• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN INJEKSI AMIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN INJEKSI AMIN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN LIKUID,

SEMISOLID, DAN STERIL

INJEKSI AMINOFILIN

Disusun oleh : Kelompok II Farmasi B 2013

Mochtaromi Tri Yanto (135070501111005) Dhenik Swastika Wahyu C. (135070501111007) Intan Retno Palupi (135070501111015) Gusti Ayu Pradnya Paramitha (135070501111016) Elan Aisyafuri (135070501111022)

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

INJEKSI AMINOPHYLLINE 2.4 %

I. Penentuan Kekuatan Sediaan

Dalam FI III, dosis lazim aminophylline untuk dewasa = 240 mg / injeksi

Dimana ampul yang digunakan adalah 10 ml

Penentuan kekuatan sediaan adalah 2.4 % 2.4 % = 2.4 gram

100 ml = 2400 mg

100 ml

= 24 mg, sehingga dalam 10 ml sediaan terdapat 240 mg aminophylline 1 ml

II. Pemilihan Kemasan

Pemilihan kemasan yaitu wadah yang berasal dari gelas dan transparan serta wadah dosis tunggal. Maksud dari wadah gelas yaitu gelas merupakan wadah yang tidak berpori sehingga kontaminan tidak memiliki kesempatan untuk menembus membran dari kaca dan menghindari cairan merembes dari wadah (bocor), wadah kaca juga inert atau tidak bereaksi dengan bahan aktif, wadah kaca juga mampu melindungi bahan dari temperature tinggi atau kuat sehingga dapat melindungi bahan saat sterilisasi. Dipilih dengan warna kaca yang transparan yaitu untuk mengetahui partikel yang berada pada sediaan karena pada sediaan parenteral terutama obat suntik tidak boleh mengandung partikel sehingga wadah transparran memudahkan konsumen untuh melihat isi sediaan. Wadah dosis tunggal menunjukkan bahawa obat ini hanya sekali pakai dan tidak berulang.

Kemasan yang digunakan adalah ampul dengan volume 10 ml. Kemasan tersebut untuk sediaan injeksi single dose, dimana untuk penggunaan aminophylline pada orang dewasa membutuhkan 10 ml larutan yang mengandung aminophyilline 2.4 %.

III. Preformulasi

(3)

Nama lain : Aminofilin; Aminofilina; Aminofylin; Aminofylliini; Aminofyllin; Aminophyllinum; Euphyllinum; Metaphyllin; Teofilinas-etilendiaminas; Teofillinetiléndiamin; Teofylliinietyleenidiamiini; Teofyllinetylendiamin; Theophyllaminum; Theophylline and Ethylenediamine; Theophylline Ethylenediamine Compound; Théophylline-éthylènediamine; Theophyllinum et ethylenediaminum.

Pemerian : merupakan bubuk putih atau kuning terang, kadang- kadang berupa granul. Berbau seperti amonia.

Struktur kimia :

Nama kimia : 1H–purine–2,6–dione, 3,7-dihydro-1.3-dimethyil-,comp.with 1,2-ethanediamne (2:1).

Rumus molekul : C16H24N10O4

Kelarutan : mudah larut dalam air (larutan dapat menjadi berasap kareana adanya penyerapan kerbon dioksida), sebagian tidak larut pada alkohol dehidrat.

Ph stabil : 8.6 – 9.0

Titik didih :

-Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat

Stabilitas :

-Inkompatibilitas : larutan aminophylline tidak dapat berinteraksi dengan logam. Larutan bersifat alkali, apabila Ph dibawah 8 maka terjadi pengendapan kristal. Tidak stabil terhadap larutan alkali, atau larutan dibawah pH kritis.

Khasiat : sebagai bronkhodilator pada penderita asma dan COPD.

Sifat Khusus :

(4)

-III.2 Etilendiamine (Depkes RI, 1979)

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna atau agak kuning, bau seoerti amoniak, bereaksi alkali kuat

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol

Kegunaan : Pelarut, pembentuk garam aminofilin

Wadah : Dalam wadah tertutup rapat

III.3 Natrium klorida (Depkes RI, 1979)

Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwana atau serbuk hablur putih rasa asin.

Kelarutan : Mudah larut dalam air,sedikit mudah larut dalam air mendidih,larut didalam gliserin, sukar larut dalam etanol. Kegunaan : Larutan pengisotonis

Wadah : Dalam wadah tertutup baik

IV. Rancangan Formula dan Rasionalisasi

4.1 Formulasi Aminophyllin Injectio 2,4%

Nama bahan Konsentrasi (FI III, dan USP) Fungsi Bahan Theophyllin 2,4 % Bahan aktif

Etilendiamin 0,5 % Pembentuk garam aminofilin

NaCl qs Pengisotonis

Aqua pro injectio Ad 100 ml Cairan pembawa

4.2 Rasionalisasi

 Injeksi Aminofilin merupakan obat asma yang merupakan larutan steril aminofillin dalam air untuk injeksi, atau larutan steril teofilin dalam air untuk injeksi yang dibuat dengan penambahan etilendiamin. Tiap 1 ml mengandung aminofilin setara dengan tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 100,7% teofillin anhidrat, C7H8N4O2, dari

(5)

bentuk injeksi bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitasnya sebagai antiasma sehingga berefek cepat jika digunakan secara parenteral dan tepat jika digunakan pada kasus serangan asma akut yang nantinya aminofilin ini akan memberikan efek melebarkan saluran atau bronkodilator. Injeksi ini tidak dibuat langsung dengan bahan aktif aminofilin melainkan theofilin dalam air yang ditambahkan etilendiamin. Pada sumber menyatakan bahwa sifat dari aminophyllin yang pada udara terbuka menyebabkan ketidakstabilan sehingga jika dibuat larutan sebagai injeksi aminofilin akan mengubah bentuknya dan menyebakan penurunan efek obat padahal syarat dari sediaan injeksi adalah harus stabil. Oleh karena itu maka, dibuat theofilin dalam air dengan penambahan etilendiamin. Theofilin akan membentuk garam jika ditambahkan dengan etilendiamin, garam ini merupakan garam aminophyllin.Pemilihan konsentrasi sebesar 2,4% karena berdasarkan dosis lazim dari bahan obat Aminofilin sendiri, yaitu 240 mg untuk sekali pakainya, dan 720 mg untuk sehari pakainya dan berdasarkan diinginkannya aminofilin tersebut dalam ampul dengan volume sebesar 10 ml sebanyak 10 ampul (Depkes RI, 1979).

 Etilendiamin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau berwarna agak kuning, dengan bau seperti amoniak dan bereaksi alkali kuat. Yang dalam sediaan injeksi ini digunakan sebagai pelarut atau pembentuk garam aminofillin. Karena bahan obat aminofillin sendiri lebih stabil dalam keadaan garamnya. Digunakan sebanyak 500 mg dalam injeksi aminofillin (Anonim, 2007). Injeksi aminofillin boleh mengandung etilendiamin berlebih, tetapi tidak boleh ditambahkan zat lain untuk pengaturan PH. Digunakan etilendiamin tetes demi tetes hingga cairan jernih dan sesuai dengan PH yang diinginkan, yaitu 8,6 – 9,0 (Depkes RI, 1995).

(6)

cairan dengan tekanan rendah akan tertarik/berpindah ke dalam cairan dengan tekanan tinggi dan menyebabkan sel akan membengkak lalu pecah (hemolisis). Keadaan hipotonis bersifat irreversible. Sedangkan hipertonis masih diperbolehkan karena hanya menyebabkan kulit/jaringan mengkerut karena cairan tubuh akan tertarik keluar dan keadaan ini bersifat reversible.

 Aqua pro injection atau air untuk injeksi digunakan sebagai cairan pembawa. Air untuk injeksi juga harus ditentukan yaitu air yang bebas CO2 alasannya untuk menjaga kestabilan sediaan injeksi aminophilin. Jika garam aminophylin yang nantinya terbentuk ditambahkan air biasa yang memiliki CO2 maka akan terjadi kerusakan sediaan karena aminofilin tidak stabil dengan adanya CO2. Selain itu air untuk injeksi yang bebas CO2 digunakan untuk mencegah adanya gelembung udara dari CO2. Jika gas CO2 masuk dalam pembuluh darah akan menyebabkan bengkak atau nekrosis (kerusakan jaringan). Air bebas CO2 dibuat dengan cara memanaskan aquadest selama 15 menit dan hindarkan air didihan untuk kontak secara sering dan langsung dengan udara kemudian biarkan air hingga dingin .

V. Penentuan Jumlah Sediaan

Jumlah sediaan yang akan dibuat adalah berjumlah 10 ampul.

VI. Perhitungan Tonisitas

Metode White Viscent

V = w x E x 111.1

Ket : V = volume (ml) w = berat (gram) E = ekivalensiNaCl

Contoh :

R/ Teofilin 2,4 g

Etildiamin 0.5 g

Aqua proinjectiosteril ad 100 ml.

(7)

Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml, lalu tambah dengan pelarut isotonis

sampai 52,217 ml.

VII. Penimbangan

VII.1 Perhitungan

Jumlah sediaan yang dibuat adalah 10 ampul, masing – masing ampul volumenya 10 ml

Pada masing – masing bahan dilebihkan 10%

Perhitungan bahan yang digunakan untuk sediaan unjeksi teofilin 2,4% adalah :

1. Teofilin  2,4 %

12,4 gram x 100 ml = 2,4 gram ( untuk 10 ampul) 100 ml

10 x 2,4 = 0,24 gram 100

Total penimbangan = 2,4 gram + 0,24 gram = 2,64 gram

2. Etilendiamin  0,5 %

0,5 gram x 100 ml = 0,5 gram ( untuk 10 ampul) 100 ml

10 x 0,5 = 0,05 gram 100

Total penimbangan = 0,5 gram + 0,05 gram = 0,55 gram

3. NaCl  1%

1 gram x 0,5 = x

100 ml 52,217 ml

x = 0,522 gram (untuk 10 ampul)

10 x 0,522 gram = 0,0522 gram 100

(8)

4. Aqua Pro Injecto  ad 100

100% - (2,4% + 0,5% + 1%) = 96,1% = 96,1 ml

96,1 gram x 100 ml = 96,1 gram ≈ 96,1 ml (untuk 10 ampul) 100 ml

10 x 96,1 ml = 9,61 ml 100

Total Pengukuran = 96,1 ml + 9,61 ml = 105,71 ml

VIII. Penimbangan

Bahan Kadar Bobot 10 Ampul Bobot 10 ampul + 10% Teofilin 2,4 % 2,4 gram 2,64 gram

Etilendiamin 0,5 % 0,5 gram 0,55 gram NaCl 1 % 0,522 gram 0,5472 gram Aqua Pro Injectio Ad 100 % 96,1 ml 105,71 ml

IX. Alat

No Alat yang Dibutuhkan Jumlah

1 Neraca 1

2 Gelas ukur 25 ml dan 100 ml 1

3 Autoklaf 1

4 Inkubator 1

(9)

X. Metode Sterilisasi

Larutan yang sudah jernih dimasukkan pada ampul tepat 10 mL kemudian ditutup dengan pengelasan. Setelahnya ampul ditata rapi dalam wadah plastik dan disterilisasi uap basah atau autoklav selama 20 menit pada suhu 121oC.

Proses sterilisasi dipilih sterilisasi dengan uap atau panas basah. Sterilisasi bertujuan untuk menghilangkan semua bentuk mikroorganisme yang terdapat pada suatu obyek. Sediaan injeksi harus memiliki nilai steril yang tepat tidak boleh kurang lebih karena injeksi akan merobek jaringan kulit untuk dirobelk. Sterilisasi panas basah atau uap akan menghasilkan tekanan dalam bejana pada suhu tinggi dan waktu tertentu. Uap dibantu dengan tekanan akan masuk dalam sel dan mendenaturasi dengan adanya koagulasi pada sel. Tekanan cairan sel yang rendah akan berpindah ke yang tinggi dna mengakibatkan sel bakteri lisis atau pecah. Sterilisasi ini cocok untuk sediaan dalam wadah gelas. Karena wadah gelas tidah mudah pecah dan tekanan uapnya dapat menembus dinding kaca kemudian dengan mudah membunuh bakteri dalam larutan. Selain itu larutan injeksi aminophyllin tidak rusak oleh panas bertekanan ini. Setelah dilakukan sterilisasi, sediaan ampul dilakukan pengujian. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode sterilisasi yang digunakan adalah metode sterilisasi akhir.

(10)

XII. Evaluasi Sediaan

1. Evaluasi partikulat dalam injeksi (FI IV, 751)

Tujuan : untuk memastikan tidak adanya partikulat dalam sediaan injeksi

Hasil

-Dilarutkan NaCl dengan Aqua bebas CO2 sebanyak 52,855 ml

-Diaduk hingga larut dan -Dilarutkan teofilin 2,64 g

kedalam aqua bebas CO2 sebanyak setengah dari jumlah aqua bebas CO2 (52,855 ml)

-Diaduk hingga larut dan homogen

Aq bebas

Hasil 2 Hasil 1

-Dicampurkan dari larutan teofilin dengan larutan NaCl

-Diaduk hingga homogen

-Ditambahkan Etilendiamine hingga larutan jernih dan pH dari larutan 8.6 – 9.0

(11)

Prinsip : uji memerlukan alat penghitungan elektronik partikel pengotor cairan yang dilengkapi dengan sensor cahaya redup dengan alat untuk memasukkan contoh yang sesuai .

Metode : dilakukan penetapan alat dan alat penghitungan pada ukuran 10-15 mikrometer. Dicampur larutan uji dengan membalikkan 25 kali dalam 10 detik. Awaudarakan dengan ultrasonikasi ringan selama 30 detik atau dengan membiarkan selama 2 menit. Kemudian lepaskan tutup. Aduk isi wadah perlahan-lahan dengan menggoyang-goyangkan atau dengan alat mekanik. Ambil contoh langsung dari wadah tiga kali berturut-turt setiap kali tidak kurang dari 5ml. Selesaikan penetapan dalam waktu 5 menit. Ulangi prosedur yang sama dengan blanko.

2. Penetapan volume injeksi dalam wadah (FI IV, 451) Tujuan : untuk menentukan volume injeksi dalam wadah

Prinsip : sediaan injeksi yang sudah di dalam wadah diukur kembali volumenya menggunakan gelas ukur kering.

Metode : dipilih salah satu wadah (karena volumenya 10ml), diambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering dengan ukuran tidak lebih dari 2 kali volume yang diukur dengan jarum suntik no 21 dengan panjang tidak kurang dari 2,5 cm. dikeluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik serta pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum ke dalam gelas ukur kering yang telah dikalibrasi 10ml sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% dari 10ml.

Penafsiran hasil : volume injeksi dalam wadah diantara 4ml-10ml

3. Uji Pirogen (Depkes RI, 1995)

Tujuan : Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.

(12)

dari 30 menit. Alat pengukur suhu yang digunakan yang teliti seperti termometer klinik atau termistor atau alat sejenis yang telah dikalibrasi.

Pengujian dilakukan dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogen dan dengan kondisi lingkungan yang sama. Apabila pengujian menggunakan termistor maka kelinci dimasukkan dalam kotak penyekap sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar sehingga dapat duduk dengan bebas. Disuntikakan larutan uji melalui vena tepi telinga dan dilakukan selama 10 menit. Alat pengukur suhu dimasukkan ke dalam anus kelinci tidak kurang dari 7,5 cm, dan direkam suhu berturut – turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit. Penafsiran Hasil: Sedian memenuhi syarat apabila kelinci tidak menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih dilanjutkan pengujuan dengan menggunakan 5 ekor kelinci , jika tidak lebih dari 2 ekor dari 8 ekor kelinci masing – masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih dan jumlah kenaikan suhu 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3° sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.

4. Uji Kejernihan Larutan (Langille, Stephen, 2015)

Tujuan : Untuk mengetahui bahwa sediaan jernih dan benar – benar bebas dari partikel – partikel kecil yang dapat terlihat oleh mata.

Metode : Pemeriksaan dilakukan secara visual di bawah penerangan cahaya yang baik, dan berlatar belakang warna hitam. Dan dipastikan bahwa sediaan benar – benar jernih dan tidak ada partikel – partikel yang terlihat.

Penafsiran Hasil : Sediaan jernih dan tidak ada partikel – pertikel kecil yang dapat terlihat oleh mata.

5. Uji keseragaman bobot dan volume (FI III Hal 767)

Tujuan : untuk memastikan dan menentukan kadar bobot jenis dalam sediaan sama Prinsip : Bobot dari tiap sedian di timbang dengan menggunakan piknometer

(13)

kapasitas piknometer dalam ml. pada suhu 20 C. kapasitas piknometer ditetapkan dengan dasar bobot satu liter pada suhu 20 C adalah 99,18 g jika ditimbang di udara. Untuk harga bobot per ml yang dinyatakan dalam farmakope. Penyimpanan kerapatan udara boleh diabaikan

Penafsiran hasil : Sediaan injeksi memiliki bobot jenis yang sama.

6. Uji kebocoran wadah ( Langille, Stephen, 2015)

Tujuan : Untuk memastikan tidak adanya kebocoran pada wadah sediaan

Prinsip : Memasukan sediaan beserta wadahnya ke dalam wadah yang berisi metilen blue

Metode : Pada pembuatan kecil-kecilan dapat dilakukan secara visual, namun untuk skala pabrik tidak dapat dilakukan secara visua. Wadah – wadah takaran tunggal yang masih panas setelah di sterilkan di masukan ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk kedalam karena perbedaan tekanan dari luar dan di dalam wadah, cara ini tidak dapat dilakuakan untuk cairan sedian yang berwarna. Wadah takaran tunggal di sterilkan terbalik jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari wadah.

Penafsiran hasil : tidak ada kebocoran pada wadah sediaan.

7. Evaluasi pH (FI IV, hal. 1039).

Prinsip: Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan kertas pH meter Tujuan : Untuk dapat menentukan pH dari sediaan

Metode :Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH meter. Yakni kertas pH meter dicelupkan ke dalam sediaan kemudian dicocokkan kertas pH dengan indikatornya sehingga diperoleh pH akhir.

Penafsiran hasil : Sediaan injeksi yang dihasilkan akan memiliki pH 8.6 – 9.0

(14)

Tujuan : untuk mengetahui apakah sediaan injeksi memiliki nilai sterilitas yang sesuai dengan ketentuan monografi atau tidak

Prinsip : dilakukan inkubasi cairan uji dengan media uji dan dilakukan inkubasi selama 14 hari dengan metode inoculasi langsung atau penyaringan.

Metode: diambil sejumlah volume larutan uji, diinoculasi langsung pada media uji dan dilakukan inkubasi selama 14 hari

Penafsiaran hasil : sediaan steril dengan hasil mikroba yang terhitung pada media uji sesuai dengan batas yang ditetapkan.

9. Uji Endotoxin Bakteri (FI IV, hal 201)

Tujuan : memperkirakan kadar endotoxin bakteri yang mungkin ada dalam bahan uji

Prinsip : dilakukan dengan menggunakan LAL yang diperoleh dari ekstrak air amebosit dalam kepiting landam kuda, Limulus Polyphemus dibuat khusus sebagai pereaksi LAL untuk pembentukan jendal-gel. Penetapan titik akhir dilakukan dengan membandingkan secara langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotoxin baku dan jumlah endotoxin dinyatakan dalam unit endotoxin (UE).

Metode : masukan ke dalam tabung reaksi 10 mm x 75 mm sejumlah volume yang telah ditentukan dari control negative, kadar baku endotoxin specimen dan control sediaan positive. Ditambahkan pereaksi LAL yang telah dikonstitusi. Dicampur specimen/campuran pereaksi LAL. Diinkubasi dalam penangas air. Dicatat waktu inkubasi masing-masing tabung. Inkubasi masing-masing tabung selama 60 menit kurang lebih 2 menit pada suhu 370C ± 10C. Titik reaksi positif ditandai dengan terbentuknya gel yang

stabil dan akan tetap melekat pada dasar tabung pada saat dibalikan 1800.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. United State Pharmacopeia. US

Depkes RI, 1979. FARMAKOPE INDONESIA EDISI III. Jakarta ; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI, 1995. FARMAKOPE INDONESIA EDISI IV. Jakarta ; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait