• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HUKUM EKONOMI KELOMPOK 4 HUKUM P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH HUKUM EKONOMI KELOMPOK 4 HUKUM P"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH HUKUM EKONOMI

“ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN ARBITRASE

DALAM SENGKETA PENANAMAN MODAL”

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

CHELSIA FATWA 1609110473

DITA FEBRIYANTI 1609114766

MAHARANI 1609123567

RANA NAVISAH 1609114464

RANI OKTAVIA 1609114315

SURATUN 1609110177

DOSEN :

IRAWAN HARAHAP, SH.,SE.M.Kn.,LLA KELAS I (B3)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS RIAU

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Hukum Terhadap Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Penanaman Modal” ini dengan baik, meskipun banyak kekurangan didalamnya. Pada kesempatan kali ini kelompok kami ingin menyampaikan terimakasih kepada Bapak Irawan Harahap, SH.,SE.M.Kn.,LLA selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum Ekonomi karena telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Hukum Penanaman Modal. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masayang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.Terimakasih

Pekanbaru, 30 Maret 2017

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

I. PENDAHULUAN... 4

1.1. Latar Belakang ... 4

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penulisan ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Sejarah Perkembangan Penanaman Modal... 6

2.2. Bentuk Kerjasama Penanaman Modal ... 8

2.3. Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal... 11

2.5. Penanaman Modal Dalam Negeri ... 12

2.6 Penanaman Modal Asing ... 17

III. MATERI DAN METODE... 20

3.1. Hukum dan Kebijakan Pokok di Bidang Penanaman Modal yang Berlaku Saat Ini ... 20

3.2. Masalah Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal... 23

3.3. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul AntaraPemerintah Dengan Investor Domestik... 24

3.4. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul Antara Pemerintah Dengen Investor Asing... 24

3.5. Analisis Hukum Terhadap Putusan Arbitrase Sengketa Penanaman Modal Dalam Kasus Divestasi Saham Antara Pemerintah Indonesia Dengan Pt.Newmont Nusa Tenggara... 26

IV. PENUTUP... 31

5.1. Kesimpulan... 31

5.2. Saran... 31

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATARBELAKANG

Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan untuk membangun kembali perekonomian Indonesia yang tertinggal dari negara-negara maju baik yang ada di kawasan regional maupun kawasan global. Adapun salah satu sumber dana utama guna memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional tersebut diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi. Mengingat akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi bagi pembangunan nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal atau investasi mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan menjadi bagian yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan adanya kegiatan penanaman modal atau investasi Indonesia dapat mengolah segala potensi ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil.

Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor setidak-tidaknya dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity (investasi mampu memberi keuntungan secara ekonomis bagi investor); kedua, political stability (investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik); ketiga, legal certainty atau kepastian hukum.

Dalam penanaman modal akan timbul sebgketa yang mana memiliki jalan berbeda untuk menyelesaikan sengketa tersebut, salah satunya yakni melalui Arbitrase.Salah satu kasusu penanaman modal yang diselesaikan melalui jalan arbitrase yakni “Kasus Divestasi Saham Anatara Pemerintah Indonesia Dengan Pt.Newmont Nusa Tenggara”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latarbelakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:

(5)

3. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul AntaraPemerintah Dengan Investor Domestik.

4. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul AntaraPemerintah Dengan Investor Asing.

5. Analisis Hukum Terhadap Putusan Arbitrase Sengketa Penanaman Modal Dalam Kasus Divestasi Saham Anatara Pemerintah Indonesia Dengan Pt.Newmont Nusa Tenggara.

1.3 TUJUAN PENULISAN

Dari rumusan masalah yang akan dibahas maka penulis mengharapkan tercapainya tujuan penulisan yaitu:

1. Memahami Hukum Dan Kebijakan Pokok Dibidang Penanaman Modal Yang Berlaku Saat Ini.

2. Mengetahui Masalah Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Mungkin Terjadi.

3. Mampu menganalisa Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul AntaraPemerintah Dengan Investor Domestik.

4. Mampu menganalisa Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul AntaraPemerintah Dengan Investor Asing.

(6)

BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN PENANAMAN MODAL 2.1.1 Latar Belakang

Dibanding dengan negara-negara lain khususnya negara-negara maju, tntu saja penanaman modal khususnya Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia belumlah seberapa lama.Munculnya penanaman modal asing pertama kali diawali dengan meletusnya revolusi industri di Eropa pada tahun 1760 khususnya di Inggris dan menajalar ke Amerika pada 1860.

Kehadiran penanaman modal atau investasi swasta yang memunculkan banyaknya industri ternyata membawa akibat lain yakni, nasib buruh pada permulaan dipacunya pertumbuhan industri keadaannya sangat menyedihkan.

Seiring dengan kemajuan di lapangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta perhubungan yang semakin singkat, tentu saja penanaman modal mengalami perkembangan yang sangat pesat apalagi setelah terjadinya perang dunia kedua. Dalam keadaan demikian Amerika Serikat sebagai suatu negara yang sudah mempunyai tingkat industri yang besar dan telah mapan melancarkan suatu rencana perbaikan terhadap Eropa dengan nama Marshall Plan guna membangun kembali Eropa yang telah hancur melalui pelaksanaan restruksturisasi dengan memanfaatkan investasi langsung modal swasta Amerika yang besar.

Dalam hal ini Amerika kembali berperan dan membuat suatu rencana terhadap perbaikan perekonomian Jepang melalui suatu penandatanganan persetujuan serta pernyataan agar Jepang tidak lagi melakukan ekspansi militer.

Menggaris bawahi peran yang dimainkan oleh penanaman modal khususnya Penanaman Modal Asing (PMA) bagi perkembangan industrialisasi di belahan Eropa dan Amerika seperti di Inggris pada tahun 1760, Amerika tahun 1860 serta Perancis 1789, ternyata peran penanaman modal bagi perkembangan industrialisasi sangatlah menopang.1

2.1.2 Pengertian Penanaman Modal Penanaman modal terbagi menjadi 2:

(7)

 Penanaman modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan pasal 1

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), yaitu kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan olah penanam modal dalam negeri dengan modal dalam negeri. Pengertian penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal diwilayah negara Republik Indonesia. Badan usaha Indonesia yang dimaksudkan disini dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Berdasarkan pasa 5 ayat 1 UUPM, dijelaskan bahwa PMDN dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 ayat 3 UUPM lebih lanjut menjelaskan, penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk PT.2

 Penanaman Modal Asing (PMA)

Berdasarkan pasal 1Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA, Disebutkan bahwa :

“pengertian penanaman modal asing di dalam undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resika dari penanaman modal tersebut”.3

2https://id.m.wikipedia.org/wiki/Penanaman_Modal_Dalam_Negeri (diakses tanggal 29 Maret 2017)

(8)

2.2 BENTUK KERJASAMA PENANAMAN MODAL 2.2.1 Pengaturan Kerjasama Penanaman Modal

Pengaturan pemerintah dalam menetapkan bentuk usaha kerja sama (joint-venture) antara penanaman modal asing dengan modal nasional dalam penjabarannya dilaksanakan pertama kali melalui instruksi Presidium Kabinet Nomor 36/U/IN/6/1967 yang ditetapkan dalam bentuk kerja sama joint enterprise(perusahaa campuran) yang merupakan salah satu bentuk usaha kerja sama (joint-venture).

Pada tanggal 22 Januari 1974 Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan masalah kerja sama penanaman modal asing dengan modal nasional Indonesia. Adapun kebijaksanaan tersebut menyangkut 2 hal, yaitu :

 Meningkatkan peranan perimbangan partisipasi dalam pengelolaan modal antara modal asing dengan modal nasional.

 Menyusun daftar skala prioritas penanaman modal.

Pengaturan lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dalam hal pelaksanaan usaha kerja sama (joint-venture) antara penanaman modal asing dengan modal nasional mengubah kebijakan tahun 1974 yakni dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing yang ditetapkan pemerintah pada tanggal 16 April 1992. Pengaturan tersebut diikuti pula dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 32, 33, dan 34 Tahun 1992 yang bersangkut paut dengan masalah bidang usaha, tata cara penanaman modal serta pertanahan untuk kegiatan penanaman modal asing.

Dalam peraturan tersebut seperti yang tertuang dalam PP Nomor 17 tahun 1992 setidak-tidaknya mengatur 4 masalah pokok, yaitu :

 Penentuan jumlah minimum modal yang ditanam

 Penentuan bentuk usaha

 Pengecualian terhadap ketentuan jumlah minimum modal yang ditanam dan bentuk usaha

 Penggunaan laba perusahaan4

2.2.2 Pengertian Bentuk Kerjasama Penanaman Modal

(9)

Pengertian yang diberikan oleh Friedman tersebut dalam praktiknya tidak sesuai dimana dalam pemakaiannya istilah “joint-venture” diartikan sebagai “suatu kerjasama yang dilakukan secara bersama sama dan merupakan suatu perusahaan baru yang didirikan secara bersama-sama oleh dua atau lebih pihak dengan menggabungkan potensi usaha termasuk know how dan modal, dalam perbandingan yang telah ditetapkan menurut perjanjian yang telah sama-sama disepakati”.

Melihat pengertian yang dikemukakan oleh Friedman, maka dapat disimpulkan beberapa ciri dari suatu usaha kerja sama :

 Suatu perusahaan baru atau badan hukum baru yang didirikan oleh perorangan maupun badan hukum swasta asing dengan pihak modal nasional

 Modal perusahaan “joint-venture” terdiri dari know-how dan modal saham yang disediakan oleh para pihak, dengan kekuasaan baik manajemen maupun pengambilan keputusan sesuai dengan banyaknya saham yang ditanam

 Para pihak yang mendirikan perusahaan tersebut tetap memiliki eksistensi dan kemerdekaan masing-masing

 Khusus untuk Indonesia seperti yang dikenal sekarang ini merupakan kerja sama antara modal asing dengan modal nasional.

2.2.3 Bentuk Kerja Sama

 Joint-Venture

Joint-venture adalah suatu usaha kerja sama yang dilakukan antara penanaman modal asing dengan modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian atau kontrak belaka (kontraktuil), dimana tidak membentuk suatu badan hukum baru seperti halnya pada joint-enterprise.

 Joint-Enterprise

Joint-enterprise merupakan suatu kerja sama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum baru sesuai dengan yang diisyaratkan dalam Pasal 3 UU PMA. Joint-Enterprise merupakan suatu perusahaan terbatas, yang modalnya terdiri dari modal dalam nilai rupiah maupun dengan modal yang dinyatakan dalam valuta asing.

 Kontrak Karya

(10)

kontrak karya hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama antara badan hukum milik negara (BUMN) seperti; Kontrak karya antara PN. Pertamina dengan PT. Caltex Pasific Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari Caltex International Petroleum yang berkedudukan di Amerika Serikat.

 Production Sharing

Production sharing atau bagi hasil, oleh karena yang diperoleh dari pihak asing ini beserta bunganya akan dikembalikan dalam bentuk hasil produksi perusahaan yang bersangkutan, yang biasanya dikaitkan dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban perusahaan Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit. Dengan kata lain, bahwa production sharing adalah suatu perjanjian kerja sama kredit antara modal asing dengan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit.

 Penanaman Modal dengan DICS-Rupiah

Penanaman modal dengan DICS-Rupiah merupakan suatu bentuk campuran atau variasi antara kredit dengan penanaman modal. Penanaman modal dengan DICS-Rupiah ini kredit modal asing yang telah harus dikembalikan kepada kreditornya oleh pihak Indonesia dengan adanya ketentuan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 28/EK/IN/5/1967 yang pada prinsipnya menyatakan bahwa tagihan-tagihan para kreditor asing yang menyangkut utang-utang yang tidak dijamin oleh pemerintah asing dapat diubah menjadi penanaman modal asing di Indonesia.

 Penanaman Modal dengan Kredit Investasi

Penanaman modal dengan menggunakan kredit investasi adalah merupakan kebijaksanaan pemerintah pada tahun 1970 dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Ekonomi, Keuangan, dan Industri Nomor 21/MENKUIN/4/1970.

 Portofolio Investment

Penggabungan modal asing dengan modal nasional dalam bentuk portofolio investment tidak diatur dalam UU Nomor 1 tahun 1967.Akan tetapi, di dalam praktik yang dilakukan oleh para pemodal dalam negeri khususnya pemodal WNI keturunan, penanaman modal asing semacam ini telah lama dilaksanakan dan dilakukan secara meluas.

(11)

Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dan mengurus diri sendiri urusan penanaman modal berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan atau dekonsentrasi. Untuk itu, Undang-Undang penanaman modalnomor 25 tahun 2007, dalam BAB XIII pasal 30 mengatur mengenai penyelenggaraan utusan penanaman modal. 5

Dalam ayat(1) dikatakan bahwa pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah menjamin kepastian dan keamanan bagi pelaksanaan penanaman nodal baik PMDN maupun PMA. Pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah :6

2.3.1 Pemerintah pusat

1. Menurut ayat (4), penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan Dan kewenangan pemerintah pusat

2. Menurut ayat (7), urusan penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah pusat

a) Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan b) Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas nasional c) Penanaman modal yang terkait pemersatu dan penghubung antar wilayah 3. Menurut ayat (8), urusan penanaman modal yang menjadi kewenangan

pemerintah pusat dapat dilaksanakan oleh pemerintah pusat sendiri atau di delegasikan kepada gubernur sebagai wakil daerah.

2.3.2 Pemerintah daerah

1. Menurut ayat(2), pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali yang bersangkutan dengan urusan pemerintah

2. Menurut ayat (3), penyelenggara urusan pemerintah dibidang penanaman modal merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi kegiatan penanaman modal

5Ana Rokhmatussa’dyah,S.H.,M.H.dan Suratman, S.H.,M.Hum.Hukum Investasi dan Pasar Modal.(Sinar Grafika:Jakarta.2010).hlm.96

(12)

3. Menurut ayat (5), penyelenggaraan penanaman modalyang ruang lingkupnya limtas kabupaten menjadi urusan pemerintah provinsi.

4. Menurut ayat (6), penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten menjadi urusan pemerintah kabupaten

5. Menurut ayat(8), penyelenggaraan urusan yang di delegasikan oleh pemerintah pusat.

2.4 PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

Istilah modal dalam negeri berasal dari bahasa Inggris, yaitu domestic capital.Pengertian Modal Dalam Negeri (MDN) dapat kita baca dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Modal Dalam Negeri (MDN) adalah :

“bagian dari pada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh negera maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisisli di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing”.7

Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga disebutkan pengertian Modal Dalam Negeri (MDN). Modal Dalam Negeri (MDN) adalah :

“modal yang dimiliki oleh negera Republik Indonesia, perseorangan warna negera Indonesia, dan atau badan usaha Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak badan hukum”.

Sementara itu, Istilah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berasal dari bahasa Inggris, yaitu domestic investment.Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) kita temukan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Penanaman Modal Dalam Negeri adalah :

(13)

“Pengunaan daripada kekayaan seperti tersebut dalam Pasal 1, baik secara langsung atau tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang ini.”

Penggunaan kekayaan secara langsung adalah pengunaan modal yang digunakan secara langsung oleh investor domestik untuk pengembangan usahanya, sedangkan penggunaan secara tidak langsung merupakan penggunaan modal yang digunakan tidak secara langsung untuk pengembangan usaha. Pelaksanaan penanaman modal itu didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.8

Pihakyang dapatmenjadi penanam modal dalam negeri adalah : 1. Orang-perorangan warga negara indonesia, dan atau 2. Badan usaha Indonesia, dan atau

3. Badan hukum Indonesia.9

a. Landasan Yuridis Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penanamnmodal dalam negeri adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentangpenanaman modal dalam negeri. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri terdiri atas 10 bab dan 25 pasal. Hal- hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Negeri meliputi :

1. Pengertian penanaman modal dalam negeri (Pasal 1 dan pasal 2); 2. Pengertian perusahaan nasional dan perusahaan asing (Pasal 3); 3. Bidang usaha (Pasal 4);

4. Izin Usaha (Pasal 5);

5. Batas waktu berusaha (Pasal 6 sampai dengan Pasal 8);

6. Pembebasan dan keringanan perpajakan (Pasal 9 sampai dengan Pasal 17); 7. Tenaga kerja (Pasal 18 Sampai dengan Pasal 20);

8. Kewajiban-kewajiban lain (Pasal 21 sampai dengan Pasal 22);

(14)

9. Ketentuan-ketentun lain (Pasal 28 sampai dengan Pasal 24); dan

10. Ketentuan penutup (Pasal 25). 10

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri jo. Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan Dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan tidakberlaku lagi dan telah dicabut dengan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dengan demikian, bahwa menjadi payung hukum daripenanaman investasi di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentangpenanaman Modal.Ketentuan-ketentuan tentang penanaman dalam negeri dalam Undang-Undang tersebut meliputi :

1. Pasal 1 angka 2, angka 7 tentang pengertian penanaman modal dalam negeri dan modal dalam negeri;

2. Pasal 3 tentang asas dan tujuan penanaman modal; 3. Pasal 4 tentang kebijakan dasar dasar penanaman modal; 4. Pasal 5 ayat (1) tentang bentuk badan usaha;

5. Pasal 6 ayat (1) tentang perlakuan terhadap penanaman modal

6. Pasal 9 tentang tanggung jawab hukum yang belum diselesaikan oleh penanam modal;

7. Pasal 10 tentang penggunaan tenaga kerja;

8. Pasal 11 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial; 9. Pasal 12 tentang bidang usaha;

10. Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal;

11. Pasal 18 sampai dengan Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 24 tentang fasilitas penanam modal;

12. Pasal 32 ayat (1) sampai dengan ayat (3) tentang penyelesaian sengketa;

13. Pasal 33 sampai dengan Pasal 34 tentang sanksi.

b. Bentuk Hukum Badan Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri

(15)

Investor domestik yang dapat melakukan Investasi di Indonesia Harus berbentuk badan usaha. Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan bentuk badan usaha yang dapat melakukan penanaman modal dalam negeri. Ada dua bentuk badan usaha yang dapat melakukan kegiatan Investasi Domestik, yaitu :

1. Berbentuk badan hukum, dan

2. Tidak berbentuk badan hukum.

Badan hukum dalam Bahasa Belanda disebut Rechtpersoon. Badan hukum adalah himpunan dari orang sebagai perkumpulan, baik perkumpulan itu diadakan ataudiakui oleh Pejabat umum, maupun Perkumpulan itu diterima sebagai diperolehkan, atau telah didirikan maupun untuk maksud tertentu yang tidakbertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan yang baik (Pasal 1653 KUH Perdata ).

Didalam hukum positif Indonesia, ada dua jenis badan usaha yang telah diberi status yuridis sebagai badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi. Sementara itu, yayasan yang merupakan badan sosial, keagamaan dan kemarusiaan telah mendapat status badan hukum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.11

Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995. Pengertian Perseroan Terbatas (PT) diatur didalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 adalah:

“badan hukum yang didirikanberdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasaryang seluruhnya terbagi dalam saham,dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang”.

Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan perjanjian di depan notaris tidak cukup untukdapat melakukan perbuatan hukum keluar, tetapi perseroan ituharus disahkan akta pendiriannya oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Apabila telah disahkan, Perseroan

(16)

Terbatas baru dapat melakukan perbuatan hukum untuk dan atas namaPerseroan Terbatas secara mandiri.

Koperasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orange atauseseorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan (Pasal 1 ayat ( 1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian).

Hal pengesahan akta pendirian koperasi oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI merupakan momentum awal dari koperasi tersebut memperoleh statusnya sebagai badan hukum sehingga dengan adanya status tersebut,koperasi dapat melakukan perbuatan hukum secara mandiri.

Yayasan diatur dalam 2001 Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-UndangNomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan diartikandengan Yayasan adalah badan hukum yang terdiri ataskekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untukmencapai tujuantertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaanyang tidak mempunyai anggota (Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor adalah Tahun 2001).

Menteri yang berwenang untuk melakukan pengesahan akta pendirian yayasan adalah Menteri Hukum dan HAM RI.Namun, kewenangan pengesahan akta pendirian oleh menteri tersebut dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hakum dan Hak Asasi Manusia atas namamenteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan yayasan. Pertimbangan pelimpahan wewenang pengesahan iniadalah untuk mempercepat proses pemberian status yayasan sebagai badan hokum.Karena dengantelah ditetapkan statushukum yayasan tersebut, yayasan sudah dapat melakukan perbuatan secara mandiri.12

Badan usaha yang termasuk dalambadan usaha bukan badan hukum adalah : 1. Firma,

(17)

2. Komanditer13

2.6 PENANAMAN MODAL ASING (PMA)

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing ada dua istilah yang muncul, yaitu :

1. Penanaman modal asing, dan 2. Modal asing.

Istilah penanaman modal asing merupakan terjemahan bahasa dari Inggris, foreigen investment.Pengertian penanaman modal asing dapat kita baca dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Penanaman modal asing adalah:

“Hanya meliputi modal asing secaralangsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang dan digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia.”14

Pengertian dilakukan secaralangsung adalah investor secara langsung akan menangggung resiko yang akan dialami dari penanam modal tersebut. Makna dilakukan menurut undang-undang adalah bahwa modal asing yang diinvestasikan di Indonesia oleh investor asing harus didasarkan pada substansi, prosedur, dan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Semua investor harus tunduk dan patuh terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kegiatan penanam modal ini dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan :

1. Modal asing sepenuhnya;, dan atau

2. Modal asing yang berpatunga dengan penanam modal dalam negeri, merupakan modal asing yang bekerja sama dengan penanam modal Indonesia, dimana saham

(18)

yang dimiliki oleh pihak asing maksimal 95%, sedangkan pihak penanam modal Indonseia, minimal modalnya sebesar 5%.

Dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing disebutkan bentuk modal asing antara lain :

1. Berbentuk valuta asing,

2. Alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan menajalankan perusahaan di Indonesia,

3. Penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang yang dipergunakan dalam perusahaan di Indonesia,

4. Keuntungan yang boleh ditransfer keluar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.15

a. Dasar Hukum Penanaman Modal Asing

Momentum dimulainya investasi asing di Indonesia adalah sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Undang-undang ini merupkan payung didalma menjalankan penanaman modal asing di Indonesia yang terdiri atas 13 bab dan 31 pasal. Undang-undang ini telah dilakukan perubahan dan penambahan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Pada intinya perubahan dan penambahan ketentuan itu adalah berkaitan dnegan kelonggaran-kelonggaran perpajakan yang diberikan kepada penanam modal asing, terutama yang menanamkan modalnya dalam bidang –bidang usaha terbuka bagi modal asing (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tengan Penanaman Modal Asing).

Namun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Mdal Asing telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, yakni dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

(19)

tentang Penanaman Modal.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, mengatur tentang investasi asing dan investasi domestik. Ketentuan ketentuan mengenai investasi asing adalah :

1. Pasal 1 angka 3, angka 6 dan angka 8 tentang Pengertian Penanaman Modal Asing, Penanam Modal Asing dan Modal Asing;

2. Pasal 3 tentang Asas dan Tujuan Penanaman Modla Asing;

3. Pasal 4 tentang kebijakan dasar penanaman modal;

4. Pasal 5 ayat 2 () dan ayat (3) tentang bentuk badan usaha;

5. Pasal 6 tentang perlakukan terhadap penanam modal;16

(20)

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 HUKUM DAN KEBIJAKAN POKOK DIBIDANG PENANAMAN MODAL YANG BERLAKU SAAT INI

1. Menyederhanakan proses dan tata cara perizinan dan persetujuan dalam rangka penanaman modal

Hal ini dilakukan dengan menerapkan peraturan, yaitu:

a) Kepres Nomor 115 tahun 1998 tentang perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal

b) Instruksi Presiden Nomor 22 Tahun 1998 tentang Penghapusan Memiliki Rekomendasi Instansi Teknis dalam Permohonan Persetujuan Penanaman Modal c) Instruksi Presiden Nomor 23 Tahun 1998 tentang Penghapusan Ketentuan Kewajiban

Memiliki Persetujuan Prinsip dalam Pelaksanaan Realisasi Penanaman Modal Didaerah

d) Keputusan Mentri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor 30/SK/1998 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan dalam Rangka PMDN dan PMA

2. Membuka secara lebih luas bidang-bidang yang semula tertutup atau dibatasi terhadap penanaman modal asing

Pemerintah dalam hal ini telah berupaya untuk membuka seluruh kegiatan usaha yang termasuk dalam DNI (Daftar Negatif Investasi).Hal itu dilakukan dengan mrnyempurnakan Keppres Nomor 96 Tahun1998 tentnag DNI.Dengan demikian memberikan peluang investasi yang lebih luas bagi para investor domestik maupun asing dan mengantisipasi arus liberalisasi investasi serta perdagangan dunia yang berkembang pesat.

3. Menawarkan berbagai insentif di bidang perpajakan dan non-perpajakan17

a) PP Nomor 45 tahun 1996 tentang pajak penghasilan atas penghasilan wajib pajak badan untuk usaha industri tertentu

b) PP Nomor 33 tahun 1996 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 44 Tahun 1997 mengenai tempat penimbunan berikat

(21)

c) PP Nomor 3 tahun 1996 tentang perlakuan perpajakan bagi pengusaha kena pajak berstatus Enreport Produksi untuk tujuan ekspor (EPTE) dan perusahan pengolahan di kawasan Berikat

4. Menyempurnakan Berbagai Produk Hukum dengan Mengeluarkan Peraturan Perundang-Undangan Baru yang Menjamin Iklim Investasi yang Sehat

a) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan

b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen d) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

5. Memyempurnakan Proses Penegakan Hukum dan Penyelesaian Sengketa yang Efektif dan Adil

Dalam rangka menegakkan supremasi hukum serta mendapatkan tata cara penyelesaian sengketa dibidang investasi, antara lain sebagai berikut.

a) Menetapkan Undang-Undanh nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.

b) Menjadikan badan peradilan sebagai lembaga yang bebas dari pengaruh eksekutif dengan mengembalikan fungsi pembinaan dan pengawasan hakim kepada mahkamah agung.

c) Meratifikasi New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award of 1958 Yang mengakui

d) Dan menjadi dasar dari berlakunya keoutusan arbitrase baik atas snegketa investasi yang diselesaikan melalui forum ICSID maupun sengketa yang diseleaaikan melalui forum arbitrase dari ICC.

6. Meningkatkan Pengakuan dan Perlindungan HaKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) Dalam konteks ini, indonesia telah melakukan penegakan. Hukum dalam rangka pengakuan dan perlindungan HaKI. Yaitu:

(22)

b) Menyempurnakan ketentuan-ketentuan mengenai paten dengan undang-undang nomor 13 tahun 1997 dengan mengubah Undang-UndangNomor 6 Tahun 1989 tentang pten

c) Menyempurnakan ketentuan-ketentuan mengenai merek dengan undang-undang nomor 14 tahun 1997 dengan mengubah undangt-undang nomor 19 tahun 1992 tentang merek

d) Mertifikasi Trade Mark Law Treaty of 1994 dengan keppres nomor 17 tahun 1997 e) Meretifikasi Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulations Under the PCT of

1986 dengan keppresNomor 16 tahun 1997

f) Meratifikasi Paris Convention for the Protection of Industril Property and Convention Establishing The World Intelectual Property Organization 1979 dengan KEPPRES nomor 15 tahun 1997

7. Membuka Kemungkinan Kepemilikan Saham Asing yang Lebih Besar

Sesui dengan PP Nomor 20 thun 1994, dimujngkinkan kepemilikan saham asing sebesar 100% pada perusahaan PMA. Keputusan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 12/SK/1999 tentang partisipasi Modal dalam perusahaan holding yang memberikan kesempatan baik bagi perusahaan asing maupun warga asing untuk mendirikan usaha baru atau berpartisdipasi dalam permodlan perusahaan lain. Untuk berprtisipasi dibidang permodalan harus membentuk bkepemilikan saham serta sesuai dengan PP Nomor 15 tahun 1999 mengenaibentuk bentuk klaim yang dapat dikompensasikan sebagai pembayaran saham.

8. Penyempurnaan tugas, fungsi, dan wewenang instansi terkait untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik

Dalam rangka memberikan pelayanan lebih baik terhadap calon investor maupun investor, maka BKPM terus meningkatkan kinerjanya seta meingkstkan koordinasi dengan BKPMD, pemerintah derah maupun instansi-instansi terkait18

3.2 MASALAH PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL

Dalam rangka penyelesaian sengketa dibidang penanaman modal, kita perlu mengacu pada international center for settlement of investment disputes (ICSID) yang

(23)

bertugas menyediakan berbagai kemudahan bagi pelaksana konsiliasi dan arbitrase menyangkut sengketa yang timbul antara negara dimana investasitersebut dilakukan dengan warga negara/badan hukum asing.

Yurisdiksi ICSID mencakup semua sengketa hukum yang langsung timbul dari kegiatan investasi antar negara dengan warga negara/ badan hukum asing. Kedua pihak yang bersengketa secara tertulis menyetujui penyelesaian kasus tersebut melalui ICSID,persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Perselisihan yang diselesaikan ICSID hanya merupakan sengketa hukum yang timbul dari penanaman modal dan ICSID tidak mempunyai yurisdiksi terhadap perselisihan kepentingannya.19

 Penyelesaian menurut cara konsoliasi

Penyelesaian cara ini dilakukan melalui conciation commison yang bertugas mencari sumber pokok permasalahan dan menyelesaikan dalam suatu rumusan perjanjian/kesepakatan yang dapat diterima para pihak secara baik

 Penyelesain menurut cara arbitrase

Keputusan majelis arbitrase dilakukan berdasarkan suara mayoritas serta bersifat final dan mengikat kedua belah pihak. Meskipun bersifat final dalam hal tertentu keputusan tersebut dapat diminta pembatalan apabila majelis tidan berfungsi sebagaimana mestinya atau majelos nyata-nyata melebihi

kekuasaan/wewenangnya. 20

3.3 PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL YANG TIMBUL ANTARAPEMERINTAH DENGAN INVESTOR DOMESTIK

Walaupun para investor telah menjalankan usahanya dengan baik,tidak tertutup kemungkinan usaha yang dijalankannya menimbulkan persoalan dengan pihak pemerintah maupun masyarakat sekitarnya.

Investasi dari aspek pembiayaannya dibagi mejadi dua macam, yaitu investasi yang bersumber dari dalam negeri (PMDN) merupakan investasi yang berasal dari modal dalam negeridan investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri.21

19Ibid., hlm.123

20Ibid.hlm.124

(24)

Apabila sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak Pemerintah Indonesia dan masyarakat sekitarnya maka hukum yang di gunakan adalah Hukum Indonesia.

Dalam pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan empat cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam Penanaman Modal antara pemerintah dengan investor domestik.

1. Musyawarah dan mufakat, penyelesaian itu dilakukan dengan pembahasan bersama dengan maksud untuk mencapai keputusan dan kesepakatan atas penyelesaian sengketa secara bersama-sama.

2. Arbitrase, penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase dimana dalam penyelesaian sengketa itu menggunakan jasa arbiter atau majelis arbiter yang menyelesaikan sengketa penanaman modal tersebut.

3. Alternatif penyelesaian sengketa, penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi (tukar pikiran), negoisasi (perundingan), mediasi (sepakat menggunakan jasa mediator), konsiliasi (sepakat menggunakan jasa konsiliator), atau penilaian ahli (sepakat menggunakan penilai ahli), dan pengadilan (yang memutuskan perselisihan tersebut). Ada tiga tingkatan pengadilan yang harus diikuti oleh salah satu pihak, apakah Pemerintah Indonesia atau investor domestik,yaitu: Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Mahkamah Agung.22

3.4 PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL YANG TIMBUL ANTARA PEMERINTAH DENGEN INVESTOR ASING

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing telah ditentukan pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan investor asing yang berkaitan dengan tindakan nasionalisasi oleh pemerintah,yaitu melalui lembaga arbitrase. Timbulnya sengketa ini adalah karena kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan mengenai jumlah,macam dan cara pmbayaran kompensasi terhadap tindakan pemerintah dalam melakukan nasionalisasi. Oleh karena iu setiap tindakan nasionalisasi menimbulkan kewajiban dari pemerintah untuk memberikan kompensasi/ganti rugi yang jumlah,macam dan cara pembayaran disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan asas-asas hukm internasional yang belaku.

(25)

Pasal 32 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah diatur cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah dengan investor asing,ditentukan dua cara dalam penyelesaian sengketa tersebut.

1. Musyawarah dan mufakat; dan 2. Arbitrase internasional.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal dimana penyelesaian sengketa antara negara dengan warga negara asing adalah International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID).Tujuan dan wewenang ICSID adalah menyelesaikan persengketaan yang timbul dibidang investasi antara suatu negara dengan negara asing di antara sesama negara peserta konvensi.Ada dua pola penyelesaian sengketa yang diatur dalam ICSID, yaitu:

1. Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi

Konsiliasi adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan para pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.

Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi diatur dalam artikel 28-35 ICSID. Hal-hal yang diatur dalam artikel tersebut,meliputi:

1. Komisi konsiliasi 2. Anggota komisi 3. Pengajuan konsiliasi 4. Jenis perselisihan 5. Permohonan konsiliasi

6. Penunjukan,jumlah, dan penunjukan jumlah konsolitator 7. Proses penyelesaian konsilisasi

8. Penyelesaian konsiliasi23

2. Penyelesaian dengan menggunakan arbitrase

3.5 ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN ARBITRASE SENGKETA PENANAMAN MODAL DALAM KASUS DIVESTASI SAHAM ANTARA PEMERINTAH INDONESIA DENGAN PT.NEWMONT NUSA TENGGARA.

(26)

3.5.1 Faktor penyebab timbulnya sengketa divestasi saham antara pemerintah indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara

Faktor penyebab timbulnya sengketa divestasi saham antara PT.Newmont Nusa Tenggara dengan Pemerintah Indonesia, khususnya Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumabawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa adalah karena tidak tercapainya kesepakatan tentang sistem pemabyaran saham yang didivestasikan oleh PT.Newmont Nusa Tenggara.

PT.Newmont Nusa Tenggara telah menawarkan cara untuk membeli saham yang ditawarkan kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa. Ada dua opat yang ditawarkan oleh PT.Newmont Nusa Tenggara, yaitu:

1. Jual beli 2. Pinjaman uang 3. Bussines to bussines.

PT.Newmont Nusa Tenggara menyetujui untuk menjual saham kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa, namun uang yang digunakan untuk membeli saham itu berasal dari pemegang saham asing PT.Newmont Nusa Tenggara, yaitu Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation. Besarnya pinjaman yang diberikan kepada Perseroan Terbatas bentukan Pemerintah daerah disesuaikan dengan jumlah saham yang dibelinya. Pinjaman ini bersifat non-recourse, dalam arti bahwa pengembalian hanya akan berasal dari dividen dan segala hak yang berasal dari saham PT.Newmont Nusa Tenggara.24

Tawaran sistem pembayaran saham yang diajukan oleh PT.Newmont Nusa Tenggara kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa itu ditolak, alasannya Pemerintah menolak karena mereka akan membayar harga saham dengan cara kontan. Namun uang yang digunakan untuk pembayaran saham itu berasal dari PT.Bumi Resources Tbk. Kemudian pada tanggal 30 November 2007, PT.Newmont Nusa Tenggara juga telah menawarkan sistem penjualan saham dengan sistem Bussines to bussines. Syarat penjualan saham dengan sistem bussines to bussines meliputi:

(27)

1. Para penjualnya, yaitu Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation.

2. Pembelinya suatu Perseroan Terbatas (PT) yang 100% sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dari Kabupaten Sumbawa Barat.

Sistem penjualan saham yang ditawarkan oleh PT.Newmont Nusa Tenggara juga ditolak oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Sumbawa Barat karena syarat itu sangat sulit untuk dipenuhi oleh kedua pemerintah tersebut. Ini disebabkan dengan sistem penjualan saham dengan bussines to bussines, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Sumbawa Barat harus menyiapkan sejumlah uang tunai yang berasal dari kedua pemerintah tersebut.

Syarat Pengajuan Sengketa pada Arbitrase Uncitral :

Pada dasarnya, tidak setiap perkara dapat diajukan pada lembaga arbitrase Uncitral. Syarat perkara yang dapat diajukan ke lembaga Arbitrase Uncitral adalah perkara, yang para pihaknya saat sebelum terjadinya sengketa telah menyepakati dalam kontraknya bahwa apabila timbul sengekta antara para pihak, cara penyelesaiannya menggunakan Peraturan Arbitrase UNCITRAL. Contoh klausul yang dimasukkan dalam konrak itu berbunyi:

“Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang timbul dari atau berhubungan dengan kontrak ini, atau pelanggaran, pengakhiran atau sah daripadanya, akan diselesaikan melalui abitrase sesuai dengan Peraturan Abitrase UNCITRAL seperti sekarang ini berlaku.”25

Berikut ini disajikan contoh klausul dalam kontrak karya yang dibuat dan ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dengan PT.Newmont Nusa Tenggara. Pasal 21 ayat (1) kontrak karya berbunyi:

“Dalam hal para pihak akan menggunakan arbirtase, maka sengketa akan diselesaikan oleh arbitrase, sesuai dengan Peraturan-peraturan Arbitrase UNCITRAL yang dimuat dalam resolusi 31/98, yang disetujui oleh Majelis Umum Peserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 15 Desember 1976 yang berjudul ArbitrationRulesoftheUnitedNationsCommissiononInternational Trade Law yang pada waktu ini berlaku.”

25Pasal 1 Arbitrase Uncitral, berbunyi:

(28)

Ketentuan-ketentuan di atas tidak berlaku untuk masalah-masalah perpajakan yang tunduk pada yuridiksi Majelis Pertimbangan Pajak. Bahasa yang digunakan dalam acara kerja arbitrase adalah bahasa inggris, kecuali kedua belah pihak menyetujui laonnya. Sementara itu, perkara yang tidak dapat diajukan ke lembaga Arbitrase Uncitral adalah sengketa perpajakan.

Para pihak dalam perkara ini arbitrase Uncitral, yaitu: 1. Claintman; dan

2. Responden

Claintman merupakan pihak yang mengajukan klaim arbitrase. Responden merupakan pihak yang digugat (tergugat). Pihak yang berinisiatif harus mengajukan gugatan arbitrase (noticeofarbitration) pada pihak yang lainnya (respondent).

Sengketa yang diajukan oleh para pihak akan diputus oleh arbiter. Jumlah arbiter yang akan memutus perkara arbitrase dapat terdiri dari satu atau tiga orang arbiter. Jika para pihak tidak stuju sebelumnya dengan jumlah arbitrator (contoh satu atau tiga), dan jika dalam waktu lima belas hari sejak gugatan arbitrasi telah diterima oleh responden, para pihak belum setuju dengan satu arbitrator, dengan ditetapkan tiga arbitrator (Pasal 5 Arbitrase Uncitral). Seorang abiter yang telah ditunjuk duduk dalam Mahkamah Arbitrase harud memenuhi syarat-syarat, seperti:

1. Harus benar-benar terhindar dan sikap dan tindakan yang memihak (impartial); dan

2. Harus independen (Pasal 9 Arbitrase Uncitral)

Apabila arbiter yang ditunjuk tidak memenuhi syarat itu, para pihak diberi hak untuk mengajukan perlawan atas penunjukan arbiter yang bersangkutan (Pasal 10 Arbitrase Uncitral).

3.5.2 Analisis Yuridis terhadap Putusan Arbitrase Internasional

Penyelesian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara pengakhiran sengketa yang telah disepakati antara Pemerintah Indonesia dengan PT.Newmont Nusa Tenggara. Kesepakatan ini telah dituangkan dalam dokumen kontak karya PT.Newmont Nusa Tenggara. Cara yang ditempuh untuk menyelsaikan sengketa itu adalah melalui lembaga Arbitrase Uncitral di New York.

(29)

1. Mengajukan iklum investasi; dan 2. Sikap menghormati kontrak

Sidang perdana telah dilakukan pada tanggal 10 Desember 2008 di Hotel JW Marriot Jakarta. Dalam sidang Arbitrase Uncitral ini, telah didengar saksi-saksi dan berbagai dokumen penawaran dan jawaban, baik yang disampaikan oleh PT.Newmont Nusa Tenggara maupun Pemerintah Indonesia. Saksi-saksi yang telah didengar dapat digolongksn menjadi dua macam, yaitu:

1. Saksi yang berasal dari pemohon atau Pemerintah Indonesia; dan 2. Saksi yang berasal dari PT.Newmont Nusa Tenggara.

Di samping itu, dikenal juga saksi fakta. Saksi fakta merupakan saksi-saksi yang mengetahui tentang proses divestasi dan fakta-fakta yang berkaitan dengan divestasi saham PT.Newmont Nusa Tenggara.

Dari hasil pemeriksaan, baik daari saksi-saksi maupun bukti surat, Majelis Arbitrase telah menetapkan putusan tentang sengketa divestasi antara Pemerintah Indonesia dengan PT.Newmont Nusa Tenggara. Putusan itu ditetapkan pada tanggal 31 Maret 2009. Isi putusan itu meliputi sebagai berikut.

1) PT.Newmont Nusa Tenggara diwajibkan untuk menjamin bahwa saham yang akan dialihkan/ dijual kepada Pemerintah Indonesia sesuai dengan Pasal 24 ayat (3) Kontrak Karya adalah bebas dari gadai.

2) PT.Newmont Nusa Tenggara diwajibkan untuk melakukan divestasisaham sebesar : (a) 3% pada tahun 2006; dan(b) 7% tahun 2007 kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, atau perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah derah tersebut dan/atau perusahaaan yang ditunjuknya bukan merupakan urusan PT.Newmont Nusa Tenggara.

3) Mengenai 7% saham divestasi tahun 2008, PT.Newmont Nusa Tenggara wajib untuk menyerahkan saham tersebut kepada Pemerintah, yaitu Pemerintah RI atau pemerintah daerah atau perusahaan yang ditunujk oleh Pemerintah RI atau pemda jika sesudah persetujuan mengenai harga penyerahan saham, Pemerintah melaksanakan haknya berdasarkan ketentuan Pasal 24.3 Kontrak Karya.

(30)

5) Biaya:

a) PT.Newmont Nusa Tenggara diperintahkan untuk membayar kepada Pemerintah RI dalam waktu 30 hari sesudah pemberitahuan keputusan ini uang jumlah USD 190,360.25 untuk biaya arbitrase, ditambah bunga 6% pertahun terhitung sejak 12 November 2008.

b) PT.Newmont Nusa Tenggara diperintahkan untuk membayar kepada Pemerintah RI dalam waktu 30 hari sesudah pemberitahuan keputusan ini uang sejumlah USD 1,658,243 untuk biaya perwakilan dan bantuan hukum.26

Tuntutan lainnya tidak dikabulkan.

Gugatan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia adalah meminta untuk diakhiri kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan PT.Newmont Nusa Tenggara. Namun, gugatan yang dihajatkan oleh Pemerintah Indonesia tidak dikabulkan oleh Majelis Arbitrase. Tuntutan yang dikabulkan oleh Majelis Arbitrase, yaitu:

1.Saham yang digadaikan oleh PT.Newmont Nusa Tenggara; 2.Kewajiban divestasi; dan

3.Biaya perkara.

(31)

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

 Hukum Penanaman Modal adalah keseluruhan kaidah atau norma yang mengatur kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum, menyisihkan sebagian pendapatannya agar dapat digunakan untuk melakukan usaha dengan harapan pada suatu waktu tertentu akan mendapatkan hasil (keuntungan).Dimana baik dilakukan oleh penanaman dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

 Dalam kasus penyelesaian sengketa melalui arbitrase didasarkan atas pengertian Pasal 1 angka 9 UU N0. 30 Tahun 1999 maka putusan arbitrase antara Pemerintah RI dan PT Newmont Nusa Tenggara adalah Putusan Arbitrase Internasional karena di bawah prosedur arbitrase United Nation Commission on International Trade Law (UNCITRAL), dan Majelis Arbitrase (Arbitral Tribunal) yang terdiri dari panel yang dikenal secara internasional sehingga rules yang dipakai ialah rules dari United Nation Commission on International Trade Law (UNCITRAL), adanya arbitrator asing, maka menunjukkan adanya unsur asing (foreign elements) dari arbitrase ini dapat dikatakan pula bahwa arbitrase tersebut adalah arbitrase internasional.

4.2 SARAN

(32)

DAFTAR PUSTAKA

HS, Salim .,SH.,M.S dan Sutrisno, Budi.,S.H.,M.Hum.Hukum Investasi di Indonesia.Cetakan 1.PT.Raja Grafindo Persada:Jakarta.200

Ilmar, Dr.Aminuddin.,SH.,MH.Hukum Penanaman Modal di Indonesia.Kencana Group:Jakarta.2007

HS, Salim .,SH.,M.S dan Sutrisno, Budi.,S.H.,M.Hum.Hukum Investasi di Indonesia.Cetakan 3.PT.Raja Grafindo Persada:Jakarta.2008

Sulamuddin Daeng. Tolah Upaya Menggagalkan Divestasi Saham PT.Newmont Nusa Tenggara. 2008

Ana Rokhmatussa’dyqah, S.H., M.H dan Suratman, S.H., M.Hum. Hukum Investasi & pasar modal.

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses kalibrasi dimasukan nilai parameter-parameter yang dalam bentuk range atau ketidakpastian, nilai parameter-parameter tersebut akan disimulasikan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan dapat ditarik kesimpulan yaitu 1) Intensitas cahaya mayahari mempengaruhi perbedaan densitas stomata pada

Upaya Guru Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Metode Sosiodrama Pada Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas XI MA Roudlotul Mubtadiin Balekambang Nalumsari1. Jepara

Stok layang (Decapterus russelli dan D. macrosoma) Laut Jawa dan Selat Makasar (dua WPP) disarankan dikelola sebagai satu unit manajemen; sedangkan, stok malalugis yang

Dalam rangka memberikan ukuran keterkaitan sektor ekonomi kreatif dengan sektor ekonomi lainnya, efek pengganda (multiplier) untuk mengetahui sektor ekonomi kreatif yang dapat

Intensitas naungan hingga 75% menyebabkan peningkatan tinggi tanaman dan spesifik luas daun, tetapi mengurangi jumlah dan luas daun, laju penyerapan cahaya (PAR), laju

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Foxx et al 41,44 dan Judarwanto 51 yang mengungkapkan bahwa anak perempuan memiliki kemampuan berbahasa