PELAYA
RS PKU
YOG
PANDUAN
AYANAN PASIEN G
DARURAT
RS PKU MUHAMMADIY
GYAKARTA UNIT II
GAWAT
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II
Nomor : 0424/PS.1.2/IV/2015
Tentang
PANDUAN PELAYANAN PASIEN GAWAT DARURAT
DIREKTUR RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II
Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan pasien, maka diperlukan adanya Panduan Pelayanan Pasien Gawat Darurat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.
b. Bahwa sesuai butir a diatas perlu menetapkan Keputusan Direktur Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II tentang Panduan Pelayanan Pasien Gawat Darurat
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1165.A/MenKes/SK/X/2004 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
5. Surat Keputusan Badan Pelaksana Harian Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta nomer 015/B-II/BPH-II/XII/2013 tanggal 12 Desember 2013 M, tentang Susunan Direksi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II
Jl.Wates Km 5,5 Gamping, Sleman, Yogyakarta – 55294Telp. (0274) 6499706, IGD (0274) 6499118
M E M U T U S K A N
Menetapkan :
PERTAMA KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II
TENTANG PANDUAN PELAYANAN PASIEN GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II.
KEDUA : Panduan Pelayanan Pasien Gawat Darurat dimaksudkan sebagaimana tercantum dalam Panduan di Keputusan ini.
KETIGA : Pelaksanaan Panduan Pelayanan Pasien Gawat Darurat dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan pasien sebagaimana dimaksud dalam Diktum kesatu
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Sleman
Pada Tanggal : 4 April 2015
Direktur,
dr. H. Ahmad Faesol, Sp. Rad. M. Kes.
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah bagi Allah Subhanahuwata’ala, Tuhan semesta alam
yang telah memberikan Ridlo dan Petunjuk – Nya, sehingga Panduan Pelayanan
Pasien Gawat Darurat ini dapat selesaikan dan dapat diterbitkan.
Panduan ini dibuat untuk menjadi panduan kerja bagi semua staf dalam
memberikan pelayanan yang terkait penanganan pasien gawat darurat di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II.
Untuk peningkatan mutu pelayanan diperlukan pengembangan kebijakan,
pedoman, panduan dan prosedur. Untuk tujuan tersebut panduan ini akan kami
evaluasi setidaknya setiap 2 tahun sekali. Masukan, kritik dan saran yang konstruktif
untuk pengembangan panduan ini sangat kami harapkan dari para pembaca.
Sleman, 1 April 2015
DAFTAR ISI
Hal:
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI A. DEFINISI
B. TUJUAN
C. RUANG LINGKUP D. TATA LAKSANA
ii
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. DEFINISI.
B. RUANG LINGKUP.
C. TATA LAKSANA
1. Triage
2. Penanganan Pasien.
a. General Impressions
b. PengkajianAirway
c. PengkajianBreathing(Pernafasan) d. PengkajianCirculation
e. PengkajianLevel of ConsciousnessdanDisabilities
f. Expose,ExaminedanEvaluate
LAMPIRAN
Keputusan Direktur Nomor 0424/PS.1.2/IV/2015 Tentang Panduan Pelayanan Pasien Gawat Darurat
PANDUAN PELAYANAN PASIEN GAWAT DARURAT A. DEFINISI.
1. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) Suatu pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun kecatatan. Berasal dari istilah critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan emergency patient (pasien darurat).
2. Penderita Gawat Darurat Penderita yang mendadak berada dalam keadaan gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya. Contoh : AMI, Fraktur terbuka, trauma kepala.
3. Penderita Gawat Tidak Darurat Penderita yang memerlukan pertolongan “ segera” tetapi tidak terancam jiwanya/menimbulkan kecacatan bila tidak mendapatkan pertolongan segera, misalnya kanker stadium lanjut. 4. Penderita Darurat Tidak Gawat Penderita akibat musibah yang datang
tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
5. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Penderita yang menderita penyakit yang tidak mengancam jiwa/kecacatan, Misalnya pasien dengan DM terkontrol, flu, maag dan sebagainya.
B. RUANG LINGKUP.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi: 1. Penanggulangan penderita di tempat kejadian
2. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih memadai.
4. Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan ICU).
C. TATA LAKSANA 1. Triage
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat kegawatannya untuk memperoleh prioritas tindakan. Pembagian golongan pada musibah masal/ bencana :
a. Gawat darurat – merah Kelompok pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
b. Gawat tidak darurat – putih Kelompok pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
c. Tidak gawat, darurat – kuning Kelompok pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
d. Tidak gawat, tidak darurat – hijau, Kelompok pasien yang tidak luka dan tidak memerlukan intervensi medic.
e. Meninggal – hitam 2. Penanganan Pasien.
Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan Secondary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
1) Airway maintenancedengancervical spine protection
2) Breathingdanoxygenation
3) Circulationdan kontrol perdarahan eksternal 4) Disability-pemeriksaan neurologis singkat 5) Exposuredengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey
bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran tertentu sepertiairway,circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997).
Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang melalui pendekatanAIR(assessment,intervention,reassessment).
Primary surveydilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :
a. General Impressions
1) Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum. 2) Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
3) Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b. PengkajianAirway
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajianairwaypada pasien antara lain:
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoringataugurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis ·
Lookdanlistenbukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
3) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
a) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
b) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,
Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
c. PengkajianBreathing(Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury,
flail chest,sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothoraxdanpneumotoraks.
c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien.
5) Dapatkan bacaanpulse oksimetrijika diperlukan
a) Pemberian terapi oksigen b) Bag-Valve Masker
c) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika diindikasikan
d) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
d. PengkajianCirculation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunancapillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan secara langsung.
a) Menentukan ada atau tidaknya
b) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah) c) Identifikasirate(lambat, normal, atau cepat) d) Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e. PengkajianLevel of ConsciousnessdanDisabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti
P -responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
f. Expose,ExaminedanEvaluate
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.