• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejang Demam Sederhana P Y

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kejang Demam Sederhana P Y"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang merupakan suatu serangan mendadak yang dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi otonom. Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti gangguan pernafasan dan refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan kondisi yang menstimulasi terjadinya kejang.

Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak-anak, sekitar 2%-5% dari jumlah anak-anak. Kejang demam biasanya terjadi pada umur antara 3 bulan sampai 5 tahun dimana kejang berhubungan dengan adanya demam tetapi tanpa adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Kejang demam pada anak-anak yang sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak dimasukkan pada kejang demam. Kejang dan demam juga bisa terjadi bersamaan pada meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, ensefalopati, dan kondisi lain yang diakibatkan oleh gangguan sistem saraf pusat, dalam hal ini tidak disebut kejang demam.

(2)
(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Pada tahun

1980 sebuah konferensi konsensus (The Consensus Development Panel on Febrile Convulsions) yang diadakan oleh National Institutes of Health mendefinisikan kejang demam sebagai kejadian kejang yang terjadi pada masa anak-anak yang biasanya terjadi antara umur tiga bulan dan lima tahun yang dikaitkan dengan kenaikan suhu tubuh tanpa adanya bukti infeksi SSP1,2,3,4,5,7,8,10,13. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau

lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Bila demam disebabkan proses intrakranial, bukan disebut sebagai kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.

Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung pada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939 ; Prichard dan McGreat, 1958). Faktor hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2 % anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3 %.

2.2. Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-4% dari populasi anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun (kebanyakan antara umur 6 dan 18 bulan) 1,3,4,7,10,11,13. Di Amerika antara 2-5%

(4)

internasional angka yang serupa juga ditemukan pada negara berkembang, walaupun mungkin di negara Asia frekuensinya lebih besar. Lebih dari 90 % dari kejang demam adalah kejang umum, kurang dari 5 menit dan terjadi awal pada penyakit yang menyebabkan demam. Penyakit pernafasan akut merupakan hal terbesar yang dikaitkan dengan kejang demam. Gastroenteritis khususnya yang disebabkan oleh Shigella atau Campylobacter dan infeksi traktus urinarius merupakan penyebab yang lebih sedikit1,3,8,9,12,13.

Kejang demam jarang (sekitar 1-2,4%) menjadi epilepsi atau kejang non febril pada umur dewasa. Kemungkinan untuk menjadi epilepsi lebih besar jika kejang demam mempunyai manifestasi yang kompleks antara lain durasi lebih dari 15 menit, lebih dari satu kali kejang dalam sehari. Faktor lain yang memperburuk yaitu onset awal dari kejang (sebelum umur 1 tahun), riwayat keluarga epilepsi. Walaupun dengan adanya faktor tersebut, risiko mengalami epilepsi setelah kejang demam itu masih sangat rendah yaitu sekitar 15-20%1.

2.3. Etiologi dan Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler5.

Kejang demam terjadi pada anak pada saat perkembangan ketika ambang kejangnya rendah. Untuk bisa mengerti bagaimana panas atau demam bisa memicu kejang, dan bagaimana anak mengalami kondisi ini, dan bagaimana 70% dari semua kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak, seseorang harus mengerti bahwa setiap otak mempunyai keunikan ambang batas. Sebagai contoh, setiap orang akan mengalami kejang jika demamnya cukup tinggi. Sekali ambang ini dicapai gangguan elektrikal dalam otak akan mempengaruhi fungsi motorik dan mental10.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion

(5)

K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron

terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel neuron, maka terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel5.

Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh: 1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan5.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi kenaikan suhu akan terjadi perubahan keseimbangan membran sel, akan terjadi difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan

pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40Oc atau lebih.

2.4. Manifestasi Klinis

Menurut J. Gordon Millichap dan Jerry A. Collifer, kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks6,8.

Kejang demam sederhana biasanya dikaitkan dengan :

- kejang biasanya bersifat umum, tonik klonik dan berlangsung kurang dari 15 menit.

(6)

Pada kejang demam kompleks biasanya: - Kejang bersifat fokal atau parsial - Lama kejang lebih dari 15 menit.

- Frekuensi kejang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Kejang demam sederhana dikatakan memiliki faktor risiko yang kecil untuk menjadi epilepsi di kemudian hari. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko untuk menjadi epilepsi antara lain kejang yang atipikal, riwayat keluarga epilepsi awal kejang demam kurang dari umur 6 bulan, dan adanya kelainan neurologis. Insiden untuk menjadi epilepsi ini sekitar 9% ketika terdapat beberapa faktor risiko dan hanya 1% pada anak tanpa faktor risiko2.

2.5. Faktor Risiko

Faktor risiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

2.6 Pemeriksaan Fisik

- Penyebab dasar dari demam harus dilihat

- Pemeriksaan fisik yang teliti sering mengungkapkan otitis media, faringitis atau virus sebagai penyebab demam

- Evaluasi serial dari status neurologis pasien adalah sangat penting

- Memeriksa tanda meningeal sebagaimana tanda trauma atau ingesti zat toksik

2.7 Komplikasi Kejang Demam

1. Kejang demam berulang

(7)

onset kejang antara umur 1 sampai 2 ½ tahun kemungkinan berulangnya kejang sebesar 35% dan menjadi 20% apabila onset kejangnya setelah 2 ½ tahun. Angka berulangnya kejang demam juga meningkat pada anak yang memiliki perkembangan yang abnormal sebelum kejang pertama dan pada anak yang memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang tanpa demam. Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan :

- Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pada pria 33 %.

- Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50 %, sedang pada tanpa riwayat kejang 25 %.

Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang a.Riwayat kejang demam dalam keluarga. b. Usia kurang dari 18 bulan.

c.Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang demam makin kecil resiko berulangnya kejang demam.

d. Lamanya demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara mulainya demam dengan terjadinya bangkitan kejang demam, makin besar risiko berulangnya kejang demam.

Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali adalah 80%. Bila sama sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang demam kembali adalah 10-15%. Kemungkinan kejang demam kembali paling besar pada tahun pertama.

2. Epilepsi

(8)

epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97 % yang menjadi epilepsi.

Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah : a.Perkembangan saraf terganggu

b. Kejang demam kompleks c.Riwayat epilepsi dalam keluarga

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%. Adanya ketiga faktor-faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-15%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam. UKK

3. Todd’ paresis

Merupakan kelemahan yang terjadi setelah kejang dan timbul setelah kejang demam 1 kali atau 2 kali. Kelemahan ini biasanya sembuh setelah 24 - 48 jam atau setelah 1 minggu.

4. Gangguan intelegensia

Yang mengalami kelainan ini adalah anak-anak yang sebelumnya sudah menderita gangguan neurologis dan gangguan perkembangan. Gangguan belajar dan kebiasaan, retardasi mental, dan defisit motorik serta koordinasi dilaporkan pada anak dengan skuele kejang demam. Angka insiden dari komplikasi ini sangat rendah pada anak normal yang mendapatkan kejang demam sederhana. Tidak ada peningkatan insiden dari retardasi mental pada anak yang hanya mendapatkan kejang demam dan pada anak yang normal sebelum timbul kejang pertama. Dari suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang demam sederhana, tidak terdapat kelainan pada IQ, tetapi pada penderita kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologi akan didapat IQ yang lebih rendah dibanding dengan saudaranya (Milichap, 1968). Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar ( Nelson dan Ellenberg). Kejang lama atau fokal dapat membentuk skuele di otak.

5. Hemiparesis

(9)

Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Millichap (1968) melaporkan dari 1190 anak yang menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparesis sesudah kejang lama.

2.8 Diagnosis Banding

- Infeksi epidural dan subdural - Meningitis

- Bakteremia dan sepsis - Status epilepticus

2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Hitung leukosit diatas 20.000 L atau pergeseran ke kiri yang ekstrim mungkin berhubungan dengan bakteremia. Hitung sel lengkap dan kultur darah mungkin merupakan pemeriksaan yang cocok. Meningitis harus disingkirkan. Pasien dengan bakterial meningitis bisa menampakkan demam dan kejang. Tanda dari meningitis (seperti fontanella yang menonjol, kaku kuduk, stupor) mungkin tidak ada terutama pada anak dibawah 18 bulan1.

- Pemeriksaan lab rutin biasanya tidak diindikasikan kecuali diperlukan untuk mencari penyebab demam

- Penilaian elektrolit jarang membantu dalam evaluasi kejang demam - Pasien dengan kejang demam mempunyai insiden bakteremia mirip

dengan hanya dengan demam5.

2. Lumbal Punksi

(10)

ditemukan1. Pelaksanaan lumbal punksi kontroversi pada pasien dengan kejang demam

sederhana. Dan perlu dilakukan pada jika dicurigai terjadi meningitis walaupun kejang bukan satu-satunya tanda meningitis. Beberapa literatur melaporkan kurang dari 5% insiden meningitis pada anak-anak menimbulkan kejang dan demam5,11. Bila pasti

bahwa kejang tersebut bukan disebabkan meningitis, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.

Kemampuan menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis bervariasi tergantung pengalaman dokter. Rekomendasi yang dapat digunakan adalah :

- Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena gejala meningitis sering tidak jelas.

- Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal kecuali pasti bukan meningitis.

- Bayi lebih dari 18 bulan umumnya gejala meningitis sudah terlihat dengan jelas. Bila pasti bukan meningitis pungsi lumbal tidak dianjurkan.

3. Pemeriksaan foto kepala, CT Scan dan / MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI boleh dilakukan pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus dengan kejang fokal untuk mencari lesi organic di otak. CT scan biasanya tidak perlu dalam evaluasi pada anak dengan kejang demam sederhana yang pertama kali. CT scan dilakukan pada pasien dengan kejang demam kompleks.

3.Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) juga tidak perlu pada evaluasi rutin pada anak dengan kejang demam sederhana pertama kali. EEG tidak dapat memprediksi kemungkinan berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari. Oleh sebab itu, pemeriksaan EEG pada kejang demam tidk direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas atau dengan faktor risiko menjadi epilepsi2,5.

2.10 Pengobatan

A. Pengobatan Pada Saat Kejang

(11)

- Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun, atau

- Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau

- 0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali

Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hati-hati dengan depresi pernafasan. Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan intravena sebanyak 0,2 - 0,5 mg/kg BB. Berikan perlahan-lahan, dengan kecepatan 0,5 - 1 mg per menit. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam jangan diberikan secara intramuskular karena tidak diabsorbsi dengan baik. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin intravena sebanyak 15 mg/kg BB perlahan-lahan. Bila masih tetap kejang, rawat di ruang rawat intensif, berikan pentobarbital dan pasang ventilator bila perlu. Bila kejang sudah berhenti, tentukan apakah anak termasuk dalam kejang demam yang memerlukan pengobatan rumat atau cukup pengobatan intermiten.

B. Pengobatan Rumat

Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus untuk waktu yang cukup lama.

- Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam hanya fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan lain tidak bermanfaat untuk mencegah berulangnya kejang demam.

- Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis sedangkan fenobarbital 2 - 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis.

- Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun, kecuali pada kasus yang sangat selektif.

- Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan hati. Bila memberikan valproate periksa SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, 1 bulan, kemudian 3 bulan.

(12)

2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, todd’s paresis, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus

3. Kejang fokal

4. Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi.

- Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat dipertimbangkan dalam keadaan :

1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam

2. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan.

C. Pengobatan Intermiten

Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.

Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Namun antipiretik tetap bermanfaat.

Antipiretik yang dapat digunakan adalah :

- Paracetamol atau asetaminofen 10 - 15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali. - Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3 kali.

Antikonvulsan pada saat kejang

- Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 - 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang.

- Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB/kali diberikan sebanyak 4 kali per hari.

2.11 Prognosis

Prognosis anak dengan kejang demam adalah bagus. Pencapaian intelektual normal. Kejang demam akan kambuh pada 50% anak yang mengalami kejang demam kurang dari 1 tahun dan 27% pada onset setelah umur satu tahun4,7,8. Jika tidak

(13)

1. riwayat kejang tanpa demam 2. adanya abnormalitas neurologis 3. kejang demam kompleks.

(14)
(15)

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : DW

Umur : 3 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Padang Sambian, Denpasar

Bangsa : Indonesia

Suku : Bali

Agama : Hindu

MRS : 19 Februari 2015

II. Heteroanamnesis Keluhan utama : kejang

Pasien rujukan dari Rumah Sakit BaliMed. Pasien dikatakan mengalami kejang sebanyak 1 kali. Lama kejang ±2 menit, kejang dikatakan seluruh tubuh dengan mata mendelik ke atas, disertai kedua lengan dan tungkai kaku. Selama kejang, pasien dikatakan tidak sadar. Setelah kejang pasien sadar baik. Keluhan kejang ini didahului oleh panas badan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, mendadak tinggi, terus menerus, panas tidak turun dengan pemberian obat penurun panas.

Pasien juga mengeluh batuk dan sakit saat menelan. Keluhan lain seperti pilek, mencret, mual, dan muntah disangkal. Makan/minum menurun setelah sakit. BAB dan BAK (+) normal.

Riwayat pengobatan :

Pasien mengalami kejang saat sedang menunggu giliran periksa di RS BaliMed. Pasien diberikan stesolid 10 mg supp, pamol supp 250 mg, D5 ¼ NS 15 tetes makro.

Riwayat penyakit sebelumnya : Pasien memiliki riwayat kejang dengan demam pada umur 1 tahun 7 bulan, kejang berlangsung kurang lebih 1 menit, tangan dan kaki menghentak, setelah kejang pasien sadar baik.

(16)

Riwayat persalinan : Lahir SC, cukup bulan, BBL 2450 gram, langsung menangis, anus (+), kelainan (-).

Riwayat imunisasi : lengkap sesuai umur.

Riwayat nutrisi : ASI : 0 – 6 bulan Bubur susu : 6 bulan – 9 bulan Bubur nasi : 9 bulan – 1 tahun Makanan dewasa : 1 tahun - sekarang

III. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan Umum : tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis

Nadi : 88 x/menit, regular, isi cukup Respirasi : 24 x/menit, regular.

T ax : 38,1ºC

BB : 20 Kg

Status Generalis

Kepala : Normocephali, UUB menutup

Mata : anemis(-), ikterus(-) Reflek pupil +/+ isokor cowong (-)

strabismus (-), nistagmus (-) deviation conjugee (-) air mata (+). THT : NCH (-), sianosis (-), tonsil T1/T1 hiperemis (+),

Faring hiperemis (+)

Leher : Pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-) Thorak : Simetris (+), retraksi (-)

Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur(-)

Po : Vesikuler +/+, Rh , Wh

-/-Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) N, H/L tidak teraba, turgor N Extremitas : Akral hangat (+), sianosis (-), Oedem (-)

Refleks Fisiologis

(17)

Reflek patologis

Kernig sign (-), Brudzinsky I/II :

-/-Tenaga Tonus

IV. Pemeriksaan Penunjang

Lab DL (19 Februari 2015) WBC : 11,4

HGB : 12,1 RBC : 5,07 HCT : 39,5 PLT : 208

V. Diagnosis

Kejang Demam Sederhana e.c. Tonsilofaringitis akut

VI. Terapi - MRS

- IVFD D5 ¼ NS  15 tetes makro/mnt - Inj. Cefotaxim 3x700 mg

- Inj. Dexamethasone bolus 1 ampul - Ambroxol sirup 3 x Cth I

- Diazepam 3 x 3 mg (bila Tax > 38 C) - Parasetamol flash 200 mg

- Ibuprofen sirup cth II selang seling setiap 4 jam dengan Parasetamol sirup cth II

VII. Prognosis

Dubius et bonam

VIII. Follow Up

- -

555 555 555 555

(18)
(19)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini, pasien adalah seorang anak perempuan berumur 3 tahun rujukan dari RS BaliMed dan didiagnosis dengan Kejang Demam Sederhana e.c. Tonsilofaringitis akut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Keluhan utama yang disampaikan orang tua pasien adalah kejang sebanyak 1 kali. Lama kejang ±2 menit, kejang dikatakan seluruh tubuh dengan mata mendelik ke atas, disertai kedua lengan dan tungkai kaku. Keluhan kejang ini didahului oleh panas badan sejak 2 hari SMRS, serta batuk dan sakit saat menelan. Orang tua pasien mengatakan pasien memang memiliki riwayat kejang demam saat usia 1 tahun 7 bulan dengan tipe yang sama. Hal ini sesuai dengan karakteristik kejang demam sederhana yaitu kejang bersifat umum, frekuensi 1x dalam 24 jam, durasi kurang dari 15 menit, didahului demam akibat proses ekstrakranial, riwayat kejang demam sebelumnya.

Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis dan tidak ada kelainan neurologis. Hal ini menunjukan pasien tidak mengalami kelainan pada intrakranialnya. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi sebesar 88 kali per menit, dengan laju respirasi 24 kali per menit, Tax 38,1ºC. Dari pemeriksaan THT ditemukan faring hiperemis (+), tonsil T1/T1 hiperemis. Hal ini sesuai dengan definisi kejang demam yaitu bangkitan kejang yang terjadi pada suhu rektal >38 ºC, tanpa adanya proses intrakranial yang mendasari.

(20)

kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. EEG bila kejang tidak khas. Pada kasus ini, diperiksa DL, dimana menunjukkan adanya infeksi bakteri yang mungkin disebabkan infeksi pada tenggorokan.

Prinsip dasar penanganan kejang demam sederhana adalah mengatasi kejang dengan cepat, perawatan jalan nafas, pengobatan simptomatis, kausatif dan suportif. Pada saat kejang, pasien dapat diberikan diazepam per rektal di rumah. Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun, atau dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau 0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali. Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan intravena sebanyak 0,2 0,5 mg/kg BB. Berikan perlahanlahan, dengan kecepatan 0,5 -1 mg per menit. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Untuk pengobatan rumatan dapat diberikan valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/ hari dibagi 2 - 3 dosis sedangkan fenobarbital 2 - 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis. Untuk mencegah berulangnya kejang dapat diberikan antipiretik dan antikonvulsan. Pada kasus ini, ketika kejang berlangsung di RS BaliMed pasien mendapatkan pengobatan diazepam 10 mg rectal. Pasien mendapatkan pengobatan intermitten untuk mencegah berulangnya kejang yaitu parasetamol sirup dan ibuprofen sirup yang diberikan selang seling setiap 4 jam. Bila kejang kembali berlangsung, diberikan diazepam 0,5mg/kgbb. Pasien juga mendapatkan terapi kausatif, simptomatif, dan suportif (Inj. Cefotaxime, inj. deksametason, ambroxol sirup, dan koreksi cairan).

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Moe P.G., Seay A.R. Neurologic & Muscular Disorder. In: Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Editor: Hay W.W et al. eds 16th. 2003. USA. Lange

Medical Books/McGrow-Hill. p 717-45.

2. Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics. Editor: Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 17th. 2004. Pensylvania. Saunder. p

1993-2011.

3. Gascon G.G., Mikati M.A. Seizures and Epilepsy. In: Textbook of Clinical Pediatrics. Editor: Elzouki AV, Hanfi HA, Nazer H. 2001. Philadephia. William & Wilkins. p 1414-24.

4. Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 4th. 2002.

Pennsylvania. WB Saunders Company. p 793-800.

5. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. 2002. Jakarta. Percetakan Infomedika. hal 847-55.

6. Kari I.K. Kejang Demam. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar. Editor: Sudaryat, Soetjiningsih. Cetakan II. 2000. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah. Hal 198-204.

7. Anonim. Febril Convulsions. www.patient.co.uk/showdoc/40000513/. Access: 27 April 2005.

8. Zempsky W.T. Pediatrics, Febril Zeisures.

(22)

9. Seamens C.M., Slovis C.M. Seizurez: Classification and Diagnosis. www.allergy-consult.com/secure/textbookarticles/textbook/43_seizures.htm. Access: April 27, 2005.

10. Dannenberg B.W. Seizures Disorders.

www.thrombosis-consult.com/secure/textbookarticles/textbook/11_seizures.htm. Access: April 27, 2005.

11. Anonim. Management & Tratment of Febrile Seizures. http://home.coqui.net/myrna/febsrz.htm. Access: April 27, 2005.

12. Baumann R. Febrile Sizures. www.emedicine.com/neuro/topic134.htm Last updated: February 14, 2005. Access: April 27, 2005.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan dan analisis data yang dilakukan dengan program SPSS menunjukan bahwa : (1) Variabel kredibilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap variabel

Dalam petualangan kamu dari level ke level kamu dapat mengembangkan skill kamu, setelah level kamu mencapai level 11 kamu bisa melakukan digivolution dan kalau perkembangan level

Catatan: Cheat ini akan tidak aktif atau mati ketika cheat ditekan untuk yang

Pada sembilan mesin yang digunakan untuk produksi kain C1037 sering mengalami downtime sehingga perlu dilakukan langkah-langkah serta metode yang dapat menganalisa

Company profile BMT Bismillah Sukorejo.. lembaga keuangan syariah yang telah ada. BMT Bismillah didirikan dengan modal awal dari anggota pendiri. Langkah awal

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan Indeks Keanekaragaman jenis amfibi (Ordo Anura) dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Semahung termasuk rendah dengan

III. Ri&ayat kesehatan se+elumnya a. Ri&ayat kesehatan se+elumnya ... Pengalaman masa lalu yang ti#ak menyenangkan yang ti#ak menyenangkan ... Praktik Profesi Ners

galur wistar jantan yang signifikan antara kelompok yang diberi medikamen Kalsium Hidroksida, Mineral Trioxide Aggregate (MTA), dan Biodentin dengan kelompok