• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Struktural fungsional Talcot Parso (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teori Struktural fungsional Talcot Parso (2)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Talcott Parsons melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Dalam teorinya, Parsons menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup (Dwi Susilo, Rahmat K, 2008:107). Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berpendapat bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan.

Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat menjadi suatu kesatuan atas dasar kesepakatan dari para anggotanya terhadap nilai-nilai tertentu yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling memiliki ketergantungan.

Talcott Parsons adalah seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.

Teori Fungsionalisme Struktural mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan berpandangan tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat.

(2)

Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang kelihatannya mencemaskan dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parsons dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner (1970: 142): ”untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki”.

Dalam mengkategorikan tindakan atau menggolongkan tipe-tipe peranan dalam sistem sosial, Parsons mengembangkan 5 buah skema yang dilihat sebagai kerangka teoritis utama dalam analisa sistem sosial. 5 buah skema itu adalah (M.Poloma, Margaret, :173-174)):

1. Affective versus Affective Neutrality, maksudnya dalam suatu hubungan sosial, orang dapat bertindak untuk pemuasan Afeksi (kebutuhan emosional) atau bertindak tanpa unsur tersebut (netral).

2. Self-orientation versus Collective-orientation, maksudnya, dalam berhubungan, orientasinya hanya pada dirinya sendiri atau mengejar kepentingan pribadi. Sedangkan dalam hubungan yang berorientasi kolektif, kepentingan tersebut didominasi oleh kelompok.

3. Universalism versus Particularism, maksudnya, dalam hubungan yang universalistis, para pelaku saling berhubungan menurut kriteria yang dapat diterapkan kepada semua orang. Sedangkan dalam hubungan yang Partikularistis, digunakan ukuran/kriteria tertentu. 4. Quality versus Performance, maksudnya variable Quality ini menunjuk padaAscribed

Status (keanggotaan kelompok berdasarkan kelahiran/bawaan lahir). Sedangkan Performance (archievement) yang berarti prestasi yang mana merupakan apa yang telah dicapai seseorang.

(3)

4 FUNGSI IMPERATIF SISTEM TINDAKAN (George Ritzer & Douglas J. Goodman, 2008:121).

Dalam teori struktural fungsional Parsons ini, terdapat empat fungsi untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsi adalah kumpulan hal yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Secara sederhana, fungsionalisme struktural adalah sebuah teori yang pemahamannya tentang masyarakat didasarkan pada model sistem organik dalam ilmu biologi. Artinya, fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan. Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah sistem sosial bisa bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa yang dikenal sebagai imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa bertahan. Imperatif-imperatif tersebut adalah Adaptasi, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan Latensi atau yang biasa disingkat AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, Latency).

1. Adaptasi, sebuah sistem ibarat makhluk hidup, artinya agar dapat terus berlangsung hidup, sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. harus mampu bertahan ketika situasi eksternal sedang tidak mendukung.

2. Goal (Pencapaian), sebuah sistem harus memiliki suatu arah yang jelas dapat berusaha mencapai tujuan utamanya. Dalam syarat ini, sistem harus dapat mengatur, menentukan dan memiliki sumberdaya untuk menetapkan dan mencapai tujuan yang bersifat kolektif. 3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang menjadi

komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan antara ketiga fungsi penting lainnya.

4. Latensi, Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

(4)

Adapun komponen dari sistem secara general (umum) dari suatu aksi adalah: Keturunan & Lingkungan yang merupakan kondisi akhir dari suatu aksi, Maksud & Tujuan, Nilai Akhir, dan hubungan antara elemen dengan faktor normatif (Bachtiar, Wardi Prof.Dr, 2006:312)

Asumsi Parsons terkait dengan tatanan sistem:

Sistem memiliki bagian-bagian yang saling tergantung satu sama lain, sehingga suatu sistem tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh, sistem tindakan itu mendapat pengaruh maupun dapat memberi pengaruh pada sistem kepribadian.

Sistem cenderung menjadi tatanan yang memelihara dirinya, dapat menjadi statis/mengalami proses perubahan secara tertata. Sifat satu bagian sistem berdampak pada bagian yang lain. Sistem memelihara batas dengan lingkungan mereka. Alokasi & Integrasi adalah 2 proses fundamental bagi kondisi ekuilibrium sistem. Sistem cenderung memelihara dirinya yang meliputi pemeliharaan batas & hubungan bagian-bagian dengan keseluruhan, kontrol variasi lingkungan, dan kontrol kecendrungan untuk mengubah sistem dari dalam.

Sistem harus terstruktur agar dapat menjaga kelangsungan hidupnya dan juga harus harmonis dengan sistem lain. Sistem juga harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem lain, artinya suatu sistem tidak dapat berdiri sendiri. Tetapi antara satu sustem dengan sistem lainnya akan saling terkait. Sistem juga dituntut untuk mampu mengakomodasi para aktornya secara proporsional (imbang), melahirkan partisipasi yang memadai dari para aktornya, Mampu untuk mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu, dapat dikendalikan bila terjadi konflik atau menimbulkan kekacauan dan memiliki bahasa dan aktor sosial.

(5)

1. Sistem Tindakan

Dalam sistem tindakan, Parsons melandaskan pada teori aksi ( the structure of social action) yang menujun titik sentral konsep perilaku voluntaristik. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa Individu memiliki kemampuan untuk menentukan cara & alat dari berbagai alternative yang ada untuk mencapai suatu tujuan (Dwi Susilo, Rahmat K, 2008:114).

Sistem Tindakan berdasarkan Orientasi Motivasi:[12]

1. Kognitif (merujuk pada definisi seorang aktor tentang situasi dalam terminologi kepentingannya, yang didorong oleh apa yang diketahui oleh obyek ).

2. Katektik (pengujian seorang aktor untuk kepuasannya yang seringkali merupakan tanggapan atas obyek).

3. Evaluatif,merujuk pada pilihan sang aktor dan tatanan dari alternatifnya yang dilakukan dengan cara dimana obyek dininlai dan diurutkan satu sama lain agar saling menyerang (Dwi Susilo, Rahmat K, 2008:116).

1. Sistem Sosial

Sistem sosial terdiri dari beragam aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang setidaknya memiliki aspek fisik/lingkungan, aktor yang termotivasi kearah “optimisasi kepuasan”, dan hubungan dengan situasi mereka, termasuk hubungan satu sama lain, didefinisikan dan diperantarai dalam bentuk simbol yang terstruktur secara kultural dan dimiliki bersama.

Sistem sosial dibentuk oleh norma, kepercayaan, nilai-nilai yang diorganisasikan dan dapat diukur sebagai keleompok yang terpola dari peran-peran sosial yang berjalan baik. Prasyarat fungsional bagi sistem sosial (George Ritzer & Douglas J. Goodman, 2008:260).:

1. Terstruktur, dapat beroperasi dengan baik bersama sistem lain. 2. Didukung sebelumnya oleh sistem lain, agar dapat bertahan hidup. 3. Signifikan memenuhi proporsi kebutuhan aktor-aktornya.

4. Menimbulkan partisipasi yang memadai dari anggotanya.

(6)

Batasan-batasan dari sistem sosial (Dwi Susilo, Rahmat K, 2008:116):

1. Sistem sosial merupakan jaringan hubungan-hubungan antar aktor atau jaringan hubungan interaktif.

2. Sistem sosial menyediakan kerangka konseptual untuk menghubungkan tindakan individu dalam situasi yang bervariasi.

3. Pandangan Aktor tentang alat & tujuan didapat pada situasi yang dibentuk oleh kepercayaan, norma & nilai yang diorganisasikan dalam harapan peran

4. Aktor tidak menghadapi situasi sebagai individu, tetapi sebagai posisi dalam peran sosial yang menyediakan perilaku yang sesuai dan juga berhubungan dengan peran-peran sosial lain (Timasheff & Theodorson, 1976:254).

1. Aktor dari Sistem Sosial

Proses internalisasi & sosialisasi merupakan hal terpenting dalam integrasi.Biasanya aktor adalah penerima pasif dalam proses sosialisasi. Sosialisasi harus terus menerus dilengkapi dalam siklus kehidupan dengan serangkaian pengalaman sosialisasi yang lebih spesifik.Sosialisasi & Kontrol sosial adalah mekanisme utama yang memungkinkan sistem sosial mempertahankan ekuilibriumnya.

1. Masyarakat

Masyarakat merupakan sistem sosial yang paling spesifik & penting, yaitu sebuah kolektivitas yang relatif mandiri, anggotanya mampu memenuhi kebutuhan individual & kolektif, dan sepenuhnya hidup dalam kerangka kerja kolektif. Contoh Sub sistem masyarakat: ekonomi, politik.

1. Sistem Kultural (kebudayaan)

(7)

Sistem kebudayaan juga dapat dikatakan sebagai aspek tindakan yang mengorganisasikan karakteristik dan urgensi yang membentuk sistem yang stabil. Contoh dari sistem kultural diantaranya adalah: klen (marga).

1. Sistem Kepribadian

Kepribadian adalah organisasi sistem orientasi & motivasi tindakan aktor individual. Komponen dasar kepribadian: kebutuhan-disposisi, yaitu sebagai unit paling signifikan dari motivasi tindakan. Cara Parsons mengaitkan kepribadian dengan sistem sosial: pertama, aktor harus belajar melihat dirinya dengan cara yang sesuai dengan status mereka dalam masyarakat. Kedua, harapan-harapan peran melekat pada setiap peran yang dimainkan oleh aktor individu. Lalu terjadi pembelajaran disiplin diri, internalisasi orientasi nilai, identifikasi, dsb.

1. Organisme Behavioral

Meskipun memasukan organisme behavioral dalam salah satu sistem tindakan, Parsons tidak begitu detil membahasnya. Organisme behavioral dalam karya Parsons merupakan sistem bekas dan merupakan sumber energi bagi seluruh sistem. Sistem ini kemudia berubah nama menjadi “sistem perilaku” (George Ritzer & Douglas J. Goodman, 2008:265).

1. Perubahan dan Dinamika Teori Parsonsian

(8)

1. Teori Evolusi

Dalam membahas perubahan sosial, terdapat pradigma perubahan evolusioner. Dalam paradigma tersebut terdapat beberapa komponen, yaitu: Proses Differensiasi[17] dan Integrasi. Dalam hal ini dijelaskan bahwa masyarakat mengalami evolusi & pertumbuhan sehingga menjadi semakin mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Evolusi tersebut berlangsung melalui berbagai siklus (tahap) yaitu, tahap primitif, pertengahan dan modern.

1. Media Pertukaran yang Digeneralisasi

Media pertukaran yang digeneralisasi adalah media yang beredar diantara keempat sistem tersebut, yang mana eksistensi dan gerakannya mendinamiskan sebagian besar analisis struktural Parsons. Contoh model media ini dapat berupa uang ( sebagai media pertukaran dalam bidang ekonomi), jabatan (sebagai media prtukaran dalam bidang politik).

Referensi

Dwi Susilo,Rachmad K.. 20 Tokoh Sosiologi Modern, 2008, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori sosiologi. 2008, Yogyakarta : Kreasi Wacana. M.Poloma,Margaret. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

(9)

C. TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONS

BAB I

PENDAHULUAN

Teori fungsional juga popuer disebut teori integrasi atau teori konsensus. Tujuan utama pemuatan teori integrasi, konsesus, atau fungsional ini tidak lain agar pembaca lebih jelas dalam memahamimasyarakat secara integral.

Pendekatan fungsional menganggap masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat anggota-anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. General agreements ini memiliki daya yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan di antara para anggota masyarakat. Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk ekuilibrium. Oleh sebab itu, aliran pemikiran tersebut disebut integration approach, order aprroach, equilibrium approach, atau structura-functional approach (fungsional struktural/funggsionalisme struktural) (nasikun, 1995).

(10)

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FUNGSIONALISME STRUCTURAL

Pengertian Fungsionalisme Structural adalah salah satu paham atau perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain.

Pandangan teori ini masyarakat terdiri dari berbagai elemen atau insitusi.Masyarakat luas akan berjalan normal kalau masing-masing elemen atau institusi menjalankan fungsinya dengan baik.

B. KARAKTERISTIK PERSPEKTIF STRUKTURAL FUNGSIONAL

Teori ini menekankan keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya antara lain: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifes, dan keseimbangan (equilibrium).

Functionalist (para penganut pendekatan fungsional) mellihat masyarakat dan lembaga-lembaga sosial sebagai suatu sistem yang seluruh bagiannya saling tergantung satu sama lain dan bekerjasama menciptakan keseimbangan (equilibrium). Mereka menganggap tidak menolak keberadaan konflik di dalam masyarakat, akan tetapi mereka percaya benar bahwa masyarakat itu sendiri akan mengembangkan mekanisme yang dapat mengontrol konflik yang timbul. Inilah yang menjadi pusat perhatian analisis bagi kalangan fungsionalis.

Menurut teori ini, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. (Ritzer, 1992: 25).

(11)

1. Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari berbagai bagian yang saling berinteraksi.

2. Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat timbal balik.

3. Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, dimana penyesuaian yang ada tidak perlu banyak merubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh.

4. Integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, oleh karena itu di masyarakat senantiasa timbul ketegangan – keteganagan dan penyimpangan – penyimpangan. Tetapi ketegangan – ketegangan dan penyimpangan – penyimpangan ini akan dinetralisir lewat proses pelembagaan.

5. Perubahan – perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan – perlahan sebagai suatu proses adaptasi dan penyesuaian.

6. Perubahan adalah merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya diferensiasi dan inovasi.

7. Sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai – nilai yang sama.

C. TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONS

(12)

a) AGIL

Fungsi diartikan sebagai segala kegiatan yang di arahkan kepada memenuhi kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan dari sebuah system (rocher, 1975: 40). Dengan mengunakan defenisi itu, Parsons percaya bahwa ada empat persyaratan mutlak yan harus ada supaya termasuk masyrakat bisa berfungsi. Ke empat persyaratan itu disebut AGIL. AGIL adalah singkatan dari adaptation (A), goal attainment (G) integration (I), dan latency (pattern maintenance) (L). Demi keberlansungan hidupnya, maka masyarakat harus menjalankan fungsi-fungsi tersebut, yakni:

· Adaptasi (adaptation): supaya masyarakat bisa bertahan dia harus mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan dirinya.

· Pencapai tujuan (goal attainment): sebuah sistem harus mampu menentukan tujuannya dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yan teah dirumuskan itu.

· Integrasi (integration): masyarakat harus mengatur hubungan di antara komponen – komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal.

· Latensi atau pemiliharaan poa-pola yang sudah ada: setiap masyarakat harus mempertahankan, memperbaiki, dan membaharuhi baik motivasi individu-individu maupun pola–pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi-motivasi itu.

(13)

b) Sistem Tindakan

Konsep tentang sistem merupakan inti dari setiap diskusi mengenai Tacott Parsons. Sistem mengandaikan adanya kesatuan antara baian-bagian yang berhubungan satu sama lain. Kesatuan antara bagian itu pada umumnya mempunyai tujuan tertentu. Dengan kata lain, bagian-bagian itu membentuk satu kesatuan (sistem) demi tercapainya tujuan atau maksud tertentu (Abercrombie cs. 1984: 22). Sebagaimana telah disebutkan di atas, teori Parsons mengenai tindakan, meliputi empat sistem, yakni: sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian, dan sistem organisme (aspek biologis manusia sebangai satu sistem).

Bagaimana Parsons mendefinisikan keempat sistem itu? Pertama adalah sistem budaya. Dalam sistem ini, unit analisis yang paling dasar ialah tentang ”arti” atau ”sistem simbolik”. Beberapa contoh dari sistem-sistem simbolik”. Beberapa contoh dari sistem-sistem simbolik adalah kepercayaan religius, bahasa, dan niai-nilai. Dalam tingkatan ini, Parsons memusatkan perhatiannya pada nilai-nilai yang dihayati bersama. Konsep tentang sosialisasi, misalnya, mempunyai hubungan dengan tingkatan analisa ini. menurut dia, sosialisasi terjadi ketika nilai-nilai yang dihayati bersama dalam masyarakat diinternalisir oleh anggota-anggota masyarakat itu. Dalam hal ini, anggota-anggota suatu masyarakat membuat nilai-nilai masyarakat menjadi nilai-nilainya sendiri. Sosialisasi mempunyai kekuatan integratif yang sangat tinggi dalam mempertahankan kontrol sosial dan keutuhan masyarakat.

Sistem Parsons berikutnya adalah sistem sosial. Sistem ini mendapat perhatian yang cukup besar dalam uraianya kesatuan yang paling dasar dalam analisa ini adalah interaksi berdasarkan peran. menurut Tallcott Parsons sistem sosial adalah interaksi antara dua atau lebih individu di dalam suatu lingkungan tertentu. Tetapi interaksi itu tidak terbatas antara kelompok-kelompok, institusi-institusi, masyarakat-masyarakat, dan organisasi-organisasi internasional. Salah satu contoh dan sistem sosial adalah universitas yang memiliki sruktur dan bagian-baian yang berhubungan satu sama lain. sistem sosial selalu terarah kepada equilibrium (keseimbangan).

(14)

kebutuhan-kebutuhan, motif-motif, dan sikap, sikap, seperti motivasi untuk mendapat kepuasan atau keuntungan. sebagaimana akan kita lihat pada bab-bab berikutnya, motivasi untuk mendapat kepuasan atau keuntungan ini berlaku juga dalam teori konflik dan teori pertukaran. Asumsi dasar dari kedua teori itu ialah bahwa manusia ingat diri dan cenderung memperbesar keuntungan bagi dirinya sendiri.

Sistem yang terakhir dari keempat sistem itu ialah sistem organisme atau aspek biologis dari manusia. kesatuan yang paling dasar dalam sistem ini adalah manusia dalam arti biologis, yakni aspek fisik dari manusia itu. Hal lain yang termasuk ke dalam aspek fisik ini ialah lingkungan fisik di mana manusia itu hidup. Dalam hubungan dengan sistem ini parsons menyebutkan secara khusus sistem syaraf dan kegiatan motorik. Salah satu minat Parsons pada saat-saat terakhir hudupnya iaah mengembangkan sebuah abang baru sosiologi yang disebut sosiobiologi. Dalam studi itu ia mempelajari perilaku sosial berdasarkan hukum-hukum biologis. c) Skema tindakan

Skema tindakan Parsons memiliki empat komponen, yakni:

· Pelaku atau aktor: aktor atau pelaku ini dapat terdiri dari seorang individu atau suatu kolektivitas. Parsons melihat aktor ini sebagai termotivisir untuk mencapai tujuan.

· Tujuan (goal): tujuan yang ingin dicapai biasanya selaras dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Misalnya, aktor ingin memperoleh gelar sarjana.

· Situasi: tindakan untuk mencapai tujuan ini biasanya terjadi dalam situasi ialah prasarana dan kondisi. prasarana berarti fasilitas, alat-alat dan biaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Sedangkan kondisi adalah halangan yang menghambat tercapainya tujuan. Misalnya aktor mempunyai biaya dan kemampuan intelektual untuk kuliah guna mendapat gelar sarjana, tetapi sayang ia bekerja purna waktu pada suatu perusahan sehingga sulit untuk kuliah.

(15)

d) Perubahan Sosial

Salah satu kritik yang dilancarkan terhadap karya Parsons yang terlalu mengutamakan equilibrium ialah ia tidak bisa menjelaskan bagaimana terjadinya perubahan sosial. hal itu bisa kelihatan dengan dengan jelas karena dalam suatu equilibrium atau keseimbangan tidak ada ruangan untuk perubahan. namun demikian Parsons telah menjelaskan hal itu dalam salah satu bab yang berjudul”, proses perubahan dalam sistem-sistem sosial”, di dalam bukunya sosial system (1951). Konsep perubahan sosial Parsons bersifat berlahan-lahan dan selalu dalam usaha untuk menyesuaikan diri demi teriptanya kembali equilibrium. dengan kata lain, perubahan yang dimaksudkan oleh parsons itu bersifat evolusioner dan bukannya revolusioner.

Konsep demikian, yakni perubahan yang bersifat evolusioner, sebetulnya bukanlah sesuatu yang baru sama sekali. Keprihatinan para sosiolog pada awal perkembangan sosiologi ialah berusaha untuk menjelaskan proses transformasi yang terjadi pada masyarakat disekitar mereka. Dua revolusi besar di eropa yakni revolusi prancis dan revolusi industri di ingris menandakan lenyapnya keteraturan seperti yang terdapat pada masyarakat aristokratis dan pada masyarakat agraris sebelumnya. para ilmuan yang hidup pada jaman itu tidak henti-hentinya berfikir tentan perubahan masyarakat dari bentuk yang satu ke bentuk lain nya berfikir tentang perubahan masyarakat dari bentuk yang satu ke bentuk lainnya yang sama sekali baru.

(16)

D. APLIKASI TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL

Menurut teori struktural Fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri dari banyak lembaga, dimana masing-masing lembaga memiliki fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas yang berbeda-beda, ada pada setiap masyarakat, baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif. Misalnya, lembaga sekolah mempunyai fungsi mewariskan nilai-nilai yang ada kepada generasi baru. Lembaga keagamaan berfungsi membimbing pemeluknya menjadi anggota masyarakat yang baik dan penuh pengabdian untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Lembaga ekonomi memilki fungsi untuk mengatur proses produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa di masyarakat. Lembaga politik berfungsi menjaga tatanan sosial agar berjalan dan ditaati sebagaimana mestinya. Lembaga keluarga berfungsi menjaga keberlangsungan perkembangan jumlah penduduk.

Kesemua lembaga yang ada di masyarakat akan senantiasa saling berinteraksi dan satu sama lain akan melaksanakan penyesuaian sehingga di masyarakat akan senantiasa berada pada keseimbangan.

Memang, ketidakseimbangan akan muncul, tetapi ini hanya bersifat sementara. Karena adanya ketidakseimbangan di suatu lembaga sehingga fungsi lembaga tersebut terganggu, akan mengundang lembaga lain untuk menyeimbangkan kembali.

Sebagai contoh, sistem transportasi di suatu kota. Pada tahun 1960 an di kota Yogyakarta, belum adanya angkutan kota. Oleh karenanya, untuk keperluan-keperluan bepergian baik ke kantor, ke sekolah atau pun ke tempat lain, masyarakat kalau ingin menggunakan kendaraan umum bisa menggunakan becak atau andong. Lembaga ekonomi mengetahui bahwa masyarakat akan lebih tercukupi kebutuhannya kalau ada angkuatn kota berupa colt.

Usaha menyediakan kolt sebagai angkutan kota tersebut akan sangat menguntugkan baik bagi masyarakat maupun bagi pengusaha. Apalagi, kalau bentuk angkutan kota adalah colt pick-up. Oleh karenanya, lembaga ekonomi menyediakan angkutan kota dalam wujud colt pick-pick-up.

(17)

senang karena mendapatkan keuntungan. Tetapi, beberapa waktu kemudian dampak negatif muncul, yaitu ketegangan-ketegangan di masyarakat, karena pengendara becak dan andong mulai unjuk rasa.

Karena pengendara becak dan andong merasa rugi atau rezekinya mereka di ambil oleh angkutan kota. Melihat ketegangan masyarakat, lembaga politik mulai mengambil langkah penyesuaian. Pemerintah atau pun DPR membuat aturan jalan mana saja yang boleh dilalui oleh kendaraan umum angkutan kota. Kendaraan angkutan kota tidak boleh seenaknya sendiri dalam mengambil penumpang.

Dengan aturan ini pengusaha angkutan kota untung, masyarakat untung, demikian pula pengendara becak dan andong tetap mendapatkan rezeki. Dan masyarakat berada dalam keseimbangan kembali, dengan kondisi uang lebih maju dan baik dari pada kondisi sebelumnya. Di mana masyarakat bisa pergi dengan lebih bebas dan murah. Salah satu pakar teori structural fungsional, Talcott Parsons, mengembangkan teori yang disebut “ The Structure Of Sosial Action ”.

Dalam teori ini Parsons mengemukakan tentang konsep perilaku sukarela yang mencakup beberapa elemen pokok.

1) Aktor sebagai individu.

2) Aktor memiliki tujuan yang ingin dicapai.

3) Aktor memiliki berbagai cara-cara yang mungkin dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan tersebut.

4) Aktor dihadapkan pada berbagai kondisi dan situasi yang dapat mempengaruhi pemilihan cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

5) Aktor dikomando oleh nilai-nilai, norma-norma dan ide-ide dalam menentukan tujuan yang diinginkan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

(18)

BAB III

KESIMPULAN

Beberapa tokoh utama pengembang dan pendukung teori Struktural Fungsional pada zaman modern ini bisa disebut antara lain Talcott Parsons, Robert K. Merton dan Neil Smelser. Teori Struktural Fungsional dalam menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat mendasarkan pada tujuh asumsi ( Lauer, 1977 ), yaitu : (1) Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari berbagai bagian yang saling berinteraksi, (2) Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat timbal balik, (3) Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, dimana penyesuaian yang ada tidak perlu banyak merubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh, (4) Integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, oleh karena itu di masyarakat senantiasa timbul ketegangan-keteganagan dan penyimpangan-penyimpangan. Tetapi ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan ini akan dinetralisir lewat proses pelembagaan, (5) Perubahan-perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan-perlahan sebagai suatu proses adaptasi dan penyesuaian, (6) Perubahan adalah merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya diferensiasi dan inovasi, (7) Sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai-nilai yang sama.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Jones, Pip. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial, Dari Teori Fungsionalisme Hingga Postmodernisme. Jakarta: Yayasan obor

Ritzer, George dan barry smart. 2012. Teori sosial. Bandung: nusamedia

(20)

TEORI STRUKTUR FUNGSIONAL - TALCOTT PARSONS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Talcott Parsons adalah seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.

Pengertian struktur sosial menurut kajian sosiologi :

 Struktur adalah pola hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia (Menurut Coleman).

 Struktur sosial adalah pola hubungan-hubungan, kedudukan-kedudukan, dan jumlah orang yang memberikan keanggotaan bagi organisasi manusia dalam kelompok kecil dan keseluruhan manusia (Calhoun, 1997).

 Struktur sosial sebagai pola perilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat (William Kornblum,1988).

Secara sederhana, fungsionalisme struktural adalah sebuah teori yang pemahamannya tentang masyarakat didasarkan pada model sistem organik dalam ilmu biologi. Artinya, fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan.

(21)

yang dimiliki individu dalam jaringan hubungan sosial. Perlu dipahami bahwa struktur sosial merupakan lingkungan sosial bersama yang tidak dapat diubah oleh orang perorang. Sebab ukuran, pembagian kegiatan, penggunaan bahasa, dan pembagian kesejahteraan didalam organisasi merupakan pembentuk lingkungan sosial yang bersifat struktural dan membatasi perilaku individu dalam organisasi.

Teori Fungsionalisme Struktural Parsons mengungkapkan suatu keyakinan yang optimis terhadap perubahan dan kelangsungan suatu sistem. Akan tetapi optimisme Parson itu dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kejayaan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang kelihatannya mencemaskan dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parsons dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner (1970: 142): ”untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki”.

(22)

BAB II

PEMBAHASAN

2.2 FUNGSI IMPERATIF SISTEM TINDAKAN

Dalam teori struktural fungsional Parsons ini, terdapat empat fungsi untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsi adalah kumpulan hal yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah sistem sosial bisa bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa yang dikenal sebagai imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa bertahan, yaitu:

1. Adaptasi (Adaptation)

Sebuah sistem ibarat makhluk hidup, artinya agar dapat terus berlangsung hidup, sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada, harus mampu bertahan ketika situasi eksternal sedang tidak mendukung.

Contohnya, suatu sistem akan menyaring budaya barat yang masuk ke dalam suatu masyarakat melalui aturan – aturan yang ada dalam masyarakat itu sendiri, antara lain aturan tentang kesopanan berpakaian , maupun kesopanan berbicara terhadap orang yang lebih tua . Aturan-aturan itu akan mempengaruhi tindakan suatu masyarakat.

2. Pencapaian Tujuan (Goal Attaintment)

(23)

3. Integrasi (Integration)

Sistem harus mengatur hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Ia pun harus mengatur hubugan antar ketiga imperative fungsional, yakni adaptation, goal, dan latensi.

4. Pemeliharaan Pola (Latensi)

Sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbarui motivasi individu dan pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut.

Keempat fungsi tersebut dikenal dengan sebutan AGIL yaitu Adaptasi (A [adaptation]), pencapaian tujuan (G [goal attainment]), integrasi (I [integration]), dan latensi atau pemeliharaan pola (L [latency]). Lalu bagaimanakah Parson menggunakan empat skema diatas, mari kita pelajari bersama.

Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme perilaku dengan cara melaksanakan fungsi adaptasi dengan cara menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi pencapaian tujuan atau Goal attainment difungsikan oleh sistem kepribadian dengan menetapkan tujuan sistem dan memolbilisai sumber daya untuk mencapainya.

(24)

2.2 KOMPONEN DALAM PENGGUNAAN 4 IMPERATIF FUNGSIONAL

A. Sistem Tindakan

Menurut Parsons, terdapat enam lingkungan sistem tindakan yang mendorong manusia untuk bertindak . Yakni adanya realitas hakiki, sistem kultural, sistem sosial, sistem kepribadian, organisme behavorial, dan adanya lingkungan fisik-organik. Dalam lingkungan sistem tindakan, Parsons mengintegrasikan sistem dalam dua aspek.

Aspek pertama, setiap level yang lebih rendah menyediakan syarat, energi yang dibutuhkan dalam level yang lebih tinggi. Kedua, level yang lebih tinggi mengontrol level-level yang hirarkinya berada di bawah mereka. Dalam lingkungan sistem tindakan, level terendah adalah lingkungan fisik dan organik yang terdiri dari unsur-unsur tubuh manusia, anatomi, dan fisiologi yang sifatnya non simbolis sedangkan level tertinggi adalah realitas hakiki.

(25)

B. Sistem Sosial

Konsepsi Parsons tentang sistem sosial dimulai dari level mikro, yaitu interaksi interaksi antara ego dan alter ego, yang diartikan sebagai bentuk dasar dari sistem sosial. Menurut Parsons, sistem sosial adalah sistem yang terdiri dari beragam aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang setidaknya memiliki aspek fisik atau lingkungan, aktor yang cenderung termotivasi ke arah optimisasi kepuasan dan yang hubungannya dengan situasi mereka, termasuk hubungan satu sama lain, didefinisikan dan diperantarai dalam bentuk sistem simbol yang terstruktur secara kultral dan dimiliki bersama (Teori Sosiologi, George Ritzer, Douglas J. Goodman : 259).

Walaupun sistem sosial identik dengan sistem interaksi, namun Parsons menganggap interaksi bukan merupakan hal terpenting dalam sistem sosial, namun ia menempatkan status peran sebagai unit yang mendasari sistem. Status peran merupakan komponen struktural sistem sosial. Status merujuk pada posisi struktural dalam sistem sosial, dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam suatu posisi.

Aktor tidak dipandang menurut pemikiran dan tindakan, karena dia tidak lain hanyalah sekumpulan status dan peran. Contohnya, sosialisasi dalam masyarakat membutuhkan seseorang yang mempunyai posisi struktural yang lebih tinggi daripada masyarakat yang diberikan sosialisasi. Seorang pengamen tidak mungkin mengadakan sosialisasi bagaimana melakukan bersih desa yang seharusnya dilakukan oleh seorang kepala desa di situ.

(26)

Dalam analisis sistem sosialnya, Parsons menguraikan sejumlah prasyarat fungsional bagi sistem sosial, yaitu:

· Pertama, sistem sosial harus terstruktur sedemikian rupa agar dapat beroperasi dengan sistem lain.

· Kedua, sistem sosial harus didukung oleh sistem lain agar dapat bertahan.

· Ketiga, sistem harus secara signifikan memenuhi kebutuhan proporsi kebutuhan aktor-aktornya.

· Keempat, sistem harus menimbulkan partisipasi yang memadai dari anggotanya.

· Kelima, sistem harus memiliki kontrol minimum terhadap perilaku yang berpotensi merusak.

· Keenam, konflik yang menimbulkan kerusakan tinggi harus dikontrol.

Ketika membahas sistem sosial, Parsons tidak sepenuhnya mengesampingkan masalah hubungan antar aktor dengan struktur sosial. Sebaliknya, ia menyebut integrasi pola-pola nilai dan kebutuhan disposisi dengan dinamika fundamental teorema sosiologi (Teori Sosiologi, George Ritzer, Douglas J. Goodman:260).

Karena perhatian utamanya pada sistem sosial, yang terpenting dalam integrasi ini adalah internalisasi dan sosialisasi. Dalam sosialisasi yang sukses, nilai, dan norma akan terinternalisasi atau dengan kata lain, mereka menjadi bagian dari nurani aktor, sehingga dalam mengejar kepentingan mereka, para aktor tengah menjalankan kepentingan sistem secara keseluruhan. Aktor adalah penerima pasif dalam proses sosialisasi. Anak-anak tidak hanya tahu cara bertindak, mereka juga mengetahui norma dan nilai, serta moral masyarakat.

(27)

Menurut Parsons, alur pertahanan kedua dalam sistem adalah kontrol sosial. Suatu sistem akan berjalan baik apabila kontrol sosial hanya dijalankan sebagai pendamping, sebab sistem harus mampu menoleransi sejumlah variasi, maupun penyimpangan. Sosialisasi dan kontrol sosial adalah mekanisme utama yang memungkinkan sistem sosial mempertahankan ekuilibriumnya. Jumlah individu yang sedikit dan berbagai bentuk penyimpangan dapat terakomodasi, namun bentuk-bentuk lain yang lebih ekstrim harus diakomodasi oleh mekanisme penyeimbang baru.

Intinya adalah Parsons ingin menekankan bahwa analisisnya mengacu tentang bagaimana sistem mengontrol aktor, bukan bagaimana aktor menciptakan dan memelihara sistem.

Menurut Parsons, sistem sosial yang paling spesifik adalah masyarakat yang dijabarkan sebagai sebuah kolektivitas yang relatif mandiri, dan anggotanya mampu memenuhi seluruh kebutuhan individual dan kolektif dan sepenuhnya hidup dalam kerangka kerja kolektif (Teori Sosiologi, George Ritzerdan, Douglas J. Goodman: 262).

Menurut Parsons, di dalam masyarakat ada empat subsistem saat menjalankan fungsi AGIL. Ekonomi adalah subsistem yang dapat digunakan masyarakat dalam beradaptasi dengan lingkungan melalui kerja, produksi, dan alokasi. Melalui kerja, ekonomi menyesuaikan lingkungan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat , dan ia membantu masyarakat beradaptasi dengan realita yang ada di luar.

Subsistem kedua adalah politik yang digunakan masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan mereka serta memobilisasi aktor dan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

(28)

C. Sistem Kultural

Menurut Parsons, kebudayaan merupakan kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan. Hal ini disebabkan karena di dalam kebudayaan terdapat norma dan nilai yang harus ditaati oleh individu untuk mencapai tujuan dari kebudayaan itu sendiri. Nilai dan norma itu akan diinternalisasikan oleh aktor ke dalam dirinya sebagai suatu proses dalam sistem kepribadian agar membentuk individu sesuai yang diinginkan dalam sistem kultural. Contohnya, nilai dan norma akan mendorong individu untuk bertutur kata lebih sopan kepada orang yang lebih tua maupun orang yang dituakan.

Parsons berpendapat bahwa sistem kultural sama dengan sistem tindakan yang lain. Jadi, kebudayaan adalah sistem simbol yang terpola dan tertata yang merupakan sarana orientasi aktor, aspek sistem kepribadian yang diinternalisasikan, dan pola-pola yang terinstitusionalkan dalam sistem sosial (Teori Sosiologi, George Ritzer , Douglas J. Goodman:263). Artinya sistem kultural dapat dikatakan sebagai salah satu pengendali sistem kepribadian.

D. Sistem Kepribadian

(29)

Kritik Parsons tentang kepribadian ialah, dia tidak membiarkan kepribadian sebagai sistem yang tidak independen atau tidak bisa berdiri sendiri dan hanya diatur oleh sistem kultural maupun sistem sosial. Kepribadian adalah sistem motivasi yang ada di dalam diri individu yang mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan disposisi. Kebutuhan ini berbeda bukanlah dorongan naluriah sejak lahir yang dimiliki individu, namun kebutuhan ini timbul karena individu berada dalam setting sosial.

Kebutuhan disposisi akan mendorong individu untuk menerima maupun menolak objek yang ada di lingkungan itu maupun untuk mencari dan menemukan objek yang baru. Dengan kata lain, kebutuhan inilah yang mendorong individu untuk terjebak maupun masuk dalam suatu sistem maupun terciptanya sistem.

Parsons membedakan kebutuhan disposisi menjadi tiga jenis, yakni hal yang mendorong aktor untuk mendapatkan cinta, persetujuan, keputusan yang disebabkan dari hubungan sosial mereka. Kedua adalah internalisasi nilai yang mendorong aktor untuk mengamati berbagai standar struktural, dan kemudian menjadi harapan suatu peran untuk memberi maupun mendapatkan respon yang tepat dari hubungan sosial. Seperti yang dapat kita lihat dalam contoh tadi, seorang yang lebih muda akan berbicara lebih sopan kepada orang yang lebih tua maupun yang dituakan.

Dalam hal ini, Parsons dipandang hanya memberi gambaran yang pasif mengenai individu karena dalam penyampaiannya mengenai individu, individu hanya digerakkan oleh kebutuhan disposisi dan kebudayaan yang diinternalisasi atau dengan kata lain, aktor hanya mendapat pengaruh dan tidak mempengaruhi.

E. Organisme Behavioral

(30)

tidak ada alasan lain selain bahwa ia mengantisipasi adanya minat pada sosiologi tubuh di kalangan beberapa sosiolog.

2.3 PERUBAHAN DAN DINAMIKA TEORI PARSONIAN

Karya Parsons dengan konsepnya seperti empat sistem tindakan dan imperatif fungsional mengundang tuduhan bahwa ia menawarkan teori-teori struktural yang tidak dapat mengatasi perubahan sosial, padahal Parsons telah lama mempedulikan dirinya dengan perubahan sosial dengan sangat, namun ia berpendapat bahwa walaupun studi perubahan sangat penting, tapi itu harus didahului dengan studi struktural. Namun pada tahun 1960-an, ia tidak dapat lagi melawan serangan ini dan melakukan perubahan besar dalam karyanya ke arah studi perubahan sosial, khususnya studi evolusi sosial.

A. Teori Evolusi

Studi Parsons tentang perubahan sosial tidak bisa dilepaskan dari sosiologi dalam pembahasannya. Parsons mengembangkan sebuah paradigma yang disebutnya paradigma perubahan revolusioner. Komponen pertama dalam paradigma tersebut menurut Parsons adalah diferensiasi atau perbedaan. Dia berpendapat bahwa, beberapa subsistem yang terdapat dalam masyarakat berbeda struktur dan signifikasi fungsionalnya dengan masyarakat yang lebih luas.

(31)

dijalankannya fungsi primernya, dibandingkan dengan dijalankannya fungsi tersebut pada struktur sebelumnya yang lebih rumit”.

Kita dapat menyebut proses ini sebagai aspek upgrading adaptif dari siklus perubahan evolusioner. Tidak seperti teori Marxian yang menekankan perubahan pada kehancuran total kaum kapitalis, Parsons berbicara tentang perubahan positif dalam evolusi masyarakat, yakni masyarakat dapat mengatasi masalah-masalahnya. Namun dengan masyarakat yang dapat mengatasi masalah untuk berevolusi, masalah integrasi kemudian muncul dengan pengertian bahwa dengan adanya saat subsistem berkembang, maka masalah-masalah timbul pada bagaimana cara mengatur kerja unit-unit ini.

Untuk itu, keterampilan dan kemampuan yang lebih luas diperlukan untuk mengatasi masalah itu, langkahnya antara lain, kelompok-kelompok yang sebelumnya tidak berpartisipasi dalam subsistem sebelumnya, harus diberikan kesempatan untuk berkontribusi pada subsistem yang baru. Hal ini menimbulkan efek pada nilai dalam masyarakat yang pastinya mengalami perubahan total karena struktur dan fungsi sosial semakin terdiferensiasi . Namun, pada proses penjalanan subsistem baru pada segenap lapisan masyarakat mendapat kendala dari kelompok yang masih teguh pada nilai dalam subsistem mereka yang lama dan sempit.

Contohnya adalah apa yang terjadi pada Suku Anak Dalam yang belum bisa menerima segala modernisasi dan masih menggantungkan hidupnya pada alam dan masih mempercayai nilai-nilai tradisional dengan pemberian sesaji.

Dalam analisis tentang proses evolusi, Parsons membagi tahap evolusi menjadi tiga tahap, yakni evolusi primitif, pertengahan, dan modern. Dalam perubahan masyarakat primitif menuju pertengahan, yang berubah adalah perkembangan bahasa, terutama bahasa tertulis, sedangkan perubahan masyarakat pertengahan menuju modern, yang banyak berubah adalah tatanan norma atau yang biasa kita sebut hukum.

B. Media Pertukaran yang Digeneralisasi

(32)

masyarakat yang lebih luas. Parsons berpendapat bahwa uang hanya sebagai simbol, bukan besarnya materi yang dapat menjadi fenomena.

Parsons berpendapat bahwa uang dibuat oleh pemimpin dan mengedarkannya dalam masyarakat luas. Dalam hal ini tentu saja uang hanya sebagai simbol kekuasaan yang dibuat oleh si penguasa sendiri dan peredaran dalam masyarakat mengandung pengertian bahwa masyarakat yang termasuk dalam peredaran uang menggunakan kekuasaan sang pemimpin dan semakin luas peredaran uang dalam masyarakat, maka akan semakin luas juga kekuasaan si penguasa.

Hal ini ditentang oleh Alexander yang berpendapat bahwa uang dapat menimbulkan wirausaha media, misalnya politisi yang tidak hanya sekedar menerima pertukaran itu, dengan begitu para politisi dapat mengetahui banyak tentang pertukaran sehingga dapat mengubah kauntitas uang sebagai media pertukaran dan dapat mengubah cara dan arah pertukaran.

2.4 TEORI AKSI (ACTION THEORY)

Teori Aksi atau Action Theory yang juga dikenal sebagai teori bertindak ini pada mulanya dikembangkan oleh Max Weber seorang ahli sosiologi dan ekonomi yang ternama. Max Weber berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsirannya atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu.

Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat. Teori Weber dikembangkan lebih lanjut oleh Talcott Parsons, yang mulai dengan mengkritik Weber, meyatakan bahwa aksi atau action itu bukanlah perilaku atau behavior. Aksi merupakan tanggapan atau respons mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif.

(33)

Kita dapat mengaitkan individu dengan sistem sosialnya melalui status dan perannya. Dalam setiap sistem sosial individu menduduki suatu tempat atau status tertentu dan bertindak atau berperan sesuai dengan norma atau aturan yang dibuat oleh sistem tersebut dan perilaku individu ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://anggirusdiadiblog.wordpress.com/2013/04/16/fungsionalisme-struktural-talcott-parsons/

http://gitakhasmaranie.blogspot.com/2012/10/fungsionalisme-talcott-parsons_3231.html

Referensi

Dokumen terkait

Rajah 1 menunjukkan tiga bentuk perhubungan yang perlu wujud dalam penyelidikan pembangunan lestari Islam iaitu pertama, hubungan penyelidik dengan Allah SWT; kedua,

dengan rahmatnyalah maka penulis mampu menyelesaikan skripsi berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan Pendekatan RME Pada Siswa Kelas 5 Sekolah

Robert E.Salvin (2008) berpendapat, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax.. Pengabdian

Ant Colony untuk penentuan urutan kunjungan dan perangkat lunak nantinya juga menampilkan titik – titik mana saja yang sudah dikunjungi. Selain itu, juga terdapat

Berdasarkan gambar 9 hasil ekstraksi ciri, peneliti melakukan ekstraksi ciri dari citra hasil segmentasi menggunakan filter gabor dengan tujuan untuk mengambil

Sebenarnya masing-masing sumber tidak menganjurkan tindakan aborsi tersebut, tetapi apabila secara Hukum dan Medis masih memberikan toleransi dalam hal aborsi, Alkitab secara

Berdasarkan uraian teori dan kenyataan dilapangan yang telah dijabarkan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan antara Kepuasan