• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENANAMKAN PEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENANAMKAN PEN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENANAMKAN

PENDIDIKAN MORAL PADA ANAK USIA DINI

Disusun Oleh:

Aufilana Rahmatika 1701030002

Clara Berliana 1701030043

Dewi Putri Sari 1701030044

Ely Ambarwati 1701030019

Evi Dwi Lestari 1701030006

Nurul Aini 1701030028

Rohawa Sari 1701030033

Triyanti 1701030014

Umi Anisa 1701030035

Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Institut Agama Islam Negeri Metro

ABSTRAK

(2)

Karena itu, sebagai orangtua sudah selayaknya memang harus bersedia untuk selalu berbuat yang terbaik, dengan terus memperkaya diri kita, demi anak-anak kita. Salah satu hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah menanamkan nilai-nilai moral dan mendorong perkembangan anak-anak kita agar bergerak ke arah yang baik. Semua itu dilakukan dengan kasih sayang dan lemah lembut. Sealain itu orangtua juga berperan besar dalam mengawasi setiap kegiatan anak-anaknya apalagi di zaman era globalisasi seperti ini dimana anak bisa dengan mudah meniru apa yang dia lihat dan dengar melalui televis,internet,media cetak, danlain sebagainya.

A. PENDAHULUAN

Keluarga merupakan agen sosial pertama yang memberikan dasar pembentukan kepribadian anak. Melalui keluarga, baik keluarga inti atau keluarga besar, anak petama mempelajari kepercayaan, sikap, nilai-nilai dan perilaku yang sesuai dengan masyarakat. Demikian pentingnya pengaruh orang tua terhadap anak-anaknya, banyak penelitian psikologi perkembangan yang melihat bagaimana cara orang tua mengasuh anak dapat memengaruhi kepribadian anak.1

Model prilaku orangtua secara langsung maupun tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak. Orangtua sebagai lingkungan terdekat yang selalu mengitarinya dan sekaligus menjadi figur idola anak yang paling dekat. Bila anak melihat kebiasaan baik dari orangtuanya maka dengan cepat mencotohnya, demikuan sebaliknya bila orangtua berprilaku buruk makan akan ditiru perilakunya oleh anak-anak. Anak meniru bagaimana orangtua bersikap, bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan, dan krtitikan satu sama lain, menanggapi dan memecahkan masalah, dan mengungkapkan perasan dan emosinya. Model prilaku yang baik akan membawa dampak baik bagi perkembangan anak demikian juga sebaliknya.

(3)

memaksanya menjadi orang lain. Di dalam berkomunikasi pada anak sebaiknya tidak mengancam dan menghakimi tetapi dengan perkataan yang mengasihi atau memberi motivasi supaya anak mencapai keberhasilan dalam pembentukan karakter anak. Adapun salah satu upaya yang dilakukan untuk membentuk karakter yang baik yakni dengan pendampngan orangtua yang berbentuk pola asuh. Hendaknya orangtua mempersiapkan dengan pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat di dalam mendidikan anak.2

Ketika “penilaian” berkisar pada kepribadian anak dan pada kemamapuan anak untuk menghormati orang lainuntuk bertanggung jawab pada perbuatannya, dan aspek-aspek moralitas lainnya, kepandaian akademis bukan lagi syarat mutlak keberhasilan seeorang anak. Karena pada kenyataannya, untuk dapat bertahan hidup, diterima masyarakat, serta dapat berkembang sebagai pribadi, kepandaian akademis menjadi syarat kesekian, bukan syarat tunggal utama. Namun, bukan berarti keberhasilan seorang anak semata-mata tidak mempertimbangkan prestasi akademis. Akan lebih berarti jika anak mengembangkanmoral yang baik, untuk kemudian di peduka dengan kecerdasan akademis.

Di lain pihak, kondisi ligkungan sekarang ini tampak rentan bagi seorang anak untuk belajar dan mendapat contoh nilai-nilai moral yang baik. Orang tua yang sibuk bekerja kekurangan waktu yang berkualitas untuk mendampingi pendidikan anak-anaknya. Bukan saja pendidikan akademis, tetapi trutama pelajaran moral. Hal ini masih ditambah dengan adanya informasi-informasi yang kurang mendidik dari berbagai media (seperti televisi, radio) yang mudah didapat anak dan sulit dikontrol orangtua. Film anak yang sarat kekerasan, sinetron anak yang alur ceritanya bukan untuk kapasitas seorang anak, pornografi di internet, lagu-lagu yang provokatis terhadap kekerasan, pemberontakan, dan lain sebagainya.3

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan tentang Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh orangtua merupakan pola interaksi antara anak dan orangtua selama anak dalam pengasuhan. didalam kegiatan pengasuhan, hal ini tidak hanya berarti

2Al. Tridhonanto & Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014, hlm 2-4.

(4)

bagaima orang tua memperlakukan anak, tetapi juga cara orangtua mendidik, membimbing, mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat pada umumnya.

Kohn dalam Krisnawati menyebutkan bahwa pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orangtua menunjukkan otoritas dan juga cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan kepada anaknya.4

Pola asuh adalah pola pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga, yaitu bagaimana keluarga membentuk perilaku generasi berikut sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesusai dengan kehidupan masyarakat.5

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (Struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh memiliki arti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbingan (membantu, melatih, dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.

Namun pandangan para ahli psilogi dan sosiologi berkata lain. Pola asuh dalam pendangan Singgih D Gunarsa (1991) sebagai gambaran yang dipakai orangtua untuk mengasuh (merawat, menjaga, mendidik) ank. Sedangkan Chabib Thoha (1996), pola asuh adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orangtua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dan rasa tanggung jawab kepada anak. Tetapi ahli lain memberikan pandangan lain, seperti Sam Vaknin (2009) mengutarakan bahwa pola asuh sebagai “parenting is interaction between parent’s and children their care”.

Dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua adalah suatu keseluruhan interaksi orangtua dan anak, dimana orangtua yang memberikan dorongan bagi anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan, dan nilai-nilai yang dianggap paling tepat bagi orangtua agar anak bisa mandiri, tumbuh serta berkembang secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat rasa ingin tahu, bersahabat, dan berorientasi untuk sukses.6

2. Tinjauan tentang Moral a. Pengertian Moral

Istilah moral berasalh dari kata lain “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau

4Ahmad Susanto, Bimbingan & Konseling di Taman Kanak Kanak, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015, hlm.25-26. 5 Hardywinoto, Tony Setiabudhi, Anak Unggul Berotak Prima, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002, hlm 212.

(5)

prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi, seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.

Moral sebagai suatu keyakinan yang mendasari tindakan atau pemikiran yang sesuai dengan kesepakatan sosial. Dikatakan penulis, bahwa moral yang baik menjadi modal individu dalam berinteraksi sosial. Ini sejalan dengan kenyataan bahwa anak, yang kemudian tumbuh menjasi individu dewasa, adalah makhluk sosial yang tidak lepas menjalani kehidupannya dalam suatu lingungan sosial. Kenyataan membuktikan bahwa individu yang diterima lingkungan adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya.7

b. Tahap-tahap Perkembangan Moral

Seperti juga perkembangan fisik dan psikis lainnya, maka moral memilik tahapan perkembangannya sendiri. Menurut Erik Erik-Son (Wantah, 2005), menyatakan bahwa dasar-dasar perilaku moral pada anak terbagi dalam tiga tahapan usia, yaitu:

1) Usia 0-2 tahun

Pada tahap ini, seorang anak sepenuhnya bergantung pada ibu atau figur ibu. Ketika si ibu memenuhi kebutuhan si anak, fisik maupun mental, tumbuhlah kepercayaan anak pada si ibu. Kepercayaan ini kemudian berkembang tidak saja pada ibunya, tapi meluas pada lingkungannya.

2) Usia 2-4 tahun

Pada tahap ini, anak sudah meyakini adanya hubungan erat dengan ibu atai figur pengganti ibu. Maka mulailah anak ingin mengembangkan dirinya sendiri. Mulai belajar untuk mandiri dalam batasan tertentu, namun mungkin timbul konflik antara ingin menjadi dirinya sendiri dan kebergantungan pada orangtua. 3) Usia 4-5 tahun

Pada tahap ini anak sudah mempunyai kepercayaan diri dan sadar dengan eksistensi dirinya. Anak akan mulai berinisiatif untuk mengatasi konflik. Hal ini didukung dengan kemampuan fisik anak yang sudah berkembang lebih baik. 4) Usia 6-8 tahun

Pada tahap ini, anak mulai belajar hal di sekolah (juga merupakan usia lebih awal sekolah). Dari hasil pembelajarannya ini, anak mulai menyadari kesamaan

(6)

atau perbedaan dirinya dengan teman-temannya, apakah hasil belajarnya sama dengan teman-temannta atau tidak.8

Sedangkan berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku Tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut.9

1) Tingkat pra-konvensional

Pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi, hal ini semata ditafsirkan dari akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan , pertukaran, dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi 2 tahap berikut.

a. Orientasi hukuman dan kepatuhan

Anak hanya menghindarkan hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat “baik”, hal itu dikarenakan ia menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman otoritas.

b. Orientasi relativis-instrumental

Perbuatan yang benar adalah perbuatan sebagai cara atau alat untuk memuaskan kebutuhan sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata,tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis.

2) Tingkat Kovensional

Pada tigkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok, atau bangsa. Ia memendang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib social,melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secra aktif mempertahankan, mendukung dan memebenarakan seluruh tata tertib serta mengidentifikasi diri dengan orangtua atau kelompok yang terlibat didalamnya. Tingkatan ini memiliki 2 tahap berikut.

a. Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “ anak manis”

(7)

Perilaku yag baik adalah perilaku yang menyenangkan dan membantu orang lain yang disetujui oleh mereka.Pada tahap ini, terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai perilaku mayoritas atau “alamiah”.

b. Orientasi hukuman dan ketertiban

Perilaku yang tidak baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri,menghirmati otoritas dan mejaga tata tertib social yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.

3) Tingkat pasca- konvensional(Otonom/ Berlandaskan Prinsip)

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada 2 tahap pada tingkat ini, yaitu sebgai beriut:

a. Orientasi kontrak social legalitas

Terdapat kesadarn yang jelas mengenai Relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya.Terlepas dari rumusan yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal ” nilai” dan “pendapat” pribadi rasional mengenai manfaat social . Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan illegal,tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan (bukan membekukan hukum itus sesuai dengan tata tertib gaya).

Di luar bidang hukum yang disepakati, berlaku persetujuan bebas ataupun kontrak. Inilah “moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap nrgara.

b. Orientasi prinsip etika universal

Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, dan konsistensi logis.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral

(8)

a. Konsisten dalam mendidik anak

Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakun yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.

b. Sikap orangtua dalam keluarga

Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh, cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang memperdulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliOki orangtua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah, (dialogis), dan konsisten.

c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut

Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk disini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim yang religius (agamis), dengan cara yang membersihkan ajrn atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalam perkembangan moral yang baik.

d. Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma

Orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan pada anak, agar berprilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab dan taat beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, makan anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidak konsistenan orangtua itu sebagai alasan untuk tidak melakukan apa yang diinginkan oleh orangtuanya, bahkan mungkin dia akan berprilaku seperti orangtuanya.

4. Proses Perkembangan Moral

Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.

(9)

b. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya, (seperti orangtua, guru, kiai, artis atau orang dewasa lainnya).

c. Proses coba-coba (trial&error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan atau celaan akan dihentikan.10

5. Aspek-aspek yang berhubungan dengan Moral

Ada beberapa aspek positif yang diperoleh seorang anak ketika ia belajar moral, yaitu :

a. Mempelajari apa yang diharapkan lingkungan sosial dari “anggotanya”. Mungkin berupa hukum, kebiasaan setempat, dan peraturan yang berlaku. b. Mengembangkan hati nurani.

c. Belajar mengalami rasa bersalah dan rasa malu.

d. Memiliki kesempatan berinteraksi dengan lingkungan/sosial. Tujuan pendidikan moral pada anak :

a. Mepelajari harapan sosial b. Mengembangkan hati nurani

c. Mempelajari rasa salah dan rasa malu d. Kesempatan berinteraksi sosial.

Dalam proses pembentukan dan pengembangan nilai moral pada anak, tentu terdapat beberapa factor yang mendorong dan menghambat pendidikan moral, yang akan disebutkan sebagai berikut.

6. Faktor Pendukung

Untuk mendukung perkembangan moral, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Mengabaikan

Mengabaikan adalah cara yang digunakan orang tua ketika perilaku anak tidak disetujui. Misalnya untuk anak yang terlalu manja dan meminta suatu hal namun tidak disetujui oleh orang tuanya, maka orang tua dapat mengabaikan permintaan anaknya atau tidak meperdulikannya.

b. Mencontohkan

(10)

Memberikan contoh berarti menjadi model perilaku yang diinginkan muncul dari anak, karena cara ini bisa menjadi cara yang paling efektif untuk membentuk moral anak.

c. Membiarkan

Membiarkan bukan berarti mengabaikan, melainkan memberikan kesempatan pada anak untuk belajar dari kesalahannya.

d. Mengalihkan Perhatian

Bisa dilakukan apabila anak yang terlibat cukup banyak, misalnya

perkelahian. Orang tua ataupun orang dewasa dapat mengalihkan perhatian anak-anak dengan mengajak untuk melakukan hal lain yang lebih baik.

e. Tantangan

Dengan tantangan, orang tua dapat mendorong anak untuk mengeluarkan kemampuannya dalam suatu keadaan. Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi anak untuk melakukan pilihan dan menentukan baik atau buruk sesuatu hal

dikemudian hari.

f. Memuji

Memuji anak atas tindakannya yang tepat dapat menguatkan sikap dan perilakunya. Dengan memuji, anak dapat mengerti bahwa sikap dan perilakunya itu positif dan sesuai dengan harapan lingkungan. Anak bisa merasa dihargai, sehingga kepercayaan dirinya akan meningkat. Dengan pujian, anak akan merekam sikap dan perilaku dalam ingatannya sehingga termotivasi untuk mengulanginya lagi.

g. Menciptakan Inisiatif

Cara ini dapat dilakukan dengan mengajak anak untuk melakukan suatu hal yang membangkitkan keinginan dari dirinya sendiri. Orang tua dapat

(11)

h. Latihan dan Pembiasaan

Menurut Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan dan pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu merawat, memelihara, menjaga kesehatan dan lain sebagainya untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moral yang positif bagi anak.7

i. Bermain

Melalui bermain, anak dapat mengenal lingkungan social yang memberikan banyak masukan mengenai nilai-nilai yang disetujui dan tidak disetujui, belajar mengetahui dan menerima kekurangan dan kelebihan dirinya dan orang lain, belajar konsep-konsep moral secara nyata, dan belajar untuk disiplin mematuhi aturan.

7. Faktor Penghambat

Berikut adalah kesulitan yang dihadapi anak dalam mempelajari konsep moral:

1) Tingkat Intelegensi

Semakin tinggi tingkat intelegensi seorang anak, semakin mudah ia mempelajari suatu konsep moral.

2) Cara Pengajaran

Biasanya orang tua menekankan pada apa yang tidak boleh dan apa yang salah, bukan pada apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang benar. Akibatnya anak menjadi bingung. Oelh karena itu, dalam pengembangan moral anak, orang tua harus berhati-hati dalam berkata. Misalnya mengubah kata “Tidak boleh bohong” menjadi “Harus jujur”.

(12)

3) Perubahan Nilai Sosial

Perubahan nilai social dapat menjadi beban bagi anak dalam menyesuaikan diri. Karena ketika seorang anak belum selesai menyesuaikan diri dengan nilai moral yang pertama, anak sudah harus menyesuaikan diri dengan nilai moral yang baru.

4. Perbedaan Nilai Moral

Orang tua atau guru yang mengajarkan suatu nilai moral pada anak, seringkali lupa bahwa ia harus memberikan teladan pada anak mengenai apa yang ia ajarkan. Akibatnya anak tidak menemukan kesesuaian antara nilai moral yang diajarkan dengan nilai moral yang ia lihat. Anak menjadi bingung dan cenderung mengabaikan peraturan yang ditetapkan.

5. Nilai dan Situasi yang Berbeda

Anak cenderung beum mampu memberikan penilaian pada peristiwa unik atau khusus. Karena itu, anak menyamaratakan peraturan yang satu untuk kodisi yang berbeda.

6. Konflik Dengan Lingkungan Sosial

Sering kali anak bingung menghadapi harapan lingkungan social yang berbeda antara lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain. Misalnya, dirumah, ia diajarkan untuk melawan jika dipukul temannya. Tetapi disekolah, anak diajarkan untuk selalu melawan dengan kebaikan. Akibatnya anak bingung mana yang harus ia lakukan.11

C. METODE PENELITIAN

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai Pola Asuh Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan Moral pada Anak Usia Dini, berlokasi di Dusun VIII, desa Mataram Baru, Kecamatan Mataram Baru, Kabupaten Lampung Timur. Waktu penelitian berlangsung dari tanggal 14-22 April 2018.

2. Bentuk Penelitian

(13)

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui pola asuh orang tua dalam menanamkan pendidikan moral pada anak usia dini di desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur, maka jenis penelitian ini menggunakan suatu metode yaitu metode kualitatif dengan analisis deskriptif. 3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah orang tua yang bekerja yang mempunyai anak usia 1-6 tahun sedangkan data sekunder diperoleh melalui foto-foto kegiatan, catatan lapangan, dan buku buku kepustakaan.

4. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data. Untuk memperoleh data yang relevan dan sesuai dengan masalah pada penelitian ini, maka tekhnik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu melalui observasi, dan kajian kepustakaan.

5. Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu tekhnik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu yaitu orang yang di anggap paling tahu tentang apa yang diteliti. Dalam penelitian ini yaitu orang tua yang bekerja dan mempunyai anak usia 1-6 tahun.

6. Validitas Data

Penelitian ini menggunakan validitas sumber yaitu memeriksa keabsahan data dengan cara membandingkan data hasil wawancara dengan observasi. Penelitian juga mengecek derajat kepercayaan dengan membandingkan informasi yang peneliti peroleh dari beberapa informan yang berbeda.

7. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis model interaktif yang melakukan analisis data secara interaktif. Teknik tersebut meliputi tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(14)

Informan merupakan pasangan suami istri dan yang pasangan suami istri yang sudah bercerai. Latar belakang keluarga informan dalam bidang pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :

Informan Nama Pendidikan Anak

Ayah Ibu Ayah Ibu Nama Usia

Informan 1 Samsul

Arifin Sri Utami SD SD Irvan Dimas 2 tahun

Informan 2 Arif Majidi Asmaranity

Informan 3 - Maya Sari - SD Alvan 3,5 tahun

Informan 4 Wagito Linawati SD SD Nabila

Cantika 1 tahun

Informan 5 Budiono Farihah SD SD Lumatul

Azizah 6 tahun

Informan 6 Sanlawi Mariana SD SD Alvin 2 tahun

Informan 7 Adnan Anita SD SD Andara 2 tahun

Informan 8 Sudarno Fitri Lestari SD SD Fitri Lestari 3 tahun Informan 9 Nur Kholis Pontiri SD SD Aulia Nur

Fadila 6 tahun

Informan10 Hendra Wulan SD SD Faris Naufal 3 tahun

1. Perkembangan Moral Anak di Desa Mataram Baru

Anak di desa Mataram Baru memiliki perkembangan yang tidak jauh berbeda dengan anak di desa lainnya pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan moral manusia, di antaranya kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi, dan harapan yang dicita-cita oleh anak-anak itu sendiri. Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi anak adalah bagaimana kita sebagai guru taman kanak-kanak agar setiap perbadaan yang muncul dapat kita arahkan ke materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya. Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan multikultural pada anak usia taman kanak-kanak sesuai dengan tingkat dan pemahaman mereka.

Cara anak belajar moral menurut Husein dan Postlethwaite yang menyatakan anak belajar melalui empat cara yang disebut 4 “E’s”

(15)

benar, dan mengajarkan kepada mereka untuk hidup dengan standar-standar perilaku tertentu.

b. Contoh (exampele), cara ini adalah anak-anak belajar moral dari model moral yang dilakukan orang-orang di lingkugan anak-anak. Di sekolah guru menjadi contoh model moral.

c. Harapan-harapan (expectation), cara ini anak belajar moral dari harapan-harapan orang-orang yang ada di sekitarnya, dimana perilaku-perilaku tertentu diharapkan dilakukan anak. Misalnya di sekolah guru mengharapkan anak bekerja sama dan saling membantu, dan memiliki siikap alturistik.

d. Pengalaman (experience), anak-anak belajar moral dari tindakan-tindakan dalam pengalam anak. Mereka belajar dengan melakukan misalnya anak-anak terlibat dalam perdebartan tentang moralitas hukuman dari debat tersebut anak-anak belajar prinsip dan sikap-sikap moral tertentu.12

E. KESIMPULAN

Anak-anak merupakan cerminan orangtuanya. Jika menginginkan anak-anak menjadi anak yang baik, berarti sebagai orang tua harus menjadi lebih baik terlebih dahulu. Jika ingin anak menjadi anak yang hebat, berati orang tua harus menjadi hebat terlebih dahulu.

Karena itu, sebagai orangtua sudah selayaknya memang harus bersedia untuk selalu berbuat yang terbaik, dengan terus memperkaya diri, demi anak-anak. Salah satu hal terbaik yang dapat lakukan adalah menanamkan nilai-nilai moral dan mendorong perkembangan anak-anak agar bergerak ke arah yang baik. Semua itu dilakukan dengan kasih sayang dan lemah lembut. Karena sebenarnya, hubungan orangtua dan anak adalah hubungan yang manis, lega dan senyum cerah tersungging di bibir saat mengingatnya. Namun satu hal yang terpenting bagi orangtua mampukah mendidik anak dengan baik. Disini orangtua juga harus menerapkan pendidikan agama sedini mungkin untuk memebentuk moral yang baik untuk anak kedepannya.

Pada hakikatnya, para orangtua mempunyai harapan agar anak-anak mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, tahu membedakan apa yang baik dan yang tidak baik, tidak mudah terjerumus dalam perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan dirinya sendiri maupaun merugikan orang lain. Harapan-harapan ini kiranya akan lebih mudah terwujud apabila sejak semula, orangtua telah menyadari

(16)

akan peranan mereka sebagai orangtua yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan moral anak.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan Aliah, Psikologi Perkembangan Islami,Bandung: PT Raja Grafindo Persada,2006 Al. Tridhonanto & Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, Jakarta:

PT Elex Media Komputindo, 2014

Dian Ibung Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009

Susanto Ahmad, Bimbingan & Konseling di Taman Kanak Kanak, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015

(17)

Yusuf Syamsu., Psikologi Perkembangan Anak dan Keluarga, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012

Torsten husen dan T. Naville Postlethwaite, the international encyclopedia of education research and studies (oxford; pergamon press, 1988

Lawrence Kohlberg,1995, tahap-tahap Perkembangan Moral, Penerjemah John De Santo dan Agus Cremers, Yogyakarta: Kanisius

https://quantum.student.com/index.php?..faktor-pendukung-dan-penghambat-pendidikan-moral-pada-anak

Referensi

Dokumen terkait

Menurut kamus besar bahasa indonesia metode adalah cara yang tersusun dan teratur untuk mencapai tujuan, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan.Sedangkan kata hafalan

Gambar diatas menunjukkan bahwa pada Juli 2017 terjadi peningkatan impor nonmigas, hal tersebut dikarenakan bulan sebelumnya Papua Barat tidak melakukan

3) Konsep secara umum yang akan digunakan pada desain interior Restoran Bebek Sinjay Madura adalah mencoba menghadirkan budaya daerah setempat yaitu budaya Madura

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan, maka penelitian tentang optimasi parameter respon mesin cetak sistem injeksi perlu dilakukan dengan prosedur terpadu yang

Dari hasil perhitungan didapatkan biaya tidak langsung tertinggi ada pada pelayanan rawat inap kelas VIP C yaitu sebesar Rp.144.377 sedangkan yang terendah

Sependapat dengan asumsi Gell, pertunjukan fire dance oleh komunitas Flownesia dapat menjadi iklan dalam sebuah acara, iklan yang dimaksud adalah efek enchanting yang dihasilkan

Analisis akan relasi pragmatis dari suatu ornamen dan ragam hias dengan cara bekerjanya dalam sistem tanda sebagai bahasa rupa dari berbagai sampel dari era

Pada divisi pembatikan, diberikan usulan perbaikan yaitu kursi dengan tinggi yang dapat diatur ( adjustable ) sehingga kaki operator tidak tertekuk. Kursi tersebut