• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan sejarah dengan IPS. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan sejarah dengan IPS. docx"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KAMIS, 05 DESEMBER 2013

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) DALAM

PERSPEKTIF SEJARAH

a. Sejarah

Sebelum memahami mengenai hubungan antara sejarah dengan pendidikan IPS maka perlu pemahaman mengenai sejarah, pendidikan sejarah, dan pendidikan IPS. Melalui pemahaman akan kedua hal itu maka akan memudahkan dalam memahami dan menjelaskan hubungan antara sejarah dan pendidikan IPS.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Sejarah diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa yang lampau; ilmu, pengetahuan, cerita, pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau (1952: 646). Masih terkait dengan definisi diatas, sejarah sebagai ilmu dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang memiliki seperangkat metode dan teori yang dipergunak an untuk meneliti, menganalisa, dan menjelaskan kerangka masa lalu yang dipermasalahkan (Kuntowijoyo, 2001: 61). Kajian dan materi yang terdapat dalam sejarah meliputi hal-hal yang sudah terjadi, proses sejarah dari suatu peristiwa, dan menyangkut persoalan sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Materi ini penting untuk menjadi bahan ajar. Mempelajari dan mengkaji gejala serta masalah kehidupan berdasarkan proses sejarahnya, merupakan suatu penelaahan yang dinamis. Melalui penelaahan proses sejarah, murid tidak hanya dibimbing untuk dapat mengerti peristiwa-peristiwa kehidupan pada masa lalu dan masa kini yang sedang dijalani, namun juga untuk belajar memperhitungkan kejadian-kejadian pada masa yang akan datang (Sumaatmadja, 1980:14)

Berpijak dari pemahaman konsep sejarah, maka ada pembedaan antara sejarah sebagai ilmu dengan sejarah sebagai bahan ajar (pendidikan sejarah). Jika sejarah sebagai ilmu maka mengacu pada proses kegiatan penulisan sejarah atau penelitian yang menggunakan metode dan teori. Hal ini berbeda dengan sejarah dalam perspektif pendidikan, sejarah sebagai pendidikan menyangkut usaha transformasi nilai-nilai yang berkembang pada generasi terdahulu yang perlu diwariskan pada generasi masa kini, bukan saja untuk mengintegrasikan individu ke dalam kelompok, tetapi lebih kepada bekal kekuatan untuk menghadapi masa kini dan masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yang pada dasarnya ingin mengembangkan manusia yang berkepribadian, yang sadar akan kewajibannya untuk mengembangkan diri, bangsa, dan lingkungannya, dan membina hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, manusia dengan alam dan Tuhan Yang Maha Esa (Sanjaya, 2010).

Secara harafiah istilah sejarah berasal dari kata Arab”Syajarah” yang berarti pohon.

Terkait dengan ini muncul istilah “syajarah an-nasab” yang berarti pohon silsilah, yang

(2)

masa kini (Musnir dan Maas, 1999: 4). Hal ini sesuai dengan perspektif sejarah yaitu melihat masa kini yang tidak dapat terlepas dari masa lalu dan identitasnya. Bukan berarti

semacam vicious circle (lingkaran setan) dalam sebuah peristiwa kehidupan, namun lebih kepada

dua pandangan yang saling melengkapi. Perspektif sejarah tidak hanya diperlukan untuk memahami masa kini, namun juga masa depan, jika sejarah dikerjakan dengan memadai maka akan berguna untuk menentukan jalannya sejarah (masyarakat) di masa depan (Kartodirdjo, 1993: 41).

Selama ini pendidikan sejarah masih menggunakan pendekatan lama atau tradisional yang umumnya bersifat diakronis. Pendekatan diakronis umumnya dianggap statis, sempit, dan melihat ke dalam. Sejalan dengan kemajuan dalam pendidikan, penanganan dan pendekatan baru dalam pendidikan sejarah dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak. Sejarah pendidikan baru tidak cukup dengan cara-cara diakronis saja, namun perlu mendekatan metodologis yang baru, misalnya saja seperti pendekatan interdisiplin. Pendekatan interdisiplin dilakukan kombinasi pendekatan diakronis dengan sinkronis ilmu-ilmu sosial. Jika pendekatan dilakukan dengan baik maka akan ada dialog hubungan “simbiosis mutualisme” antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial yang lain (Lela, 2009).

Berkaitan dengan hal itu menjadi jelas mengenai sejarah sebagai ilmu untuk tujuan dalam penelitian atau penulisan, dan sejarah sebagai pendidikan. Hal itu memang harus dipahami dan dibedakan untuk mendapatkan hakekat sejarah dalam Pendidikan IPS. Hal itu karena IPS adalah mata pelajaran berupa perpaduan mata pelajaran cabang ilmu sosial, salah satunya sejarah. Sejarah tidak lagi berdiri sendiri sebagai ilmu, namun lebih kepada pendidikan sejarah.

b. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Dalam bidang ilmu pengetahuan sosial (IPS), sering kali ditemui istilah yang terkait dengan IPS

seperti ilmu sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies), dan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Ilmu sosial berbeda dengan IPS, ilmu sosial adalah bidang-bidang ilmu yang mempelajari manusia di masyarakat, mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat, dan mempelajari tingkah laku manusia di dalam masyarakat. Tingkah laku manusia di masyarakat menyangkut berbagai aspek, misalnya aspek ekonomi, aspek sikap mental, aspek budaya, aspek aspek hubungan sosial, dan lain-lain. Studi khusus tentang aspek-aspek inilah yang kemudian menghasilkan ilmu sosial, misalnya ilmu politik, ilmu sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu antropologi, dan sebagainya. Bidang keilmuan ini lebih bersifat akademis dan makin tinggi tingkat pendidikannya maka makin ilmiah, dipelajari di peguruan tinggi Berbeda dengan ilmu sosial, studi sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. (Sumaatmadja, 1980: 7-8). Studi sosial tidak terlalu akademis-teoritis, namun lebih kepada pengetahuan praktis yang dapat diajarkan dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Peguruan Tinggi. Dengan demikian, antara studi sosial dengan IPS tidak ada bedanya atau keduanya sama. Pengajaran IPS lebih menekankan pada segi praktis, mempelajari, menelaah, mengkaji gejala sosial, yang bobotnya disesuaikan dengan jenjang pendidikan.

(3)

memasukkan studi sosial ke dalam kurikulum. Latar belakang dimasukkannya IPS dalam bidang studi di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di Inggris dan Amerika. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dengan situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan pada masa akhir 1960an. Pada 1975, pemerintah kemudian memberlakukan kurikulum yang didalamnya tercantum bidang studi IPS (Purnama, 2009).

Berkaitang dengan hal itu, menurut Hamalik, IPS dapat ditafsirkan dari dua segi, yaitu IPS sebagai mata pelajaran dan IPS sebagai ilmu pengetahuan. IPS sebagai mata pelajaran bertujuan mengantarkan siswa mengetahui dan mengenal dunia, maka lebih ditekankan pada fakta-fakta. Berbeda dengan tafsiran pertama, IPS sebagai ilmu pengetahuan bertujuan untuk membantu siswa memahami, mengadakan partisipasi, dan membina masyarakat; maka tekanan yang diberikan adalah pemecahan persoalan-persoalan kehidupan yang nyata. Tafsiran kedua itu lebih tepat untuk menjelaskan mengenai IPS (Hamalik, 1992: 6).

Berpijak dari pengertian dan tujuan pembelajaran IPS maka dapat diketahui bahwa pendidikan IPS bukanlah bidang studi yang berdiri sendiri, melainkan keterpaduan dari beberapa bidang yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, dan sejarah (Sumadi dan Japar, 1999: 13). Lebih lanjut, melalui pemahaman mengenai permasalahan sosial maka IPS akan membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan ketrampilan bermasyarakat baik lingkup lokal, maupun sebagai warga Negara, dan warga dunia (Musnir dan Maas, 1999: 7).

c. Hubungan Sejarah dengan Pendidikan IPS

Proses sejarah yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa kehidupan berdasarkan kurun waktu, merupakan sumber dan materi berharga dalam pendidikan IPS. Sejarah adalah bagian dari ilmu sosial yang merupakan bahan materi dan sumber bagi IPS. Ilmu sosial, seperti halnya sejarah, memberikan sumbangan berupa fakta, konsep, generalisasi (teori) terhadap IPS untuk kemudian dipilih, diramu, dan dipadukan sebagai bahan pembelajaran dalam IPS (Soedarsono dan Santoso, 2007: 36).

Proses pembelajaran dalam setiap bidang studi adalah sama, yaitu kegiatan untuk membelajarkan atau membuat siswa mau dan mampu belajar. Prinsip itu juga terdapat dalam pembelajaran sejarah dalam pendidikan IPS. Pembelajaran sejarah dalam IPS meliputi rancangan pembelajaran sejarah dalam IPS dan pengembangan pembelajaran sejarah dalam IPS (Munsir dan Maas, 1999: 81).

Dengan demikian, proses pembelajaran sejarah menjadi bagian dalam proses pembelajaran IPS yang terpadu. Jika sejarah berdiri sendiri maka akan menjadi kajian tematik, yang lebih menekankan pada peristiwa secara mendalam (diakronis). Bahasan dalam sejarah pada model tematik akan membuat pembelajaran sejarah seperti metode penghafalan mengenai “apa, dimana, kapan, dan siapa” seperti yang selama ini melekat pada pendidikan sejarah.

Kehadiran sejarah dalam materi IPS yang diajarkan sejak sekolah dasar, tidak hanya menjawab persoalan terkait dengan latar belakang suatu peristiwa atau sebagai bahan pertimbangan dalam mencari solusi suatu persoalan masa depan, namun juga menjadi model kajian untuk ditelaah dan memberikan informasi nilai-nilai kebaikan kepada siswa. Informasi sejarah yang kemudian dipadukan dengan ilmu sosial lain seperti sosiologi, antropologi, geografi, dan politik akan menjadi lebih utuh, bermakna, dan bermanfaat.

(4)

sudah ada sejak jaman dulu, yang masih dapat dikaitkan dan digunakan sampai dengan saat ini. Misalnya saja mengenai kisah perjuangan Cut Nyak Dien, didalamnya terkandung nilai mengenai rela berkorban dan perjuangan (pantang menyerah) dalam mendapatkan sesuatu. Oleh karena itu, menjadi hal yang tidak terpisahkan antara materi berupa fakta, konsep, dan generalisasi dalam sejarah dengan pendidikan IPS.

B. Pendidikan IPS dalam Perspektif Sejarah

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa IPS dan sejarah memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lain. Sejarah menyediakan fakta, konsep, generalisasi (teori) kepada IPS untuk digunakan sebagai materi dalam pembelajaran IPS. Bahan yang sudah ada dalam sejarah kemudian di ramu, dipilih, dan dipadukan dengan bahan dari ilmu sosial lain dalam pembelajaran IPS. Persoalan lain yang kemudian muncul adalah bagaimana IPS dalam pandangan sejarah atau dengan kata lain, jika materi sejarah juga terdapat dalam pendidikan IPS lalu bagaimana sudut pandang sejarah terhadap pendidikan IPS.

Dalam perspektif sejarah dikenal dengan adanya tiga dimensi, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan mempelajari sejarah maka akan banyak situasi sekarang yang dapat dijelaskan. Pengkajian sejarah dapat membantu membuat tidak hanya diagnosa masa kini tetapi juga prognosisnya (memproyeksikan masa depan). Esensi dari prespektif historis ini adalah pandangan yang menunjukkan dan mengungkapkan fakta bahwa situasi masa kini adalah produk dari perkembangan masa lalu. Dalam melihat situasi pada masa kini harus dapat melihat dan membedakan hal yang lama dengan yang baru, dilihat dari jarak waktunya (Kartodirdjo, 1993: 37). Konsep “waktu” menjadi sangat lekat dengan sejarah, hal ini juga menjadi salah satu hal penting yang ditawarkan sebagai bagian dari materi pendidikan IPS.

Salah satu topik bahasan dalam IPS adalah mengenai masalah kesinambungan dan

perubahan dalam kerangka waktu (time, continuity, and change). Topik IPS ini menempatkan

siswa untuk memahami peristiwa dalam perspektif waktu (Musnir dan Maas, 1999: 75). Ketika IPS membahas mengenai perubahan pola kehidupan masyarakat, maka sejarah mengambil peran dalam menjelaskan latar belakang dan perubahan pola sesuai dengan urutan waktunya. Hal ini karena tidak ada kebudayaan dalam masyarakat yang statis atau tidak mengalami perubahan, maka keterlibatan sejarah dalam menjelaskan perubahan politik, perubahan ekonomi, perubahan budaya menjadi tidak terelakkan.

Setiap cabang ilmu sosial memiliki sejumlah konsep utama atau konsep kunci (key

(5)

“waktu” dan “ruang” tidak dapat dihilangkan, karena itu menjadi bagian dalam menjelaskan suatu peristiwa atau latar belakang kondisi sosial masyarakat. Dengan demikan, keberadaan sejarah dalam telaah IPS memang tidak terelakan. IPS membutuhkan materi (fakta, konsep, generalisasi) dari sejarah untuk menjelaskan persoalan-persoalan sosial, misalnya mengenai perubahan ekonomi; perubahan budaya; dan perkembangan ilmu dan teknologi dari suatu masyarakat.

Melalui materi dan pengungkapan sejarah dalam pembelajaran IPS, akan dapat memupuk aspirasi anak didik tentang kesenian, kebudayaan, dan kehidupan pada umumnya. Dengan mempelajari dan mengkaji gejala dan masalah kehidupan berdasarkan proses sejarahnya, merupakan penelaahan yang dinamis. Penelaahan proses sejarah, tidak hanya dapat mengerti peristiwa-peristiwa kehidupan masa lalu dan masa kini yang dialami, namun juga akan mampu memprediksi gejala dan masalah kehidupan masa yang akan datang. Jika masalah itu bahaya yang akan mengancam kehidupan, maka akan dapat melakukan usaha untuk mencegahnya, mencari solusi, atau setidaknya melakukan usaha mengurangi bahaya itu (Sumaatmadja, 1980: 14).

Dengan demikian, pendidikan IPS sebagai perpaduan dari berbagai ilmu sosial akan menjadi wadah bagi fakta, konsep, dan generalisasi sejarah untuk kemudian ditelaah dan dikaji,

dengan tidak mengesampingkan konsep “ruang” dan “waktu” yang telah menjadi frame dari

suatu penjelasan sejarah. Sejarah dalam pembelajaran IPS akan memberikan output yang baik

dalam perkembangan siswa, seperti tumbuhnya rasa nasionalisme, sikap patriotik, dan sikap rela berkorban.

KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bidang studi IPS bukanlah bidang studi yang berdiri sendiri, melainkan keterpaduan dari beberapa bidang yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, dan sejarah. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya maka antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya saling kait mengkait. Tidak ada bidang ilmu yang lebih diistimewakan atau di utamakan daripada bidang ilmu yang lain, semuanya sama yaitu saling melengkapi.

Apabila kita membicarakan materi pelajaran dengan latar belakang ilmu sosiologi, ekonomi, sejarah atau geografi maka dibutuhkan perspektif dari ilmu lain yang mendukungnya. Ketika membicarakan sosiologi maka sudut pandang sejarah, geografi dan ekonomi masuk di dalamnya. Begitu pula dengan materi pelajaran yang lainnya.

(6)

historis ini adalah pandangan yang menunjukkan dan mengungkapkan fakta bahwa situasi masa kini adalah produk dari perkembangan masa lalu.

Adanya tiga dimensi, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam perpektif sejarah dapat mengarahkan siswa bahwa dengan mempelajari sejarah maka akan banyak situasi yang terjadi pada masa sekarang dapat dijelaskan dengan gambling, jelas dan tidak menimbulkan keraguan. Pengkajian sejarah dapat membantu siswa dalam membuat tidak hanya diagnosa masa kini tetapi juga prognosisnya (memproyeksikan masa depan).

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Jogjakarta: LKiS Pelangi Aksara.

Hamalik, Oemar. 1992. Studi Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Mandar Maju.

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Jogjakarta: Bentang Budaya.

Lela. 2009. “Landasan Sejarah Pendidikan”.http://lela68.wordpress.com.

Musnir, Diana Nomida dan Maas DP. 1999. Ilmu Sejarah Dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Poerwadaminta, WJS. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Purnama. 2009. “Pendidikan IPS: Sejarah Singkat”.http://abahfina.word press.com.

Sanjaya, Adi. 2010.”Sejarah Dalam Perspektif Pendidikan”.http://adisanjaya 24.blogspot.com.

Soedarsono dan Apik Budi Santoso. 2007. Pendidikan Ilmu Sosial. Semarang: UNNES.

Sumaatmadja, Nursid. 1980. Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung:

Alumni.

Sumadi, Tjipto dan Japar. 1999. Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Departemen Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Hal-hal yang dapat digunakan untuk mengatasi hambatan adalah sebagai berikut mempunyai program rapat keluarga untuk mengatasi masalah dalam jangka panjang, untuk

Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Pengujian dilakukan menggunakan metode alpha test dan beta test , partisipan pengujian ini ialah pengguna sistem informasi pembayaran SPP SMK Insan Mulia yakni super

Candidates are not allowed access to their supporting studies between test sessions and they cannot replace work, submit additional supporting studies or edit their supporting

Universitas Negeri

Angin sebagai sumber energi menghasilkan energi gerak, matahari menghasilkan energi panas, generator memiliki energi gerak, buah yang tergantung dipohon memiliki

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner sebelum dan setelah penyuluhan/sosialisasi tentang bencana alam, khususnya gempa bumi dan tsunami, maka dapat disimpulkan bahwa

Radikal yang dimaksud berarti sangat keras dalam menuntut perubahan secara drastis dan menyeluruh dengan menggunakan kekerasan, berfikir asasi dan bertindak