Laporan Penelitian
GERAKAN TANAH DESA SONGAN,
KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI PROVINSI BALI
Oleh :
Ida Bagus Oka Agastya M00066
Forum Geosaintis Muda Indonesia (FGMI)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gerakan tanah (tanah longsor) yang terjadi pada hari kamis, 9 Februari 2017 di Dusun Bantas, Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali menyebabkan sedikitnya 7 orang tewas, 3 orang luka berat dan 4 orang luka ringan dan beberapa kerusakan bangunan dan infrastruktur di Desa Songan. Selain adanya faktor cuaca yakni hujan yang sangat lebat terjadi di kamis, 9 Februari 2017 juga diakibatkan oleh factor geologi yakni kondisi batuan hingga morfologi daerah terjadi bencana mendukung terjadinya gerakan tanah. Untuk mengantisipasi ataupun memitigasi bencana gerakan tanah (tanah longsor) kedepannya maka perlu dilakukan penelitian terkait faktor/penyebab terjadinya tanah longsor di Desa Songan B sehigga diharapkan dari penelitian tersebut didapatkan rekomendasi baik itu cara memitigasi hingga aspek tataguna lahan yang baik berdasarkan kajian kegeologian.
Maksud dan Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengamati dan menganalisa penyebab terjadinya tanah longsor di Desa Songan berdasarkan aspek kegeologian
Lokasi Penelitian.
PEMBAHASAN
Kondisi bencana dan dampak yang ditimbulkan
Gerakan tanah yang terjadi di Dusun Bantas, Desa Songan B berupa longsoran bahan rombakan dengan lebar mahkota 14 meter, lebar kaki longsor bawah 58 meter, tinggi 35 meter, luas area terdampak 4,600 m2, panjang longsoran 125 meter, pada lereng perbukitan terjal dengan kemiringan lereng lebih dari 600 yang berada di pinggir jalan. Longsoran ini diawali dengan longsoran material-material lepas serta pohon kemudian disusul dengan longsoran bahan rombakan yang besar dengan arah N 240º E yang menimpa pemukiman yang berada di bawahnya.
Dampak Bencana
Tabel 1. Dampak bencana gerakan tanah Desa Songan
Kondisi daerah bencana :
Secara umum topografi di sekitar lokasi gerakan tanah berupa perbukitan
Gambar 1. Peta SRTM lokasi gerakan tanah Desa Songan
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bali, Nusatenggara (M.M.
Purbo-Hadiwidjojo, H. Samodra, dan T.C. Amin, 1998) batuan penyusun di daerah bencana terdiri dari (gambar 2) :
o Batuan Gunungapi Kelompok Buyan-Batan Purba (Qvbb) yang
terdiri dari breksi gunungapi dan lava, setempat tuff. Meliputi wilayah Desa Songan B.
Berdasarkan Peta Prakiraan Potensi Terjadi Gerakan Tanah pada Bulan
mengalami gangguan. Sedangkan Zona Potensi tinggi adalah daerah yang mempunyai potensi tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
Gambar 3. Peta potensi gerakan tanah provinsi Bali (Badan Geologi, 2017)
Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah Desa Songan
Faktor Iklim
Data curah hujan Bulan Februari 2017
Table 2. data curah hujan (PPGA Batur, 2017)
Faktor Kegeologian
Dari pengamatan lapangan pada 3 titik pengamatan yakni A1 berada di bagian bawah dari lokasi terjadinya bencana, A2 berada di bagian tengah atau dekat dengan lokasi terjadinya bencana dan A3 berada di bagian atas dari lokasi terjadinya bencana (gambar 4). Penjabarannya sebagai berikut :
Lokasi pengamatan A1
Kondisi batuan sangat lapuk, dengan warna batuannya abu kehitaman hingga coklat tanah, ukuran butir bervariasi mulai dari kerakal - pasir sangat halus dan beberapa disusun oleh fragmen batuan beku seperti andesite dan obsidian.
Gambar 4. Peta situasi gerakan tanah dan lokasi pengamatan (modifikasi Badan Geologi, 2017)
kelempungan diakibatkan oleh pelapukan oksidasi pada breksi gungapi tersebut, ada kuat kemungkinan karena proses ini salah satunya mempercepat perubahan batuan ke soil sehingga menyebabkan terbentuknya bidang-bidang glincir, selain itu perubahan batuan ini juga dikontrol dari kurang resistennya batuan akibat dari rekahan-rekahan/ fracture pada tebing dan pada bidang batas lapisan (gambar 6).
Pada lokasi pengamatan A1 dijumpai juga sebuah gerakan tanah berupa rockfall (gambar 7) dimana berukuran bongkah yang arah longsornya yakni dari N 20 o E dengan jarak dari tebing ± 18 meter, sehingga dari adanya hal tersebut potensi gerakan tanah pada lokasi A1 masih sangat mungkin terutama dengan tipe rockfall.
Gambar 5. Kenampakan litologi di lokasi pengamatan A1
Gambar 6. Kenampakan tebing batuan di lokasi pengamatan A1 dan fracture atau rekahan batuan pada dinding tebing
Gambar 7. Lokasi dan rekonstruksi gerakan tanah tipe rockfall lokasi pengamatan A1
Lokasi pengamatan A2
lokasi terjadinya gerakan tanah, dari pengamatan dijumpai batuan gunungapi hasil letusan gunungapi batur purba yang merupakan penyusun kawah kaldera I Batur purba, litologi yang dijumpai berupa tepra, lapisan lava terjebak di dalam masa dasar tepra (gambar 8) dan juga dijumpai sebuah struktur geologi yang memotong lapisan batuan dengan bidang sesar N 48o E/ 62o rake : -32o kinematik sesar mendatar kiri turun (normal left slip fault) yang merupakan patahan hasil dari gaya regangan deflasi kaldera sebagai akbiat gaya gravitasi dalam mencari kestabilan (gambar 9). Kondisi batuan sangat lapuk-lapuk sedang, dengan warna batuannya abu kehitaman hingga coklat tanah, ukuran butir bervariasi mulai dari kerakal - pasir sangat halus.
Gambar 8. Kenampakan litologi dilokasi pengamatan A2
A kenampakan struktur patahan mendatar kiri turun (normal left slip fault); B. lapukan lava pada masa dasar tepra; C. gores garis patahan pada lapisan lava; D. kenampakan longsoran kecil di
lokasi pengamatan A2
Lokasi pengamatan A3
Dengan koordinat 08o12"59'2" 115o24'56.0" dengan elevasi ketinggian 1132 m, dimana lokasi pengamatan A3 berada dibagian atas dari lokasi terjadinya gerakan tanah , dari pengamatan dijumpai batuan gunungapi hasil letusan gunungapi batur purba yang merupakan penyusun kawah kaldera I Batur purba, litologi yang dijumpai di dominasi berupa tepra gunungapi berfragmen batuan andesite dan obsidian (gambar 10) dimana kondisi batuan sangat lapuk dengan warna lapukan coklat tanah-kuning kecoklatan, ukuran butir pasir kasar – lempungan (mud), selain itu juga dijumpai beberapa gerakan tanah dalam skala sangat kecil.
Gambar 10. Kenampakan litologi dilokasi pengamatan A3
A lapukan tepra (soil); B. tepra dan beberapa fragmen batuan vulkanik; C. fragmen andesite pada tepra; D. fragmen obsidian pada tepra.
Kemiringan lereng yang terjal pada setiap titik pengamatan rata-rata > 45° dengan system pemotongan lereng yang tidak mengikuti kaidah keteknikan tanah dan batuan.
Faktor lainnya
Perubahan tata guna lahan dari hutan menjadi kebun warga berupa tanaman campuran seperti jeruk, cabe, tomat, dll yang cenderung tidak memiliki akar yang dalam atau tidak dapat mengikat tanah sehingga mempermudah terjadinya pergerakan tanah pada tebing.
Sample batuan
.
Gambar 11. Sample batuan pada lokasi pengamatan A1 yakni breksi vulkanik
Mekanisme terjadi gerakan tanah
Adanya hujan deras dalam waktu yang lama menyebabkan air hujan sebagian meresap ke dalam tanah melalui retakan dan ruang antar pori. Hal ini menyebabkan tanah menjadi jenuh air sehingga tanah menjadi gembur dan berat masa tanahnya bertambah serta kuat gesernya menurun (gambar 13). Adanya bidang gelincir antara batuan dasar (lava) dan tanah pelapukan serta kemiringan lereng yang terjal menyebabkan tanah menjadi tidak stabil. Karena kurangnya akar tanaman keras yang dapat mengikat tanah pada lereng menyebabkan tanah menjadi tidak stabil dan terjadilah longsor yang materialnya menimbun rumah yang berada di bawahnya (gambar 14). Longsor Desa Songan ini termasuk kedalam tipe Rotational Landslide.
Gambar 13. Kenampakan dimensi gerakan tanah Desa Songan (Modifikasi dari Badan Geologi,
Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Gerakan tanah yang terjadi berupa longsoran bahan rombakan dengan tipe
Rotational Landslide
berpotensi terjadinya longsor susulan, terutama pada saat maupun setelah hujan deras yang berlangsung lama dan pada tebing bagian bawah yakni di lokasi pengamatan A1 berpotensi terjadinya gerakan tanah bertipe Rockfal
atau jatuhan batuan.
Curah hujan ekstrim dengan durasi lama pada tanggal 9 dan 10 Februari
2017 memicu terjadinya gerakan tanah Desa Songan,.
Perubahan tata guna lahan dari hutan menjadi kebun campuran (jeruk,
b. Rekomendasi
Tidak melakukan penggalian, pemotongan lereng dan menebang
pohon-pohon yang berfungsi sebagai pengikat tanah pada lereng.
Memelihara vegetasi berakar dalam di daerah lereng berkemiringan terjal
untuk memperkuat kestabilan lereng.
Tidak beraktivitas di sekitar tebing/dinding kaldera pada saat hujan lebat
dan berlangsung lama.
Pengungsi agar waspada apabila sudah kembali ke rumahnya, karena
daerahnya masih berpotensi terjadinya longsor susulan terutama pada saat maupun setelah hujan deras yang berlangsung lama.
Tidak mendirikan bangunan pada jarak yang terlalu dekat dengan tebing.
Tidak melakukan pemotongan lereng yang tegak dan tinggi karena tanah
pelapukan di daerah ini cukup tebal dan bersifat lepas yang mudah longsor jika lereng diganggu.
Pemasangan rambu-rambu rawan bencana longsor untuk meningkatkan
kewaspadaan
Masyarakat dan pengguna jalan yang melintas harap meningkatkan
kewaspadaan ketika melintasi jalur rawan longsor
Menata aliran air permukaan pada lereng bagian atas agak tidak masuk ke
Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan
memahami gerakan tanah dan gejala-gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah.
Masyarakat setempat dihimbau untuk selalu mengikuti arahan dari
pemerintah daerah setempat.
Ucapan terima kasih
REFRENSI
Laporan singkat gerakan tanah Kintamani, Bangli, Badan Geologi, 2017