• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Badan Kehormatan dalam Menunjang Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Badan Kehormatan dalam Menunjang Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka untuk mewujudkan Negara demokrasi di Indonesia, maka kedaulatan

rakyat haruslah menjadi priorotas utama. Oleh karena itu perlu adanya penyalur aspirasi

rakyat di daerah yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau yang selanjutnya disebut

(DPRD). Pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung dalam kerangka pemerintahan daerah

di Indonesia adalah melalui DPRD. Dalam hal ini DPRD memegang peranan yang sangat

penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, karena penyelenggaraan pemerintahan

di daerah diserahkan kepada kepala daerah dan DPRD. Oleh karena itu DPRD sangat erat

kaitannya bila dihubungkan dengan otonomi daerah.

Dalam hal ini partai politik memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dalam

setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara

proses-proses pemerintahan dengan warga Negara. Bahkan banyak pula yang berpendapat

bahwa partai politiklah yang menentukan demokrasi. Oleh karena itu, partai politik

merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institusionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis. 1 Namun, apabila lembaga

tersebut tidak berfungsi dengan baik, atau bahkan kinerjanya tidak efektif maka yang sering

terjadi adalah partai-partai politik yang berkuasa atau ekstrimlah yang akan menguasai dan

mengendalikan segala proses-proses penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan. Oleh

karena itu, system kepartaian yang baik sangatlah menentukan bekerjanya sebuah system

ketatanegaraan berdasarkan prinsip check and balences. Sebaliknya, efektif bekerjanya

1 Schattschneider, E.E, The Semisovereign People: A realist’s view of democracy in America, llionis:The Dryden

(2)

fungsi-fungsi tersebut sesuai prinsip check and balances berdasarkan konstitusi juga sangat menentukan kualitas sistem kepartaian dan mekanisme demokrasi yang dikembangkan

disuatu Negara.

Dengan adanya gagasan untuk melibatkan rakyat dalam proses politik (kehidupan dan

aktifitas ketatanegaraan), maka secara spontan partai politik berkembang menjadi

penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah di lain pihak. 2 Dengan demikian,

dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagai organisasi yang secara khusus dipergunakan untuk

sarana penghubung antara rakyat dengan pemerintah, keberadaan partai politik sejalan

dengan munculnya paham demokrasi dan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan sistem

ketatanegaraan. Oleh sebab itu tidak dapat terelakan jikalau katup demokrasi dan kedaulatan

rakyat telah dibuka dan menjadi warna dalam penyelenggaraan ketatanegaraan, maka sejak

saat itulah kemunculan partai politik laksana “jamur dimusim hujan”.3

Pemikiran demokrasi mengakibatkan jalannya roda pemerintahan harus sesuai dengan

keinginan atau aspirasi rakyat, sesuai Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) secara tegas mengisyaratkan bahwa Indonesia

mengakui kedaulatan rakyat. Dengan kata lain, pemerintah yang berkuasa harus mendapatkan

legitimasi atau pengakuan dari rakyat. Dalam sisitem pemerintahan Indonesia, legitimasi

rakyat tersebut diwakilkan kepada para wakil rakyat yang duduk di DPR RI pada tingkat

pusat dan DPRD pada tingkat daerah. Dalam sistem representative democracy atau demokrasi perwakilan memang partisipasi rakyat yang berdaulat, disalurkan melalui

pemungutan suara rakyat untuk membentuk lembaga perwakilan. Mekanisme perwakilan ini

2

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm. 159.

3

(3)

dinilai dapat menjamin keterwakilan aspirasi rakyat. Maka dalam sistem perwakilan,

kedudukan dan peranan partai politik dianggap sangat dominan.4

Dalam partai politik, selain adanya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga juga

diperlukan suatu kode etik positif yang dituangkan dalam“code of ethics” yang dijamin

tegaknya melalu dewan kehormatan yang efektif. DPRD sendiri sebagai representasi rakyat

di daerah memiliki 3 fungsi utama, yaitu:

a. fungsi legislasi ;

b. fungsi anggaran ; dan

c. fungsi pengawasan.

Dalam pelaksanaan mandat rakyat, dewan selayaknya dapat menghasilkan keputusan

politik/ kebijakan publik yang berdampak positif melalui instrument fungsi-fungsi DPRD,

yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Semua pelaksanaan fungsi tersebut

merupakan inti dari politik perwakilan. DPRD sebagai representasi rakyat menjalankan

amanah perwakilan, yang mengharuskan seorang wakil rakyat bersikap dan bertindak sesuai

dengan kehendak rakyat. Dengan demikian maka perilaku dari anggota DPRD mencerminkan

seorang wakil rakyat, sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai yang

diamanatkan dalam Undang-Undang. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, DPRD

dilengkapi dengan alat kelengkapan dewan, yang salah satunya adalah Badan Kehormatan.5

Badan Kehormatan atau yang selanjutnya disebut BK merupakan salah satu alat kelengkapan

DPRD yang keberadaannya penting untuk menegakan kode etik Anggota Dewan. Pengaturan

mengenai BK DPRD ini terdapat dalam UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan

4

Jimly Asshiddiqie, Op. Cit. hlm. 413

5

(4)

DPRD, dengan perubahannya yaitu UU No 42 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 17

Tahun 2014 dan juga dalam PP No 16 Tahun 2010 tentang pedoman penyusunan tata tertib

DPRD.

BK di desain sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap. BK sebagai penjaga

idealisme anggota dewan sangat diperlukan Karena anggota dewan merupakan penilai dari

kinerja eksekutif. BK berhak menjatuhkan sanksi pada Anggota Dewan yang terbukti

melanggar kode etik dan/atau tata tertib DPRD berdasarkan hasil penyelidikan, verifikasi,

dan klarifikasi. Teguran tersebut dapat berupa:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis;

c. pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan DPR ; atau

d. pemberhentian sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Fungsi BK dalam penegakan kode etik sangatlah penting guna menjaga etika dan

moral Anggota DPRD sebagai wakil rakyat. Dalam hal ini implementasi fungsi Badan

Kehormatan diartikan dengan bagaimana pelaksanaan atau penerapan fungsi Badan

Kehormatan dalam penegakan kode etik di DPRD. BK berwenang untuk melaksanakan

pengawasan dan kontrol terhadap DPRD. Pengawasan dan kontrol dalam hal ini adalah

pengawasan kontrol internal terhadap DPRD. Anggota DPRD merupakan para wakil rakyat

yang dipilih melalui pemilihan umum. Tentang etika, pada dasarnya merupakan tentang etis

dan tidaknya suatu tindakan tertentu terkait dengan fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung

jawab serta kedudukan seseorang sebagai anggota DPRD. Dalam profesinya sebagai anggota

(5)

profesionalitas anggota DPRD agar tidak terjadi penyimpangan.6 Kode etik profesi tersebut

terwujud dalam tata tertib dan kode etik DPRD. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

tata tertib sebagai aturan normatif di DPRD serta kode etik sebagai batas-batas aturan main

anggota dewan.

Kode Etik DPRD merupakan keberlanjutan dari Tata Tertib DPRD. Meskipun dalam

kelembagaan DPRD telah dilengkapi dengan BK namun saat ini banyak hal hal buruk yang

mewarnai kiprah DPRD dalam pelanggaran kode etik seperti terungkapnya berbagai kasus

korupsi, bahkan DPRD pernah diberi lebel sebagai lembaga terkorup, disamping peradilan,

partai politik, dan kepolisian, atau sarang penyamun.7 Saat ini ini peran BK kembali

dipertanyakan, terutama setelah banyak anggota dewan yang terlibat dalam berbagai kasus

seperti kasus korupsi maupun suap, sehingga terjadi krisis moral yang semakin

parah.Maraknya kasus indikasi pelanggaran kode etik yang kongruen dan berjalan paralel

dengan skandal kasus publik seperti korupsi juga membuat alat kelengkapan ini tugasnya

semakin berat.

Ada persoalan kewajiban melaksanakan fungsi alat kelengkapan sesuai dengan

amanat undang-undang, tata tertib dan kode etik di satu sisi. Namun, di satu sisi yang lain BK

juga berada dalam dilema antara membela kepentingan publik dan menjaga citra, baik citra

kelembagaan DPRD maupun citra partai politik serta anggota DPRD. Berdasarkan catatan

Jambi Independent, ada beberapa kasus yang melibatkan anggota DPRD yang tidak terproses

di BK. 8 Selain tersangkut hukum, banyak juga laporan warga tentang perilaku buruk dewan

yang bermain proyek. Bahkan, tidak sedikit pula anggota dewan malah merangkap menjadi

kontraktor. Padahal secara etika itu pelanggaran berat yang layak di Proses BK. Ketua BK

6

Murhani, Suriansyah, Aspek Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah, (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008), hlm. 69

7

Sebastian Salang, M. Djadijono, dan I Made Leo Wiratma, TA. Legowo, Panduan Kinerja DPR/DPRD, Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan, Forum Sahabat, Jakarta, 2009, hlm. 22

8

(6)

DPRD Provinsi Jambi, Kusnindar malah mengaku, hingga saat ini belum ada sanksi atau

rekomendasi yang dikeluarkan BK terhadap anggota DPRD Provinsi Jambi.9

Demikian pula terjadi di Tanjabtim.10 Sekretaris DPRD Tanjabtim, Sapril menyatakan

sejauh ini belum ada satupun permasalahan di DPRD Tanjabtim yang sampai ditangani oleh

BK.Sedangkan Yuniarti Hendaningsih, Ketua BK DPRD Batanghari menyebut anggota

dewan yang berpotensi merusak martabat dan kehormatan dewan dipastikan akan diproses.

Kasus yang ditangani BK terkait pernyataan anggota DPRD Batanghari, Ali Akbar.Ali Akbar

ketika itu dilaporkan wartawan kepihak kepolisian lantaran mengeluarkan statemen yang

menyinggung wartawan. Dalam perkara ini, BK menilai pernyataan Ali Akbar tidak

tergolong dalam pelanggaran kode etik. Ali akbar yang menyinggung profesi wartawan

dengan tujuan agar para kepala desa melaksanakan kegiatan sesuai ketentuan. Yuni sendiri

mengakui bahwa BK DPRD Batang hari saat ini belum bisa leluasa melakukan pengawasan

terhadap anggota dewan. Masalahnya, DPRD Batang hari belum mengesahkan peraturan

tentang tata tertib, kode etik, dan tata beracara BK. .

Salah seorang anggota DPRD Kerinci yang minta namanya tidak disebutkan menilai

kinerja BK dewan sama sekali tidak ada.11 BK dinilai sebagai pelengkap saja dalam struktur

organisasi di DPRD. BK di DPRD Kerinci saat ini baru sebatas simbol saja karena tidak

melaksanakan tugas dan fungsi sebagai badan kehormatan dewan. Sementara itu, menurut

Jambi Independent di bagian sekretariat DPRD Kerinci, dari beberapa kali sidang paripurna

dewan di DPRD Kerinci terdapat beberapa nama yang tidak hadir bahkan ada yang secara

berturut tidak hadir tiga kali paripurna ini terlihat dari absen kehadiran anggota dewan saat

paripurna.

9

Ibid

10

Ibid

11

(7)

Sama halnya dengan BK DPRD Kota Sungai penuh, sejak terbentuknya BK DPRD

Kota Sungai penuh belum satu suratpun yang dikeluarkan BK untuk anggota dewan terkait

dengan kinerja dewan. Sementara itu, di Kabupaten Merangin, BK telah menyelesaikan satu

kasus pelanggaran. Hingga sejauh ini baru kasus tersebut yang selesai di Meja BK.Hal

tersebut diungkapkan Lukman Aima, Ketua BK DPRD Merangin.12 Dijelaskan Lukman,

kasus yang ditangani oleh pihaknya tersebut terkait dengan ijazah palsu. BK DPRD Kota

Jambi tidak ingin dinilai mandul dalam mengurusi etika para anggota legislatif.13 Menurut

Ketua BK DPRD Kota Jambi, Darmawan, pihaknya bekerja sesuai laporan dari masyarakat.

Dimana sejauh ini belum ada pengaduan dari masyarakat terkait dengan pelanggaran kode

etik yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Jambi. Saat ditanya, mengenai tindak

kekerasan yang dilakukan oleh Ketua DPRD Kota Jambi, dirinya mengatakan tidak bisa

berketindak. Lagi-lagi karena belum adanya pengaduan dari masyarakat.

Dalam hal ini peran BK sangatlah penting untuk menegakan kode etik, karena hal ini

berkaitan dengan bagaimana nantinya para anggota DPRD bisa menjalankan tugas serta

fungsinya sesuai dengan amanat rakyat. Disisi lain, BK DPRD juga belum berperan secara

optimal sehingga semakin menambah citra buruk bagi DPRD. Padahal, BK diharapkan

berperan tidak hanya sekedar menjadi penjaga moral dan integritas anggota DPRD melainkan

juga menjadi mekanisme internal untuk menegakan kode etik di DPRD. Hal ini tentu

bertentangan dengan tugas, fungsi serta wewenang yang dimiliki oleh Badan Kehormatan

sebagai salah satu alat kelengkapan yang dimiliki oleh DPRD. Melihat

pelanggaran-pelanggaran kode etik ataupun tata tertib yang telah dilakukan oleh anggota DPRD maka

disinilah peran BK sebagai salah satu alat kelengkapan DPRD untuk menegakan kode etik

perlu dipertanyakan.

12

Ibid

13

(8)

Anggota dewan yang dipilih langsung oleh rakyat haruslah bertanggung jawab kepada

rakyat. BK seharusnya memposisikan diri bukan lagi sebagai bagian dari partai politik di

DPRD, karena kedudukan anggota partai politik di dalam tubuh BK sangat rentan dibajak

oleh pihak parpol yang anggotanya bermasalah di BK. Tugasnya dalam menegakan kode etik

anggota dewan membuat alat kelengkapan ini di satu sisi sangat berguna dan di sisi lain

memiliki tantangan yang sangat berat. Tidak adanya aturan khusus mengenai rekruitmen

anggota BK menjadi sebuah kendala utama yang dihadapi BK untuk melaksanakan

fungsinya. Terlepas dari permasalahn tersebut, lahirnya BK dengan dilakukan pembentukan

BK itu sendiri di DPRD berbagai daerah baik provinsi maupun kabupaten atau kota telah

menimbulkan beberapa opini. Keraguan terhadap kemampuan BK dalam rangka menjaga

martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD dapatlah dimengerti. Sebab ketika

kewenangan legislatif yang begitu powerfull, ternyata perilaku sebagiananggota dewan yang

selalu disebut terhormat itu menimbulkan kekecewaan yang amat mendalam di hati rakyat.

Disamping tidak sedikit kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang

melibatkan anggota dewan, bahkan ada juga oknum angggota dewan yang melakukan

penyelewengan seksual dan tindak kriminal lainnya. Namun tidak sedikit pula yang merasa

yakin terhadap keberadaan BK di DPRD sebagai badan yang mencegah terulangnya sejarah

kelam DPRD. Kewenangan yang dimiliki BK dalam melaksanakan tugas yang diemban

kepadanya hanya sebatas dengan apa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan

peraturan pelaksanaannya yang kini berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014

dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010. Selain itu diatur secara lebih khusus dalam

Tata Tertib DPRD yang telah disahkan.

Secara umum, fenomena perilaku anggota DPRD yang kurang baik terjadi di hampir

setiap daerah di Indonesia. Tidak sedikit pula BK DPRD di berbagai daerah di Indonesia

(9)

mengkaji lebih jauh mengenai “Eksistensi Badan Kehormatan dalam Menunjang Fungsi

DPRD”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana eksistensi Badan Kehormatan dalam menunjang fungsi DPRD?

2. Bagaimana perkembangan pengaturan mengenai eksistensi Badan Kehormatan

DPRD?

C. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui eksistensi Badan Kehormatan dalam menunjang fungsi DPRD.

2. Untuk mengetahui perkembangan pengaturan mengenai eksistensi Badan

Kehormatan DPRD.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoretis :

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya, dan

khususnya pada bidang hukum Tata Negara, Hukum Lembaga Negara, serta Etika Profesi

Hukum.

2. Manfaat praktis :

Sebagai bahan masukan bagi Badan Kehormatan DPRD agar dapat melaksanakan

(10)

E. Metode

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif, karena ruang lingkup penelitian adalah melakukan studi hukum dalam praktek yang

selalu dibingkai dengan doktrin-doktrin hukum. Pendekatan normatif dilakukan dengan

menggunakan ketentuan-ketentuan hukum yang berlakudi Indonesia, baik bahan hukum

primer maupun bahan hukum sekunder dan juga menggunakan pendapat para ahli di bidang

hukum, terutama yang berkaitan dengan masalah penelitian.14

b. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan

perundang-undangan (statute approach) . Yaitu dengan menelaah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan permasalahan, selain itu juga mempelajari konsistensi dan keterkaitan

antara undang-undang satu dengan undang-undang yang lain. Penelitian ini juga didukung

dengan pendekatan konsep (conceptual approach) yaitu dengan cara mempelajari dan

menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan yang relevan dengan permasalahan. 15

c. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi yang meliputi :

14

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi. Jakarta. Prenada Media Group. hlm. 181.

15

(11)

A. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, seperti peraturan

perundang-undangan :

- Undang-Undang Dasar 1945.

- Undang-undang No 22 Tahun 2003 tentang Sususnan Dan Kedudukan

MPR, DPR, DPD dan DPRD.

- Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Derah

- Undang No 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD .

- Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

- Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2004 tentang Pedoman

Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD

- Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2005 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman

Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD

- Peraturan Pemerintah No 16 tahun 2010 tentang Pedoman penyusunan

peraturan dewan perwakilan rakyat daerah tentang tata tertib dewan

perwakilan rakyat daerah

B. Bahan Hukum sekunder, bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan

hukum primer, misalnya buku-buku literatur hukum, hasil-hasil penelitian

yang dilakukan oleh para ahli yang dapat diakses oleh penulis, hasil karya

ilmiah para sarjana dan pemberitaan surat kabar.

C. Bahan Hukum Tersier, merupakan bahan hukum yang memberikan informasi

Referensi

Dokumen terkait

kelengkapan DPR merupakan lembaga etik yang tidak memiliki hubungan.. langsung apapun pada sistem peradilan pidana dan berpotensi

Teradu, memeriksa alat bukti, dan mendengarkan pembelaan Teradu terhadap materi Pengaduan berdasarkan Tata Tertib dan Kode Etik yang dihadiri Pengadu, Teradu,

seperti ditingkat pusat. Dengan asumsi bahwa penyusunan Program Legislasi Daerah antara DPRD dengan Pemerintah Daerah dikoordinasi oleh DPRD melalui alat

Pada tahun 2004 Badan Kehormatan (BK) DPR, sebuah alat kelengkapan tetap yang bertugas untuk menegakkan kode etik anggota dewan terbentuk.. BK DPR adalah salah

Dengan demikian maka peraturan DPRD Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2010 tentang tata tertib DPRD Provinsi Bali menjelaskan secara rinci dan kongkrit mengenai

Rakyat Daerah Kota Yogyakarta Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Tertib, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi

Badan Kehormatan DPRD mempunyai tugas sesuai dengan Pasal 64 Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 2 Tahun 2020 adalah sebagai berikut: 1

Berpakaian Tidak Sesuai Kode Etik Kendala yang dihadapi badan kehormatan Kabupaten Solok dalam mencegah terjadinya pelanggaran dalam hal berpakaian yaitu, berdasarkan wawancara dengan