• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA A. Pengertian Pengelolaan Lingkungan Hidup - Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA A. Pengertian Pengelolaan Lingkungan Hidup - Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

A. Pengertian Pengelolaan Lingkungan Hidup

Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam

bahasa Belanda disebut dengan millieu atau dalam bahasa Perancis disebut dengan

l’environment.26

Dalam kamus lingkungan yang disusun Michael Allaby, lingkungan hidup itu

diartikan sebagai: the physical, chemical and biotic condition surrounding and organism.

S.J. McNaughton dan Larry L. Wolf mengartikannya dengan semua faktor eksternal yang

bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan,

perkembangan dan reproduksi organisme. Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto, seorang ahli

ilmu lingkungan (ekologi) terkemuka mendefinisikannya sebagai berikut: Lingkungan

adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang

mempengaruhi kehidupan kita. Sedangkan Prof. Dr. St. Munadjat Danusaputro, SH, ahli

hukum lingkungan terkemuka dan Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas

Padjajaran mengartikan lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di

dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia

berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.27

Pengertian lingkungan hidup juga dirumuskan di dalam Pasal 1 angka 1 UUPPLH,

bahwa: “Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu

26

N.H.T. Siahaan, Op.cit., hlm. 4

27

(2)

sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lain.”28

Berdasarkan beberapa definisi mengenai lingkungan hidup yang telah dikemukakan

di atas, maka dapat diuraikan unsur-unsur yang terdapat di dalam pengertian lingkungan

hidup secara terperinci, antara lain:29

1. Kesatuan Ruang

Maksud kesatuan ruang, yang berarti ruang adalah suatu bagian tempat berbagai

komponen lingkungan hidup bisa menempati dan melakukan proses interaksi di antara

berbagai komponen lingkungan hidup tersebut. Jadi, ruang merupakan suatu tempat

berlangsungnya ekosistem, misalnya ekosistem pantai, ekosistem hutan. Ruang atau

tempat yang mengitari berbagai komponen lingkungan hidup yang merupakan suatu

ekosistem satu sama lain pada hakikatnya berwujud pada satu kesatuan ruang.

2. Semua Benda

Benda dapat dikatakan juga sebagai materi atau zat. Materi atau zat merupakan segala

sesuatu yang berada pada suatu tempat dan pada suatu waktu. Pendapat kuno

mengatakan suatu benda terdiri atas empat macam materi asal (zat asal), yaitu api, air,

tanah, dan udara. Dalam perkembangan sekarang empat materi tersebut tidak dapat

lagi disebut zat tunggal (zat asal). Perkembangan ilmu pengetahuan alam dan

teknologi, materi adalah apa saja yang mempunyai massa dan menempati suatu ruang

baik yang berbentuk padat, cair, dan gas. Materi ada yang dapat dilihat dan dipegang

seperti kayu, kertas, batu, makanan, pakaian. Ada materi yang bisa dilihat, tetapi tidak

28

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

29

Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan: Tinjauan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997,

(3)

bisa dipegang seperti air, ada pula materi yang tidak dapat dilihat dan dipegang seperti

udara, memang udara tidak dapat dilihat dan dipegang, tetapi memerlukan tempat.

3. Daya

Daya atau yang disebut juga dengan energi atau tenaga merupakan sesuatu yang

memberi kemampuan untuk menjalankan kerja atau dengan kata lain energi atau

tenaga adalah kemampuan untuk melakukan kerja. alam lingkungan hidup penuh

dengan energi yang berwujud seperti energi cahaya, energi panas, energi magnet,

energi listrik, energi gerak, energi kimia, dan lain-lain.

4. Keadaan

Keadaan disebut juga dengan situasi dan kondisi. Keadaan memiliki berbagai ragam

yang satu sama lainnya ada yang membantu berlangsungnya proses kehidupan

lingkungan, ada yang merangsang makhluk hidup untuk melakukan sesuatu, ada juga

yang mengganggu berprosesnya interaksi lingkungan dengan baik. Sebagai contoh

misalnya kucing atau musang dalam waktu gelap bukannya tidak bisa melihat justru

lebih mempertajam matanya untuk mencari mangsa atau makanannya. Dalam keadaan

berisik, pada umumnya orang sulit untuk tidur nyenyak atau pulas. Dalam keadaan

miskin masyarakat cenderung merusak lingkungannya.

5. Makhluk Hidup (termasuk manusia dan perilakunya)

Makhluk hidup merupakan komponen lingkungan hidup yang sangat dominan dalam

siklus kehidupan. Makhluk hidup memiliki ragam yang berbeda satu sama lainnya.

(4)

hidup sangat penting, tetapi makhluk hidup seperti itu tidaklah merusak dan menemari

lingkungan, lain halnya dengan manusia.

Selain definisi lingkungan hidup, disebutkan juga di dalam UUPPLH mengenai

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 1 angka 2 UUPPLH merumuskan

bahwa: “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan

terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah

terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,

pemanfaatan, pengendalian, pengawasan, dan penegakan hukum.”30

Dalam pengelolaan lingkungan hidup ditegaskan pula kewenangan negara, yaitu hak

menguasai dan mengatur oleh negara dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber

daya buatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak memberikan wewenang untuk

mengatur peruntukan, pengembangan, penggunaan, penggunaan kembali (daur ulang),

penyediaan, pengelolaan dan pengawasan melalui perbuatan hukum dan mengatur pajak

serta retribusi lingkungan. Oleh karena itu, wawasan dalam menyelenggarakan

pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah wawasan nusantara, karena kondisi

obyektif geografi nusantara yang terdiri dari ribuan pulau yang tersebar dan terbentang di

khatulistiwa serta terletak pada posisi silang yang sangat strategis, memiliki karakteristik

yang berbeda dengan negara lain.31

Menurut Munadjat, wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa dan negara

Indonesia tentang diri dan lingkungannya, yang (nyatanya) sarwa-nusantara (bersifat

serba nusantara). Wawasan nusantara memandang perwujudan Indonesia sebagai satu

kesatuan utuh menyeluruh, baik dari aspek fisik alamiah maupun dari aspek sosial politik

ialah citra lingkungan hidup nusantara.32

30

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

31

Sodikin, Op.cit., hlm. 26

32Ibid.,

(5)

Kekayaan sumber daya alam yang terdapat di dalam lingkungan hidup manusia dapat

menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat apabila dikelola, diolah dan dimanfaatkan

dengan baik dan benar. Hal ini sesuai dengan perintah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

Dasar 1945 yang berbunyi:33

Dengan demikian, hal-hal yang berkenaan dengan kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat harus diutamakan, tidak terkecuali pengelolaan lingkungan hidup maupun

pemanfaatan sumber daya alam yang harus dilakukan secara efektif dan efisien karena

menurut Otto Soemarwoto, sumber daya lingkungan mempunyai daya regenerasi dan

asimilasi yang terbatas. Selama eksploitasi atau permintaan pelayanan ada di bawah batas

daya regenerasi atau asimilasi, sumber daya terbarui itu dapat digunakan secara lestari.

Akan tetapi, apabila batas itu dilampaui, sumber daya itu akan mengalami kerusakan dan

fungsi sumber daya itu sebagai faktor produksi dan konsumsi atau sarana pelayanan akan

mengalami gangguan.

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

34

Lingkungan mempunyai keterbatasan dalam melakukan proses kehidupannya.

Keterbatasan dan kemampuannya untuk menanggulangi proses keseimbangannya itu,

lazim disebut dengan daya dukung lingkungan. Menurut Otto Soemarwoto, daya dukung

terlanjutkan ditentukan oleh dua faktor, baik faktor biofisik maupun faktor

sosial-budaya-ekonomi. Kedua faktor ini saling mempengaruhi. Faktor biofisik penting untuk

menentukan daya dukung yang terlanjutkan, yaitu proses ekologi yang merupakan sistem

33

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

34

(6)

pendukung kehidupan dan keanekaragaman jenis yang merupakan sumber daya gen.

Misalnya, hutan adalah salah satu faktor ekologi dalam sistem pendukung kehidupan.

Hutan melakukan proses fotosintesis yang budaya juga mempunyai peranan yang sangat

penting, bahkan menentukan dalam daya dukung terlanjutkan.35

Bertitik tolak dari pendapat Otto Soemarwoto, dapat diambil kesimpulan bahwa

dalam realitasnya lingkungan merupakan sumber daya yang memiliki kemampuan dalam

melakukan regenerasi pada dirinya, apalagi terhadap sumber daya alam yang tidak dapat

diperbarui. Oleh karena itu, dalam menata lingkungan sebagai sumber daya, maka yang

perlu dilakukan adalah agar melakukan pengelolaan dengan bijaksana.

Lebih jauh Otto Soemarwoto mengatakan bahwa sumber daya lingkungan milik

umum sering dapat digunakan untuk berbagai macam peruntukan secara simultan, tanpa

suatu peruntukan mengurangi manfaat yang dapat diambil dari peruntukan lain sumber

daya yang sama itu. Misalnya, air sungai dapat digunakan sekaligus untuk melakukan

proses produksi dalam pabrik, mengangkut limbah, pelayaran sungai, produksi ikan, dan

keperluan rumah tangga.

36

B. Sejarah Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Di tingkat internasional, Deklarasi Stockholm 1972 dianggap sebagai tonggak

pemisah antara rezim hukum internasional klasik dan rezim hukum lingkungan modern.

Artinya, karena konvensi-konvensi internasional, putusan-putusan pengadilan

internasional sebelum Deklarasi Stockholm 1972 dipandang sebagai rezim hukum

internasional klasik, sedangkan konvensi-konvensi internasional dan putusan-putusan

35Ibid.,

hlm. 3

36Ibid.,

(7)

Pengadilan Internasional setelah Deklarasi Stockholm dipandang sebagai rezim hukum

lingkungan modern.37

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Lingkungan Hidup di Indonesia tidak

dapat dipisahkan dengan Deklarasi Stockholm tahun 1972 yang memuat 26 prinsip dan

109 dukungan. Hal ini seiring dengan keadaan dan kepentingan negara Indonesia. Oleh

karena itu, Indonesia perlu turut bertanggung jawab dan berkewajiban terhadap

pelestarian dan pengembangan lingkungan hidup, baik secara nasional maupun

internasional. Bagi Indonesia, yang mempunyai sumber daya alam yang cukup luas,

keprihatinan terhadap kelestarian hidup sudah disesuaikan dan dicantukan dalam Pasal 33

ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

bagi kemakmuran rakyat.” Landasan ini merupakan komponen-komponen dasar untuk

menyusun dan merumuskan peraturan dan perundangan lingkungan hidup di Indonesia.

Atas dasar itu, proses pembuatan peraturan perundangan tentang lingkungan hidup di

Indonesia dimulai dari prinsip-prinsip dalam Deklarasi Stockholm khususnya prinsip 17,

21, 22 dan sekaligus merupakan nafas atau landasan dalam penyusunan keinstitusian

perundangan untuk pelestarian alam.38

Tepat sepuluh tahun setelah berlangsungnya Konferensi Lingkungan Hidup Sedunia

(UNCHE, United Nations Conference on the Human Environment, 1972, Stockholm),

negara kita berhasil merumuskan satu produk perundangan penting di bidang lingkungan

hidup.39

Perkembangan selanjutnya, pada 11 Maret 1982, diundangkan sebuah produk

hukum mengenai pengelolaan lingkungan hidup, dengan nama Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, sering

(8)

disingkat dengan UUPLH. Dengan hadirnya Undang-Undang Lingkungan ini, terbukalah

lembaran baru bagi kebijaksanaan lingkungan hidup di Indonesia guna terciptanya

pengendalian kondisi lingkungan yang memiliki harmoni yang baik dengan

dimensi-dimensi pembangunan.40

Undang-undang ini kita nilai begitu penting karena Undang-undang ini lahir dalam

situasi sebagai berikut:41

1. Saat negara kita sedang giatnya melancarkan pembangunan dengan pesat di semua

segi kehidupan. Dalam kenyataan, segi apapun yang akan diambil untuk tujuan

membangun, Undang-undang ini akan selalu berhadapan dengan aspek ekologi

lingkungan hidup. Pembangunan ialah hasil proses dari sumber daya (alam,

lingkungan hidup, manusia).

2. UUPLH adalah Undang-undang pokok yang merupakan dasar peraturan pelaksanaan

bagi semua sektor yang menyangkut lingkungan hidup. Undang-undang ini berfungsi

sebagai ketentuan payung (umbrella provision) bagi peraturan-peraturan lingkungan

hidup yang sudah ada (lex lata) maupun bagi pengaturan lebih lanjut (lex feranda)

atas lingkungan hidup.

3. Corak ekologis negara kita sangat spesifik. Negara kita merupakan wilayah

berkepulauan (Nusantara) yang terdiri dari dua pertiga wilayah laut, yaitu terletak di

antara dua benua, Asia dan Australia, serta dua lautan raksasa yaitu Samudra Hindia

dan Samudra Pasifik. Negara kita memiliki sumber alam yang kaya raya dan dihuni

oleh penduduk dengan berbagai corak ragam suku, budaya, agama, tingkatan sosial

ekonomi, dan lain-lain.

40

N.H.T. Siahaan, Op. cit., hlm. 34

41Op. cit.,

(9)

Adapun dasar-dasar pemikiran yang diberikan oleh UUPLH ini adalah konsep

perpaduan prinsip-prinsip pembangunan dan lingkungan serta ekologi yang lazim disebut

dengan Prinsip Ecodevelopment, yang dinyatakan sebagai berikut:42

1. Lingkungan hidup Indonesia adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita

kembangkan berdasarkan asas keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup

manusia sebagai pribadi; dalam hubungan manusia dengan manusia; dalam

hubungannya dengan alam lingkungan; dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang

Maha Esa maupun dalam kehidupan lahiriah serta kebahagiaan batiniah.

2. Sumber daya alam yang dapat digunakan untuk menuju kesejahteraan harus

dilestarikan kemampuan ekosistem secara serasi dan seimbang dengan cara bijaksana,

terpadu, dan menyeluruh dengan memperhitungkan generasi kini dan mendatang.

3. Pengelolaan lingkungan berasaskan kemampuan lingkungan yang serasi dan

seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.

4. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat tercapai kehidupan optimal.

UULH 1982 memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu

bidang hukum baru, yakni hukum lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu

mengandung konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang hukum. Di

samping itu, ketentuan-ketentuan UULH 1982 memberikan landasan bagi kebijakan

pengelolaan lingkungan hidup.43

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup telah menandakan awal pengembangan perangkat hukum

sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup Indonesia sebagai bagian

integrasi dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan

hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarsa sejak diundangkannya

42Ibid.,

hlm. 153

43

(10)

undang tersebut, kesadaran lingkungan hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat,

yang ditandai antara lain oleh makin banyaknya di bidang lingkungan hidup selain

swadaya masyarakat. Terlihat pula peningkatan kepeloporan masyarakat dalam

pelestarian fungsi lingkungan hidup, sehingga masyarakat tidak hanya sekedar berperan

serta, tetapi juga mampu berperan serta secara nyata.44

Asas-asas hukum yang diadopsi UUPLH 1982 dirasakan banyak membawa

kemajuan dalam pembangunan lingkungan. Prinsip dan pola pembinaan lingkungan hidup

sedemikian majunya untuk diintroduksikan ke dalam pembangunan nasional dan

hendaknya diakui bahwa pengenalan asas-asas itu ke dalam sistem hukum guna

memulihkan prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan tidak kalah dengan

negara lain. Hanya saja tentunya harus diakui bahwa dalam aspek-aspek pelaksanaannya,

negara kita tidak bisa banyak berbicara mengenai hal itu, karena mengenai segala sesuatu

tentang pelaksanaan asas (konsistensi), kita selalu serba tertinggal dengan negara lain.45

Sejak pengundangan UULH 1982, kualitas hidup di Indonesia ternyata tidak

semakin baik dan banyak kasus hukum lingkungan hidup tidak dapat terselesaikan

dengan baik. Para pengambil kebijakan di pemerintah, khususnya di lingkungan Kantor

Menteri Negara Lingkungan Hidup dan BAPEDAL, berpandangan bahwa kegagalan dari

kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia akibat dari kelemahan penegakan

hukum UULH 1982. Dan kelemahan penegakan hukum itu bersumber dari UULH 1982

itu sendiri.46

Perkembangan global mengenai isu lingkungan, terutama setelah berlangsungnya

Earth Summit di Rio de Jainero, 1992, yang lebih dikenal dengan KTT Rio telah menjadi salah satu alasan mengapa UUPLH 1982 harus direvisi, karena bila melihat hasil-hasil

yang dicapai dalam KTT Rio, terlihat bahwa dengan UUPLH 1982 tidak banyak hal yang

(11)

dapat kita lakukan dalam rangka membuat kebijakan pembangunan lingkungan sesuai

dengan majunya prinsip-prinsip yang telah diadopsi dalam KTT Rio.47

Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang juga disebut

sebagai The Earth Charter merupakan “soft-law agreements”, yang memuat 27 prinsip48

UUPLH baru atau UU No. 23 Tahun 1997 memuat berbagai peraturan sebagai

respons terhadap berbagai kebutuhan yang berkembang yag tidak mampu diatasi melalui

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982. Demikian juga Undang-undang baru ini

dimaksudkan untuk menyerap nilai-nilai yang bersifat keterbukaan, paradigma

pengawasan masyarakat, asas pengelolaan dan kekuasaan negara berbasis kepentingan kemudian ditambah dengan banyaknya perkembangan mengenai konsep dan pemikiran

mengenai masalah lingkungan, serta dengan mengingat hasil-hasil yang dicapai

masyarakat dunia melalui KTT Rio tahun 1992, dirasakan Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1982 sudah tidak banyak lagi menjangkau perkembangan-perkembangan yang ada

sehingga perlu ditinjau dengan membuat penggantinya. Untuk itulah lima tahun

kemudian setelah berlangsungnya KTT Rio, dibuat UUPLH yang baru sebagai pengganti

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, diundangkan tanggal 19 September 1997 melalui

Lembaran Negara No. 68 Tahun 1997.

47Op. cit.,

hlm. 154

48

Beberapa prinsip tersebut menjadi unsur penting konsep pembangunan berkelanjutan, diantaranya:

a. prinsip kedaulatan dan tanggung jawab negara (prinsip 2);

b. prinsip antargenerasi (prinsip 3);

c. prinsip keadilan intragenerasi (prinsip 5 dan 6);

d. prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan (prinsip 4);

e. prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda (prinsip 7);

f. prinsip tindakan pencegahan (prinsip 11);

g. prinsip bekerja sama dan bertetangga baik dan kerja sama internasional (prinsip 18, 19, dan 27) h. prinsip keberhati-hatian (prinsip 13);

i. prinsip pencemaran membayar (prinsip 16);

(12)

umum (bottom-up), akses publik terhadap manfaat sumber daya alam, dan keadilan

lingkungan (environmental jusice).49

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 ini memuat norma-norma hukum

lingkungan hidup. Selain itu, Undang-undang ini menjadi landasan untuk menilai dan

menyesuaikan semua peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang

lingkungan hidup yang berlaku, yaiu peraturan perundang-undangan mengenai perairan,

pertambangan dan energi, kehutanan, konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya, industri, permukiman, penataan ruang, tata guna tanah, dan lain-lain.50

UULH 1997 tetap memuat konsep-kosep yang semula dituangkan dalam UULH

1982, misalnya kewenangan negara, hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan

lingkungan hidup, perizinan, AMDAL, penyelesaian sengketa dan sanksi pidana. Selain

itu, UULH 1997 memuat konsep-konsep atau hal-hal yang sebelumnya tidak diatur dalam

UULH 1982. Misalnya, di bidang hak masyarakat, UULH 1997 mengakui hak

masyarakat untuk mendapatkan informasi. Di bidang instrumen pengelolaan lingkungan,

UULH 1997 mengatur penerapan audit lingkungan. Di bidang penyelesaian sengketa,

UULH 1997 mengatur penyelesaian sengketa melalui pengadilan dan penyelesaian

sengketa di luar pengadilan atas dasar kebebasan memilih para pihak. Di bidang sanksi

pidana, UULH 1997 memberlakukan delik formil di samping materil dan delik

korporasi.51

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 memang belum beperan maksimal sebagai

dasar menangani masalah lingkungan dalam hubungannya dengan pembangunan.

Demikian pula dengan konsep-konsep yang dicapai dalam Deklarasi Rio, belum banyak

yang diserap sebagai instrumen hukum dan kebijakan menata lingkungan. Namun dari

(13)

segi landasan hukum, Undang-undang ini dapat dikatakan sudah cukup lebih baik dari

Undang-undang sebelumnya.52

Perkembangan terbaru adalah pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN Tahun

2009 No. 140) yang menggantikan UULH 1997. Setidaknya ada empat alasan mengapa

UULH 1997 perlu untuk digantikan oleh undang-undang yang baru. Pertama, UUD 1945

setelah perubahan secara tegas menyatakan bahwa perkembangan ekonomi nasional

diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan pembangunan berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan. Kedua, kebijakan otonomi daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan

dan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah termasuk di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ketiga, pemanasan global yang semakin

meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas

lingkungan hidup. Ketiga alasan ini belum ditampung dalam UULH 1997. Keempat,

UULH 1997 sebagaimana UULH 1982 memiliki celah-celah kewenangan penegakan

hukum administratif yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan kewenangan

penyidikan penyidik pejabat pegawai negara sipil sehingga perlu penguatan dengan

mengundangkan sebuah undang-undang baru guna peningkatan penegakan hukum.53

C. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 menyebutkan tujuan pengelolaan

lingkungan hidup:54

52

N.H.T. Siahaan, Op. cit, hlm. 36

53

Op. cit, hlm. 51-52

54

(14)

“Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.”

Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, disebutkan tujuan

pengelolaan lingkungan hidup di dalam Pasal 3, yang berbunyi:55

a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:

b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian

ekosistem;

d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;

f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa

depan;

g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup

sebagai bagian dari hak asasi manusia;

h. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;

i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan

j. Mengantisipasi isu lingkungan global.”

Tujuan lingkungan hidup seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 tersebut adalah adanya kata-kata pembangunan berwawasan lingkungan.

Maksud pembangunan berwawasan lingkungan adalah melaksanakan pembangunan

dengan memperhatikan kepentingan lingkungan atau dengan kata lain pembangunan

tanpa merusak lingkungan, sehingga akan berguna bagi generasi kini dan generasi

mendatang.56

55

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

56

(15)

Pembangunan adalah upaya-upaya yang diarahkan untuk memperoleh taraf hidup

yang lebih baik. Upaya-upaya untuk memperoleh kesejahteraan atau taraf hidup yang

lebih baik merupakan hak semua orang di mana pun berada. Khususnya di negara-negara

berkembang, pembangunan merupakan pilihan penting dilakukan guna terciptanya

kesejahteraan penduduknya. Upaya di bidang pertanian dilakukan secara ekstentifikasi

dan intensifikasi. Lahan diperluas dan pupuk ditingkatkan jumlah maupun mutunya

melalui sistem teknologi. Sarana-sarana infrastruktur ditingkatkan seperti jalan,

pembangunan irigasi, waduk dan transportasi. Sektor industri dibuka, bukan saja sebagai

sarana pendukung bagi pembangunan pertanian, tetapi juga untuk mendapatkan produk

manufaktur yang dibutuhkan. Industri selain meningkatkan pendapatan juga berperan

untuk menyerap tenaga kerja.

Dengan demikian pembangunan merupakan sarana bagi pencapaian taraf

kesejahteraan manusia. Namun demikian, setiap pembangunan tidak terlepas dari adanya

dampak yang merugikan, terutama kepada lingkungan. Lingkungan menjadi semakin

rusak berupa pencemaran, dan kerusakan sumber-sumber hayati seperti penipisan

cadangan hutan (deforestization), punahnya bermacam-macam biota, baik spesies

binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Di samping itu, terjadi pula berbagai penyakit

sebagai akibat dari pencemaran industri.57

Untuk mengatasi dampak dari pembangunan tersebut, Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1997 mensyaratkan adanya paradigma atau arah baru untuk meningkatkan

kualitas hidup bagi rakyat melalui perubahan-perubahan yang didukung oleh seluruh

unsur pelaku dan sumber daya alam yang diperlukan, sehingga berkembanglah gagasan

tentang sustainable development.58

57

N.H.T Siahaan 2, Op.cit., hlm. 19

58Op.cit.,

(16)

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan salah satu isu yang

sangat penting yang menjadi dasar pembicaraan di KTT Rio. Pengertian dari sustainable

development adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya.

Definisi ini diberikan oleh World Commission on Environment and Development

(Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan) sebagaimana tersaji dalam laporan

Komisi yang terkenal dengan Komisi Brundtland yang terumuskan berupa: 59

Sustainable development pada dasarnya sama dengan prinsip Ecodevelopment, dimaknakan sebagai pembangunan dengan tidak mengorbankan kepentingan lingkungan

atau senantiasa memperhatikan aspek lingkungan (Prinsip 1 dan 2 Deklarasi Stockholm).

Ecodevelopment diartikan dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang kemudian diakomodir dalam sistem kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di

Indonesia,

“If it meets the needs of the present without compromising the ability of future generation to meet their own needs.”

60

diartikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek

lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin

keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu

hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.61

Guna mengubah orientasi dari penekanan (priority) pembangunan (pertumbuhan

ekonomi), maka dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development)

terdapat penekanan yang sama terhadap aspek pembangunan ekonomi dan aspek

lingkungan. Lebih dari itu, karena tujuan pembangunan berkelanjutan adalah

(17)

kesejahteraan masyarakat, diintegralkanlah aspek sosial budaya, sehingga pembangunan

berkelanjutan mengandung tiga aspek: ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya.62

Istilah pembangunan berkelanjutan kini telah menjadi konsep yang bersifat subtle

infiltration, mulai dari perjanjian-perjanjian internasional, dalam implementasi nasional, dan peraturan perundang-undangan. Susan Smith mengartikan sustainable development

sebagai meningkatkan mutu hidup generasi kini dengan mencadangkan modal/sumber

alam bagi generasi mendatang. Menurutnya, dengan cara ini dapat dicapai empat hal:63

1. Pemeliharaan hasil-hasil yang dicapai secara berkelanjutan atas sumber daya yang

dapat diperbarui;

2. Melestarikan dan menggantikan sumber alam yang bersifat jenuh (exhaustible

resources);

3. Pemeliharaan sistem-sistem pendukung ekologis; dan

4. Pemeliharaan atas keanekaragaman hayati.

Sekalipun demikian, kritik terhadap pembangunan berkelanjutan dilontarkan

sehubungan dengan berbagai interpretasi yang berbeda-beda terhadapnya. Pihak

developmentalism menyoroti pembangunan berkelanjutan sebagai jawaban atas pola kecenderungan yang lebih mengedepankan pembangunan dalam segala hal, yang

kemudian menjadi suatu paham tersendiri untuk menyelesaikan segala faktor-faktor

keterbelakangan.64

Pembangunan berkelanjutan ternyata memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut

dikemukakan oleh A. Sony Keraf, ahli etika yang kemudian menjadi Menteri Negara

Lingkungan Hidup (1999-2001). Hal yang pertama, tidak ada sebuah titik kurun waktu

yang jelas dan terukur sebagai sasaran pembangunan berkelanjutan. Konsep

Pembangunan Berkelanjutan hanya merupakan komitmen, sedangkan realisasinya sulit

(18)

diukur dari segi waktu (kapan bisa tercapai). Kedua, paradigma pembangunan

berkelanjutan didasarkan kepada cara pandang yang sangat antroposentris, yakni cara

pandang bahwa alam hanya sekedar alat pemenuhan kebutuhan material yang tertunda.

Ketiga, asumsi bahwa manusia bisa menentukan daya dukung ekosistem lokal dan

regional. Mengasumsikan manusia berkemampuan untuk mengetahui batas alam dan

mengeksploitasi sumber-sumber alam itu di dalam batas-batas daya dukung tadi. Padahal

manusia tidak menyadari bahwa alam memiliki kekayaan dan kompleksitas yang begitu

rumit jauh melampaui kekayaan iptek hasil karya manusia. Keempat, paradigma

pembangunan berkelanjutan justru bertumpu pada ideologi materialisme yang tidak diuji

secara kritis, tetapi diterima begitu saja sebagai benar. Hal yang dilematis di sini adalah

semua negara justru dianjurkan untuk mengikuti jalan salah yang ditempuh

negara-negara industri, yang terpacu oleh semangat materialisme. Hal yang patut dikoreksi oleh

pembangunan berkelanjutan justru mengulangi kesalahan yang sama.65

Konsep pemikiran dalam hubungan antara pembangunan dengan lingkungan,

muncul pula secara lebih jauh dengan konsep “berkelanjutan ekologi.” Sonny Keraf

berpendapat bahwa keberlanjutan ekologi mengandung perhatian penting kepada

aspek-aspek lingkungan tetapi dengan tetap menjamin kualitas kehidupan ekonomi dan sosial

budaya. Konsep ini berbeda dengan konsep pembangunan berkelanjutan, yakni

paradigma yang dianut adalah perhatian pada pembangunan ekonomi sambil

menekankan kepentingan proporsional atas aspek lingkungan dan aspek sosial budaya.66

D. Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya manusia untuk berinteraksi dengan

lingkungan guna mempertahankan kehidupan dan mencapai kesejahteraannya. Istilah

65Ibid.,

hlm. 14-15

66

(19)

“pengelolaan”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar “kelola”,

dan selanjutnya dalam kata kerja mengelola, yang artinya: mengendalikan,

menyelenggarakan (pemerintahan dan sebagainya); menjalankan, mengurus (perusahaan,

proyek, dan sebagainya).67

Jika dilihat dari pengertian di atas, maka kegiatan yang meliputi pengelolaan dapat

dikelompokkan menjadi:68

1. Proses, cara, perbuatan mengelola;

2. Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain;

3. Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi;

4. Proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam

pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.

Keberlanjutan pembangunan di suatu daerah atau negara ditentukan oleh

kemampuan daerah atau negara tersebut dalam mengelola lingkungan hidupnya.

Pendekatan pengelolaan lingkungan dilakukan dengan menata sistem pengelolaannya.

Sebab berbicara mengenai pengelolaan, sangat berkaitan dengan pendekatan manajemen.

Pendekatan manajemen bertumpu pada kemampuan menata sistem yang berada pada

sistem tersebut. Hal inilah yang dapat ditangkap dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1982 ke Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 ini berkaitan pula dengan filosofi dari

masing-masing Undang-undang tersebut.

Pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982, filosofinya bertumpu pada “hukum

lingkungan sebagai payung” dalam artian bahwa semua bidang dapat membentuk

peraturan lingkungan sendiri. Sementara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 adalah

bagaimana melakukan manajemen terhadap lingkungan tersebut, atau dengan kata lain

bahwa lingkungan tersebut dapat dikelola dengan melakukan pendekatan manajemen.

67

N.H.T. Siahaan, Op.cit., hlm. 85

(20)

Pendekatan manajemen lingkungan mengutamakan kemampuan manusia dalam

mengelola lingkungannya, sehingga pandangan tersebut harus diubah dengan melakukan

sebuah pendekatan yang lazim disebut dengan “ramah lingkungan”. Ramah lingkungan

menurut Otto Soemarwoto, haruslah juga bersifat mendukung pembangunan ekonomi.

Betapa pun, kita masih miskin dan kehidupan sebagian besar rakyat kita belumlah layak.

Dengan lain perkataan, sikap dan kelakuan prolingkungan hidup tidak boleh bersifat

antipembangunan ekonomi.69

Di samping itu, diatur pula pengertian pengelolaan di dalam Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2009 yang diikuti dengan kata “perlindungan”, yang mana perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem terpadu berupa

suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus

dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah. Oleh karena itu,

lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas

tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan

lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya

yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi,

serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan.70

Namun dalam hal pengelolaan lingkungan hidup, ada beberapa hal penting yang

harus diingat. Pertama, hukum lingkungan menjadi dasar dan pedoman dari segala

pengelolaan lingkungan hidup. Aspek pengelolaan lingkungan hidup memiliki segi dan

cakupan yang sangat luas seperti pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan,

penetapan perencanaan tata ruang, menetapkan sistem zona dan baku mutu lingkungan,

kebijakan pembuatan/penerapan AMDAL (Analisis mengenai Dampak Lingkungan),

perizinan, penegakan hukum (law enforcement), pendayagunaan dan pemberdayaan

69

Supriadi, Op.cit., hlm. 32-33

70

(21)

masyarakat, penanggulangan kerusakan lingkungan dan bencana alam, dan sebagainya.

Keseluruhan aspek-aspek demikian diatur oleh hukum lingkungan guna tercapainya

keberlanjutan lingkungan bagi kesejahteraan manusia.

Kedua, kekuasaan untuk mengelola lingkungan dan semua sumber daya alam

berpusat di tangan negara. Hal ini disadari di samping sebagai konsekuensi dari

kedaulatan negara atas teritorialnya (tanah, udara, air, dan segala yang dikandungnya)

juga sebagai konsekuensi dari perlunya ada suatu organ kekuasaan berdaulat penuh untuk

mengatur, mengelola, mengawasi, dan mengendalikan lingkungan supaya tercapai

efektivitas dari tujuan mencapai keberlanjutan lingkungan bagi kesejahteraan manusia.

Kekuasaan demikian bukan berarti untuk memiliki atau mempergunakan sumber daya

alam dan lingkungan secara semena-mena, tetapi adalah dalam rangka kepentingan

kesejahteraan masyarakat.

Ketiga, interaksi lingkungan dengan antarmanusia. Fokus perhatian penting hukum

lingkungan dikaitkan dengan bagaimana interaksi atau hubungan timbal balik antara

manusia dengan lingkungan hidup. Namun, karena interaksi manusia dengan sesamanya

pada akhirnya tidak terlepas dengan pengaruhnya kepada lingkungan maka interaksi

antarsesama pun menjadi bagian dari pengaturan hukum lingkungan. Sebab dalam jalinan

interaksi pergaulan sosial antara manusia (individu dengan individu lain atau alam

masyarakat), konsekuensinya juga menyangkut persoalan lingkungan hidup.

Esensi lain dari interaksi manusia dengan manusia dalam hubungannya dengan

penataan lingkungan hidup, terutama yang menyangkut aspek-aspek tata lingkungan

hidup yang bersifat publik dan kebersamaan. Interaksi antara manusia dengan manusia

sangat penting artinya bagi lingkungan karena tanpa adanya interaksi demikian akan

(22)

memelihara, melindungi, dan mengawasi tata lingkungan, lebih pula kepada yang sifatnya

kepentingan umum (publicly use).

Keempat, keserasian sebagai asas pengelolaan lingkungan hidup. Keserasian

berkaitan erat dengan kepantasan bertindak, keseimbangan berinteraksi dengan

lingkungan dalam mencapai kesejahteraan. Perilaku yang akhirnya merusak lingkungan

seperti menggali tanah sampai merusak ekosistem seperti banjir, longsor atau tandus

merupakan lingkungan tidak serasi, karena dalam perbuatan tersebut tidak ada

kesiembangan. Hal yang sama pada perilaku lainnya seperti membuang limbah,

menebangi hutan tanpa batas, mengeksploitasi barang-barang tambang tanpa memikirkan

cadangannya, dan seterusnya. Asas keserasian dapat dijadikan sebagai dasar dari sistem

pengambilan keputusan atas berbagai karakteristik dan atau pola-pola spesifik dari semua

aspek lingkungan.

Asas pengelolaan lingkungan hidup seyogyanya memang haruslah berdasarkan

penyerasian dan bukan berdasarkan pelestarian. Sebab dengan melestarikan, konotasinya

adalah menyebabkan atau membuat lingkungan itu dalam keadaan lestari dan lingkungan

tidak boleh diganggu gugat. Lestari pada lingkungan berarti membuat lingkungan berada

dalam keadaan status quo dan statis. Jika lingkungannya sifatnya lestari, maka

sumber-sumber daya lingkungan tentulah tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan

pembangunan pada hal sumber-sumber daya lingkungan adalah salah satu elemen (unsur)

mutlak bagi pembangunan. Hanya tentu supaya setiap pemanfaatan sumber-sumber daya

lingkungan seyogyanyalah memperhatikan aspek berkelanjutan (sustainability).

Asas hukum penyerasian lingkungan sebagaimana diuraikan di atas memiliki kaitan

dan nilai-nilai dasar falsafah hidup kita sebagaimana dalam Pancasila. Falsafah Pancasila

menyatakan, kebahagiaan hidup akan tercipta jika didasarkan atas keselarasan,

(23)

dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam,

dalam hubungan bangsa dengan bangsa lain, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya,

dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.

Aspek keberlanjutan (sustainability) merupakan aspek kelima yang harus

diperhatikan. Hal ini didasari oleh nilai pembangunan berkelanjutan (sustainable

development), yakni pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masa kini dengan tidak

mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang mencapai kebutuhannya.71

Selain hak terhadap lingkungan hidup yang baik, Undang-Undang Lingkungan

Hidup juga mengatur mengenai kewajiban pengelolaan lingkungan hidup terhadap

orang-perorang. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 67 disebutkan bahwa:72

Selanjutnya bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 68 yang berbunyi:

“Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup

serta mengendalikan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan.”

73

a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;

“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:

b. Menjaga fungsi keberlanjutan lingkungan hidup; dan

c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/ atau

kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Pemberlakuan Undang-Undang Lingkungan Hidup mempunyai dua pola yang

berbeda. Pertama, Undang-Undang Lingkungan Hidup menjadi kaidah dan norma.

71

N.H.T. Siahaan, Op.cit., hlm 53-57

72

Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

73

(24)

Kedua, sebagai salah satu instrumen yang bermaksud untuk mempertahankan,

mengendalikan, dan menegakkan kaidah ataupun norma-norma yang dikandungnya.

Sebagai suatu sistem undang-undang yang perlu ditegakkan, dalam menjalankan

Pengawasan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat menggunakan tiga instrumen,

yaitu:74

74

Supriadi, Op.cit., hlm. 35

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada hasil olahan statistik yang digunakan dalam penelitian ini hasil analisis regresi linier berganda yang terdapat dalam lampiran diketahui bahwa koefisien determinasi

Ukuran kinerja dari Bundaran Adipura Nganjuk dapat diperkirakan untuk beberapa kondisi yang terkait dengan geometri, lingkungan dan lalu lintas dan juga beberapa

Melalui hasil perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai F hitung sebesar 8,702 lebih besar dari nilai F tabel sebesar 2,699 dengan nilai signifikansi

[r]

Nova Atlantis'te, Yunan­ lılarda (Aiskhilos'un günümüze yalnızca bir bölümü kalmış olan triolojisinde Zeus'un zincire vurdurduğu ve akbabaların didikledi- ği bir titan

Oleh sebab itu, semakin tinggi tarif dikenakan oleh suatu negara terhadap barang tekstil Indonesia dapat turun ekspor tekstil Indonesia ke negara anggota NAFTA.

Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sektor-sektor ekonomi apa saja yang paling strategis dan potensial

Besarnya peluang atau kecenderungan perubahan kualitas hidup, perilaku dan pengetahuan bahwa intervensi edukasi palliative care memberikan pengaruh (affect)