UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN MAHASISWA DALAM PEMBELAJARAN PENGANTAR ILMU SEJARAH
MELALUI BLENDED LEARNING1
Indah Wahyu Puji Utami
Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang
Abstrak: Para pendidik kini menghadapi generasi digital yang
berbeda dengan generasinya sendiri. Generasi digital memiliki karakteristik dan semangat jamannya sendiri. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat pada awal abad XXI membentuk generasi digital yang multitasking, kolaboratif dan terkoneksi dengan jaringan global yang lebih luas. Pembelajaran di kelas saja tidak memuaskan bagi generasi ini. Mereka menginginkan pembelajaran yang lebih bervariasi dan sesuai dengan perkembangan zaman. Sementara itu pembelajaran online
saja ternyata juga tidak memuaskan sehingga melahirkan blended learning yang mengombinasikan pembelajaran tatap muka di kelas dengan pembelajaran online. Blended learning yeng merupakan bagian dari pembelajaran konstruktivistik menyediakan berbagai kemungkinan dan lingkungan belajar. Oleh karenanya blended learning dapat digunakan untuk meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran, termasuk pada pembelajaran Pengantar Ilmu Sejarah.
Kata-kata kunci: blended learning, keterlibatan mahasiswa, Pengantar Ilmu Sejarah.
Internet kini ada di mana-mana. Setiap hari kita biasa mengecek akun facebook
melalui perangkat smartphone, membuka email melalui tablet, dan menyimpan data
di cloud. Pencarian informasi menjadi sangat mudah dengan menggunakan internet.
Kita bisa mengetahui peristiwa yang terjadi di belahan dunia yang lain dalam
sekejap melalui internet. Ko & Rossen (dalam Inoue, 2010) mengungkapkan bahwa
pada tahun 1993 kita belum mengenal world wide web (www) tapi sekarang ia ada
di mana-mana. Awal tahun 2000-an handphone hanya dapat digunakan untuk
menelepon dan sms, namun kini handphone sudah berkembang menjadi
smartphone yang dapat digunakan untuk mengakses berbagai informasi dari segala
penjuru dunia. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi rupanya
berjalan dengan sangat cepat. Dunia kini ada dalam genggaman manusia.
Perkembangan teknologi dan informasi ini juga mendorong perubahan
dalam pembelajaran. Siswa atau mahasiswa tidak lagi puas dengan pembelajaran
tradisional yang menekankan pada tatap muka. Mereka yang mengenal teknologi
informasi dan komunikasi yang interaktif tidak puas dengan proses transfer
pengetahuan melalui ceramah (Garrison dan Vaughan, 2008:ix). Mereka
mengarapkan pembelajaran yang lebih variatif dan interaktif serta memanfaatkan
teknologi yang ada. Bob Pletka (2007) mengungkapkan bahwa generasi digital
mengharapkan lingkungan belajar yang memungkinkan mereka untuk
berkolaborasi satu sama lain dalam komunitas mereka maupun dengan jaringan
global yang lebih luas. Mereka dapat dengan mudah menjelajah dunia maya dan
mencari informasi dari internet melalui smartphone, tablet, laptop atau komputer
kemudian mengasosiasikannya dengan informasi atau materi pembelajaran yang
didapatkan melalui kegiatan pembelajaran tatap muka. Pembelajaran kini tidak
harus dilaksanakan secara synchronous tapi juga asynchronous. Pembelajaran dapat
dilakukan kapan saja dan di mana saja selama ada perangkat dan koneksi internet.
Pembelajaran online sempat mengemuka dalam dunia pendidikan sebagai
alternatif dari pembelajaran tatap muka. Namun sayangnya pembelajaran online
saja tidak memuaskan. Dwiyogo (2011) mengungkapkan bahwa pembelajaran
online saja ternyata sama tidak efektifnya dengan pembelajaran tatap muka saja.
Oleh karenanya para ahli teknologi pendidikan kemudian mengembangkan blended
learning.
Blended learing terdiri dari dua kata, yaitu blended (kombinasi) dan
learning. Menurut Dwiyogo (2011:5) makna asli sekaligus yang paling umum
blended learning mengacu pada belajar yang mengkombinasi antara pembelajaran
tatap muka dan pembelajaran berbasis komputer. Sementara itu Bhonk dan Graham
(dalam Putra, 2012: 23) mengungkapkan “blended learning is the combination of
instruction form two historically separate models of teahing and learning.
central role of computer-based technologies in blended learning”. Thorne (2004)
juga mengungkapkan blended learning merepresentasikan sebuh kesempatan untuk
mengintegrasikan perkembangan inovasi dan teknologi yang ditawarkan oleh
pembelajaran online dengan interaksi dan partisipasi yang ditawarkan oleh
pembelajaran tatap muka secara tradisional. Blended learning mengintegrasikan
pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online. Keduanya tidak lagi
dianggap sebagai dua hal yang terpisah. Dwiyogo (2011) bahkan mengungkapkan
bahwa blended learning tidak hanya terdiri dari pembelajaran tatap muka dan
online saja, tapi juga offline. Blended learning berusaha mengambil aspek positif
dari ketiganya sehingga menghasilkan model pembelajaran yang lebih baik. Oleh
karenanya blended learning menyediakan berbagai kemungkinan dan pengalaman
belajar.
Blended learning juga dapat digunakan sebagai solusi untuk
meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran, terutama pada
mahasiswa semester pertama. Berdasarkan observasi pada mahasiswa semester
pertama Jurusan Sejarah FIS UM yang menempuh matakuliah Pengantar Ilmu
Sejarah pada Semester Gasal 2014/2015, tidak semua mahasiswa memilih Prodi
Pendidikan Sejarah maupun Ilmu Sejarah sebagai pilihan pertama. Konsekuensinya
beberapa mahasiswa merasa tidak nyaman dan terpaksa mengikuti perkuliahan
serta tidak terlalu aktif dan terlibat dalam pembelajaran. Selain itu banyak
mahasiswa yang tampak memperhatikan ceramah pada pembelajaran tatap muka,
namun tidak banyak yang berani mengemukakan pendapat apalagi bertanya di
kelas.
Mahasiswa yang tidak berpendapat maupun tidak bertanya sebenarnya
bukan berarti tidak terlibat dalam pembelajaran. Committee on Increasing High
School Students' Engagement and Motivation to Learn (2004: 31) mengungkapkan
Keterlibatan dalam pembelajaran menyangkut aspek fisik dan emosional
mahasiswa yang tidak selalu tampak secara kasat mata. Beberapa mahasiswa
semester pertama Jurusan Sejarah FIS UM yang menempuh matakuliah Pengantar
Ilmu Sejarah pada Semester Gasal 2014/2015 menyatakan malu untuk berbicara di
depan umum dan takut jika pendapatnya salah atau ditertawakan teman atau dosen.
Namun mereka sebenarnya ingin mengemukakan pendapat atau bertanya. Hal ini
dapat diatasi dengan pembelajaran online yang memungkinkan mahasiswa untuk
lebih berani mengemukakan pendapat atau bertanya di media sosial tanpa harus
merasa malu atau takut ditertawakan secara langsung oleh teman ataupun dosen.
Pembelajaran online juga memungkinkan terjadinya interaksi antar
mahasiswa maupun mahasiswa dengan dosen dalam suasana yang lebih santai dan
terbuka meskipun masih dalam koridor akademis. Mahasiswa dapat mencari
informasi secara online, mengunduh berbagai media pembelajaran yang disediakan
oleh dosen, ataupun mengumpulkan tugas secara online. Mahasiswa juga dapat
mengunduh dan membaca karya yang ditulis oleh temannya, mengomentari,
bahkan berdiskusi secara online. Diskusi pada akhirnya tidak terbatas pada ruang
kelas kelas, namun juga di dunia maya. Dengan demikian maka keterlibatan
mahasiswa dalam pembelajaran juga dapat ditingkatkan.
Melalui blended learning mahasiswa diajak untuk belajar mandiri.
Mahasiswa diajak untuk mencari berbagai sumber informasi baik melalui buku,
makalah artikel dan sebagainya yang tersedia secara offline maupun online.
Mahasiswa juga diajak untuk bijak dalam menggunakan dan mengolah berbagai
informasi yang mereka dapatkan dari internet karena tidak semua informasi yang
tersedia di internet dapat dijamin kebenarannya. Hal ini merupakan bagian dari
paradigma konstruktivistik. Paradigma konstruktivistik dalam pembelajaran bisa
kita tarik dari teori Vygotsky maupun Wenger dan Lave (dalam Pletka 2007:22)
yang memandang “…learning as an active and communal process whereby
students build knowledge and construct meaning through interaction with others.”.
Paradigma konstruktivistik menurut Hariyono (2014) telah menggeser paradigma
behavioristik. Pandangan ini memposisikan pendidik bukan sebagai satu-satunya
termasuk internet. Oleh karenanya ketersediaan perangkat dan fasilitas internet
sangat diperlukan dalam blended learning.
Blended learning sangat mungkin diterapkan dalam pembelajaran di
Jurusan Sejarah FIS UM. Hal ini didukung oleh beberapa hal, anatara lain: 1)
adanya fasilitas wifi yang memungkinkan mahasiswa untuk mengakses internet dari
laptop ataupun gadgetnya; 2) adanya fasilitas komputer yang terkoneksi pada
jaringan internet dan dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa di Laboratorium Sejarah
FIS UM; 3) mahasiswa dan dosen yang sudah melek teknologi dan mengenal
internet, bahkan memiliki laptop atau gadget yang dapat digunakan untuk
mengakses internet.
Penelitian tentang blended learning pada pembelajaran sejarah sudah
pernah dilakukan, antara lain oleh Arif Permana Putra (2012) yang menemukan
adanya pengaruh signifikan blneded learning terhadap prestasi belajar sejarah.
Sementara itu Tarunasena (2013) mengungkapkan bahwa blended learning mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Namun potensi blended
learning yang dapat meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran
sejarah justru belum banyak dikaji.
Perencanaan Blended Learning pada Pembelajaran Pengantar Ilmu Sejarah
Pengantar Ilmu Sejarah merupakan matakuliah wajib dalam kurikulum
Jurusan Sejarah FIS UM tahun 2013. Mata kuliah ini mengkaji mengenai konsep
dasar dalam sejarah, sejarah sebagai peristiwa, kisah, ilmu serta seni. Kompetensi
yang hendak dicapai dalam matakuliah ini adalah mahasiswa mampu memahami
sejarah sebagai peristiwa, kisah, dan ilmu beserta proses penelitian dan
penulisannya. Oleh karenanya matakuliah ini sangat penting bagi mahasiswa baik
Program Studi S1 Pendidikan Sejarah maupun S1 Ilmu Sejarah.
Materi yang dikembangkan guna mencapai kompetensi tersebut tentu saja
tidak sedikit, sehingga tidak mungkin hanya mengandalkan pembelajaran dengan
tatap muka saja selama 16 kali pertemuan. Mahasiswa juga diajak untuk
mengembangkan sendiri materi serta mengonstruksi pengetahuan dari berbagai
digunakan sebagai model pembelajaran yang memfasilitasi mahasiswa untuk
belajar.Dwiyogo (2011:8) mengungkapkan
Blended learning bertujuan untuk menfasilitasi terjadinya belajar dengan menyediakan berbagai sumber belajar dengan memperhatikan karakteristik pebelajar dalam belajar. Pembelajaran juga dapat mendorong peserta untuk memanfaatkan sebaik-baiknya kontak tatap muka dalam mengembangkan pengetahuan. Lalu, persiapan dan tidak lanjutnya dapat dilakukan secara offline dan online.
Oleh karenanya diperlukan perencanaan pembelajaran yang baik yang dapat
mengintegrasikan semuan komponen yang diperlukan untuk memaksimalkan
pembelajaran melalui blended learning pada matakuliah Pengantar Ilmu Sejarah.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah: 1)
mepersiapkan RPS; 2) mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan
dalam tatap muka, offline maupun online; 3) mensosialisasikan blended learning
pada mahasiswa.
RPS yang akan digunakan dalam matakuliah Pengantar Ilmu Sejarah
memuat berbagai hal, antara lain deskripsi matakuliah, kompetensi yang hendak
dicapai, indikator, materi, rancangan kegiatan perkuliahan, sumber dan media
pembelajaran, hingga asessement. Blended antara pembelajaran tatap muka dengan
pembelajaran offline maupun online terutama tampak pada rancangan kegiatan
perkuliahan, sumber dan media pembelajaran serta asessement.
Kegiatan perkuliahan dirancang dalam 16 kali pertemuan tatap muka dan
pembelajaran online di media sosial edmodo selama satu semester. Pada kegiatan
tatap muka pada pertemuan pertama hingga ketiga dosen lebih banyak
menggunakan ceramah dan tanya jawab, presentasi kelompok dalam diskusi kelas
baru dilakukan mulai pertemuan keempat hingga keempat belas. Pada pertemuan
ke delapan dilakukan UTS, pertemuan kelima belas direncakan untuk review
materi, dan pertemuan keenambelas untuk UAS. Sementara pembelajaran secara
online dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja melalui edmodo.
Pada pertemuan pertama hingga ketiga, dosen menyampaikan pengantar
dan beberapa konsep dasar dalam pengkajian sejarah melalui ceramah dan tanya
yang akan dibahas melalui tanya jawab, baru kemudian dilanjutkan dengan
ceramah. Materi yang disampakan dalam ceramah dikaitkan dengan konteks
kehidupan yang dialami oleh mahasiswa. Misalnya dalam menjelaskan tentang
konsep peristiwa sejarah yang bersifat einmalig (tidak berulang) dikaitkan dengan
fenomena pacaran di kalangan remaja yang sering putus-sambung namun tidak
berarti peristiwanya berulang karena meskipun pelaku atau aktor sejarahnya sama
namun waktu dan tempatnya berbeda. Hal ini dilakukan agar mahasiswa yang baru
masuk Jurusan Sejarah tidak merasa bosan dengan pembelajaran Pengantar Ilmu
Sejarah dan pembelajaran lebih bermakna karena dekat dengan keseharian mereka.
Selain itu dalam kegiatan tatap muka selalu disisipi motivasi agar
mahasiswa lebih tertarik dengan sejarah dan tidak beranggapan bahwa kuliah di
Jurusan Sejarah adalah akhir dari dunia mereka. Misalnya saja dalam membahas
relasi manusia dan sejarah, dosen berusaha menyadarkan mahasiswa bahwa mereka
adalah subyek dalam sejarah. Sebagai subyek, manusia harus aktif dalam
menentukan sejarah hidupnya. Sebagai manusia, ia memang selalu dipengaruhi
oleh masa lalunya, namun ia punya kuasa untuk menentukan apa yang ingin ia
lakukan di masa kini dan masa yang akan datang. Misalnya, sebagai manusia ia
tidak bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim perempuan tertentu atau dalam
kondisi keluarga yang berkecukupan, namun ia bisa memaknai pengalaman dan
sejarah hidupnya di masa lalu untuk masa kini dan masa depan yang lebih baik.
Anak seorang tukang becak tidak harus jadi tukang becak, begitu pula anak orang
kaya tidak berarti bahwa ia akan selalu kaya. Semua sangat bergantung pada cara
manusia memaknai sejarah hidupnya. Dalam hal ini, sejarah menjadi pelajaran
kehidupan. Mahasiswa diajak untuk belajar dari pengalaman dan merefleksikan
sejarah hidupnya sendiri.
Pengalaman atau sejarah hidup merupakan salah satu sumber belajar yang
berharga bagi mahasiswa. Dalam pembelajaran Pengantar Ilmu Sejarah, sumber
belajar memang tidak terbatas pada dosen dan buku tapi juga dapat berasal dari
lingkungan, pengalaman mahasiwa sebelumnya, maupun dari internet.
Pemanfaatan berbagai sumber belajar ini diharapkan akan membantu mahasiswa
untuk belajar secara lebih baik. Selain itu pemanfaatan berbagai media
video juga akan membantu mahasiswa dalam belajar. Sementara itu asessement
yang digunakan terutama menekankan pada penilaian proses dan hasil belajar yang
dapat berupa tes maupun nontes baik yang dilakukan melalui tatap muka maupun
online di edmodo.
Edmodo merupakan jejaring sosial yang dipilih untuk blended learning
pada pembelajaran Pengantar Ilmu Sejarah. Edmodo merupakan jejaring sosial
pembelajaran yang gratis dan mudah digunakan. Ia memiliki tampilan layaknya
facebook sehingga sering dianggap sebagai facebooknya pembelajaran. Mahasiswa
ataupun dosen yang sudah terbiasa dengan facebook tidak akan kesulitan untuk
menggunakan edmodo.
Patmantara dan Hidayat (2014) mengungkapkan bahwa edmodo amat baik
dan berkesan pada mahasiswa karena mereka mampu membina pengetahuan baru
dan bermanfaat kepada diri sendiri. Dengan penglibatan mahasiswa dalam laman
sosial berkenaan akan membuat pelajar terlibat secara aktif dan dapat membina
ingatan jangka panjang tentang sesuatu konsep; mengaitkan pengetahuan yang baru
diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru.
Mahasiwa dan dosen dapat berinteraksi dalam dunia maya secara bertanggung
jawab dalam koridor akademik. Mahasiswa maupun dosen dapat berbagi pakai file
maupun link yang dapat menjadi sumber ataupun media pembelajaran. Edmodo
juga dapat digunakan untuk memberikan tugas pada mahasiswa maupun untuk
membuat tes secara online.
Edmodo merupakan layanan jejaring sosial yang relatif baru sehingga
belum semua mahasiswa mengenalnya. Oleh karenanya dosen perlu melakukan
sosialisai pada mahasiswa tentang penggunaan edmodo dalam konteks blended
learning, misalnya tentang cara mendaftar edmodo, memasukkan kode grup dalam
edmodo, berbagi pakai file dan link, bekerja dalam kelompok, mengumpulkan
tugas, dan sebagainya. Selain itu mahasiswa juga perlu diingatkan bahwa edmodo
tidak menggantikan pembelajaran tatap muka sehingga mereka tetap harus hadir
dalam kegiatan tatap muka.
Pada pertemuan pertama dosen melakukan perkenalan pada mahasiswa
dan melakukan kontrak belajar dengan mahasiswa. Pada pertemuan pertama ini,
dosen juga menjelaskan mengenai penggunaan edmodo untuk pembelajaran serta
memberikan kode grup yang harus dimasukkan oleh mahasiswa agar bisa masuk
dalam kelas virtual di edmodo. Dosen juga menjelaskan mengenai tugas individu
maupun kelompok yang harus diupload ke edmodo. Mahasiswa juga membagi
kelompok pada pertemuan pertama tersebut. Pada pertemuan kedua, sebagian besar
mahasiswa sudah mendaftar di edmodo, namun masih ada juga yang kebingungan
dengan menggunakan edmodo sehingga dosen kembali menjelaskan tentang
penggunaan edmodo.
Semua kelompok harus sudah mengumpulkan tugasnya pada akhir minggu
ketiga perkuliahan. Tugas berupa makalah tersebut diunggah ke edmodo yang
langsung dapat dibaca, diunduh, disimpan ke fitur library edmodo maupun
dikomentari. Dengan demikian mahasiswa dapat membaca makalah kelompok
yang akan maju dan mempresentasikan makalahnya dalam pertemuan tatap muka.
Presentasi tugas kelompok dimulai pada pertemuan keempat. Kelompok
yang presentasi tidak perlu membagi handout pada kelompok lain karena
makalahnya sudah dapat dibaca dan diunduh dari edmodo. Pada umumnya
mahasiswa masih kebingungan dengan presentasi dan diskusi kelas karena baru
pertama kali melakukannya. Namun dosen membantu mengarahkan agar diskusi
dapat berjalan dengan baik, termasuk mengingatkan bahwa dalam diskusi kelas
siapapun boleh berpendapat, bertanya ataupun menjawab pertanyaan. Beberapa
mahasiswa pun berani berpendapat. Presentasi pada pertemuan-pertemuan
berikutnya berjalan dengan lebih baik dan semakin banyak mahasiswa yang terlibat
aktif dalam perkuliahan baik dalam kegiatan tatap muka maupun di edmodo.
Mahasiswa mengungkapkan bahwa mereka senang dengan blended
learning yang diterapkan, misalnya saja Binti Khoiru N mengatakan “blended
learning yang dilakukan pada matakuliah ini cukup membantu saya, apalagi dalam
dunia teknologi, saya dapat berkomunikasi dengan dosen untuk menyelesaikan
masalah yang tidak terpecahkan dalam tatap muka”. Sementara bagi Ari Ardiansyah “blended learning seru dan menjadi model pembelajaran yang
kuliah Pengantar Ilmu Sejarah cukup efektif sehingga perkuliahan tidak hanya
dilakukan melalui tatap muka atau sekedar berdiskusi dalam kelas, namun bisa
juga bertukar informasi lewat internet, misalnya lewat edmodo.
Eko Prasetyo misalnya memulai diskusi di edmodo dengan mengajukan
pertanyaan “apa yang mendasari sejarah disebut ilmu?” yang kemudian mendapat
beragam tanggapan dari mahasiswa yang lain maupun dosen. Diskusi pun
berkembang hingga menyangkut masalah atau isu kontroversial dalam sejarah
seperti yang diungkapkan oleh Faruq Amrulloh “bagaimana jika sejarah itu
diakali? Misalnya masalah PKI itu kan banyak yang dirubah menurut akal-akalan
orang tertentu.”
Mahasiswa juga dapat menuliskan refleksi pembelajaran di edmodo.
Setelah membahas materi relasi manusia dengan sejarah di kelas, M. Bella Ajuzuli
menulis pada diding grup Pengantar Ilmu Sejarah di edmodo “Sejarah sebagai alat
pengukur kemampuan. Dengan belajar sejarah kita bisa mengingat dan
mengetahui seberapa besar kemampuan kita, sehingga di masa yang akan datang
kita akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kemampuan dan berkompeten di
bidang kita masing-masing serta siap menghadapi tantangan hidup (Y) :D
#MbeLFighter”.
Blended learning juga sangat membantu bagi dosen. Dosen dapat
memantau perkembangan belajar dan tugas mahasiswa kapan saja dan di mana saja.
Namun, dosen juga tidak meninggalkan pembelajaran tatap muka. Melalui
pembelajaran tatap muka dosen dapat memberikan penjelasan tambahan ataupun
memantau diskusi yang dilakukan di kelas.
Simpulan
Mahasiswa yang merupakan generasi digital tidak lagi puas dengan
pembelajaran tatap muka. Mereka menginginkan pembelajaran yang lebih interaktif
dan memanfaatkan berbagai teknologi komunikasi dan informasi. Blended learning
yang mengombinasikan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online
memberikan jawaban bagi kebutuhan mahasiswa. Blended learning juga dapat
digunakan untuk meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran karena
yang bisayanya tidak tampak aktif dalam pembelajaran di kelas bisa aktif di grup
edmodo. Blended learning juga memudahkan bagi dosen untuk membantu
memfasilitasi mahasiswa dalam belajar.
Daftar Rujukan
Committee on Increasing High School Students' Engagement and Motivation to Learn. 2004. Engaging Scholls: Fostering Highscholl Students’ Motivation
to Learn. Washington, DC: The National Academies Press.
Dwiyogo, W.D. 2011. “Pengembangan Media Pembelajaran Sejarah Berbasis
Blended Learning”. Makalah disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Pengembangan Kurikulum Sejarah Berbasis Kewirausahaan, Jurusan Sejarah FIS UM, 21 Juni 2011
Garrison, D.R. dan Vaughan, N.D. 2008. Blended Learning in Higher Education: Framework, Principles, dan Guidelines. San Francisco: Jossey-Bass
Hariyono. 2014. ”Pembelajaran Sejarah: Sebuah Tantangan dalam Dunia yang
Terus Berubah”. Makalah disampaikan dalam Seminar “Pembelajaran
Sejarah: Tantangan dan Harapan”, yang diadakan oleh Program
Pascasarjana Universitas Negeri Malang Tanggal 18 Juni 2014
Inoue, Y. 2010. Cases on Online and Blended Learning Technologies in Higher Education: Concepts and Practices. New York: IGI Global
Patramantara, S. dan Hidayat, W.N. 2014. Pembelajaran Online. Malang: LP3 UM
Pletka, B. 2007. Educating the Net Generations: How to Engaged Students in the 21st Century. Santa Monica: Santa Monica Press.
Putra, A.P. 2012. “Pengaruh Penerapan Model Blended Learning pada Materi
Reformasi terhadap Orestasi Belajar Sejarah Ditinjau dari Kelompok
Jurusan IPS dan IPA Siswa Sekolah Menengah Atas di Wonogiri”. Tesis.
Tidak diterbitkan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Tarunasena. 2013. “Upaya Penerapan Model Blended Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah”.
Tesis. Tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.