PENDIDIKAN KEJURUAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI
(Kontribusi Pendidikan Kejuruan Dalam Upaya Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia)
Ketiadaan batas melintasi ruang dan waktu mampu mempengaruhi segala aspek kehidupan, salah satunya dalam hal pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dipengaruhi oleh berbagai aspek. Ketidaksiapan suatu negara terhadap berbagai aspek yang mendasari pertumbuhan ekonomi dapat membuat negara tersebut tertinggal, bahkan tertindas oleh negara yang lain yang telah terlebih dahulu mengantisipasi arus perubahan ekonomi yang terjadi. Di zaman sekarang ini dunia usaha/industri tidak hanya menghadapai persaingan lokal , regional, atau nasional saja, namun harus menghadapi persaingan global.Salah satu aspek yang harus dimiliki oleh suatu negara untuk menghadapi persaingan global adalah kesiapan SDM. Keterlibatan dan
pemberdayaan SDM di dunia usaha/industri secara optimal dapat membantu pertumbuhan ekonomi di suatu negara yang dapat mengurangi biaya dan meningkatkan hasil
produksi.Salah satu cara yang efektif untuk menyiapkan SDM yang unggul dapat dilakukan melalui pendidikan.
Peran Pendidikan dalam Perkembangan Ekonomi
Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk setiap manusia sehingga upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, karena melalui pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dapat
diwujudkan. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu Negara (daerah). Hal ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh fertilitas masyarakat. Pendidikan dapat menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan dan pembangunan suatu Negara.
Peranan pendidikan sangat dibutuhkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi,
negara-negara industri maju, seperti Jepang dan Amerika Serikat yang memberikan penekanan yang kuat terhadap pentingnya pendidikan, diyakini bahwa pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan semata, tetapi mampu memberikan konstribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Lain halnya dengan fenomena yang ada di hampir semua negara berkembang, yang menghadapi masalah kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang diakibatkan oleh rendahnya mutu pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya tingkat melek huruf yang rendah, pemerataan pendidikan yang rendah, serta standar proses pendidikan yang relatif kurang memenuhi syarat.Padahal kita tahu, bahwa pendidikan merupakan suatu pintu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak harus dilakukan. Karena dengan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dapat memberikan multiplier efect terhadap
pembangunan suatu negara, khsususnya pembangunan bidang ekonomi.
Pemerintah mempuayai peran aktif dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan agar SDM yang dihasilkan dapat menjadi sumber untuk pembangunan negara maupan daerah, dan salah satu usaha pemerintah untuk memajukan pendidikan yaitu dengan
mencanangkan program wajib belajar sembilan tahun. Hal ini diatur dalam undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, tidak boleh ada dropout karena alasan biaya. Jika hal ini terjadi, pemerintah dinggap telah mengingkari amanat UU dan mengingkari tugas bangsa, karena dalam ketetapan pemerintah 20% dari APBN adalah untuk dialokasikan pada sektor pendidikan.
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang
berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan, sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi.
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya, pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin.
Kontribusi pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi terjadi melalui kemampuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang ada. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh investasi modal, tetapi juga tenaga kerja yang memiliki fleksibilitas dalam menguasai keterampilan baru untuk melaksanakan pekerjaan baru, sejalan dengan perubahan struktur ekonomi dan lapangan kerja (The World Bank dalam Sonhadji, 2013). Sementara itu, Hicks dalam Sonhadji(2013) dengan menggunakan data dari Bank Dunia, menyimpulkan bahwa negara-negara dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki tingkat income yang lebih tinggi pula.
Hicks dalam Sonhadji(2013) menjelaskan bagaimana memahami kontribusi
Setelah mencermati alasan-alasan di atas ,kita tahu bahwa investasi di bidang pendidikan tidak hanya berfaedah bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum hingga suatu negara. Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran,
kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah. Memaksimalkan Peran Pendidikan Kejuruan Dalam Pembangunan Ekonomi
Pendidikan kejuruan memiliki peran penting dalam pengembangan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Diselenggarakan dengan asumsi bahwa dua macam kebutuhan harus dipertemukan, yaitu kebutuhan masyarakat dan kebutuhan individual. Kebutuhan masyarakat yaitu mengisi posisi yang dipersyaratkan sehingga sistem ekonomi berjalan secara efisien. Sementara itu, kebutuhan individual yaitu untuk mendapatkan posisi yang memuaskan dalam struktur lapangan kerja (Calhoun dan Finch dalam Sonhadji , 2013)
Agar pendidikan kejuruan benar-benar mampu memaksimalkan perannya dalam pengembangan peserta didik seutuhnya dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, perlu ditempuh upaya-upaya sebagai berikut :
Ilmu-ilmu yang diajarkan kepada peserta didik pendidikan kejuruan semestinya ilmu-ilmu yang cocok untuk memfasilitasi pengembangan peserta didik agar menjadi manusia seutuhnya dan ilmu-ilmu yang sesuai dengan karakteristik Indonesia
sebagaimana disebut sebelumnya. Keduanya sama-sama diperlukan dan jangan sampai terpeleset mengorbankan salah satu. Mengorbankan pengembangan eksistensi peserta didik berarti mendehumanisasi manusia dan mengembangkan peserta didik yang tidak ada keselarannya dengan kebutuhan masyarakat, khususnya dunia kerja, akan membuat pendidikan kejuruan terisolasi dan terlepaskan dari kaitannya dengan masyarakat, terutama dengan dunia kerja. Jika ini terjadi, maka pendidikan kejuruan tidak berperan sama sekali terhadap pembangunan masyarakat.
Memperkuat kemampuan soft skills peserta didik pendidikan kejuruan melalui berbagai ragam cara. Secara matematis, soft skills = kualitas intrapersonal +
rohaniah) manusia yang bersumber dari dalam lubuk hati manusia yang dimensi-dimensinya meliputi antara lain kerendahan hati, harga diri, integritas, tanggung jawab, komitmen, motivasi diri, rasa keingintahuan, menyukai apa yang belum diketahui (umumnya manusia menyukai apa yang sudah diketahui), kejujuran, kerajinan, kasih sayang (cinta sesama), disiplin diri, kontrol diri, kesadaran diri, dapat dipercaya, dan berjiwa kewirausahaan dimana yang terakhir ini umumnya bersumber dari pendidikan yang memerdekakan manusia sehingga tidak tertekan dan menjadi kreatif yang akibatnya menjadi inovatif dan mampu membentuk jiwa kewirausahaan manusia. Istilah soft skills sangat erat kaitannya dengan istilah-istilah lain, seperti karakter, akhlak, budi pekerti, kecerdasan emosi, nilai-nilai kehidupan (living values), moralitas, personality, dan employability skills bagi yang sudah bekerja. Sepanjang berurusan dengan hubungan antarmanusia yang dilandasi oleh humanitas, itu disebut soft skills.
Membangun keselarasan (link & match) dengan sistem-sistem yang lain
sebagaimana tertuang dalam Gambar 1, terutama keselarasan dengan sistem ekonomi umumnya atau dunia kerja khususnya. Diupayakan, pendidikan kejuruan lebih mengarah kepada demand- driven dari pada supply-driven yang dilakukan melalui pembelajaran yang lebih aktual tidak sekadar tekstual, lebih lebih konkret dari pada abstrak, yang lebih merujuk ke realita dari pada artifial, lebih nyata dari pada maya, dan ini semua menuntut pendidikan kejuruan secara proaktif mendekatkan diri dengan dunia kerja
Pendidikan Kejuruan untuk Menciptakan Tenaga Kerja Produktif
Pemenuhan tenaga kerja yang produktif dapat dilakukan dengan pendidikan
ketenagakerjaan. Pendidikan ketenagakerjaan non formal dan informal dilakukan pada Balai Latihan Kerja (BLK), Community Centre (CC), lembaga latihan kerja, kursus latihan kerja, dll. Sedangkan pendidikan ketenagakerjaan secara formal umumnya dilakukan pada jenjang pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi dengan jenis pendidikan kejuruan, kejuruan, professional dan akademik. (UUSPN no 20 Tahun 2003).
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu (UU No. 13 tahun 2003). Arti pendidikan kejuruan lebih spesifik dijelaskan dalam peraturan pemerintah (PP) No. 29 tahun 1990, yaitu pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15 diuraikan bahwa SMK sebagai bentuk satuan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan umum, baik ditinjau dari kriteria pendidikan, substansi pelajaran, maupun lulusannya. Kriteria yang melekat pada sistem pendidikan kejuruan menurut Finch dan Crunkilton (1984: 12-13) antara lain (1) orientasi pendidikan dan pelatihan; (2) justifikasi untuk eksistensi dan legitimasi; (3) fokus pada isi kurikulum; (4) kriteria keberhasilan pembelajaran; (5) kepekaan terhadap perkembangan masyarakat; dan (6) hubungan kerjasama dengan masyarakat. Nolker (1983), menyatakan bahwa dalam memilih substansi pelajaran, pendidikan kejuruan harus selalu mengikuti perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu, dan lapangan kerja.
Pemerintah terus mendorong lulusan SLTP untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah
produksi barang maupun jasa; (2) tenaga terampil sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan industri di suatu negara; (3) persaingan global berkembang semakin ketat dan tajam, tenaga terampil adalah faktor keunggulan menghadapi persaingan global; (4)
kemajuan teknologi adalah faktor penting dalam meningkatkan keunggulan, faktor
keunggulan ini tergantung pada tenaga terampil yang menguasai dan mengaplikasikannya; (5) orang yang memiliki keterampilan memiliki peluang tinggi untuk bekerja dan produktif, semakin banyak suatu negara mempunyai tenaga terampil dan produktif maka semakin kuat pembangunan ekonomi negara yang bersangkutan; dan (6) semakin banyak negara
mempunyai tenaga tidak terampil, maka semakin banyak kemungkinan pengangguran yang akan menjadi beban ekonomi negara yang bersangkutan (Djojonegoro, 1998).