• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pemerintahan Raffles di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Pemerintahan Raffles di Indonesia"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Sistem Pemerintahan Rafes di Indonesia

Raffles adalah seorang pembaharu dan penentang feodalisme sebagaimana Daendels (Rickleft,1998: 174). Pembaharuan yang dilakukan Raffles di Indonesia secara teoritis mirip dengan pemikiran Dirk Van Hogendorp pada tahun 1799. Inti dari pemikiran tersebut adalah kebebasan berusaha bagi setiap orang, dan pemerintah hanya berhak menarik pajak dari penggarap. Pemerintahan dijalankan untuk mencapai kesejahteraan umum, dan kesadaran baru baik sarekat dagang, terlebih kekuasaan negara tidak mungkin bertahan hidup dengan memeras masyarakatnya (Sujatmoko, 2012). Dibawah ini merupakan kebijakan- kebijakan yang dilakukan Raffles:

a. Landrente Stelsel (sistem pajak bumi) sebagai pengganti Contingenten (penyerahan hasil bumi dari daerah jajahan), sedangkan penyerahan wajib (verplichte leverantie) dihapuskan

b. Monopoli, pelayaran Hongi, dan segala pemaksaan di Maluku dihapuskan c. Perbudakan dilarang

d. Kebijakan Raffles dalam bidang pengetahuan, keadilan, dan kesehatan rakyat:

e. Ditulisnya buku berjudul History of Java di London pada tahun 1817 dan dibagi dua jilid f. Raffles aktif mendukung Bataviaach Genotschaap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan

ilmu pengetahuan

g. Dirintisnya Kebun Raya Bogor h. Mengadakan suntikan cacar

i. Pengadilan menggunakan system juri j. Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi

Dalam pemerintahannya, Raffles menghendaki adanya sistem sewa tanah atau dikenal juga dengan sistem pajak bumi atau Landrente. Dalam usahanya untuk melaksanakan sistem sewa tanah ini Raffles berpagang pada tiga asas, yaitu:

a. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk menanam satu jenis tanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam

b. Pengawasan tertinggi langsung dilakukan oleh pemerintah tanah atas dengan menarik pendapatan atas tanah-tanah dengan pendapatan dan sewanya tanpa perantara Bupati, yang kerja selanjutnya bagi mereka adalah terbatas pada pekerjaan-pekerjaan umum c. Menyewakan tanah-tanah yang diawasi pemerintah secara langsung dalam persil-persil

besar atau kecil, menurut keadaan setempat, berdasarkan kontrak-kontrak untuk waktu yang terbatas

Untuk menentukan besarnya pajak, tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: a. Kelas I yaitu kelas yang subur, dikenakan pajak dari setengah hasil bruto

b. Kelas II yaitu kelas tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga dari hasil bruto c. Kelas III yaitu kelas tanah tandus, dikenakan pajak dua per lima dari hasil bruto

d. Selain menerapkan kebijakan landrente, dalam bidang pemerintahan Raffles juga menerapkan kebijakannya melalui:

e. Membagi tanah Jawa ke dalam 16 karesidenan f. Mengurangi jabatan bupati yang berkuasa

g. Mengangkat Bupati menjadi pegawai negeri yang digaji

h. Mempraktekkan sistem yuri dalam pengadialn seperti di Inggris

i. Melarang adanya perbudakan, membangun pusat pemerintahan di Istana Bogor

j. Kesultanan Banten dihapuskan, kedaulatan kesultanan Cirebon harus diserahkan kepada kolonial Inggris

(2)

Sewa tanah diperkenalkan di Jawa semasa pemerintahan peralihan Inggris oleh Thomas Stamford Raffles, yang menghimpun banyak gagasan dari sistem pendapatan tanah India-Inggris. Sewa tanah didasarkan pada pemikiran pokok mengenai hak pengusa sebagai pemilik semua tanah yang ada (Sujatmoko, 2012).

Thomas Stamford Raffles menyebut sistem sewa tanah dengan istilah landrente. Peter Boomgard (2004: 57) menyatakan bahwa kita perlu membedakan antara landrente sebagai suatu pajak bumi atau lebihtepat pajak hasil tanah, yang diperkenalkan tahun 1813 dan masih terus dipungut pada akhir periode kolonial, dan andrente sebagai suatu sistem (Belanda: Landrente Stelsel), yang berlaku antara tahun 1813 sampai 1830.

 Tiga aspek sistem pelaksaan sewa tanah:

a. Penyelenggaraan sistem pemerintahan atas dasar modern

Sistem pemerintahan yang tidak langsung yaitu pemerintahan yang dilaksanakan oleh para raja-raja dan kepala desa digantikan dengan para pegawai Eropa. Mengganti pemerintahan tersebut berarti kekuasaan tradisional raja-raja dan kepala tradisional sangat dikurangi dan sumber-sumber tradisional mereka dikurangi ataupun ditiadakan.

b. Pelaksanaan pemungutan sewa

Pelaksanaan pemungutan sewa selama masa VOC adalah pajak kolektif, dalam artian pajak tersebut dipungut bukan dasar perhitungan perorangan tapi seluruh desa. Pada masa sewa tanah hal ini digantikan menjadi pajak adalah kewajiban tiap perorangan bukan desa.

c. Penanaman tanaman dagangan untuk dieksport

Pada masa sewa tanah ini terjadi penurunan dari sisi ekspor, misalnya tanaman kopi yang merupakan komoditas ekspor pada awal abad ke-19. Pada masa sistem sewa tanah mengalami kegagalan, hal ini karena kurangnya pengalaman para petani dalam menjual tanaman-tanaman mereka di pasar bebas. Para petani dibebaskan menjual sendiri tanaman yang mereka tanam.

 Dua hal yang ingin dicapai Raffles melalui sistem sewa tanah ini:

a. Memberikan kebebasan berusaha kepada peteni Jawa melalui pajak tanah

Mengefektifkan sistem administrasi Eropa yang berarti penduduk pribumi akan mengenal ide-ide Eropa mengenai kejujuran, ekonomi, dan keadilan

b. Namun pada kenyataannya sistem sewa tanah ini:

Rakyat tetap saja harus membayar pajak kepada pemerintah. Rakyat diposisikan sebagai penyewa tanah, karena tanah adalah milik pemerintah. Pada sistem ini feodalisme dikurangi, sehingga para kepala adat yang dulunya mendapatkan hak-hak atau pendapatan, sekarang dikurangi bahkan ditiadakan

c. Setiap orang dibebaskan menanam apa saja untuk tanaman ekspor, dan bebas menjualnya kepada siapa saja di pasar yang telah disediakan oleh pemerintah. Tetapi karena kecenderungan rakyat yang telah terbiasa oleh tanam paksa yakni mereka hanya menanam saja, untuk menjual tanaman yang mereka tanam tentu mengalami kesulitan, sehingga mereka menyerahkan semua urusan menjual hasil pertanian kepada para kepala desa untuk menjualnya secara bebas. Tentu hal ini berakibat terhadap banyaknya korupsi dan penyelewengan yang dilakukan oleh para kepala desa tersebut.

(3)

Pelaksanaan sistem sewa tanah yang dilakukan Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles pada sistem pertanahan di Nusantara menemui beberapa kegagalan. Sistem sewa tanah yang diberlakukan ternyata memiliki kecenderungan tidak cocok bagi pertanahan milik penduduk pribumi di Nusantara. Sistem sewa tanah tersebut tidak berjalan lama, hal ini disebabkan beberapa faktor dan mendorong sistem tersebut untuk tumbang kemudian gagal dalam peranannya mengembangkan kejayaan kolonisasi Inggris di Nusantara. Beberapa faktor kegagalan sistem sewa tanah antara lain:

a. Keuangan Negara yang terbatas, memberikan dampak terhadap minimnya pengembangan pertanian.

b. Pegawai yang cakap jumlahnya cukup sedikit, selain karena hanya diduduki oleh kalangan pemerintah Inggris sendiri, pegawai yang jumlahnya sedikit kurang berpengalaman dalam mengelola sistem sewa tersebut.

c. Masyarakat Indonesia pada masa itu belum mengenal perdagangan ekspor seperti India yang pernah mengalami sistem sewa tanah dari penjajahan Inggris. Pada abad ke-9 masyarakat Jawa masih mengenal sistem pertanian sederhana, dan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri sehingga penerapan sistem sewa tanah sulit diberlakukan. d. Masyarakat Indonesia terutama di desa masih terikat dengan feodalisme dan belum

mengenal ekonomi uang, sehingga motivasi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan dari produktifitas hasil pertanian belum disadari betul.

e. Pajak tanah yang terlalu tinggi, sehingga banyak tanah yang terlantar tidak digarap. Akibatnya menurunkan produktifitas pertanian.

f. Adanya pegawai yang bertindak sewenang-wenang dan korupsi.

g. Singkatnya masa jabatan Raffles yang hanya bertahan 5 tahun, sehingga ia belum sempat memperbaiki kelemahan dan penyimpangan dalam sistem sewa tanah.

Secara garis besar kegagalan Raffles dalam sistem sewa tanah di Jawa terkendala akan susunan kebiasaan masyarakat Indonesia sendiri. Raffles memberlakukan sistem yang sama antara India yang lebih maju dalam perekonomiannya pada Indonesia yang masa itu masih cukup sederhana, sifat ekonomi desa di Jawa yang bersifat self suffcient.

Dalam pelaksanaannya, sistem pemungutan pajak tanah ini tidak dapat dilakukan semua menurut gagasannya, karena banyak menghadapi kesulitan dan hambatan yang timbul dari kondisi di tanah jajahan. Terlebih praktek pemungutan pajak tanah banyak menimbulkan kericuhan dan penyelewengan. Belum adanya pengukuran luas tanah yang tepat, kepastian hukum dalam hak milik tanah belum ada, hukum adat masih kuat, penduduk belum mengenal ekonomi uang dan sulit memperoleh uang menyebabkan pelaksanaan pemungutan pajak yang dilancarkan Raffles tidak berhasil dan banyak menimbulkan penyelewengan.

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat Permainan Tradisonal dalam Membentuk Karakter Anak Usia Dini Bagi anak-anak, bermain memiliki manfaat yang sangat penting, bermain bukan.. hanya untuk kesenangan

Kecenderungan Umum Skor Responden mengenai Orientasi Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah ..x. Kecenderungan Umum Skor Responden mengenai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga di Desa Sambi Rejo Dusun V Kec.. Jenis penelitian

Selain itu, relawan pengajar yang terpilih akan mengikuti Hari Briefi ng yang akan dilaksanakan pada 30 Agustus 2014.. Hari Inspirasi pada 9 September 2014, dan Hari Refl

Metode yang digunakan merupakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mendapatkan formula resep yang sesuai dan penilaian terhadap kualitas produk bedasarkan kriteria

Alhamdulillah, Segala puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

Dalam perkembangannya, Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa sebagai panti yang memberikan usaha pelayanan sosial bagi Lanjut Usia baik fisik, mental, spiritual,

Pengukuran variabel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur pola asuh yang disusun oleh peneliti yang diturunkan dari jenis-jenis pola asuh, yaitu pola