Amsterdam : Amsterdam University Press hlm. 60 36

(10)

10

merupakan bahasa yang digunakan oleh etnis dominan di Malaysia.37 Hal ini juga ditunjukkan pada pasal

160 ayat 2 dimana Pemerintah Malaysia berupaya untuk membentuk idenitas “Melayu”.38

Dalam pasal 160

ayat 2 menjelaskan tentang deskripsi “Melayu” dalam masyarakat Malaysia yaitu semua individu yang

berbahasa Melayu, beragama Islam dan melaksanakan adat istiadat Melayu itu sendiri. Dengan kata lain,

individu yang bukan dari Etnis Melayu sebenarnya dapat menjadi bagian dari “Melayu” jika dia beragama

Islam, berbahasa Melayu dan menjalankan adat istiadat Melayu itu sendiri.

B. Imigran dari Kepulauan Indonesia : Etnis Melayu dan Orang Indonesia

Dalam hal ini, individu/kelompok yang berasal dari Kepulauan Indonesia dapat dibagi menjadi dua

kategori yaitu etnis Melayu dan orang Indonesia. Keberadaan imigran dari Kepulauan Indonesia di wilayah

Semenanjung Melayu sebagaimana yang tercantum dalam Strait Settlement yang dilakukan oleh

Pemerintahan Kolonial Inggris dan sensus yang dilakukan oleh Federasi Melayu setelah Inggris

memerdekakan wilayah Semenanjung Melayu dan sekitarnya mengkategorikan individu/kelompok dari

wilayah hindia (sekarang : Indonesia) yang berimigrasi ke wilayah di semenanjung melayu (sekarang :

Malaysia) dikategorikan ke dalam ras melayu lainnya (other malays). Hal ini mengingat bahwa Indonesia

pada saat itu masih merupakan wilayah jajahan sehingga imigran dari wilayah Indonesia tersebut

diklasifikasikan berdasarkan suku bangsa atau daerah tertentu.

Sebagaimana laporan sensus klasifikasi etnis pada tabel 5 menunjukkan bahwa pada masa kolonial

(1871-1911), imigran Indonesia yang bermigrasi ke wilayah Semenanjung Melayu dibagi berdasarkan

etnis/suku bangsanya. Hal ini mengingat pula bahwa kedua negara, baik Indonesia dan Malaysia masih

merupakan wilayah jajahan dan belum merdeka seperti saat ini. Pada awal sensus yang dilakukan oleh pihak

Pemerintahan Kolonial Inggris menunjukkan etnis/suku bangsa awal yang tercatat bermigrasi ataupun yang

telah menetap di Semenanjung Melayu yaitu berasal dari Aceh, Bawean, Bugis, Jawa dan Dayak

(Kalimantan). Dalam beberapa sensus selanjutnya menunjukkan semakin beragamnya suku bangsa dari

wilayah Indonesia yang bermigrasi ke Semenanjung Melayu.

37 Konstitusi Malaysia pasal 152 (1) 38

(11)

11

Setelah Malaysia mendapatkan kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1957, para imigran Indonesia yang

bermigrasi pada masa kolonial diberikan pilihan untuk dapat menjadi bagian dari masyarakat Malaysia yaitu

dengan menjadi Warga Negara Malaysia.39 Dan, pada sensus penduduk yang dilakukan oleh Pemerintah

Malaysia setelah merdeka dari Inggris terjadi perubahan dalam pengkategorian etnis di Malaysia dimana

imigran Indonesia tidak lagi ditunjukkan berdasarkan pada sukunya melainkan dengan menggunakan

sebutan sebagai Orang Indonesia (Indonesian) dan tetap menjadi satu kategori dalam etnis Melayu itu

sendiri.

Sejak sensus 1991, Pemerintah Malaysia tidak lagi menggunakan kategorisasi Etnis Melayu akan tetapi

menggunakan kategorisasi Bumiputera dan non-Bumiputera untuk menjelaskan komposisi masyarakat

Malaysia. Dalam sensus ini menunjukkan bahwa komposisi warga negara Malaysia terdiri dari 61,7 persen

merupakan Bumiputera, 27,3 persen China dan 7,7 persen India.40 Bumiputera sendiri merupakan bentuk

klasifikasi etnis yang terdiri dari Melayu yang termasuk Jawa, Bugis, Minangkabau dan Bajau. Demikian

halnya dalam sensus pada tahun 2000 dimana pengklasifikasian etnis dikategorikan menjadi Bumiputera

yang terdiri dari etnis melayu itu sendiri dan Bumiputera lainnya terdiri dari orang asli seperti Dusun,

Kadazan, Senoi, Proto Melayu, Kwijau, Bajau, Iranun, dan Orang Indonesia dikategorikan. Dan dalam

sensus ini pula menunjukkan perbedaan dalam pengkategorian orang Indonesia dimana mereka tidak lagi

menjadi satu kategori dalam etnis melayu maupun bumiputera. Dalam hal ini, orang Indonesia dimasukkan

ke dalam kategori bukan warga negara.

39 Kazim, Azizah.1987. The Unwelcome Guests : Indonesian Immigrants and Malaysian Public Respone. Souteasth Asia Studies,

Vol.5 no.2 hlm. 267

40 EPU. T.th. Population, Employment, and Manpower Development. 41

Sumber : McNair, Waller, and Knight 1872 : 6, 11; Strait Settlement 1881 :3-6; Merewether 1892 : 36-38; Innes 1901 : 14-16; Hare 1902 : 17, 56; Marriott 1911 : 79-84; Pountney 1911: 118-24; Nathan 1922: 1767,179,186,190,194; Vlieland 1932 :122, 165-68,180,192,200; DelTufo 1949:147-75,286-303;Fell 1960:56; Departement of Statistics 1977, 1:292,2:110-11; Departement of Statistics 1983, 1:156 dalam Hirschman (1987); DASM (2001a) dalam Syamala 2007)

Tabel 5. KLASIFIKASI ETNIS/IMIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA BERDASARKAN SENSUS : "STRAIT

SETTLEMENT", FEDERASI MELAYU, MALAYSIA TAHUN 1871-200041

1871 1881 1891 1901 1911 1921 1931 1947 1957 1970 1980 2000

Strait Strait Strait Strait Federasi Strait

Federas i

Census of British Malay, Malaya, and Malaysia

Settle ment

Settlem

ent Settlement Settlement Melayu Settlement Melayu

(12)

12

Sedangkan, Orang Indonesia digunakan untuk menunjukkan imigran dari Kepulauan Indonesia sejak

Federasi Melayu berdiri. Penggunaan kata “Orang Indonesia” tersebut sekaligus dapat menunjukkan

perbedaan antara masyarakat Malaysia dan masyarakat Indonesia yang bermigrasi ke Malaysia setelah

kedua wilayah tersebut berbentuk negara berdaulat yaitu Indonesia dan Malaysia.

D. Perkembangan Budaya Imigran Indonesia di Malaysia

Perkembangan budaya imigran Indonesia di Malaysia tidak dapat dilepaskan dari keberadaan

suku/bangsa Indonesia dan keturunannya yang berada di Malaysia. Dalam hal ini, beberapa jenis budaya

Indonesia terlebih terkait dengan seni pertunjukan yang berkembang dalam Masyarakat Malaysia yaitu

sebagai berikut:

1. Tari Barongan dan Tari Kuda Kepang

Bawe

komunitas : Melayu Melayu Melay

ling Aceh Minangkabau tidak/belum Temiar Temiar Temiar Dusun

Dusun,

(13)

13

Tari Barongan merupakan salah satu seni pertunjukkan yang dikenal oleh masyarakat

Malaysia yang dianggap mirip dengan Reog Ponorogo dari Indonesia. Kedua jenis tarian ini

sama-sama menggunakan topeng harimau yang atasnya dihiasi oleh burung merak beserta bulu-bulunya.

Selain itu, kedua tarian ini juga diiringi oleh gamelan dan penari yang menggunakan kuda kepang.

Di Malaysia, tarian ini biasanya di dipertunjukkan oleh keturunan orang Jawa.42 Walaupun demikian,

ada beberapa perbedaan terkait dengan kedua jenis tarian ini yaitu terkait dengan mitos/legenda yang

terkandung dalam tarian tersebut. Tari Barongan bagi masyarakat Malaysia terutama yang

merupakan keturunan dari Jawa menganggap bahwa tarian ini menggambarkan tentang perbincangan

antara Nabi Sulaiman (Salah satu Nabi dalam Agama Islam) yang sedang berbincang dengan

binatang-binatang. Dalam kepercayaan Islam, Nabi Sulaiman merupakan nabi yang dapat berbicara

dengan binatang.43 Sedangkan, Tari Reog Ponorogo yang dianggap sebagai bentuk asli dari dari Tari

Barongan memang berasal dari Pulau Jawa tepatnya di wilayah Ponorogo, Jawa Timur. Sebagaimana

Tari Barongan, dalam pertunjukan Reog Ponorogo juga diiringi oleh gamelan serta penari yang

menggunakan kuda kepang dan warok. Tarian ini memiliki beberapa versi terkait dengan cerita yang

terkandung dalam Reog Ponorogo salah satunya yaitu cerita Panji. Menurut kepercayaan masyarakat

Jawa, tarian ini menceritakan tentang kisah dua kesatria yang memperebutkan Dewi Sanggalangit

dari Kerajaan Kediri.44

Tarian ini biasanya dipertunjukan oleh keturunan orang Jawa yang bermigrasi ke

Semenanjung Melayu sejak bertahun-tahun yang lalu atau bahkan sebelumnya ke wilayah yang

sekarang merupakan negara bagian Johor Negri Sembilan, Malaka, dan Selangor.45 Tarian ini

biasanya dipertunjukkan dalam acara-acara festival, pernikahan, acara pembukaan dan penyambutan

tamu.46 Di Malaysia, mitos yang melekat dalam tarian ini menunjukkan adanya gabungan antara

42 Sim Bak Heng (2011, 11November). Java‟s Spellbinding Dance, New Strait Times 43

JKKN. . The Barongan Dance http://www.jkkn.gov.my/en/barongan-dance-0

44 Lubis, Rissalwan Habdy & Steven. 2010. Cultural Identity, Collectivism in Borderless Society. 45 Ibid, Lubis

46

(14)

14

animisme dan islam. Dalam hal ini, cerita tentang pemujaan roh binatang tersebut di campur dengan

kisah-kisah nabi dalam Islam yang menyebarkan keyakinan mereka.47

2. Tari Kuda Kepang

Tari Kuda Kepang juga merupakan salah satu tarian yang berkembang dalam masyarakat

Malaysia terutama bagi warga keturunan Jawa. Tarian ini juga biasanya ditampilkan bersama dengan

Tari Barongan. Dalam masyarakat Malaysia, mitos ataupun cerita yang melekat tentang Tari Kuda

Kepang yaitu sebagai tarian yang menceritakan tentang perdamaian roh-roh binatang, tapi

menekankan pada kehebatan para pejuang Islam yang berperang.48

Di Indonesia sendiri, tari dengan menggunakan kuda yang terbuat dari anyaman bambu

(kepang) ini di kenal dengan berbagai nama diantaranya Jathilan, Tari Jaranan, dan Kuda Lumping.

Dalam pertunjukannya, tari ini juga menjadi bagian dari pertunjukan Reog Ponorogo yang dikenal

dengan Jathilan dimana penarinya terdiri dari perempuan.49 Pada masa dulu, pertunjukan jathilan ini

digunakan oleh masyarakat untuk memanggil roh-roh halus dari nenek moyang.50

Hal ini menunjukkan bahwa pertunjukan Tari Kuda Kepang yang dibawa oleh imigran dari

Jawa ke Malaysia telah mengalami perubahan dari segi cerita yang berkembang dalam masyarakat

Malaysia yang disisipi oleh cerita tentang perjuangan Islam dan kostum yang digunakan oleh

penarinya yang menunjukkan adanya perbedaan dengan pertunjukan yang sama di Indonesia.

3. Wayang Kulit

Wayang Kulit merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang menggunakan bantuan

cahaya dan bayangan. Bayangan tersebut berasal dari patung-patung yang terbuat dari kulit yang

mewujudan berbagai watak dan khayalan yang dilakonkan oleh seorang dalang. Pertunjukan wayang

kulit tersebut diiringi oleh seperangkat gamelan dan alat musik tiup ataupun rebab.51

47 Website resmi Departemen Budaya dan Seni Kementrian Budaya dan Pariwisata Malaysia 48

http://www.mana.my/art-culture-malaysia-a-traditional-horse-dance/ 49 Budiman, M. A. (t.thn.). Reog : Unique Dance. hlm 572

50 Mauricio, David E.. 2002. Jaranan of East Java : an Ancient Tradition. University of Hawai hlm 12 51

(15)

15

Dalam masyarakat Malaysia berkembang empat jenis wayang kulit yaitu Wayang Kelantan,

Wayang Melayu, Wayang Purwo dan Wayang Gedek.52 Dari keempat jenis wayang tersebut, ada dua

jenis wayang yang terpengaruh oleh pertunjukan wayang yang ditampilkan di Pulau Jawa yaitu

Wayang Purwo dan Wayang Melayu.53

Wayang Purwo merupakan pertunjukan teater tradisional yang dimainkan oleh keturunan

imigran dari Pulau Jawa. Pertunjukan ini banyak dikenal di bagian Selatan Pantai Barat, terutama di

negara bagian Johor.54 Wayang ini bercerita tentang Pandhawa Jawa yang disadur dari epik

Mahabharata India. Dalam penyampaiannya juga berbeda karena menggunakan Bahasa Jawa namun

juga disisipkan dialek Melayu dalam dialog ceritanya. 55

Selain itu jenis wayang kulit yang terpengaruh oleh budaya imigran jawa di Malaysia yaitu

Wayang Melayu.56 Wayang jenis ini terdapat di bagian Pantai Timur, terutama Kelantan dan

Terengganu. Cerita yang dipertunjukan dalam Wayang Melayu berdasarkan episode-episode dalam

epik Mahabharata terutama tentang Pandhawa Lima. Selain itu, wayang ini juga dipengaruhi oleh

cerita-cerita panji. Wayang kulit dalam pertunjukan wayang melayu ini mirip dengan wayang yang

digunakan dalam pertunjukan wayang purwo.57 Bahasa yang digunakan yaitu bahawa Jawa dengan

selipan dialek melayu setempat sebagaimana pula dengan pertunjukan wayang purwo.

E. Cultural National Identity dan Budaya Imigran Indonesia

Pembentukan identitas nasional Malaysia melalui kebijakan imigrasi dan kebijakan budaya yang

dikeluarkan oleh pemerintahannya dapat dikatakan sesuai dengan indikator dalam kategori pembentukan

Cultural National Identity. Dalam hal ini, kebijakan imigrasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia

pada awal pembentukan Federasi Malaysia yaitu terkait dengan kewarganegaraan. Sebagaimana yang

tercantum dalam Konstitusi Malaysia dimana semua individu yang lahir sebelum atau pada saat dan setelah

hari kemerdekaan (31 Agustus 1957) di wilayah Federasi Malaysia dan memenuhi persyaratan tertentu

52 Ibid, hlm 2

53 Chen, F. P. (2003). Shadow Theatres of The World. hlm 35 54

Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia. 2003. Wayang Kulit hlm 7 55 Loc.cit

56 Ibid, hlm 4 57

(16)

16

merupakan warga negara Malaysia.58 Dengan demikian, para imigran dari Kepulauan yang melakukan

migrasi ke Semenanjung Melayu sejak masa penjajahan dan telah menetap di sana dapat memilih untuk

menjadi warga negara Malaysia. Selain itu, setelah Federasi Malaysia gelombang migrasi ini masih terus

terjadi bahkan setelah pemerintah Malaysia mengeluarkan Undang-Undang tentang Imigrasi pada tahun

1959. Pada tahun 1970-1980 menunjukkan adanya peningkatan masuknya pekerja asing di Malaysia

sebagaimana yang ditunjukkan dengan peningkatan pekerja asing yang berasal dari Indonesia. Dalam

laporan IOM tahun 2010 menunjukkan bahwa salah satu gelombang imigrasi besar yang dilakukan oleh

imigran Indonesia ke Malaysia juga pada tahun yang sama.59

Para imigran Indonesia yang bermigrasi ke Malaysia merupakan mereka sebagian besar bertujuan

untuk mencari kerja di wilayah Malaysia. Dalam hal ini, Pemerintah Malaysia dapat dikatakan terbuka

terhadap para imigran tersebut walaupun sempat dalam kurun waktu tertentu memberhentikan penerimaan

tenaga kerja dari Indonesia untuk mengisi kekosongan tenaga kerja Malaysia. Namun, dalam

perkembangannya dengan adanya perbaikan system penerimaan tenaga kerja asing yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Malaysia maka arus migrasi dari kedua negara masih tetap terjadi sampai sekarang. Di sisi lain,

adanya perbedaan dalam memandang individu/kelompok yang berasal dari wilayah Indonesia dimana

sebelum kemerdekaan, para imigran Indonesia yang datang ke Semenanjung Melayu mereka dikategorikan

dalam Ras/Etnis Melayu sebagaimana yang tercantum dalam sensus penduduk yang dilakukan baik pihak

Inggris maupun Federasi Malaysia. Bahkan setelah kemerdekaan diperoleh oleh Malaysia, para imigran

Indonesia tersebut mendapatkan pengakuan sebagai bagian dari Ras/Etnis Melayu yang merupakan

Ras/Etnis dominan di Malaysia dan sekaligus sebagai warga negara Malaysia. Pada perkembangannya,

imigrasi individu/kelompok dari Indonesia ke Malaysia tetap berlangsung setelah kedua negara

mendapatkan kemerdekaan. Dalam hal ini, posisi imigran Indonesia yang satu ini mendapatkan sebutan

Orang Indonesia padahal mereka juga berasal dari suku/bangsa yang sama dengan imigran Indonesia yang

melakukan imigrasi sebelum kemerdekaan Malaysia yang saat ini telah menjadi warga negara Malaysia itu

sendiri.

58 Konstitusi Malaysia Pasal 14 59

(17)

17

Terkait dengan kebijakan budaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia sejak awal

pembentukan Federasi Malaysia telah menunjukkan adanya upaya untuk menggunakan budaya etnis

dominan di Malaysia sebagai identitas nasional negara tersebut. Hal ini sebagaimana penentuan agama resmi

dan bahasa resmu Federasi Malaysia yaitu Agama Islam60 dan Bahasa Melayu.61 Selain itu, adanya

penjelasan terkait dengan etnis/ras Melayu dalam Konstitusi Malaysia pasal 160 (2) yang disebut orang

melayu adalah mereka yang beragama Islam, berbahasa Melayu dan melaksanakan adat istiadat Melayu.62

Dengan demikian, budaya Melayu sebagai budaya dari etnis dominan di Malaysia yang secara tidak

langsung digunakan sebagai identitas nasional Malaysia. Selain itu, strategi Pemerintah Malaysia dalam

membentuk identitas nasional Malaysia selanjutnya ditunjukkan dalam Kebijakan Budaya Nasional

(National Culture Policy) yang dikeluarkan pada tahun 1971.63 Dalam kebijakan ini terdapat poin dimana

budaya nasional Malaysia merupakan budaya dari pribumi di Malaysia, unsur-unsur dari budaya etnis

lainnya yang sesuai dapat menjadi bagian dari budaya nasional dan Islam sebagai faktor penting dalam

pembentukan budaya nasional.64 Sekali lagi, Pemerintah Malaysia menunjukkan bahwa Islam memiliki

pengaruh yang besar terhadap budaya nasional Malaysia yang sekaligus dapat dijadikan simbol dari identitas

nasional itu sendiri. Demikian pula, kebijakan imigrasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia yang

adanya keterbukaan untuk menerima imigran dari negara lain. Pada awal pembentukan Federasi Malaysia

pun, pemerintah menyatakan dalam konstitusinya bahwa semua individu yang lahir sebelum atau pada saat

dan setelah hari kemerdekaan (31 Agustus 1957) di wilayah Federasi Malaysia dan memeuhi persyaratan

tertentu merupakan warga negara Malaysia.65 Dalam pasal 19 Konstitusi Malaysia menjelaskan hal terkait

dengan naturalisasi untuk menjadi warga negara Malaysia dimana individu tersebut harus memiliki

pengetahuan yang cukup tentang Bahasa Melayu. 66

Dalam hal ini, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia terkait dengan

budaya imigran Indonesia di Malaysia berpengaruh terhadap adanya proses islamisasi terhadap budaya yang

60

Konstitusi Malaysia Pasal 3 (1) 61 Konstitusi Malaysia Pasal 153 62 Kontitusi Malaysia Pasal 160 (2)

63 Ahmad, Mahyuddin. 2011. Between Desire and Hope : Ethnic Relations and The Notion of Bangsa Malaysia in Gadoh. Kajian

Malaysia, Vol. 29, No. 1 hlm 78

64 Loc.cit

65 Konstitusi Malaysia Pasal 14 66

(18)

18

dibawa oleh imigran dari Kepulauan Indonesia. Dalam hal kebijakan imigrasi, keberadaan imigran dari

Kepulauan Indonesia di Malaysia sejak sebelum Federasi Malaysia merdeka menjadi salah satu hal yang

menjadikan mereka untuk dapat menjadi warga negara Malaysia beserta keturunan mereka. Terlebih, bahwa

imigran dari wilayah Kepulauan Indonesia yang telah berada di wilayah Semenanjung Melayu ini juga

dikategorikan dalam etnis Melayu itu sendiri dalam sensus-sensus yang dilakukan oleh pihak kolonial

Inggris dan pemerintahan awal Federasi Malaysia.67

Dalam perkembangan budaya yang dibawa oleh Imigran Indonesia yang berkembang di Malaysia

menunjukkan adanya pengaruh Islam dalam budaya imigran yang sampai saat ini masih dipertahankan oleh

keturunan imigran tersebut di Malaysia. Perkembangan budaya yang masih dipertahankan oleh keturunan

imigran Indonesia di Malaysia diantaranya yaitu budaya yang masih dilestarikan oleh keturunan Suku Jawa

seperti Tari Barongan, Tari Kuda Kepang dan Pagelaran Wayang Kulit yang sempat menjadi obyek

persengketaan antara Malaysia dan Indonesia. Dalam Tari Barongan misalnya, adanya perbedaan

mitos/cerita yang melekat dalam tarian tersebut dimana tarian ini menceritakan kisah Nabi Sulaiman (salah

satu Nabi dalam Agama Islam) yang sedang berbincang-bincang dengan binatang-binatang.68 Hal ini

dikarenakan pula dalam Agama Islam, Nabi Sulaiman dikenal sebagai salah satu Nabi yang memiliki

kelebihan yaitu dapat mengerti/berbicara dalam bahasa hewan. Padahal, berhubungan dengan tari dianggap

sebagai asal dari Tari Barongan yaitu Reog Ponorogo dikenal sebagai tarian yang menceritakan tentang

usaha Prabu Kelanasewandana untuk meminang Putri Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Hal ini

menunjukkan adany unsur-unsur agama Islam juga dapat terlihat dalam Tari Kuda Kepang dimana tarian ini

menggambarkan pejuang Islam dalam usahanya menyebarkan agama Islam.69 Demikian pula yang dapat

terlihat dalam pagelaran Wayang Kulit Purwo dan Wayang Kulit Melayu yang dipertunjukkan oleh

masyarakat keturunan Jawa di Malaysia.70 Dalam penyampaian ceritanya, kedua jenis wayang kulit ini

masih tetap menggunakan Bahasa Jawa akan tetapi dalam beberaa dialog seringkali digunakan Bahasa

67 Lihat Tabel sensus penduduk tabel 5 hlm 70 68

JKKN. . The Barongan Dance http://www.jkkn.gov.my/en/barongan-dance-0

(19)

19

Melayu untuk menyampaikan isi ceritanya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh penggunaan

Bahasa Melayu dalam penyampaian cerita dalam pagelaran Wayang Kulit tersebut.

F. Civic National Identity dan Budaya Imigran Indonesia

Dalam hal ini, Pemerintah Malaysia juga dapat dikatakan mengadopsi kebijakan yang merupakan

indikator dari pembentukan Civil National Identity. Walaupun demikian, Pemerintah Malaysia sendiri tidak

dapat dikatakan menggunakan Civil National Identity sebagai dasar pembentukan identitas nasional

Malaysia. Hal ini dikarenakan kebijakan imigrasi dan kebijakan budaya yang menunjukkan strategi ini tidak

sekuat kebijakan yang menunjukkan strategi Cultural National Identity yang merupakan dasar pembentukan

identitas nasional Malaysia yang mana tercantum dalam Konstitusi Malaysia yang merupakan dasar negara

tersebut.

Pengaruh kebijakan yang diadopsi Pemerintah Malaysia sesuai dengan strategi ini menunjukkan adanya

pengaruh terhadap budaya imigran Indonesia dalam hal pengakuan secara tertulis terhadap keberadaan

budaya tersebut. Sebagaimana kebijakan imigrasinya menerima masuknya imigran dari negara lain terutama

terkait dengan pemenuhan kebutuhan tenaga kerja untuk pembangunan, maka Pemerintah Malaysia

mengeluarkan Undang-Undang Imigrasi tahun 1959.71 Pada perkembanganya, tenaga kerja asing yang

masuk ke wilayah Malaysia harus memiliki work permits untuk menunjukkan keberadaan mereka secara

legal sebagaimana yang tercantum dalam Employment Restriction Act (1968).72 Walaupun demikian, hal ini

menunjukkan bahwa Malaysia menerima imigran secara terbuka tanpa membedakan etnis mereka.

Selain itu, kebijakan tentang Vision 2020 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia melalui Perdana

Menteri Mahathir Muhammad (1986-2003) menunjukkan bahwa Malaysia berupaya untuk dapat

menyatukan beragam etnis yang menjadi bagian dari masyarakat Malaysia.73 Dalam Vision 2020 yang

merupakan rencana panjang Mahathir Muhammad pada tahun 1990 mengungkapkan bahwa salah satu

tantangan yang harus ditanggapi oleh Pemerintah Malaysia sampai tahun 2020 yaitu pembentukan identitas

nasional sebagai “Bangsa Malaysia” dimana suatu bangsa yang memiliki kesamaan nasib tidak lagi dibatasi

oleh etnisitas serta adanya toleransi masyarakat Malaysia kepada masyarakat Malaysia lainnya dalam

71 Kaur, Amarjit. 2007. Refugees and Refugee Policy in Malaysia. UNEAC Asia Papers No. 18 hlm 81

72 Saad, Suhana. 2012. Re-building the Concept of Nation Building in Malaysia. Asian Social Science Vol. 8, No. 4 73

(20)

20

menjalankan adat istiadat, agama yang berbeda74. Hal ini juga diteruskan oleh Perdana Menteri Najib Razak

melalui kebijakan 1Malaysia untuk menciptakan kesatuan dalam keberagaman budaya dan keberagaman

agama yang ada dalam “Bangsa Malaysia” itu sendiri.75

Dengan demikian, menunjukkan bahwa Pemerintah

Malaysia mulai menerima keberadaan dan keberagaman budaya dan etnis yang ada dan berkembang dalam

masyarakat Malaysia. Selain itu, Pemerintah Malaysia juga mulai untuk memberikan kebebasan kepada

etnis non-melayu untuk melaksanakan adat-istiadat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perayaan dari hari

besar agama yang ada di Malaysia yang mana sebelumnya tidak mendapatkan pengakuan secara nasional.

Perayaan itu diantaranya yaitu Perayaan Tahun Baru Imlek dan Cap Gomeh bagi Etnis China, Perayaan

Diwali bagi Etnis India.76

Selain itu, Pemerintah Malaysia juga membentuk suatu kementerian yang secara khusus

bertanggungjawab dalam pemeliharaan warisan budaya yaitu Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan

Warisan. Kementerian ini bertanggungjawab dalam pemeliharaan warisan budaya yang meliputi benda

(tangible), natural dan takbenda (intangible). Dalam usaha perlindungan dan pemeliharaan warisan budaya

takbenda yang berkembang dalam masyarakat Malaysia diungkapkan dalam Undang-Undang Peninggalan

Nasional 2005.77 Dalam akta ini berisikan tentang prosedur untuk mendapat pengakuan secara nasional

terhadap budaya takbenda yang diusulkan oleh individu/kelompok masyarakat Malaysia. Hal ini

memberikan kesempatan bagi budaya-budaya dari imigran Indonesia yang telah lama menetap di Malaysia

untuk mendapatkan pengakuan secara tertulis sebagai salah satu Warisan Budaya Nasional Malaysia.

Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Peninggalan Nasional 2005 dimana

individu/kelompok dapat mendaftarkan budaya kepada kementerian yang berwenang untuk mendapatkan

pengakuan sebagai salah satu Warisan Budaya Nasional Malaysia.78Dengan demikian, strategi yang

dikeluarkan Pemerintah Malaysia ini sebagai bentuk memberikan pengakuan secara tertulis terhadap

keberdaan budaya imigran Indonesia di Malaysia yang merupakan bagian dari keberagaman budaya yang

ada dalam masyarakat Malaysia. Hal ini sebagaimana yang dicantumkan dalam berbagai website resmi

74 Ibid 75 Loc.cit 76

Norhasniah, Wan & Wan Husin. 2012. Cultural Clash between the Malays and Chinese in Malaysia: An Analysis on the Formation and Implementation of National Cultural Policy. IPEDR vol.34

77 Undang-Undang Peninggalan Nasional 2005 amandemen tahun 2006 78

(21)

21

Pemerintah Malaysia yang menyebutkan Tari Barongan, Tari Kuda Kepang dan Wayang Kulit sebagai salah

satu Warisan Budaya Nasional Malaysia. Bahkan, Pemerintah Malaysia berencana untuk memasukkan Tari

Tor-Tor dan Gordang Sambilan (asal Mandailing Sumatra Utara) dalam warisan Budaya Malaysia

berdasarkan Bab 67 Undang-Undang Peninggalan Nasional 2005 pada tahun 2012 yang lalu.79 Hal ini lah

yang kemudian mendorong terjadinya persengketaan budaya antara Indonesia dan Malaysia dimana pihak

Indonesia menganggap bahwa Pemerintah Malaysia mengklaim budaya Indonesia karena mereka

memberikan pengakuan kepada budaya yang dibawa oleh imigran dari wilayah Indonesia ke Malaysia

tersebut.

G. Ethnic National Identity dan Budaya Imigran Indonesia

Dalam hal ini, baik kebijakan imigrasi maupun kebijakan budaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah

Malaysia tidak menunjukkan bahwa negara mendasarkan pembentukan identitas nasional berdasarkan

Ethnic National Identity. Walaupun, ada salah satu indikator yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia yaitu

dalam mempromosikan budaya etnis dominan sebagai identitas nasional Malaysia sebagaimana yang tealah

dijelaskan sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan penentuan agama resmi Federasi Malaysia yaitu Agama

Islam80 dan Bahasa Nasionalnya yaitu Bahasa Melayu.81 Akan tetapi, Pemerintah Malaysia juga mendorong

terjadinya asimilasi antara budaya dominan dan budaya minoritas yang ditunjukkan dalam pasal 19

Konstitusi Malaysia dimana salah satu persyaratan untuk menjadi warga negara Malaysia yaitu salah

satunya dengan memiliki kemampuan berbahasa Melayu.82

Strategi pembentukan Ethnic National Identity terhadap budaya imigran Indonesia di Malaysia tidak

terlalu berpengaruh. Walaupun, imigran Indonesia dapat dikategorikan sebagai etnis melayu akan tetapi

mereka juga beradaptasi terhadap keadaan dan masyarakat Melayu di Malaysia. Hal ini dikarenakan

Pemerintah Malaysia sendiri tidak mendasarkan deskripsi etnis melayu berdasarkan etnis melayu yang

secara luas melainkan melayu yang beragama Islam, berbahasa Melayu dan melaksanakan adat istiadat

79

Vivanews. (2012, 18 Juni). Tari Tor-tor Diklaim Jadi Warisan Budaya Malaysia. tvOneNews, 80 Konstitusi Malaysia Pasal 3 (1)

81 Konstitusi Malaysia Pasal 153 82

(22)

22

Melayu.83 Sehingga, imigran Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam sensus penduduk yang

dikeluarkan oleh pihak kolonial sampai awal pemerintahan Federasi Malaysia dimana etnis Melayu

mencakup Suku Jawa, Suku Bugis, Suku Minang dan lain-lain yang mana mereka memiliki bahasanya

masing-masing tentu perlu untuk mempelajari Bahasa Melayu ataupun karena telah lama menetap di

wilayah Semenanjung Melayu, mereka menjadi terbiasa dengan Bahasa Melayu itu sendiri. Hal ini juga

dapat terlihat dalam pagelaran Wayang Kulit yang digelar oleh keturunan Jawa di Malaysia dimana

walaupun mereka masih menggunakan Bahasa Jawa dalam menyampaikan cerita tetapi mereka juga

mencampurkan ataupun menambahkan dialog-dialog dalam Bahasa Melayu untuk menyampaikan cerita

tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa budaya yang dibawa oleh imigran Indonesia ke Malaysia terpengaruh

oleh budaya etnis dominan Malaysia sehingga terjadi asimilasi antara kedua budaya tersebut.

H. Kesimpulan

Dari hasil pengumpulan data dan pembahasan pada bab-bab di atas, dapat dipahami bahwa strategi

pembentukan identitas nasional Malaysia sebagaimana yang juga tercantum dalam Konstitusi Malaysia yaitu

merupakan Cultural National Identity. Namun, Pemerintah Malaysia juga mengadopsi kebijakan yang Civic

National Identity. Pengaruh Cultural National Identity terhadap budaya imigran Indonesia yaitu adanya

pengaruh Islam (budaya melayu) dalam budaya imigran yang sampai saat ini masih dipertahankan oleh

keturunan imigran tersebut di Malaysia. Perkembangan budaya yang masih dipertahankan oleh keturunan

imigran Indonesia di Malaysia diantaranya yaitu budaya yang masih dilestarikan oleh keturunan Suku Jawa

seperti Tari Barongan, Tari Kuda Kepang dan Pagelaran Wayang Kulit yang sempat menjadi obyek

persengketaan antara Malaysia dan Indonesia.

Pengaruh strategi pembentukan identitas nasional berdasarkan Civic National Identity dapat diketahui

dengan adanya pengakuan terhadap budaya imigran Indonesia. Dengan demikian, strategi yang dikeluarkan

Pemerintah Malaysia ini sebagai bentuk memberikan pengakuan secara tertulis terhadap keberdaan budaya

imigran Indonesia di Malaysia yang merupakan bagian dari keberagaman budaya yang ada dalam

masyarakat Malaysia. Hal ini sebagaimana yang dicantumkan dalam berbagai website resmi Pemerintah

Malaysia yang menyebutkan Tari Barongan, Tari Kuda Kepang dan Wayang Kulit sebagai salah satu

83

(23)

23

Warisan Budaya Nasional Malaysia. Bahkan, Pemerintah Malaysia berencana untuk memasukkan Tari

Tor-Tor dan Gordang Sambilan (asal Mandailing Sumatra Utara) dalam warisan Budaya Malaysia berdasarkan

Bab 67 Undang-Undang Peninggalan Nasional 2005 pada tahun 2012 yang lalu. Hal ini lah yang kemudian

mendorong terjadinya persengketaan budaya antara Indonesia dan Malaysia dimana pihak Indonesia

menganggap bahwa Pemerintah Malaysia mengklaim budaya Indonesia karena mereka memberikan

pengakuan kepada budaya yang dibawa oleh imigran dari wilayah Indonesia ke Malaysia tersebut.

Sedangkan, strategi pembentukan Ethnic National Identity terhadap budaya imigran Indonesia di

Malaysia tidak terlalu berpengaruh. Walaupun, imigran Indonesia dapat dikategorikan sebagai etnis melayu

akan tetapi mereka juga beradaptasi terhadap keadaan dan masyarakat Melayu di Malaysia. Hal ini

dikarenakan Pemerintah Malaysia sendiri tidak mendasarkan deskripsi etnis melayu berdasarkan etnis

melayu yang secara luas melainkan melayu yang beragama Islam, berbahasa Melayu dan melaksanakan adat

istiadat Melayu. Sehingga, imigran Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam sensus penduduk yang

dikeluarkan oleh pihak kolonial sampai awal pemerintahan Federasi Malaysia dimana etnis Melayu

mencakup Suku Jawa, Suku Bugis, Suku Minang dan lain-lain yang mana mereka memiliki bahasanya

masing-masing tentu perlu untuk mempelajari Bahasa Melayu ataupun karena telah lama menetap di

wilayah Semenanjung Melayu, mereka menjadi terbiasa dengan Bahasa Melayu itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

A.Triandafyllidou. (2002). National Identity Reconsidered. Dipetik Januari 28, 2013, dari http://www.docstoc.com/docs/32341504/CHAPTER-2-National-Identity-Reconsidered

Ahmad, M. (2011). Between Desire and Hope : Ethnic Relations and The Notion of Bangsa Malaysia in

Gadoh. Dipetik Maret 2013, 3, dari Kajian Malaysia, Vol. 29, No. 1:

web.usm.my/km/29(1)2011/KM%20ART%204(75-90).pdf

Alia, M. N. (t.thn.). Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Klam Malaysia terhadap Hasil Karya Indonesia. Dipetik September 28, 2012, dari http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/8451841482_abs.pdf

Anderson, B. (1999). Nasionalisme : Komunitas-Komunitas Imajiner (terj.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Insist Press.

Anissa, K. (2009). Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, dan Dinamika Hubungannya

(24)

24

Anonim. (t.thn.). Immigrant and Their Media. Dipetik September 2012, 27, dari www.sagepub.com/upm-data/34990_3.pdf

Budiman, M. A. (t.thn.). Reog : Unique Dance. Dipetik Juli 2013, 23, dari Prosiding The 4th International Conference of Indonesian Studies : Unity, Diversity and Future:

https://icssis.files.wordpress.com/2012/05/09102012-46.pdf

Chen, F. P. (2003). Shadow Theatres of The World. Dipetik Mei 2013, 31, dari http://www.sabrizain.org/malaya/library/shadowtheaters.pdf

Chong, J. W. (2012). "MIne, Yours or Ours" The Indonesia-Malaysia Disputes over Shared Cultural

Heritage. Dipetik Maret 23, 2013, dari Social Issues in South East Asia, Vol.27, No.I, hal 1-53:

http://content.ebscohost.com/pdf27_28/pdf/2012/2VM/01Apr12/74716546.pdf

Chong, T. (2005, November). The Construction of the Malaysian Malay Middle Class: The Histories,

Intricaces, and Future of Malay Baru. Dipetik Maret 23, 2013, dari Social Identities, Vol. 11, No. 6,

hal. 573-587: http://content.ebscohost.com/pdf17_20/pdf/2005/SEN/01Nov05/19182644.pdf

Commenwealth. (2010). Malaysian Country Profile. Diambil kembali dari

http://www.commonwealthofnations.org/wp-content/uploads/2012/10/malaysia_country_profile.pdf

Corley, M. &. (1999). The Diaspora Effect : The Influence of Exiles on Their Cultures of Origin. Dipetik Oktober 20, 2012

Danields, T. P. (2005). Building Cultural Nationalism in Malaysia : Identity, Representative and Citizenship. New York: Routledge.

E., T. (1998). Peninsular Malaysia in Garland Encyclopedia of World Music . Southeast Asia Miller, 4.

E.Kedoure. (2002). Nationalism in :fowler, A durable concept ; Anthony smith‟s concept of „national

identity‟ and the case of wales.paper presented at the making politics count conference, University

of Aberdeed.

Epstein, I. N. (2010). Migration and CUlture. Dipetik maret 2013, 3, dari Discussion Paper No. 5123: http://ftp.iza.org/dp5123.pdf

EPU. (t.thn.). Population, Employment, and Manpower Development. Dipetik Maret 31, 2013, dari http://www.epu.gov.my/html/themes/epu/images/common/pdf/buku%20rm%20ke%207%20-%20chapter%204.pdf

Ernst Spaan, T. V. (2002). Re-Imagining Borders: Malay Identity and Indonesian Migrant in Malaysia. Dipetik Maret 23, 2013, dari Tijdschrift voor Economische en Sociale Geografie, Vol. 93, No. 2, hal. 160–172: http://content.ebscohost.com/pdf25_26/pdf/2002/7QK/01May02/6478152.pdf

Flahive, E. (t.thn.). National Identity Crisis : The Politics of Constructing National Identity and Mandatory

Detention of Asylum-Seeker in Australis and Japan.

Ghani, D. A. (2012). The Study of Semiotics Wayang Kulit Theatre in Malay Culture Society. Estudios sobre

el Mensaje Periodístico.18(1). Hal 321-335 . Dipetik April 6, 2013, dari

(25)

25

Guibernau, M. (2004). Anthony D. Smith on Nation and National Identity : A critical Assement, Nation and Nationalism.

Guibernau, M. (2007). The Identity of Nations. Dipetik September 28, 2012, dari

http://books.google.co.id/books?id=kmhEGKjERXcC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f =false

Hall, R. B. (1999). National Collective Identity Social Constructs and International Systems.

Hatin WI, N.-S. A.-K. (2011). Population Genetic Structure of Peninsular Malaysia Malay Sub-Ethnic

Groups . Dipetik April 7 , 2013, dari

http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0018312

Heng, S. B. (2011, November 11). Java‟s Spellbinding Dance. Dipetik Maret 2013, 3, dari New Strait Times: http://www.nst.com.my/streets/johor/java-s-spellbinding-dance-1.3881

Ibrahim, Z. (2004). Globalization and National Identity : Managing Ethnicity and Cultural Pluralism in

Malaysia. Dipetik Maret 12, 2013, dari

http://www.apcss.org/Publications/Edited%20Volumes/GrowthGovernance_files/Pub_Growth%20G overnance/Pub_GrowthGovernancech9.pdf

IOM. (t.thn.). Labour Migration from Indonesia IOM.2010. Diambil kembali dari 2010:

http://www.iom.int/jahia/webdav/shared/shared/mainsite/published_docs/Final-LM-Report-English.pdf

Kasim, A. (1987). The Unwelcomed Guest : Indonesian Immigrants and Malaysian Public Responses.South

east Asian Studies, 25(2), 266-267.

Kaur, A. (2008). Mobility, Labour Mobilisation and Border Controls : Indonesian Labour Migration to Malaysia Since 1900.

Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia. (2003). Wayang Kulit. Dipetik Maret 20, 2013, dari http://www.kpkk.gov.my/pdf/buku/wayang_kulit.pdf

Kirshenblatt, B. &. (2004). Intangible Heritage as Metacultural Production.

Kortteinen, T. (2007). Embedded Ethnicity on The Narratives of Ethnic Identity in Malaysia and Sri lanka.

Suomen Antropologi: Journal of the Finnish Anthropological Society, 32(3).

Kuutma, K. (2009). Cultural Heritage : An Introduction to Entanglement of Knowledge, Politics and

Property. Dipetik November 8, 2012, dari

http://www.jef.ee/index.php/journal/article/viewFile/9/pdf_8

Lee, R. L. (2004). The Transformation of Race Relations in Malaysia: From Ethnic Discourse to National

Imagery, 1993-2003. African and Asian Studies, 3(2).

Lee, R. L. (2004). The Transformaton of Race Relations in Malaysia: From Ethnic Discourse to National

Imagery, 1993-2003. Dipetik Maret 23, 2013, dari African and Asian Studies, vol 3, no. 2:

http://content.ebscohost.com/pdf25_26/pdf/2004/KHJ/01May04/14079803.pdf

(26)

26

Lubis, S. &. (2010). Cultural Identity, Collectivism in Borderless Society. Dipetik Juli 2013, 24, dari http://lkps.or.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&download=9:cultural-identity-collectivism-in-borderless-society&id=2:makalah&Itemid=41

Mas‟oed, M. (1994). Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan Metodologi. Yogyakarta: LP3ES.

Mascareñas, B. G. (2012). Labour Migration in Malaysia and Spain. Amsterdam: Amsterdam University Press.

Mean, G. P. (1976.). Malaysian Politic. Dipetik Maret 2013, 30, dari Singapore:ChongMoh&Company: http://library.perdana.org.my/Digital_Content/NLM/pnm_bk/M320.959504MEA.pdf

Miyazaki, K. (2000). Javanese-Malay : Between Adaptation and Alienation. Sojuorn, 15(1).

Murden, S. (2005). The Globalization of World P olitis: Culture in World Affairs, 3rd ed. Oxford University Press .

N.Gang, G. S. (2010). Migration and Culture.

Nah, A. M. (2003). Negotiating Indigenous Identity in Postcolonial Malaysia: Beyond Being „Not quite/Not

Malay‟. Dipetik Maret 23, 2013, dari Social Identities, Volume 9, No 4: http://content.ebscohost.com/pdf10/pdf/2003/SEN/01Dec03/12252653.pdf

Noor, F. A. (2009). Malaysian-Indonesian Relations and the „Cultural Conflict‟ between the Two Countries. Dipetik September 2012, 27, dari S.Rajaratnam School of International Studies (RSIS).

http://www.europe2020.org/spip.php?article620&lang=fr

Od. M. Anwar, d. (2013). Legitimacy of the Malays as the Sons of the Soil. Dipetik Maret 29, 2013, dari Asian Social Science; Vol. 9, No. 1:

http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ass/article/download/23534/15030

Osborne, M. (2003). A Short History of Malaysia : Linking East and West. Dipetik April 6, 2013, dari ed: http://cdn.preterhuman.net/texts/history/A%20Short%20History%20of%20Malaysia.pdf

Pemerintah Malaysia. (2002). Konstitusi Malaysia. Kuala Lumpur: Percetakan Nasional Malaysia Berhad.

Pemerintah Malaysia. (t.thn.). Undang-Undang Warisan Kebangsaan 2005. Dipetik Januari 2013, 1, dari https://www.heritage.gov.my/v2/images/akta_warisan_kebangsaan/Act%20645.pdf

Saad, S. (2012). Re-building the Concept of Nation Building in Malaysia. Dipetik Maret 2013, 3, dari http://dx.doi.org/10.5539/ass.v8n4p115

Sagoo, K. (2006). The Construction of Malayness: The Influence of Population Size and Compotition. Dipetik Maret 26, 2013, dari East-West Center Working Paper:

http://www.eastwestcenter.org/sites/default/files/private/IGSCwp027.pdf

Salman, A. (2012, Juni 26). Terusik Lagi Klaim Negeri Jiran. Dipetik Oktober 5, 2012, dari www.Liputan6.com: http://news.liputan6.com/read/416067/terusik-lagi-klaim-negeri-jiran

Scholte, J. (2005). Globalization, A Critical Intriduction, 2nd ed. Palgrave Macmilan.

Sekimoto, T. (1994). Pioner Settler and State Control: A Javanese Migrant Community in Selangor,

(27)

27

Shamsul, A. (1996). Debating about Identity in Malaysia : A Discourse Analysis. Southeast Asian Studies, 34(3).

Shamsul, A. (2001). A History of an Identity, an Identity of a History: The Idea and Practice of „Malayness‟

in Malaysia.Journal of Southeast Asian Studies, 32(3), 355-366.

ShamsulL, A. B. (2000). Redefining Cultural Nationalism in Multiethnic Malaysia: a Recent Observation. Dipetik Maret 23, 2013, dari Inter-Asia Cultural Studies, Vol 1, No. 1:

http://content.ebscohost.com/pdf14_16/pdf/2000/b8u/01apr00/3887960.pdf

Shulman, S. (2002). Challenging The Civic/Ethnic and West/East Dichotomies in The Study of Nationalism.

Comparative Politcal Studies,. 35(5).

Singh, H. (1998). Tradition, UMNO and political. Dipetik Maret 23, 2013, dari T hird W orld Quarterly, Vo l 19 , No 2, pp 241 ± 254, :

http://content.ebscohost.com/pdf13_15/pdf/1998/TWQ/01Jun98/794524.pdf

Smith, A. D. (1991). National Identity. London: The Penguin Group.

Stern, M. J. (2008). Migrants, Communities and Culture : New Immigrants have Already Changed Philadelphia‟s Cultural Scene. Can Culture Serve as a Means of Linking New Philadelphians to

Others Social Institutions?. Dipetik Oktober 20, 2012, dari

http://www.sp2.upenn.edu/siap/docs/cultural_and_community_revitalization/ migrants_community_and_culture.pdf

Tju, R. M. (2010). Konflik Budaya dalam Surat Kabar (Studi Analisis Isi Perbandingan Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia Malaysia dalam Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia

Periode Agustus Desember 2009). Dipetik Oktober 5, 2012, dari

http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=showview&id=17961k

Unesco. (2003). Convention for Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage . Dipetik Januari 28, 2013, dari http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001325/132540e.pdf

Unesco. 2011. (2011 (ed)). Laporan Dunia UNESCO : Berinvestasi dalam Keanekara gaman Budaya dan

Dialog antarbudaya. Dipetik September 27, 20, dari www.unesco.org:

http://www.unesco.org/new/fileadmin/MULTIMEDIA/HQ/CLT/pdf/indonesie.pdf

vivanews. (2012, Juni 18). Tari Tor-tor Diklaim Jadi Warisan Budaya Malaysia. Dipetik September 26, 2012, dari www.tvonenews.tv:

http://sosialbudaya.tvonenews.tv/berita/view/57930/2012/06/18/tari_tortor_diklaim_jadi_warisan_bu daya_malaysia.tvOne

Wardhani, B. L. (1999, Oktober). Indonesia -Malaysia relations in the Post-Confrontation Era: The Role of

the Serumpun Concept. Dipetik Maret 10, 2013, dari Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , XII:

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/03-Wardani.pdf

White, B. d. (2001). Issues in World Politics, second edition. New York: Palgrave Micmilan.

Worden, N. (2003, Maret). National Identity and Heritage Tourism in Melaka. Dipetik Maret 23, 2013, dari Indonesia and the Malay World, Vol. 31, No. 89:

(28)

28

Yacob, S. P. (2006). Political Culture and Nation Building : Whither Bangsa Malaysia. Malaysian Journal

of Social Science and Society, 3, 22-42.

Yu, S. (2005). Identity Construction of The China Diaspora, Ethnic Media Use, Community Formation and

The Possibility of Social Activity. Dipetik Desember 22, 2012, dari iTaylor & Francis Group Ltd:

Gambar

Tabel 2. Kategori Identitas Nasional19Jenis Identitas Nasional   Indikator Kesamaan
Tabel 4 : Identitas Nasional dalam Kebijakan Budaya dan Kebijakan Imigrasi20 Jenis Identitas Nasional Kebijakan Budaya Kebijakan Imigrasi
Tabel 5. KLASIFIKASI ETNIS/IMIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA BERDASARKAN SENSUS : "STRAIT

Referensi

Dokumen terkait

algoritma memprediksi sampel baru berdasarkan sampel sebelumnya. Selama fase pembaruan filter menyaring perkiraan ini berdasarkan sampel baru dari sistem. Jumlah titik referensi

Kegiatan kelompok kepentingan di dalam suatu negara, sangat bergantung kepada sistem politik pemerintah apakah menerapkan sistem kepartaian tunggal, dua partai atau lebih.

Pemberdayaan adalah pemberian tanggungjawab dan wewenang dari manajer kepada karyawan, yang melibatkan adanya sharing informasi dan pengetahuan untuk memandu

Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap

03 tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah di Lembaga Ke- uangan Syariah, sebenarnya telah menetapkan syarat menjadi anggota DPS yaitu:

Selanjutnya dari hasil penelitian ini dapat diberikan saran: (1) bagi guru Bahasa dan Sastra Indonesia, sebaiknya hasil penelitian ini dijadikan sebagai alternatif materi

pada uji Anava perlakuan penambahan konsentrasi abu tankos dan suhu pada reaksi transesterifikasi berpengaruh tidak nyata terhadap nilai massa jenis metil ester

Pemikiran al- Faruqi menunjukkan bahwa seni sastra, kaligrafi, ornamen, seni musik, maupun seni ruangan tidak bisa dipisahkan dari tauhid sebagai pandangan dunia dalam