PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, maka tingkat
konsumsi pangan dan sayuran juga akan meningkat. Kementerian Pertanian
Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) menyatakan bahwa, sayuran dan tanaman
obat merupakan komoditas yang esensial dalam pemenuhan kebutuhan dasar
manusia akan kalori, vitamin, mineral, serat dan anti oksidan alami.
Estimasi pertumbuhan konsumsi sayuran 2003-2006 menunjukkan bahwa
peningkatan rerata konsumsi per kapita sayuran adalah 0,7% pertahun, sehingga
pada tahun 2050 konsumsi perkapita sayuran diperkirakan akan mencapai 0,4963
kw/kapita. Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050
sebesar 400 juta orang, maka akan dibutuhkan 198.520.000 kw sayur untuk
memenuhi permintaan konsumsi (Adiyoga, 2009).
Salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah
caisim (Brassica juncea L.). Di
pada
Caisim merupakan salah satu sayuran yang mengandung zat gizi yang cukup
lengkap sehingga sangat baik untuk kesehatan tubuh. Selain memiliki kandungan
dan gizi yang penting bagi kesehatan, caisim sangat baik untuk menghilangkan
rasa gatal ditenggorokan pada penderita batuk. Menyembuhkan penyakit kepala,
pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan melancarkan
pencernaan (Saeful, 2012). Adapun komposisi gizi yang dikandung oleh sawi
Tabel 1. Kandungan Gizi Sawi (mg/100g) Serat Pangan (g) Kalsium (mg) Sumber : George Mateljan Foundation dala
Menurut Badan Pusat Statistik (2012) produksi sawi di Sumatera utara dari
tahun 2006 hingga 2010 terus mengalami peningkatan. Produksi sawi tahun 2006,
2007, 2008, 2009, 2010 berturut-turut adalah 132,60 Kw/Ha, 140,50 Kw/Ha,
137,10 Kw/Ha, 118,13 Kw/Ha, dan 141,25 Kw/Ha. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan produktifitas tanaman sayuran adalah dengan
pemupukan. Pemupukan dapat dilakukan dengan pemberian pupuk anorganik dan
organik.
Setelah revolusi hijau kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk
buatan karena praktis dalam penggunaannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari
pupuk organik, harganya pun relatif lebih murah karena subsidi, dan mudah
sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian,
ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena subsidi pupuk
dicabut (Irsal, 2006). Ceppy (2010), menyatakan bahwa pemakaian pupuk dan
pestisida anorganik yang telah berlangsung hampir selama 35 tahun ini telah
diakui banyak menimbulkan kerusakan, baik terhadap struktur tanah, kejenuhan
tanah, terhadap air, terhadap hewan dan manusia.
Pupuk organik merupakan hasil akhir dari perubahan atau peruraian
bagian-bagian atau sisa tanaman dan binatang. Pupuk organik mempunyai
kelarutan unsur hara yang rendah di dalam tanah. Untuk memudahkan unsur hara
dapat diserap tanah dan tanaman bahan organik dapat dibuat menjadi pupuk cair
terlebih dahulu (Sintha, 2008). Selain itu aplikasi pupuk organik padat bisanya
memerlukan jumlah yang cukup besar dalam sekali aplikasinya, sehingga
memerlukan tenaga yang banyak sehingga akan meningkatkan biaya tenaga kerja,
meskipun pupuk organik dapat diproduksi sendiri. Teguh et al. (2007) menyatakan, pemanfaatan teknologi fermentasi anaerobik diharapkan dapat
menekan biaya pengolahan limbah. Hasil samping dari proses ini adalah berupa
biogas dan kompos. Pupuk yang dihasilkan lebih kaya kandungan nitrogen dan
fosfornya dibandingkan dengan kompos yang diproses secara konvensional, bebas
dari bau yang tidak sedap dan parasit.
Indrakusuma (2000) menambahkan pupuk organik cair selain dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, membantu meningkatkan
produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi
Saat ini pengolahan bahan organik menjadi pupuk organik cair mulai
banyak diteliti. Dari sebuah penelitian di Cina menunjukkan penggunaan limbah
cair organik mampu meningkatkan produksi pertanian 11% lebih tinggi
dibandingkan dengan menggunakan bahan organik lain. Bahkan di Cina
penggunaan pupuk kimia sintetik untuk pupuk dasar mulai tergeser dengan
keunggulan pupuk organik cair (Sukamto, 2012).
Londra (2008), aplikasi pupuk cair (Bio urine dan Bio kultur) pada
tanaman kopi dan kakao dengan dosis 6 liter ditambah 4 kg kompos padat
perpohon pertahun, dapat menghasilkan produksi 30-35% lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan kompos konvensional yang dosisnya 10-12
kg/pokok/tahun. Selain itu pada tanaman bawang merah dapat menghemat
penggunaan pupuk anorgnik hingga 40% dan tanaman jagung dapat menghemat
hingga 50% dengan peningkatan produktifitas hingga 25-30%.
Hasil Penelitian Nugroho et al., (1996) dalam Hastuti (2008), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak-air bahan organik (kotoran sapi, kotoran
ayam, dan kotoran cacing) dengan rasio 1:5 (1 bagian bahan organik, 5 bagian air)
berpengaruh positif dan nyata meningkatkan pertumbuhan bibit albisia
(A. falcataria), baik bagian atas (shoot) maupun bagian bawah (root).
Aktifitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa
yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukannya sebagai
barang buangan yang disebut sampah. Bahan baku pupuk organik cair yang sangat
bagus dari sampah organik adalah bahan organik yang mempunyai kandungan air
tinggi, misalnya seperti air kelapa. Di pasar tradisional, air kelapa dibuang begitu
pemanfaatan air kelapa masih banyak dan hanya terbatas digunakan sebagai
nutrisi tambahan di dalam media kultur jaringan.
Kapahang et al. (2007), menyatakan bahwa air kelapa mengandung bahan-bahan senyawa organik seperti sukrosa, sorbitol, asam-asam amino, asam-asam
organik, vitamin, fitohormon, dan unsur-unsur inorganik, seperti kalium, natrium
kalsium, magnesium, besi, tembaga, fosfor dan klor. Kandung nutrisi air kelapa
selain dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan nutrisi bagi tanaman, juga sangat
bermanfaat untuk menjadi media tumbuh atau subtrat bagi berbagai kelompok
mikroba terutama golongan bakteri.
Selain itu salah satu limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal
adalah limbah dari rumah potong hewan, berupa limbah isi rumen. Misalnya di
Kota Pematangsiantar khususnya di rumah potong hewan, rata-rata terdapat 4-6
ekor kerbau yang dipotong setiap hari. Dari rata-rata masing-masing kerbau itu
diperoleh isi rumen kerbau seberat 20 kg per ekor, maka isi rumen yang
terakumulasi setiap harinya sebanyak 80-120 kg. Isi rumen adalah pakan yang
sudah sempat dicerna tapi belum sempat dimanfaatkan oleh induk semang yang
bersangkutan yang mengandung protein, lemak, serat kasar, bahan ekstrak tanpa
nitrogen (BETN), abu, Ca dan P. Sehingga rumen kerbau merupakan bahan
organik yang berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku pupuk organik.
Diharapkan dengan fermentasi campuran antara air kelapa dan isi rumen kerbau
menjadi pupuk organik cair dapat menjadi alternatif penghasil sumber nutrisi yang
Rumusan Masalah
Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan akan kebutuhan
pangan khususnya kebutuhan sayur-sayuran sehingga sektor pertanian tetap terus
dituntut untuk meningkatkan produksi bahan pangan untuk kebutuhan pokok
manusia.
Pemupukan secara konvensional biasanya dilakukan dengan pengelolaan
kesuburan tanah dengan hanya menekankan pada pergantian hara tertentu melalui
penambahan pupuk anorganik. Pemakaian pupuk anorganik secara terus menerus
akan memberikan dampak buruk terhadap produktifitas tanah dan kualitas
lingkungan. Sehingga diperlukan alternatif pemupukan dengan menggunakan
bahan organik, dan untuk mengefesiensikan penggunaan bahan organik dapat
dilakukan dengan pengolahan bahan organik menjadi pupuk organik cair.
Tanaman caisim membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhannya. Usaha yang
dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk organik, namun sejauh mana
penggunaan pupuk organik cair campuran isi rumen kerbau dan limbah air kelapa
dengan konsentrasi dan frekuensi yang tepat terhadap pertumbuhan caisim belum
diperoleh.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi, konsentrasi dan
frekuensi yang terbaik dalam pemanfaatan isi rumen kerbau dan air kelapa sebagai
Hipotesis
1. Pemberian pupuk organik cair campuran limbah isi rumen kerbau dan air
kelapa akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman caisim.
2. Pemberian pupuk cair dengan konsentrasi yang semakin pekat akan
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman caisim.
3. Pemberian Pupuk cair dengan frekuensi aplikasi pupuk cair organik yang lebih
sering akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman caisim
4. Pemberian Pemberian pupuk cair organik campuran limbah isi rumen kerbau
dan air kelapa dengan konsentrasi yang semakin pekat, serta dengan frekuensi
pemberian yang lebih sering akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman caisim.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam peningkatan produktifitas
lahan pertanian dengan pendekatan sistem pertanian organik terhadap tanaman
caisim dengan menggunakan campuran limbah isi rumen kerbau dan air kelapa