Menurut Nesbitt, dkk (1980), adapun klasifikasi dari penggerek batang
tebu bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Pyralidae
Genus : Chilo
Spesies : C. sacchariphagus Bojer.
Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara
paralel pada permukaan daun yang hijau (Gambar 1). Telur yang baru menetas
mempunyai bentuk oval, datar, kilat dan berwarna putih dengan dikelilingi warna
hitam sebelum menetas. Telur mempunyai ukuran dengan panjang 0,75-1,25 mm
dan rata-rata 0,95 mm. periode inkubasi adalah antara 6 hari dengan rata-rata 5,13
hari (Yalawar dkk, 2010).
Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Sumber
Telur menetas biasanya pagi hari. Larva yang baru menetas berwarna
orange berukuran panjang 1,5-2,0 mm dengan kepala berwarna hitam. Larva
selama 7-8 hari dan menjelang instar 3 akan turun dari pelepah dan mulai
menggerek batang. Pada tubuh Larva terdapat bintik-bintik gelap sepanjang
permukaan dorsal dan kapsul kepala berwarna coklat (Gambar 2). Larva berganti
kulit 6-7 kali dengan lama periode larva 37-54 hari. Larva penggerek ini sangat
aktif bergerak yang mengakibatkan kerusakan semakin besar (David, 1986).
Gambar 2. Larva C. sacchariphagus
Sumber
Larva menjelang jadi pupa akan keluar dari liang gerek dan memilih
bagian tanaman yang agak kering kemudian setelah 10-18 jam pupa terbentuk.
Garis-garis segmen akan semakin jelas dan setelah 1-2 hari warna pupa berubah
jadi coklat cerah kemudian akhirnya cokelat tua (Gambar 3). Pupa terletak di
dekat lobang atau pintu keluar pada tebu bekas gerekan. Masa pupa 6-7 hari
(Kalshoven, 1981).
Ngengat muncul pada pagi hari. Pada sayap depan terdapat bintik hitam.
Ngengat jantan lebih kecil dan warnanya lebih gelap dari ngengat betina. Ngengat
kurang aktif dan hanya sedikit menimbulkan reaksi bila diganggu. Kopulasi
terjadi pada tengah malam dan peletakan telur akan terjadi pada hari berikutnya.
Ngengat berumur 3-4 hari dan ngengat betina biasanya lebih lama (David, 1986).
Ngengat merupakan serangga yang aktif malam hari (nokturnal),
kekuning-kuningan dengan bercak hitam yang tipis pada sayap bagian depan
(Gambar 4). Ngengat mengembang dan terbang dengan jarak yang umur ngengat
jantan adalah 4-8 hari dan ngengat betina adalah 4-9 hari
(Ganeshan dan Rajabalee, 1997).
Gambar 4. Imago C. sacchariphagus Sumber
Gejala Serangan Chilo sacchariphagus
Larva muda yang baru menetas hidup dan menggerek jaringan dalam pupus
daun yang masih menggulung, sehingga apabila gulungan daun ini nantinya
membuka maka akan terlihat luka-luka berupa lobang grekan yang tidak teratur pada
permukaan daun. Setelah beberapa hari hidup dalam pupus daun, larva kemudian
akan keluar dan menuju ke bawah serta menggerek pelepah daun hingga menembus
sebelah luar ruas-ruas muda yang digerek akan didapati tepung gerek. Daun tanaman
yang terserang terdapat bercak-bercak putih bekas gerekan yang tidak teratur. Bercak
putih ini menembus kulit luar daun. Gejala serangan pada batang tebu ditandai
adanya lobang gerek pada permukaan batang (Gambar 5). Apabila ruas-ruas batang
tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong-lorong gerek yang memanjang.
Gerekan ini kadang-kadang menyebabkan titik tumbuh mati, daun muda layu atau
kering. Biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari satu ulat penggerek
(Sunaryo, 2003).
Gambar 5. Gejala Serangan C. sacchariphagus Sumber
Pengendalian Chilo sacchariphagus
Umumnya pengendalian penggerek batang bergaris (C. sacchariphagus) yang
digunakan adalah:
1. Secara kultur teknis yaitu sanitasi lahan, penanaman dengan sistem hamparan.
2. Memotong bagian tanaman yang terserang dan membakarnya.
3. Secara mekanis yaitu pengutipan ulat – ulat di lapangan.
4. Secara biologis yaitu dengan memanfaatkan musuh alami berupa pelepasan parasit
5. Secara kimiawi yaitu dengan pemakaian insektisida yaitu Agrothion 50 EC
(3 l/ha), Azodrin 15 WSC ( 5 l/ha) (Sunaryo, 2003).
Salah satu pengendalian penggerek batang bergaris adalah dengan menggunakan
perangkap berupa feromon buatan. Hasil percobaan di Marromeu diperoleh bahwa pada
sebuah botol tertangkap 14 ngengat C. sacchariphagus selama delapan malam. Jumlah total ngengat tertangkap adalah sebanyak 74 ekor dalam waktu lima malam. Penangkapan
tertinggi dengan perangkap tunggal yaitu diperoleh Sembilan individu (Way, dkk, 2004).
Pengendalian penggerek batang bergaris juga dapat menggunakan parasitoid
Xanthopimpla stemmator dari penangkapan 30 telur dengan waktu pencarian dua jam, diperoleh bahwa 29 diantaranya terparasit secara total. Sementara secara umum juga
ditemui bahwa C. sacchariphagus memparasit larva. Banyak larva ditemukan mati karena terinfeksi. Dari 240 larva dan pupa yang ditemukan, 6,3% mati pada saat pengumpulan,
dimana 5% terinfeksi oleh pathogen, dan 1,3% terparasit oleh serangga
(Conlong dan Goebel, 2002).
Jamur Beauveria bassiana Balsamo
Menurut Barnett (1960) jamur B. bassiana dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Miselia jamur B. bassiana bersekat dan berwarna putih, di dalam tubuh
serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel dengan diameter 4 µm, sedang di
luar tubuh serangga ukurannya lebih kecil yaitu 2 µm. konidia jamur ber sel satu,
berbentuk oval agak bulat (globose) sampai dengan bulat telur (obovate),
berwarna hialin dengan diameter 2-3 µm. konidiofor berbentuk zigzag merupakan
ciri khas dari genus Beauveria (Barnet, 1960).
Cendawan B. bassiana merupakan salah satu entomopatogen yang telah
terbukti efektif dalam mengendalikan berbagai jenis serangga hama. Daud (2004)
dalam berbagai hasil penelitiannya melaporkan bahwa B. bassiana dengan
konsentrasi 106 konidia/ml dapat menyebabkan kematian Darna catenata pada
tanaman kelapa sebesar 98%, Hypothenemus hampei pada tanaman kopi sebesar
79%, Heliothis armigera pada tanaman tomat sebesar 83%, dan Plutella xylostella
pada tanaman kubis sebesar 70% (Khasanah, 2008).
B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit di antara ruas-ruas
tubuh. Penetrasinya dimulai dengan pertumbuhan spora pada kutikula. Hifa fungi
mengeluarkan enzim kitinase, lipase dan protemase yang mampu menguraikan
komponen penyusun kutikula serangga. Di dalam tubuh serangga hifa
berkembang dan masuk ke dalam pembuluh darah. Di samping itu B. bassiana
juga menghasilkan toksin seperti beauverisin, beauverolit, bassianalit, isorolit dan
asam oksalat yang menyebabkan terjadinya kenaikan pH, pengeumpulan dan
terhentinya peredaran darah serta merusak saluran pencernaan, otot, sistem syaraf
Jamur Metarrhizum anisopliae (Metch.) Sorokin
Menurut Barnett (1960), jamur M. anisopliae diklasifikasikan sebagai
berikut :
Spesies : Metarrhizium anisopliae (Metch.) Sorokin
Jamur ini biasanya disebut dengan Green Muscarsine Fungus dan tersebar
di seluruh dunia. Jamur ini pertama kali digunakan untuk mengendalikan hama
kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, dan sejak saat itu digunakan di
beberapa negara termasuk Indonesia (Tanada and Kaya, 1993).
Pada awal pertumbuhan, koloni jamur berwarna putih lalu berubah
menjadi hijau gelap. Miselium jamur berdiameter 1,98-2,97 µm. Konidia tersusun
dengan tegak, dipenuhi dengan konidia bersel satu berwarna hialin. Konidia
berbentuk bulat silinder dengan ukuran 9 µm (Prayogo, 2005).
Larva yang di infeksi M. anisopliae dicirikan ketika ada perubahan warna
menjadi kecoklatan atau hitam pada kutikula serangga. Infeksi selanjutnya terjadi
ketika serangga yang mati menjadi lebih keras dan akhirnya ditutupi oleh hifa dari
jamur yang kemudian berubah menjadi hijau sesuai dengan spora yang menjadi
Jamur M. anisopliae mengadakan penetrasi ke tubuh serangga melalui
dinding tubuh di antara kapsul kepala dan toraks serta di antara ruas-ruas tubuh.
Mekanisme penetrasi dimulai dengan pertumbuhan spora pada kutikula,
selanjutnya hifa mengeluarkan enzim yang membantu dalam menguraikan
kutikula serangga. Penetrasi kutikula umumnya berlangsung 12-24 jam. Di dalam
epidermis, miselia berkembang dan akan mencapai haemocoel (rongga tubuh)
serangga dalam waktu 1-2 hari. Aktivitas peredaran hemolimf selanjutnya dirusak
sehingga hemolimf menjadi lebih kental dan warnanya lebih pucat, peredarannya
lambat dan akhirnya berhenti. Tingkat kemasaman (pH) daerah meningkat, terjadi