• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Gizi dan Indeks Glikemik Bolu Kukus yang Terbuat Dari Tepung Ubi Jalar dan Rumput Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Gizi dan Indeks Glikemik Bolu Kukus yang Terbuat Dari Tepung Ubi Jalar dan Rumput Laut"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar ( Ipomoea Batatas L )

Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari

Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal

tanaman ubi jalar adalah Selandia baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah.

Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, menyatakan daerah

sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar mulai

menyebar ke seluruh dunia, terutama negara – negara beriklim tropika pada abad ke-16. Orang – orang spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia (Setyawan, 2015).

Di wilayah Asia kontributor utama di dominasi oleh negara – negara seperti Cina, Indonesia, Vietnam, India, Jepang, dan Filipina. Negara Cina selama

kurun 2008 – 2012 selalu mendominasi kontribusi pasokan ubi jalar bagi wilayah Asia dengan rata – rata produksi per tahunnya mencapai 75.489.600 ton atau menyumbang sekitar 90,82 persen dari rata – rata produksi wilayah Asia, yang diikuti oleh negara Indonesia pada posisi dua dengan rata – rata produksi per

tahun 2.132.322 ton (2,57 persen terhadap rata – rata produksi Asia) (FAOSTAT, 2013)

Menurut Suprapti (2003), tanaman ubi jalar memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

1. Susunan tubuh utama terdiri atas batang, daun, bunga, buah, biji, dan umbi

(2)

4. Panjang batang tipe tegak : 1 m – 2 m, sedangkan tipe merambat : 2 m – 3 m

Menurut Juanda dan Cahyono (2000), berdasarkan warna ubi jalar

dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut :

1. Ubi jalar putih, yakni jenis ubi jalar yang dagingnya berwarna putih

2. Ubi jalar kuning, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi

berwarna kuning, kuning muda, atau kekuning – kuningan

3. Ubi jalar orange, yakni ubi jalar dengan warna daging berwarna orange

4. Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging yang berwarna

ungu hingga ungu muda

Ada beberapa produk yang dapat diolah dari umbi ubi jalar, yaitu gaplek

ubi jalar, tepung ubi jalar, keripiki ubi jalar, french fries ubi jalar, kue ubi jalar

( dodol, cookies, dan cheese stick ), dan manisan kering ubi jalar. Jika produk di

atas diolah secara baik, kemungkinan besar banyak masyarakat akan menyukainya

(3)

Umbinya dimakan setelah direbus atau dibakar atau diolah lebih lanjut

untuk bahan industri tepung alkohol, sari karotin, bahkan perekat atau sirup. Zat

patinya merupakan salah satu bahan dalam pembuatan tekstil atau kertas. Daun

bersama batang mudanya digunakan untuk sayuran. Juga dipakai sebagai bahan

makanan ternak. Di Indonesia tanaman ubi jalar sangat disenangi oleh petani

karena mudah pengelolaannya dan tahan terhadap kekeringan, di samping itu

dapat tumbuh pada berbagai macam tanah (Setyawan, 2015).

2.1.1 Kandungan Gizi Ubi Jalar

Keistimewaan tanaman ubi jalar yaitu sebagai salah satu tanaman

penghasil karbohidrat yang keempat setelah padi. Ubi jalar dalam hal kandungan

gizinya mempunyai keistimewaan terutama pada kandungan betakaroten yang

cukup tinggi dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lainnya, yaitu mencapai

7100 lU, terutama pada varietas ubi jalar yang warna daging ubinya jingga

kemerah – merahan (Setyawan, 2015).

Menurut American Heart Association, ubi jalar adalah salah satu

makanan yang kaya akan kalium. Kalium memiliki peran yang sangat penting

dalam menjaga tekanan darah. Selain itu, kalium juga berperan dalam

pengendalian otot dan fungsi serat. Rata – rata orang dewasa membutuhkan asupan kalium sebanyak 4.700 miligram setiap harinya, dan satu buah ubi manis

ukuran besar mengandung 300 miligram kalium, bahkan lebih (Setyawan, 2015).

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mary Ann Lila dan Mary

Grace dari North Carolina State’s Plants for Human Health Institute menemukan

(4)

mengandung karbohidrat, protein, lemak, asam fenolat, vitamin, serat, beta

karoten, dan antosianin. Betakaroten dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A

yang baik untuk kesehatan mata. Ubi jalar mengandung tiga jenis phytochemical

yaitu asam fenolat, karatenoid dan antosianin (hanya dalam ubi ungu)

(Waspada Online, 2015).

Menurut Hidayat dan Napitupulu (2015), bagian yang dimanfaatkan dari

ubi jalar adalah bagian umbi dan daunnya. Kandungannya adalah Vitamin A, C,

E, betakaroten, magnesium, kalium, dan kaya oksidan. Bisa mencegah atau

mengurangi risiko diabetes melitus, jantung, kanker usus, sembelit, kanker,

radang jantung, dan nyeri sendi arthitis. Konsentrasi betakaroten yang tinggi serta

fosfor sangat baik bagi kesehatan mata dan kardiovaskular.

Menurut sebuah artikel yang diterbitkan oleh North Carolina Sweet

Potato Commission, dari 58 jenis sayuran yang diteliti, ditemukan fakta bahwa

ubi jalar merupakan makanan yang terbaik di daftar tersebut. Sayuran yang

menjadi runner up setelah ubi jalar adalah wortel mentah. Ubi jalar merupakan

makanan dengan rasa manis yang bebas lemak dan mengandung 769 % dari nilai

harian Vitamin A dan 65 % kebutuhan vitamin C dalam satu porsi ( kurang lebih

satu cup ). Bahkan, makanan super ini juga mengandung 4 gram protein per porsi

(Setyawan, 2015 ).

Ubi jalar mengandung jumlah tinggi betakaroten, yaitu sebuah

antioksidan alami yang mampu membantu tubuh untuk meningkatkan pertahanan

yang kuat terhadap radikal bebas dan penyakit. Ubi jalar juga mengandung

(5)

kandungan dalam ubi jalar ini membuat ubi jalar menjadi sebuah makanan yang

mampu melawan infeksi (Setyawan, 2015).

Berat kering umbi adalah 16 – 40 % berat basah. Sebanyak 75 – 90% dari berat kering adalah karbohidrat ( pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin ).

Disamping karbohidrat, ubi jalar mengandung protein, lemak, dan mineral dapat

dilihat pada Tabel 2.1, sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kandungan gizi dalam 100 gram ubi jalar

Kandungan Zat

Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai

dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan

kering. Ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk

(6)

2.1.2 Ubi Jalar Ungu

Saat ini, pamor ubi jalar ungu atau dalam Bahasa Jawa sering disebut

teko ungu tengah naik daun. Dalam beberapa tahun terakhir permintaan pasar

akan produk ini semakin meningkat. Hal ini disebabkan selain karena warnanya

yang menarik, rasa yang enak, ubi ungu menjadi makanan sehat yang diincar oleh

orang – orang yang sangat memperhatikan kesehatan. Ubi jalar ungu mengandung senyawa antosianin, yakni suatu pigmen yang memiliki manfaat sebagai

antioksidan, antibakteri, dan senyawa ini berfungsi untuk mencegah penyakit

kanker, jantung, dan stroke. Beberapa zat penting lain yang terkandung di dalam

ubi jalar ungu adalah vitamin A, vitamin C, vitamin B1, zat besi, kalsium, lemak,

protein, serat kasar, fosfor, dan riboflavin. Senyawa antosianin yang tinggi pada

umbi ini memiliki tingkatan kestabilan yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan umbi atau bahkan sumber makanan lain (Setyawan, 2015 ).

Ubi ungu diketahui memiliki kandungan betakaroten dalam jumlah yang

cukup banyak. Keistimewaan dari ubi jalar ungu inilah selama proses pengolahan

dengan cara direbus hingga matang, kadar betakaroten yang rusak hanya sekitar

(7)

dipanggang, kadar betakaroten yang terkandung dalam ubi ungu hanya rusak

sekitar 20%. Kerusakan paling banyak, yakni dengan jumlah 50% didapatkan

ketika dilakukan penjemuran hingga kering (Setyawan, 2015).

2.1.3 Proses Pengolahan Tepung Ubi Jalar Ungu

Di Indonesia, pemanfaatan ubi jalar masih terbatas untuk bahan pangan

dan sedikit untuk bahan baku industri pangan. Umur simpan ubi jalar yang

terbatas jugga menjadi kendala dalam pengolahannya. Namun saat ini telah ada

upaya untuk mengolah ubi jalar menjadi tepung untuk lebih memperpanjang umur

simpannya. Penggunaan tepung ubi jalar dan produk olahannya masih terbatas

pada penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, tepung ubi jalar dapat dimanfaatkan

menjadi bermacam – macam produk pangan seperti roti, mie, biskuit, dan lain – lain. Tepung ubi jalar berpotensi sebagai pengganti tepung terigu terutama karena

bahan bakunya banyak terdapat di Indonesia dan rasanya manis sehingga dapat

mengurangi penggunaan gula dalam pengolahannya (Aini, 2004).

Tepung ubi jalar mempunyai banyak kelebihan antara lain : 1) lebih

luwes untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi, 2) lebih tahan disimpan

sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga lebih stabil, 3)

memberi nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri pedesaan

serta meningkatkan mutu produk (Herlyanto&Winarto, 1999).

Pengolahan ubi jalar menjadi tepung hanya memerlukan teknologi yang

sederhana. Caranya ubi jalar dikupas kemudian dicuci bersih selanjutnya dipotong

(8)

dengan suhu maksimum 60°C selama 18 jam kemudian digiling. Tepung bisa

dimasukkan kantung plastik atau toples kaleng tertutup rapat yang tahan disimpan

dalam waktu enam bulan. Untuk menghasilkan tepung berkualitas baik, sawut

atau irisan umbi sebelum dijemut atau dikeringkan direndam terlebih dahulu

dalam larutan natrium meta bisulfit (Heriyanto et al, 2001).

Garis besar proses pengolahan tepung ubi jalar dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Proses Pengolahan Tepung Ubi Jalar Ungu

Bagi pembuatan kue – kue kering ( cookies ), tepung ubi jalar juga dapat digunakan sebagai bahan baku. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku

pembuatan kue bisa mencapai 100 persen. Pada pembuatan cake dan cookies,

penggunaan ubi jalar bisa mengurangi kebutuhan gula sampai 20 persen. Ubi jalar ungu segar

Dibersihkan atau dikupas

Pengecilan ukuran

Dikeringkan dengan suhu 50°C selama 5 jam dengan menggunakan oven

Penggilingan dan pengayakan selama 45 menit

(9)

2.2 Rumput Laut ( Glacilaria sp. )

Rumput laut atau seaweeds yang dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal

dengan istilah alga atau ganggang merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak

memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang, dan daun. Tanaman

ini hidup secara fitobentos (menancap dan melekat di dasar laut dan karang) dan

banyak tumbuh di sepanjang pantai dari daerah pasang surut sampai sedalam

tembusan sinar matahari. Bahkan, di perairan jernih daerah tropis atau subtropis,

rumput laut dapat tumbuh di kedalaman sampai 400 meter (Astawan, 2004).

Rumput laut mempunyai bentuk seperti krokot. Namun tumbuhan ini

tumbuh di dalam air laut. Bila mendapat tempat untuk merambat, rumput laut

akan berkembang secara cepat. Rumput laut telah berkembang menjadi tanaman

industri. Tanaman ini banyak dikembangkan di seluruh Indonesia. Penanaman

rumput laut menggunakan tali sebagai tempat mengikat dan merambat rumput laut

(Soeryoko, 2013).

Rumput laut sudah dikenal oleh masyarakat Cina sekitar tahun 2700 SM

(10)

menggunakan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik. Teknologi pemanfaatan

rumput laut terus berkembang seiring dengan kemajuan bidang teknologi pangan.

Spanyol, Prancis, dan Inggris menggunakan rumput laut sebagai bahan baku

pembuatan gelas, sedangkan Irlandia, Norwegia, dan Skotlandia mengolahnya

menjadi puput tanaman (Astawan, 2004).

Rumput laut memiliki kemampuan menghasilkan senyawa fungsional,

terutama polisakarida yaitu agar – agar, karaginan, dan alginat. Berdasarkan kemampuan tersebut, rumput laut dikelompokkan menjadi 3, yaitu agarofit

sebagai penghasil agar – agar, karaginofit sebagai penghasil karaginan, dan alginofit sebagai penghasil alginat. Agarofit dan karaginofit dikenal pula sebagai

rumput laut merah ( Rhodophyceae ), sedangkan alginofit dikenal sebagai rumput

laut cokelat ( Phaeophyceae). Jenis agarofit potensial di antaranya adalah

Gacilaria spp, Gelidium spp, dan Gelidiella spp. Jenis karaginofit potensial

diantaranya dari marga Eucheuma. Sementara itu, alginofit potensial di antaranya

Sargassum spp dan Turbinaria spp (Wibowo,dkk. 2014).

Produksi rumput laut nasional selama 5 tahun terakhir telah meningkat

dengan pesat. Dalam kurun waktu 2007 – 2013, produksi rumput laut hasil budidaya di Indonesia mengalami kenaikan rata – rata sebesar 112,94 %. Pada tahun 2007, produksi rumput laut hasil budidaya Indonesia hanya mencapai

1.766.197 ton dan mengalami peningkatan sangat signifikan sampai tahun 2013

yaitu sebesar 9.298.474 ton. Sementara itu, produksi rumput laut Indonesia

(11)

Dalam industri makanan, rumput laut lebih banyak digunakan untuk

memperbaiki tekstur karena sifatnya sebagai stabilizer, emulsifier, thickening,

filling untuk pie, pembuatan jelly, dan campuran pengalengan daging&ikan

(Rachmat,1999). Dalam penelitian Wibowo (2013), rumput laut dimanfaatkan

dalam pembuatan serbuk minuman instan. Sedangkan dalam Hasan (2014),

rumput laut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue semprong.

2.2.1 Kandungan Gizi Rumput Laut

Komposisi gizi rumput laut sangat bervariasi bergantung pada spesies,

tempat tumbuh, dan musim. Kandungan utama rumput laut segar adalah air yang

mencapai 80 – 90 %, sedangkan kadar protein dan lemak sangat kecil. Walaupun kadar lemak pada rumput laut sangat rendah, tetapi susunan asam lemaknya

sangat penting bagi kesehatan. Lemak rumput laut mengandung asam lemak

omega-3 dan omega-6 dalam jumlah yang cukup tinggi. Kedua asam lemak ini

merupakan asam lemak yang penting bagi tubuh terutama sebagai pembentuk

membran jaringan otak, syaraf, retina mata, plasma darah, dan organ reproduksi.

Dalam 100 gram rumput laut kering mengandung asam lemak omega-3 antara 128

– 1.629 mg dan asam lemak omega-6 berkisar antara 188 – 1.704 mg

(Astawan, 2004).

Menurut Soeryoko (2015), rumput laut memiliki kandungan kimia yaitu

kalori, protein, lemak, karbohidrat, serat, abu, kalsium, fosfor, besi, sodium,

potassium, tiamin, riboflavin, dan niasin. Rumput laut juga digunakan sebagai

(12)

Sumber gizi rumput laut mengandung karbohidrat ( gula atau vegetable

gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa

natrium dan kalium. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan senyawa

kabohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemilulosa yang tidak dapat

dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh sehingga dapat menjadi makanan diet

dengan sedikit kalori (Suwandi,dkk. 2002).

Komposisi zat gizi rumput laut dapat dilihat pada tabel 2.2:

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi Rumput Laut

Sumber : Santoso,dkk.(2006)

Rumput laut mengandung berbagai jenis mineral makro dan mikro dalam

perbandingan yang baik untuk nutrisi. Winarno (1990) menyatakan bahwa

kandungan gizi terpenting dari rumput laut terletak pada traceelement.

Sumbangan gizi yang cukup bermakna dari rumput laut, terutama jenis merah dan

cokelat adalah kandungan mineral ( traceelement ), seperti K, Ca, P, Na, Fe, dan

yodium.

Salah satu manfaat serat bagi penderita diabetes melitus yaitu menjaga

(13)

mengandung kabohidrat kompleks. Karbohidrat jenis ini membutuhkan waktu

yang lambat untuk diserap ke dalam sistem tubuh. Proses penyerapan karbohidrat

yang lambat ini dapat menghindari terjadinya peningkatan drastis pada kadar gula

darah, sehingga kadar gula darah di dalam tubuh relatif terjaga dan stabil

(Sitiatava Rizema, 2013).

Komponen serat pada rumput laut memiliki pengaruh positif terhadap

kesehatan, seperti : membantu memperlancar pencernaan, menghambat

pertumbuhan sel kanker, membantu menurunkan kadar kolesterol, dan membantu

memperlambat proses penuaan pada kulit

2.2.2 Pengelompokkan Rumput Laut

Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan ke

dalam empat kelas, yaitu :

1) Rhodophyceae ( ganggang merah )

2) Phaeophyceae ( ganggang cokelat )

3) Chlorophyceae ( ganggang hijau )

4) Cyanophyceae ( ganggang biru ) (Anggadiredja dkk, 2006 )

2.2.3 Proses Pengolahan Tepung Rumput Laut

Pengolahan rumput laut menjadi tepung akan membuat produk ini

menjadi tahan lama dan penganekaragaman dalam pengolahan makanannya.

Menurut Afriwanti (2008), proses pengolahan tepung rumput laut adalah :

1. Penyortiran

Memilih rumput laut yang bagus dan tidak rusak yang akan dipakai

(14)

2. Pencucian

Dilakukan pencucian rumput laut dalam wadah berisi air, kemudian

kembali dicuci dengan air mengalir sampai bersih, pencucian ini berfungsi

untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada rumput laut

3. Perendaman

Rumput laut yang sudah disortir kemudian direndam dengan air beras

untuk menghilangkan bau karang selama satu hari

4. Pengecilan ukuran

Pengecilan ukuran dengan menggunakan alat grinder atau blender

Pengecilan ukuran rumput laut bertujuan untuk mempermudah dalam

pengeringan

5. Pengeringan

Pengeringan merupakan metode mengeluarkan atau menghilangkan

sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sehingga kadar air

seimbang dengan kondisi udara normal atau kadar air setimpal dengan

aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologi, enzim, dan kimiawi.

Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai

dimana perkembangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan

pembusukan terhenti, demikian juga perubahan – perubahan akibat kegiatan enzim, menjadikan bahan tidak mudah rusak sehingga

mempunyai daya awet yang lebih lama dan memudahkan pengolahan

lanjutan. Pengeringan dilakukan di oven pada suhu 60 - 70° selama 2 hari

(15)

Rumput laut kering diggiling atau dihaluskan dengan menggunakan

blender hingga menjadi bubuk halus

7. Pengayakan

Pengayakan merupakan tahap untuk memisahkan butiran kasar dan butiran

halus. Untuk mendapatkan tepung halus menggunakan ayakan ukuran 60

mesh

2.3 Bolu Kukus

Pada umumnya bolu adalah kue berbahan dasar tepung biasanya

menggunakan tepung terigu, gula dan telur. Kue bolu umumnya dimatangkan

dengan 2 cara dipanggang di dalam oven dan dikukus. Faktor keberhasilan dalam

pembuatan bolu kukus adalah dalam cara mengocok adonan dan mengukus

adonan, misalnya mengocoknya terlalu lama atau terlalu sebentar ataupun

pengukusannya tidak sempurna bisa membuat bolu kukus tidak jadi (bantat).

Bahan dasar untuk pembuatan bolu kukus dibagi dalam 2 jenis. Pertama

jenis bahan yang membentuk susunan bolu kukus adalah tepung, telur, dan susu.

Kedua adalah jenis bahan yang menjadikan bolu kukus empuk yaitu gula dan air

soda

a. Telur

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya.

Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan

untuk berbagai keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih

(16)

karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur

(Sudaryani, 2003).

Telur dan tepung membentuk suatu kerangka pada bolu kukus. Telur juga

akan memberi cairan, aroma, rasa, nilai gizi, dan warna pada kue. Telur juga dapat

melembabkan kue. Sebelum digunakan telur harus dikocok terlebih dahulu sampai

bagus dan kaku. Lechitin pada kuning telur mempunyai daya pengemulsi,

sedangkan lutein dapat memberi warna pada hasil akhir produk.

b. Gula Pasir

Fungsinya memberi rasa manis, memberi warna pada kulit kue,

membantu mengempukkan kue, melembapkan kue, dan melemaskan adonan.

Untuk membuat bolu kukus, jenis gula yang digunakan bisa macam-macam.

Namun untuk hasil terbaik sebaiknya gunakan gula yang halus butirannya agar

susunan bolu kukus rata dan empuk

c. Bahan Pelembut (SP)

Berfungsi untuk melembutkan tekstur bolu kukus dan membuat adonan

lebih menyatu. Kandungan SP adalah gula ester. Esternya adalah asam lemak

seperti asam steart, palmitic, dan oleic. Penggunaan SP lebih direkomendasikan

dalam pembuatan bolu kukus, karena hasil pengocokan adonan bisa lebih stabil,

sehingga hasilnya lebih maksimal

d. Tepung terigu

Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir

(17)

Menurut Ferawati (2014), berikut resep dasar dalam pembuatan bolu

kukus ubi jalar :

1. 200 gram tepung terigu

2. 5 butir telur ayam

3. 250 gram gula pasir

4. 1 sdt vanili

5. 180 ml susu cair / 100 susu kental manis

6. 1 sdt emulsifier

7. ½ sdt baking powder

Kemudian selebihnya dilengkapi oleh perisa dan pewarna sesuai dengan

rasa yang ingin dicampur.

2.4 Indeks Glikemik

Konsep IG pertama – tama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang professor gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk

membantu menentukan pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Pada

masa itu, diet bagi penderita diabetes didasarkan pada sistem porsi karbohidrat.

Konsep ini menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat menghasilkan

pengaruh yang sama terhadap kadar gula darah

(Rimbawan dan Albiner Siagian, 2004).

IG adalah suatu angka yang menyatakan berapa banyak gula darah jika

naik setelah memakan makanan tertentu yang mengandung karbohidrat ).

(18)

merasa lapar lagi. Makanan – makanan rendah indeks glikemiknya, seperti gandum, ubi jalar, dan kacang polong membuat kita merasa kenyang lebih lama

karena mereka membuat kadar gula darah meningkat lebih lambat (Magee, 2014).

IG menyatakan pada kita seberapa cepat karbohidrat tertentu dalam

makanan membuat gula darah meningkat. Banyak faktor yang membantu kita

menentukan reaksi glikemik tubuh pada makanan tertentu, termasuk :

1. Bentuk tubuh, seperti sebuah apel vs saus apel : Maklumat makanan

cenderung memberi mereka indeks atau muatan glikemik lebih tinggi

2. Kematangan : makin matang/masak, makin tinggi IG yang ada

3. Serat : makin tinggi serat, makin rendah indeks atau muatan glikemik

4. Keasaman : makin asam rasa makanan, makin rendah indeks atau

muatan glikemiknya

5. Proses makanan : makin diproses atau diperhalus makanan itu, pada

umumnya makin tinggi muatan atau indeks glikemiknya.

6. Apakah protein dan lemak juga dimakan bersama makanan itu :

kehadiran protein dan lemak dalam jumlah besar akan mengurangi

indeks atau muatan glikemiknya (Magee, 2014)

Menurut FAO ( 1998 ), IG didefinisikan sebagai luas area di bawah

kurva respon glukosa darah dari 50 gram karbohidrat dari makanan uji yang

dinyatakan sebagai persen terhadap 50 gram karbohidrat dari makanan standar

yang diambil dari bunjek yang sama. Pada awalnya, pangan karbohidrat yang

(19)

dengan IG sebesar 100, akantetapi saat ini pangan standar yang sering digunakan

adalah roti putih (Jenkins,dkk. 2002).

Menurut Sarwono W (2002) dalam Adya (2011), IG adalah tingkatan

pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Dengan kata lain IG adalah

respon glukosa darah terhadap makanan dibandingkan dengan respon glukosa

darah terhadap glukosa murni. IG berguna untuk menentukan respon glukosa

darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. IG bahan makanan

berbeda – beda tergantung pada fisiologi, bukan pada kandungan bahan makanan. Konsep IG disusun untuk semua orang yaitu orang yang sehat, penderita

obesitas, penderita diabetes dan atlet. IG membantu penderita diabetes dalam

menentukan jenis pangan karbohidrat yang dapat mengendalikan kadar glukosa

darah. Dengan mengetahui IG pangan, penderita diabetes dapat memilih makanan

yang tidak menaikkan kadar glukosa darah secara drastis sehingga kadar glukosa

darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman (Rimbawan & Siagian, 2004).

IG menunjukkan jenis karbohidrat yang terkandung dalam makanan,

bukan jumlah karbohidrat. Peningkatan kadar gula darah dipengaruhi oleh dua

faktor, yaitu jumlah dan jenis karbohidrat yang dikonsumsi. Pada sebagian besar

orang, kadar glukosa darah lebih dipengaruhi oleh jumlah karbohidrat yang

dikonsumsi. Namun jenis karbohidrat juga berpengaruh terhadap gula darah. Jadi

strategi yang optimal adalah mengontrol kedua aspek tersebut yaitu jumlah dan

jenis karbohidrat yang dikonsumsi.

IG dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu, IG tinggi, sedang,

(20)

Tabel 2.3 Kategori Indeks Glikemik

No Kategori Indek

Glikemik Nilai Indeks Glikemik

1 Tinggi >70 %

2 Sedang 55 – 70%

3 Rendah < 55 %

Sumber : Miller,dkk (1996) dalam Rimbawan & Siagian (2004)

2.4.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Pangan

Menurut Foster-Powell, dkk (2002) dalam Sundari (2014) jenis pangan

yang sama dapat memiliki IG yang berbeda. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan

metode pengujian yang dilakukan dan juga karakter fisik dan kimia dari makanan.

Dua makanan yang sama mungkin memiliki bahan yang berbeda atau mungkin

telah diproses dengan metode yang berbeda, sehingga terdapat perbedaan yang

signifikan dalam jumlah karbohidrat dan nilai IG-nya. Dua merek yang berbeda

dari jenis yang sama dari makanan, seperti kue polos, mungkin rasanya terlihat

hampir sama, tapi perbedaan jenis tepung yang digunakan, kadar air, dan waktu

memasak dapat mengakibatkan perbedaan derajat pati gelatinisasi dan akibatnya

nilai IG-nya berbeda. Perbedaan dalam metode pengujian meliputi penggunaan

berbagai jenis sampel darah (kapiler atau vena), periode waktu percobaan yang

berbeda, dan bagian - bagian yang berbeda dari makanan (50g dari total bukan

dari karbohidrat yang tersedia).

Berbagai faktor dapat menyebabkan perbedaan indeks glikemik pangan

yang satu dengan pangan yang lain. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004),

beberapa faktor yang memengaruhi IG pangan adalah cara pengolahan (tingkat

(21)

tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta

kadar anti-gizi pangan.

a. Proses Pengolahan

Dewasa ini teknik pengolahan pangan menjadikan pangan tersedia dalam

bentuk, ukuran, dan rasa yang lebih enak. Perbedaan cara memasak dan mengolah

bahan makanan akan menyebabkan respon glukosa yang berbeda. Proses

pengilingan menyebabkan struktur pangan menjadi lebih halus sehingga pangan

tersebut mudah dicerna dan diserap. Penyerapan yang cepat mengakibatkan

timbulnya rasa lapar. Pangan yang mudah dicerna dan diserap menaikkan kadar

glukosa darah dengan cepat. Peningkatan kadar glukosa darah yang cepat dapat

memaksa pankreas agar mensekresikan insulin lebih banyak. Oleh Karena itu,

kadar glukosa darah yang tinggi dapat meningkatkan respon insulin (Osman, dkk,

2001 dalam Rimbawan & Siagian, 2004).

Proses pemasakan atau pemanasan akan menyebabkan terjadinya proses

gelatinisasi pada pati sehingga pati akan lebih mudah dicerna karena enzim

pencernaan pada usus mendapatkan tempat bekerja yang lebih luas. Berdasarkan

hal tersebut, proses pemasakan atau pemanasan dapat menyebabkan terjadinya

kenaikan IG pangan. Ukuran partikel juga mempangaruhi IG . Semakin kecil

ukuran partikel menyebabkan struktur pangan menjadi lebih halus sehingga

pangan tersebut mudah dicerna dan diserap didalam tubuh dan mengakibatkan

kadar gula darah naik dengan cepat (Rimbawan & Siagian 2004).

(22)

Penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin

berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan pengaruh insulin lebih

rendah setelah mengkonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan

berkadar amilopektin tinggi. Makanan yang tinggi kandungan amilopektin dan

rendah amilosa pada zat tepungnya memiliki IG tinggi, karena molekul

amilopektin lebih besar, mudah terbuka, mudah tergelatinisasi, dan mudah

dicerna. Makanan dengan rasio perbandingan amilosa lebih tinggi dari

amilopektin memiliki indeks glikemik rendah karena lebih sulit tergelatinisasi dan

dicerna (Rusilanti, 2008)

c. Kadar Gula dan Daya Osmotik Pangan

Jenis gula yang terdapat dalam pangan memengaruhi indeks glikmik

pangan tersebut. Menurut Rimbawan & Siagian (2004), pengaruh gula yang

secara alami terdapat dalam pangan (laktosa, sukrosa, glukosa dan fruktosa)

dalam berbagai proporsi, terhadap respon glukosa darah sangat sulit diprediksi.

Hal ini dikarenakan pengosongan lambung diperlambat oleh peningkatan

konsentrasi gula, apapun strukturnya

Sukrosa memiliki IG 65, hal ini dikarenakan disakarida terdiri dari satu

glukosa dan satu molekul fruktosa. Fruktosa diserap dan masuk ke dalam hati. Di

dalam hati, kebanyakan fruktosa diubah secara perlahan menjadi glukosa. Oleh

karena itu, respon glukosa darah terhadap fruktosa murni sangat kecil (IG=23).

Artinya, dengan mengkonsumsi sukrosa, kita hanya mengkonsumsi setengah

glukosa (Rusilanti, 2008).

(23)

Menurut Chandalia et al (2000), peningkatan konsumsi serat pangan,

terutama serat pangan larut dapat menurunkan kolesterol plasma, dan

meningkatkan kontrol glikemik. Serat pangan dapat meningkatkan control

glikemik dengan menurunkan atau menunda penyerapan karbohidrat. Lamanya

proses penyerapan mengakibatkan respon glukosa darah menjadi rendah

Keberadaan serat pangan memberikan pengaruh pada kadar gula darah.

Serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan secara nyata, sedangkan

serat kasar mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam

saluran pencernaan. Hal ini memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan

dan menghambat pergerakan enzim. Dengan demikian, proses pencernaan

menjadi lambat, sehingga respon glukosa darah lebih rendah

(Rimbawan & Siagian, 2004).

e. Kadar Lemak dan Protein Pangan

Pangan yang mengandung lemak dan protein tinggi cenderung

memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga pencernaan makanan di usus

halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak tinggi

mempunyai IG lebih rendah daripada pangan sejenis yang berlemak rendah.

Walaupun demikian, kita tetap memerlukan makanan berkadar lemak rendah.

Pangan berkadar lemak tinggi, apapun jenisnya dan ber-IG rendah atau tinggi

harus dikonsumsi secara bijaksana (Rimbawan & Siagian, 2004).

f. Kadar Anti – Zat Gizi

Beberapa pangan secara alamiah mengandung zat yang dapat

(24)

efek merugikan terhadap status gizi disebut zat anti-gizi. Beberapa zat anti-gizi

tetap aktif walaupun sudah melalui proses pemasakan. Zat anti-gizi pada

biji-bijian dapat menghambat pencernaan karbohidrat di dalam usus halus. Akibatnya,

IG pangan menurun (Rimbawan & Siagian, 2004).

g. Suhu Pangan saat Dikonsumsi

Penelitian oleh Bahado Singh, Riley, Wheatley & Lowe (2011) dalam

Maulana (2012) menyatakan bahwa pemberian produk olahan ubi jalar dalam

keadaan dingin dapat memengaruhi struktur pati ubi jalar, yaitu proses

retrogradasi pati yang menyebabkan ikatan hydrogen pada pati mengalami

kristalisasi, sehingga terjadi proses melambatnya penyerapan dan daya cerna pati

pada tubuh yang mengakibatkan IG produk olahan cenderung lebih rendah

2.4.2 Pengukuran Indeks Glikemik Pangan

Beberapa pilihan metodologi harus dilakukan dalam pengukuran IG,

seperti metode pengambilan sampel darah, pemilihan dan pengulangan makanan

acuan, verifikasi kandungan karbohidrat yang tersedia dari makanan, jumlah dan

jenis subjek, dan perhitungan IAUC (Simila, 2012 dalam Sundari, 2014)

Pangan acuan yang digunakan untuk mengukur IG pangan adalah roti

putih atau glukosa murni. Pemberian pangan acuan dan pangan uji dalam

pengukuran IG dilakukan dalam waktu yang berbeda dengan subjek yang sama

untuk mengurangi efek keragaman respon glukosa darah dari hari ke hari. Untuk

mendapatkan respon rata-rata yang representatif untuk pangan acuan, dianjurkan

untuk melakukan pengukuran IG pangan acuan secara berulang untuk setiap

(25)

karbohidrat (FAO, 1998). Untuk mendapatkan nilai yang setara dengan 50g

karbohidrat dalam pangan acuan ataupun pangan uji perlu dilakukan pengujian

karbohidrat untuk memverifikasi kandungan karbohidrat yang terdapat dalam

pangan tersebut (FAO, 1998).

Perhitungan IAUC merupakan salah satu hal yang paling penting dalam

pengukuran nilai IG pangan. Sejumlah metode yang berbeda telah digunakan

untuk menghitung daerah di bawah kurva. Untuk sebagian besar data indeks

glikemik, area di bawah kurva telah dihitung sebagai daerah tambahan di bawah

kurva respon glukosa darah (IAUC), dengan mengabaikan daerah di bawah

konsentrasi puasa. Hal ini dapat dihitung secara geometris dengan menerapkan

aturan trapesium (FAO, 1998). Menurut Rimbawan & Siagian (2004), luas daerah

dibawah kurva dianggap menggambarkan jumlah total respon glikemik, tidak

hanya satu titik yang diberikan oleh puncak respon glukosa darah. Para ahli

statistik menganjurkan penggunaan luas area dibawah kurva sebagai angka yang

menggambarkan respon glukosa darah secara benar.

Monro dan Shaw (2008) dalam Sundari (2014) mengatakan bahwa

pengukuran nilai indeks glikemik pangan dapat menggunakan rumus sebagai

berikut:

IG = IAUC Food x Wt Glucose x 100%

IAUC Glucose Wt Available Carbohydrate

Dimana Wt Glucose / Wt Available Carbohydrate = 50 gr / 50 gr = 1 dengan

(26)

IG = IAUC Food x 100 %

IAUC Glucose

Keterangan:

IG : Indeks Glikemik

IAUC food : Luas area dibawah kurva respon glukosa darah setelah 2 jam

terhadap pangan uji

IAUC glucose : Luas area dibawah kurva respon glukosa darah setelah 2 jam

terhadap glukosa murni (pangan acuan)

Wt : Berat (gr)

Menurut Miller,dkk, (1996) dalam Rimabawan & Siagian (2004),

prosedur penentuan IG pangan adalah sebagai berikut:

a. Pangan tunggal yang akan ditentukan indeks glikemiknya (mengandung 50

gram karbohidrat) diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh

(kecuali air) selama ± 10 jam (sekitar pukul 22.00 sampai pukul 08.00 pagi

besoknya).

b. Selama dua jam pasca-pemberian (atau tiga jam bila relawan menderita

diabetes), sampel darah sebanyak 50 μL – finger-prick capillary blood samples method – diambil setiap 15 menit pada jam pertama, kemudian 30 menit pada jam kedua yaitu berturut-turut pada menit ke 0 (sebelum pemberian), 15, 30, 45, 60,

90, dan 120 untuk diukur kadar glukosanya. Kadar glukosa dapat diukur dengan

metode glucose oxidase peroxidase reagent.

c. Pada waktu yang berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan

(27)

Hal ini dilakukan sebanyak dua kali (dilakukan pada hari lain, minimal tiga hari

setelah perlakuan pertama) untuk mengurangi efek keragaman respon gula darah

dari hari ke hari.

d. Kadar gula darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebar pada dua

sumbu waktu (x) dan kadar glukosa darah (y).

e. Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah

kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan.

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas, tepung ubi jalar ungu dan tepung

rumput laut akan diolah menjadi kue kukus. Kue kukus tersebut yang akan diukur

IG-nya terlebih dahulu dianalisis profil gizinya yaitu karbohidrat, protein, lemak,

betakaroten, dan serat kasar. Setelah diketahui kandungan karbohidratnya,

relawan yang bersedia menjadi subjek penelitian diberikan kue kukus tersebut

yang mengandung 50 gram karbohidrat kemudian diukur nilai indeks glikemiknya

dengan melihat rata – rata kenaikan kadar glukosa darah pada menit ke 0 (sebelum diberikan pangan uji), 15, 30, 45, 60, 90, 120 yang dibandingkan dengan pangan

acuan berupa roti putih atau white bread.

Gambar

Gambar 2.1  Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
Tabel 2.1    Kandungan gizi dalam 100 gram ubi jalar
Gambar 2.2 Ubi Jalar Ungu
Gambar 2.3  Proses Pengolahan Tepung Ubi Jalar Ungu
+4

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96/M- DAG/PER/12/2014 tentang Pendelegasian Wewenang di Bidang Perdagangan dalam Rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada Kepala

Demikian berita acara penjelasan pekerjaan (aanwijzing) pengadaan penyedia barang/jasa konstruksi pembangunan selasar dan pagar Pada Badan Kepegawaian Negara Kantor

Veteran III No.10, Nomor : BA.3- 01.A/Setneg/PAN/Bang-PU.E/07/2012 Tanggal 02 Juli 2012 dan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan

Surat Jaminan Purna jual selama minimal 6 (enam) bulan dari Distributor;2. Surat ketersediaan barang selama minimal 6 (enam) bulan dari

Demikian berita acara penjelasan pekerjaan ( aanwijzing ) Pengadaan Penyedia Barang/Jasa Konstruksi Pembangunan Selasar dan Pagar pada Badan Kepegawaian Negara Kantor

Fungsi dasar transport layer adalah menerima data dari session layer, memecah data menjadi bagian-bagian yang lebih kecil bila perlu, meneruskan data ke network layer, dan

Sesuai hasil penelitian ada hubungan yang signifikan antara Tingkat Kecemasan Menghadapi Menstruasi dengan Tingkat Dismenorea pada Siswi Kelas XI SMA Negeri 1 Bantul

Mata kuliah ini adalah teori yang membahas tentang pengetahuan,syarat mutu,kualitas bahan baku untuk membuat adukan beton,cara menghitung rancangan adukan