• Tidak ada hasil yang ditemukan

WANITA DAN KERJA Menimbang Gender dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "WANITA DAN KERJA Menimbang Gender dalam"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

WANITA DAN KERJA :

Menimbang Gender dalam Pembagian Kerja Pria dan Wanita Hasil Wawancara Direktur SD Primagama Cabang Yogyakarta

I. Pendahuluan

Nilai, peran dan kedudukan wanita di Indonesia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perolehan kesempatan wanita untuk dapat ikut bekerja mencari nafkah juga merupakan salah satu fenomena perubahan nilai, peran dan kedudukan wanita yang apabila ditinjau secara historis bermula dari masa pra-kolonialisme dan kolonialisme saat Indonesia masih berupa satuan kepulauan Nusantara yang khas dengan nuansa feodalnya. Sebutlah salah satu contoh tokoh pergerakan wanita, Kartini. Gagasan mengenai kesetaraan gender yang banyak diadopsi dari kaum feminis Barat tidak selamanya mencerminkan apa yang terjadi di berbagai daerah Indonesia, misalnya wanita Jawa yang memiliki banyak kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya seperti ikut bekerja di sawah, bakulan di pasar atau sekolah. Segregasi laki-laki dan perempuan yang dialami oleh Kartini adalah fenomena bangsawan Jawa bukan perempuan wong cilik (Darwin, 2004). Namun, di lain sisi, Darwin juga menyebutkan :

“Konsep perempuan sebagai konco wingking, merupakan nilai budaya yang banyak mempengaruhi distribusi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan baik di rumah domestik atau publik. Kartini misalnya, dapat dianggap sebagai simbol perjuangan emansipasi perempuan, sesungguhnya ia juga tepat dianggap sebagai simbol ketidakberdayaan perempuan [...] Perempuan banyak yang bekerja tetapi banyak pula dari mereka yang mengalami diskriminasi upah, pelecehan dan kekerasan di tempat kerja.” (Darwin, 2004)

Apa yang dilakukan oleh Kartini memicu banyak pergerakan kesetaraan hak dan peran perempuan, baik dalam pendidikan maupun pekerjaan, bermunculan di seluruh wilayah di Indonesia. Gerakan-gerakan ini muncul disebabkan oleh keinginan wanita untuk mengaktualisasikan dirinya—wanita merasa tidak puas dengan cara hidup terbatas yang diisi dengan kewajiban-kewajiban untuk keluarga dan rumah tangga saja (Suryochondro, 1984) atau yang kerap disebut sebagai tugas konco wingking.

Pergulatan wanita untuk mendapatkan kesetaraan hak dan peran dalam pekerjaan tanpa unsur-unsur diskriminasi mencapai pencerahan diawali dengan muculnya gerakan feminisme Barat pada abad ke-18. Kronologi perkembangan feminisme barat yang menjadi titik tolak diakuinya kesetaraan dan hak-hak perempuan dijabarkan oleh Faizain (2012) :

(2)

kemudian melanda ke Amerika Serikat dan seluruh dunia. [...]Pada tahun-tahun 1830-1840-an sejalan dengan pemberantasan praktik perbudakan, hak-hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki, mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki. Sebagai sebuah gerakan, feminisme muncul sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Amerika. Gerakan ini difokuskan pada satu isu, yakni untuk mendapatkan hak memilih (the right to vote). Setelah untuk memilih ini diberikan pada tahun 1920, gerakan feminisme tenggelam. Sampai pada tahun 1950, ada satu anggapan bahwa kedudukan perempuan yang ideal adalah menjadi ibu rumah tangga, walaupun pada periode tersebut sudah banyak perempuan yang bekerja di luar rumah. Barulah pada tahun 1960-an, bersamaan dengan terbitnya buku Betty Frieden yang berjudul "The Feminine Mystique" gerakan feminisme mendapatkan momentum dan menjadi kejutan besar bagi masyarakat. Dari gerakan inilah muncul satu kesadaran baru, terutama bagi kaum perempuan bahwa peran tradisionalnya ternyata menempatkan perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan, yakni apa yang disebut sebagi sub-ordinasi perempuan.”

Peran ‘tradisional’ yang tidak menguntungkan bagi perempuan ini menjadi isu hangat yang selalu dibicarakan baik di dunia internasional, maupun Indonesia. Konteks kesetaraan peran dalam pekerjaan bagi wanita dan pria kini tengah diperdebatkan terkait dengan strain role perempuan sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita karir (Lerner, 1994). Pekerjaan ibu secara tradisional adalah untuk menetap di rumah dan mengurus anak, namun menurut Lerner anggapan itu tidak selamanya benar. Definisi mengenai ‘ibu’ sudah mengalami perubahan seiring perkembangan zaman, namun masyarakat-lah yang belum banyak mengerti mengenai perubahan ini. Lerner mengungkapkan, peribahasa tradisional yang mengharuskan ibu hanya mengurus urusan rumah sudah tidak relevan dengan kenyataan saat ini—saat tuntutan zaman dan ekonomi kian mendesak. Pada kehidupan modern, pasangan yang menikah membagi tugas rumah tangga mereka bersama-sama.

“After all, the roles traditionally ascribed to mothers are now shared with others—fathers are involving themselves more in child care and preschoool programs are more common.”

Selain itu kecanggihan teknologi membuat beban pekerjaan rumah yang ditanggung oleh ibu semakin ringan, sehingga ibu mampu membagi konsentrasinya untuk bekerja dan mengurus keluarga.

(3)

II. Analisis Wawancara

Kami berhasil mewawancarai salah satu figur wanita karir di Yogyakarta yang bergelut di bidang pendidikan. Karirnya bermula sejak ia menempuh pendidikan semester 6 di Perguruan Tinggi Negeri sebagai seorang public relation dari sebuah lembaga pendidikan swasta terkemuka di Indonesia . Bidang yang dipilihnya saat itu memang sudah sesuai dengan apa yang dia inginkan selama ini, dan sesuai dengan Jurusan Komunikasi yang ditekuninya di Universitas. Sejak saat itulah awal dari perjalanan kesuksesan karirnya hingga saat ini, beliau bernama Baiq Nur Hasri Kesuma. Wanita kelahiran Yogyakarta 45 tahun yang lalu ini sedang menempuh pendidikan pascasarjananya di Fakultas Psikologi UGM setelah menyelesaikan dengan cumlaude jenjang strata satu nya di Jurusan Komunikasi UGM. Berawal dari melamar pada bagian public relation di kantor cabang, hingga kemudian beliau mendapat kesempatan untuk menduduki posisi sebagai kepala cabang bidang humas Lembaga Bimbingan Primagama dan berbagai bidang lainnya. Setelah sekitar sepuluh tahun menduduki bagian public relation beliau dipercaya untuk memimpin salah satu unit Lembaga Primagama yaitu pendidikan pra-sekolah sebagai direktur utama. Perjalanan karir ibu tiga orang anak ini tidak berhenti sampai disitu, empat tahun setelahnya ia kembali dipercaya untuk mengembangkan unit Primagama yang lain yakni Pendidikan Sekolah Dasar, hingga saat ini.

(4)

Dalam masalah-masalah kekeluargaan, seperti pembagian kerja pun mereka diskusikan bersama, tanpa ada yang saling mendominasi, ‘’suami saya biasanya suka nya nyapu sama ngepel, kalau saya bagian mencuci dan setrika’’. Peranan masing-masing suami dan istri ini juga tidak lagi konvensional layaknya keluarga jaman dahulu. Pekerjaan rumah tangga seperti memasak yang identik dengan pekerjaan perempuan, dalam keluarga ini tidak berlaku seutuhnya, Bapak Hari tidak keberatan berkutat di dapur untuk menyiapkan makanan ketika memang sang istri sedang mengerjakan hal lain. Mengenai penghasilan, pasangan beda usia tiga tahun ini memang memegang masing-masing penghasilannya, tetapi hal ini tidak membuat mereka tertutup dengan pengeluaran maupun penggunaan dari penghasilan tersebut. Semua tetap dikomunikasikan dengan transparan, karena menurut Ibu Baiq hal tersebut tidak menjadi masalah asalkan dasarnya yakni keterbukaan dan kepercayaan tetap dipegang teguh oleh keduanya.

Putri sulung dan putra keduanya yang notabene sudah lebih bisa mengutarakan pendapat mereka, tidak jarang melontarkan keluhan jika sang ibu terlalu banyak berada di luar rumah, seperti ketika mereka ingin menghabiskan waktu dengan ibu, adik, dan ayahnya sewaktu hari libur, namun saat itu Ibu Baiq tidak bisa menurutinya karena harus mengurusi hal terkait SD yang dipimpinnya. Keluhan itu wajar terjadi dan Ibu Baiq memiliki cara tersendiri untuk meminimalisir keluhan dari anak-anaknya dengan membatasi kesibukannya dalam pekerjaan, yaitu sebisa mungkin sudah berada di rumah sebelum petang. Beliau juga mempunyai prinsip bahwa segala pekerjaan rumah harus sudah selesai sebelum beliau meninggalkan rumah untuk bekerja. Perhatian ekstra untuk anak-anak juga diberikan oleh Ibu Baiq agar mereka tetap merasakan kehadiran ibu mereka setiap saat.

Menurut seorang wanita karir tersebut, jika hanya mengandalkan penghasilan suaminya saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga motif ini jugalah yang mendorong dia untuk tetap bekerja selain karena sebagai bentuk kemandiriannya dan bentuk penyaluran keinginannya. Mengenai keuangan keluarga, suami istri ini juga saling terbuka, misalnya dalam hal pembayaran SPP anak-anaknya. Mereka juga mengadakan pembagian kewajiban dalam hal keuangan, namun tidak ada aturan yang kaku.

(5)

kesetaraan gender yang banyak diadopsi dari kaum feminis Barat tidak selamanya mencerminkan apa yang terjadi di berbagai daerah Indonesia, buktinya Ibu Baiq dapat menduduki posisi direktur yang pada umumnya dikuasai oleh kaum laki-laki tersebut. Itu dapat terjadi karena seorang wanita ingin mengaktulisasikan diri, dan tetap tidak terlepas dari alasan ekonomi juga. Seperti yang dikatakan oleh DeChick dalam Lerner:

“The two most common motives that have pushed women into the labour force are economic need and personal fulfillment, and most women would not leave their jobs even if economic pressures were reduce.” (Lerner, 1994)

Walaupun dari segi materi sudah dapat dikatakan mapan. Mengenai konteks kesetaraan peran dalam pekerjaan bagi wanita dan pria kini tengah diperdebatkan terkait dengan strain role

(6)

REFERENSI

Darwin, Muhadjir. 2004. Gerakan Perempuan di Indonesia dari Masa ke Masa. Jurnal Ilmu Sosial Politik, Vol. 7, No.3. hal. 283-294

Faizain, Khoirul. 2012. Mengintip Feminisme dan Gerakan Perempuan. www.ejournal.uin-malang.ac.id diakses tanggal 01/04/2014

Lerner, Jacqueline, V. 1994. Working Woman and Their Families. California : Sage Publication Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Kebebasan Memilih bagi Perempuan Manusia memiliki hak untuk menentukan pilihan dalam hidupnya. Demikian juga seorang wanita, ia bebas menentukan pilihan.. memilih bagi

Karaktenstik keluarga, dukungan keluarga, pengetahuan serta persepsi ibu terhadap anak ASO temyata tidak bemubungan signifikan dengan strategi koping yang digunakan

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2010-2014 dengan 21 perusahaan.. Metode pengambilan sampel

dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan susu full cream dan minyak sawit merah berpengaruh terhadap overrun , kecepatan leleh, total padatan, kadar protein, kadar

Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa penggunaan ransum S pada babi memberikan pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi ransum yang lebih baik dibandingkan dengan ransum R

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah source code program yang digunakan pada Arduino dan LabVIEW dapat memproses data hasil pembacaan sensor dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem informasi yang dibuat, dapat digunakan untuk mengolah data karyawan mulai dari proses penilaian karyawan, proses pemilihan

Kata-kata ―...orang lain dengan orang lain...‖ dalam Pasal 296 KUHP tersebut tertuju pada PSK dan pelanggan di lokasi ―X‖ yang perbuatan cabul keduanya dimudahkan oleh