• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Badan Kehormatan dalam Menunjang Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Badan Kehormatan dalam Menunjang Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori Pengawasan terhadap Penggunaan Kekuasaan

Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh seorang pejabat atau suatu badan, harus berdasarkan atas undang-undang atau peraturan perundangan yang berlaku. Segala kekuasaan dan wewenang harus dijalankan dengan jelas yaitu menurut fungsi dan pembidangannya. Setiap badan dan lembaga negara dari bawah sampai ke atas, pusat dan daerah haruslah jelas pengaturannya menurut Musanef.

Kejelasan pengaturan tersebut menyangkut1 :

”Sasarannya, tertib susunannya, hubungan kerja antara satu dengan yang laiinya,

koordinasi dan komunikasi ke atas, kesamping, ke bawah dan ketentuan-ketentuan

dan tata cara menyelenggarakannya atau secara singkat ditentukan ”Rule of the

games’nya.”

Pengawasan adalah suatu keharusan yang dilakukan terhadap penyelenggaraan pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sama halnya dengan pengawasan terhadap kekuasaan, BK sebagai lembaga penjaga moral anggota DPRD memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja para anggota DPRD. BK bertugas untuk melaksanakan pengawasan dan kontrol terhadap DPRD. Pengawasan dan kontrol dalam hal ini adalah pengawasandan kontrol internal terhadap DPRD. Anggota DPRD merupakan para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum. Tentang etika, pada dasarnya merupakan tentang etis dan tidaknya suatu tindakan tertentu terkait dengan

(2)

fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab serta kedudukan seseorang sebagai anggota DPRD. Dalam profesinya sebagai anggota DPRD, maka disini perlu adanya kode etik profesi untuk memberikan batasan guna menjaga profesionalitas anggota DPRD agar tidak terjadi penyimpangan.

Kata “pengawasan” berasal dari kata “awas”, berarti antara lain “penjagaan”. Istilah

pengawasan dikenal dalam ilmu manajemen dan ilmu administrasi yaitu sebagai salah satu

unsur dalam kegiatan pengelolaan.2 Istilah pengawasan dalam bahasa inggris disebut

controlling yang diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga istilah controlling lebih luas artinya daripada pengawasan. Sondang P. Siagian memberikan definisi

tentang pengawasan adalah “ Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan

organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan

sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” 3

Istilah kekuasaan sendiri hampir dipakai pada seluruh aspek keilmuaan, seperti sosial, politik, hukum dan sebagainya, oleh karena itu menjadi wajar jika pandangan mengenai rumusan kekuasaan mengalami perbedaan antara yang satudengan yang lain, namun juga tidak dapat dikecualikan bahwa antara berbagai pandangan tersebut ada

kesamaannya, Miriam Budiardjo mengemukakan bahwa kekuasaan adalah: 4

“Kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah

lakunya seseorang atau kelompoklain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi

sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu “.

Dalam kaitannya dengan hukum, kekuasaan itu sendiri memiliki hubungan yang

sangat erat dengan hukum.5 Karena di satu sisi hukum membutuhkan kekuasaan untuk

2

Anton, M. Moeliono, dkk.,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 68.

3 Siagian, S.P., filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1990, hlm. 107. 4

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm. 128.

5

(3)

menjalankan fungsinya, sedang disisi lain kekuasaan membutuhkan hukum untuk melegitimasi keberadaannya. Kekuasaan merupakan hak sebagai kepentingan yang diakui dan dilindungi oleh hukum. Dalam arti lain dianggap sebagai suatu kekuasaan berdasarkan

hukum, dengan hak tersebutseseorang dapat melaksanakan kepentingannya.6 Untuk dapat

melaksanakan kekuasaan yang berdasarkan hukum tersebut, maka DPRD sebagai lembaga perwakilan daerah dilengkapi dengan tiga fungsi, yaitu; fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Keberadaan ketiga fungsi tersebut sangat penting untuk mendorong terciptanya suatu pemerintahan daerah yang baik.

Dalam melakukan pengawasan tersebut, DPRD juga memiliki standar etika yang merupakan salah satu instrument yang penting dalam penegakan aturan-aturan hukum dan juga standar perilaku sebagai dasar pengawasan yang dilakukan oleh BK sebagai lembaga pengawas dan penegak kode etik anggota DPRD. Oleh karena itu DPRD diwajibkan untuk menyusun kode etik yang berfungsi untuk menjaga martabat dan kehormatan anggotanya dalam menjalankan tugas dan wewenang. Pada dasarnya harus ada aturan hukum yang mengatur mengenai pengawasan kekuasaan. Penegakan hukum adalah upaya untuk memenuhi tujuan hukum, menurut Martokusumo, tujuan pokok hukum adalah menciptalan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan karena dengan tercapainya ketertiban di masyarakat, diharapkan kepentingan manusia akan dapat terlindungi. 7

Dalam rangka mewujudkan kekuasaan tersebut agar sesuai dengan apa yang seharusnya, maka ada dua faktor yang mempengaruhi, yaitu;

a. adanya aturan hukum yang mengatur mengenai kode etik

b. adanya lembaga/aparat yang berwenang dan bertugas melakukan pengawasan

terhadap kode etik. 6

Lili Rassjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum. Rajawali Press, Jakarta, 1988, hlm. 45

7

(4)

Kedua faktor tersebut diatas harus saling mendukung agar pengawasan terhadap kekuasaan itu dapat berjalan dengan baik. Pengawasan terhadap kekuasaan merupakan suatu proses yang interaktif. Artinya, tidak hanya aturan hukum mengenai kode etik saja yang dibutuhkan melainkan juga dibutuhkan keberadaan lembaga pengawas/aparat dalam hal ini adalah BK yang berfungsi mengawasi dan menegakan kode etik serta mengontrol perilaku anggota DPRD . Pengawasan dapat dibedakan menjadi:

1. Pengawasan Langsung dan tidak langsung.

Pengawasan yang dilakukan secarapribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan

mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri ”on the spot” ditempat pekerjaan

dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Hal ini dilakukan

dengan inspeksi. 8

2. Pengawasan Preventif dan Represif

Arti harafiah pengawasan ”preventif”adalah pengawasan yang bersifat mencegah.

Mencegah artinya menjaga jangan sampai suatu kegiatan itu terjerumus pada kesalahan. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang bersifat mencegah agar pemerintah daerah tidak mengambil kebijakan yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan ” repersif” yaitu pengawasan yang

berupa penengguhan atau pembatalan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah baik berupa Peraturan daerah, Peraturan Kepala Daerah, Keputusan DPRD, maupun keputusan Pimpinan DPRD dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengawasan represif berupa penangguhan atau pembatalan terhadap kebijakan

8

(5)

daerah yang dinilai bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan

perundang-undangan yang lainnya.9

3. Pengawasan ”intern” (eksternal) adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisai itu sendiri. Pengawsan intern lebih dikenal dengan pengawasan fungsional. Pengawasan fungsional adalah pengawasan terhadap pemerintah daerah, yang dilakukan secara fungsional oleh lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan fungsional, yang kedudukannya merupakan bagian dari lembaga yang diawasi. 10

B. Fungsi DPRD Sebagai Representasi Rakyat di Daerah

Gagasan pembentukan sistem perwakilan dalam suatu negara itu dilatar belakangi oleh teori demokrasi. Teori ini menjelaskan bahwa anggota masyarakat harus ikut ambil

bagian atau berpartisipasi dalam proses perumusan dan penentuan kebijaksanaan.11 Dalam

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD , sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD menyebutkan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan demikian DPRD memiliki fungsi utama yaitu:

a. fungsi legislasi, yaitu membentuk peraturan daerah;

fungsi ini dilaksanakan sebagai perwujudan DPRD selaku pemegang kekuasaan membentuk peraturan daerah.

(6)

fungsi ini dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD yang diajukan.

c. fungsi pengawasan, yaitu melakukan pengawasan terhadap jalannya

pemerintahan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan

(fungsi ini dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.

Dalam pelaksanaan mandat rakyat, dewan selayaknya dapat menghasilkan keputusan politik/ kebijakan publik yang berdampak positif melalui instrument fungsi-fungsi DPRD, yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Semua pelaksanaan fungsi tersebut merupakan inti dari politik perwakilan. Implementasi ketiga fungsi itu selanjutnya dioperasionalkan dalam bentuk hak dan kewajiban anggota dalam lembaga DPRD yang kesemuannya harus diatur jelas dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai pengejawantahan dari tri fungsinya itu harus dipertanggungjawabkan pada diri sendiri, masyarakat, lingkungan dan terutama konstituen yang telah memberikan kepercayaan penuh padanya untuk memperbaiki sistem pemerintah ke arah yang diinginkan seluruh elemen bangsa dan Negara.

(7)

DPRD mencerminkan seorang wakil rakyat, sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang.

Sebagai sebuah lembaga perwakilan tentu saja DPRD harus melaksanakan fungsinya dengan baik guna mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih yaitu dengan terselenggaranya good governance yang merupakan prasyaratan utama mewujudkan aspirasi masyarakat mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban pemerintahan yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berdaya guna, berhasil guna dan bertanggung jawab.

C. Kode Etik

Bertens menyatakan, kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau member petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu

dimata masyarakat.12 Harus diakui bahwa dalam penerapannya dilapangan, etika profesi

memang selalu tidak puas dengan gambaran-gambaran empiris tentang suatu fenomena. Ia membutuhkan penilaian-penilaian agar dapat diterapkan. Oleh karena itu, ada pula pandangan yang mengatakan bahwa kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Dan karena ia telah membuat

penilaian-penilaian, maka etika profesi juga adalah etika normatif. 13 Kode etik profesi

12

Bartens, K, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hlm. 72.

13

(8)

merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi aggotanya. Menurut Sumaryono,

kode etik profesi perlu dirumuskan secara tertulis, alasannya yaitu :14

a. sebagai sarana kontrol sosial;

b. sebagai pencegah campur tangan pihak lain;

c. sebagai pencegahan kesalahpahaman dan konflik.

Oleh karena itulah sebaiknya kode etik profesi terumuskan secara tertulis agar ia efektif sebagai system norma, nilai dan aturan profesioanal tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Syarat lain agar kode etik efektif menjadi pedoman tingkah laku profesi maka pelaksanaannya diawasi terus menerus. Karena kode etik juga mengandung sanksi yang ditegakan oleh dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Walaupun dalam praktik rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota

profesi. 15 Dalam kaitannya dengan etika profesi ini terdapat prinsip-prinsip yang harus

ditegakan. Franz Magnis-Suseno terlebih dulu membedakan profesi dalam dua jenis, yaitu profesi pada umumnya dan profesi luhur. Untuk profesi pada umumnya, paling tidak ada dua prinsip yang wajib ditegakan, yaitu: (1) prinsip agar menjalankan profesinya secara

bertanggung jawab, dan (2) hormat terhadap hak-hak orang lain. 16

Untuk profesi yang luhur (officium nobile) juga terdapat dua prinsip yang penting, yaitu: (1) mendahulukan kepentingan orang yang dibantu dan (2) mengabdi pada tuntutan luhur profesi. Kode etik bagi penegak hukum sangat diperlukan sebagai pembela kebenaran dan keadilan para pemangku profesi hukum agar bekerja dengan memperhatikan kode

14

Sumaryono, E, Etika Profesi Hukum, Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hlm. 35

15

Bartens, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hlm. 282-283.

16

(9)

etiknya. Runtuhnya komitmen terhadap kode etik akan identik dengan aroma terjadinya

korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sangat kental pada penyelenggaraan keadilan. 17

Harkristuti mengkaitkan kode etik profesi itu dengan kinerja suatu profesi yang mengandung

“social values and responsibilities”, dan karena itu menyamakan dengan akhlak atau moral (tentang apa yang benar atau tidak, dan apa yang salah atau buruk). 18 Dengan begitu kode etik profesi diharapkan mampu menjadi dorongan moral profesi untuk selalu cermat dan benar dalam menjalankan profesinya itu di masyarakat. Sifat dan orientasi kode etik

hendaknya:19

a. Singkat, sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis

dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam formulasinya.

b. Kode etik ditujukan kepada rekan, profesi, nasabah/ pemakai, Negara dan

masyarakat. Kode etik diciptakan untuk kemanfaatan masyarakat dan bersifat diatas sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status.

c. Sebuah kode etik menunjukan penerimaan profesi atas tanggung jawab dan

kepercayaan masyarakat yang telah memberikannya.

Orientasi membangun kode etik profesi hukum juga terkait dengan arah kebijakan

pembangunan hukum nasional yang antara lain terciptanya integritas moral dan

profesionalisme aparat penegak hukum sekaligus untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya Negara hukum. Tingginya komitmen profesi hukum terhadap kode etik akan membuktikan bahwa kita benar sebagai Negara hukum, sebaliknya matinya profesi hukum yang ditandai dengan redahnya komitmen profesi hukum terhadap kode etiknya hanya akan menjauhkan ciri sebagai Negara hukum.

Dengan demikian, orientasi kode etik profesi hukum setidaknya ditujukan untuk: 20

a. dapat menjamin keadilan (“ensuring justice”);

17

Kuat Puji Prayitno, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum, Kanwa Publisher, Yogyakarta, 2010, hlm. 83

(10)

b. dapat menumbuhkan kepercayaan dan respek masyarakat (“public trust and respect”);

Sebaliknya, kegagalan dalam mengemban kode etik profesi akan menyebabkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada aparat, merusak (mengeksploitasi) sumber daya non fisik,

merusak (“sustainable development”) dan akhirnya akan merusak kualitas kehidupan.

Magnis-Suseno menyatakan, untuk melaksanakan profesi yang luhur itu secara baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya. Tiga ciri moralitas yang tinggi itu adalah : (1) berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi, (2) sadar akan kewajibannya, dan (3) memiliki idealisme yang tinggi.

SIKAP MORAL PENUNJANG ETIKA PROFESI

- Menentukan sikap (sesuai tuntutan - Menunjang tinggi etika profesi : - Mempraktikkan profesi: etika profesi) * bukan sekedar hobi melainkan * bukan mencari untung

SIKAP MORAL PENUNJANG ETIKA

PROFESI

1 2 3

BERTINDAK ATAS DASAR TEKAD

KESADARAN BERKEWAJIBAN

(11)

- Tidak melepas sikap hanya karna * sadar akan kewajiban * mengabdi pada sesama terdesak:

* perasaan kurang senang

* perasaan malu

* Emosi/nafsu sendiri

(Sumber: Franz Magnis Suseno, dkk)

Selanjutnya, Frans Magnis menjelaskan bahwa profesi pada umumnya dan profesi hukum khususnya adalah kelompok yang mempunyai kekuasaan berdasarkan hukum untuk bertindak atas nama hukum. Profesi juga memiliki monopoli atas suatu keahlian tertentu, karena itu ia mempunyai tanggung jawab khusus. Ada sisi negatif ketika monopoli kekuasaan

dan keahlian itu tidak dijalankan secara “amanah”. Penggunaan kekuasaan secara

bertanggung jawab (cermat, adil, manusiawi) maka profesi itu akan menjadi penjamin yang

utama (prime guarantor), akan tetapi penggunaan yang berkhianat maka profesi itu akan

menjadi pengancam utama (prime threatener) bagi tegaknya hukum dan keadilan.

(12)

diperlukan sebagai batasan tentang apa yang harus/boleh dilakukan dan apa yang tidak harus /tidak boleh dilakukan oleh seorang anggota dewan.

Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Ketentuan mengenai kode etik anggota dewan diatur dengan Peraturan DPRD tentang kode etik. Peraturan DPRD tentang kode etik paling sedikit memuat ketentuan tentang:

 tata hubungan antar penyelenggara pemerintahan daerah;

 tata hubungan antaranggota DPRD;

 tata hubungan antara anggota DPRD dan pihak lain;

 penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, dan sanggahan;

 kewajiban anggota DPRD;

 larangan bagi anggota DPRD;

 hal-hal yang tidak patut dilakukan oleh anggota DPRD;

 sanksi dan mekanisme penjatuhan sanksi; dan

 rehabilitasi.

Belakangan ini pelanggaran terhadap kode etik anggota DPRD di berbagai daerah semakin marak dan sering terjadi. BK sebagai salah satu alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dinilai dapat menjamin tegaknya tata tertib dan kode etik DPRD ternyata hasilnya tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan. Pelanggaran terhadap kode etik dan tata tertib anggota dewan ini pun sering luput dari perhatian BK. Menurut pasal 89 ayat (1) PP No 16 tahun 2010 DPRD menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota DPRD selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra,dan kredibilitas DPRD.

(13)

Sama halnya dengan aparat penegak hukum, hal hal yang dilakukan oleh aparat penegak kode etik adalah upaya-upaya atau usaha untuk melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran dan jika tejadi pelanggaran dilakukan upaya untuk memulihkan kode etik yang dilanggar itu agar dapat ditegakan kembali. Penegakan kode etik dalam arti sempit adalah memulihkan hak dan

kewajiban yang telah dilanggar, sehingga timbul keseimbangan seperti semula. 21 Dalam hal

ini kedudukan aparat penegak kode etik sangat erat kaitannya dengan kebebasan dan tanggung jawab. Etika membebani kita dengan kewajiban moral untuk bertanggung jawab, yang berbeda dengan kewajiban dalam norma hukum, kewajiban moral ini tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk dipaksakan penerapannya. Norma moral bersifat otonom, bukan heteronom. Sehingga penegakannya tidak dapat dipaksakan melalui daya pemaksa eksternal (oleh penguasa). Itulah sebabnya selalu ada kebebasan bagi pemilik moralitas itu untuk

berbuat atau tidak berbuat. 22

Kebebasan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, kebebasan yang kita terima dari orang lain, yang disebut dengan kebebasan sosial. Kedua, kebebasan dalam arti kemampuan

kita untuk menentukan tindakan kita sendiri, yang disebut dengan kebebasan eksistensial. 23

Kebebasan sosial ini selalu dibatasi oleh orang lain. Magnis Suseno mengingatkan agar dalam membicarakan kebebasan perlu dibedakan kebebasan mana yang sedang dibicarakan, apakah kebebasan sosial atau eksistensial. Dalam hal membicarakan kebebasan sosial, secara hakiki kebebasan itu perlu dibatasi oleh berbagai pihak yang berwenang. Kendati demikian, pembatasan itu perlu dipertanggung jawabkan, baik alas an maupun caranya. Pembatasan ini juga harus normative. Hanya kalau orang tidak mau menerima pembatasan itu secara baik,

21

Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 120.

22

Dardji Darmodiharjo, Ibid, hlm. 261.

23

(14)

maka pembatasan-pembatasan yang telah diberi status hukum, boleh juga dipaksaan secara fisik. 24

Ditambahkannya bahwa kebebasan eksistensial sebagai kemampuan manusia untuk menetukan dirinnya, akan berkembang dan menjadi kuat apabila orang itu makin bersedia untuk bertanggung jawab. Dan sebaliknya, semakin orang menolak untuk bertanggung jawab, maka semakin sempit dan lemah kepribadiannya. Jadi semakin berkurang juga kebebasannya untuk menentukan dirinya sendiri. Kebebasan (eksistensial) yang bertanggung jawab menyatakan diri dalam pola moralitas yang otonom. Manusia bermoralitas otonom melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya bukan karena takut atau merasa tertekan, melainkan karena ia sendiri sadar. Sehingga menyadari nilai dan makna serta perlunya kewajiban dan tanggung jawabnya itu. Oleh karena itu, dalam sebuah organisasi penegak kode etik, diperlukan adanya independensi, serta kebebasan yang bertanggung jawab sehingga ia dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.

Kode etik profesi sebaiknya disusun oleh para penyandang profesi yang bersangkutan dengan dibantu ahli-ahli etika. Dalam penyusunannya, kepentingan masyarakat luaslah yang harus diprioritaskan, bukan semata-mata kepentingan profesi. Itulah sebabnya pengawasan pemerintah sangat diperlukan, namun tidak boleh sampai mengancam independensi profesi tersebut. Dalam pelaksanaan etika profesi ini selanjutnya, selain dari pemerintah, pengawasan dilakukan oleh badan semacam majelis pertimbangan kehormatan profesi. Dalam hal ini pengawasan kode etik angggota DPRD dilakukan oleh BK DPRD. Pengaturan mengenai

sikap dan perilaku anggota DPRD itu sendiri memuat ketentuan antara lain: 25

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. mempertahankan keutuhan negara serta menjaga persatuan dan kesatuan

bangsa;

c. menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia;

(15)

e. menegakkan kebenaran dan keadilan;

f. memperjuangkan aspirasi masyarakat tanpa memandangperbedaan suku,

agama, ras, asal usul, golongan, dan jenis kelamin;

g. mengutamakan pelaksanaan tugas dan kewajiban anggota DPRD daripada

kegiatan lain di luar tugas dan kewajiban DPRD; dan

h. menaati ketentuan mengenai kewajiban dan larangan bagi anggota DPRD

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Anggota DPRD sendiri juga sudah memiliki aturan mengenai tata kerja anggota DPRD yang dimuat dalam sebuah aturan, yang paling tidak harus memuat ketentuan

mengenai: 26

a. menunjukkan profesionalisme sebagai anggota DPRD;

b. melaksanakan tugas dan kewajiban demi kepentingan dan kesejahteraan

masyarakat;

c. berupaya meningkatkan kualitas dan kinerja;

d. mengikuti seluruh agenda kerja DPRD, kecuali berhalangan atas izin dari

pimpinan fraksi;

e. menghadiri rapat DPRD secara fisik;

f. bersikap sopan dan santun serta senantiasa menjaga ketertiban pada setiap

rapat DPRD;

g. menjaga rahasia termasuk hasil rapat yang disepakati untuk dirahasiakan

sampai dengan dinyatakan terbukauntuk umum;

h. memperoleh izin tertulis dari pejabat yang berwenang untuk perjalanan ke luar

negeri, baik atas beban APBD maupun pihak lain;

i. melaksanakan perjalanan dinas atas izin tertulis dan/atau penugasan dari

pimpinan DPRD, serta berdasarkan ketersediaan anggaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

j. tidak menyampaikan hasil dari suatu rapat DPRD yang tidak dihadirinya

kepada pihak lain; dan

k. tidak membawa anggota keluarga dalam perjalanan dinas, kecuali atas alasan

tertentu dan seizin pimpinan DPRD.

Pengawasan internal oleh Badan Kehormatan Profesi biasanya mengalami kendala

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 27

1. kualitas dan integritas pengawas yang tidak memadai;

2. proses pemeriksaan disiplin yang tidak transparan;

3. belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan untuk menyampaikan

pengaduan, memantau proses serta hasilnya (tidak adanya akses);

4. semangat membela korps (esprit de corps) yang mengakibatkan penjatuhan hukuman

tidak seimbang dengan perbuatan. Setiap upaya untuk memperbaiki suatu kondisi

26

Pasal 91 PP No 16 Tahun 2010.

27Hermansyah, “Peran Lembaga Pengawas Eksternal terhadap Hakim.”

(16)

yang buruk pasti akan mendapat reaksi dari pihak yang selama ini mendapatkan keuntungan dari kondisi yang buruk itu;

5. tidak terdapat kehendak yang kuat dari pimpinan lembaga penegak hukum untuk

menindaklanjuti hasil pengawasan.

Profesi penegakan hukum dan penegakan keadilan didalam masyarakat, dalam kedudukannya sebagai profesi luhur, menuntut kejelasan dan kekuatan moral yang tinggi. Franz Magnis Suseno menunjukan bahwa ada tiga ciri kepribadian moral yang dituntut dari para penyandang atau pemegang profesi luhur ini, yaitu :

a. berani berbuat dengan tekad untuk memenuhi tuntutan profesi.

b. sadar akan kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan tugas

profesionalnya.

c. memiliki idealisme sebagai perwujudan makna “mission statement”

masing-masing organisasi profesioanalnya.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Metoda seismik refleksi mengukur waktu yang diperlukan suatu impuls suara untuk melaju dari sumber suara, terpantul oleh batas-batas formasi geologi, dan kembali ke permukaan tanah

1) Penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk manajemen PT.Semen Baturaja dalam mengambil keputusan strategis yang berhubungan dengan pelayanan

Penggunaan teknologi informasi dalam menunjang suatu sistem pendidikan jarak jauh harus diperhatikan dari bentuk pendidikan yang diberikan.. Suatu perkuliahan bahasa Inggris

Berdasarkan pendapat ahli diatas maka dapat dikatakan bahwa persepsi guru merupakan aktivitas mengindera, menginteraksikan dan memberikan penilaian dari seseorang

modeling siswa dapat diajak untuk mempelajari perilaku-perilaku baru yang akan diberikan oleh model. Di sini peran modeling adalah untuk membina melalui latihan, pendidikan,

Dalam sistem SMS Gateway memiliki fasilitas auto respon dan dengan mengadopsi aplikasi dari sistem gammu untuk menjembatani antara database SMS Gateway

Dengan memperhatikan tujuan diet tersebut, rumah sakit umumnya menyediakan makanan dengan kriteria seperti : makanan dengan komposisi gizi yang baik dan seimbang menurut

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah individu yang pernah melakukan percobaan bunuh diri, yang berjumlah 2 orang dengan jenis kelamin yang berbeda.. Teknik