• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Asuransi Ace Jaya Proteksi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Asuransi Ace Jaya Proteksi Medan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional dalam Martin (2003:41) ialah “kemampuan untuk memahami diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan orang lain dan untuk mengatur emosi, yang secara bersama berperan dalam peningkatan taraf hidup seseorang”. Napoleon Hills dalam Agustian (2005:102) menamakan kecerdasan emosional atau EQ sebagai kekuatan berpikir alam bawah sadar yang berfungsi sebagai tali kendali atau pendorong. Ia tidak digerakkan oleh sarana logis. Sementara menurut Robbins dan Judge (2008:335) kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi serta mengelola petunjuk-petunjuk dan informasi emosional. Orang-orang yang mengenal emosi-emosi mereka sendiri dan mampu dengan baik membaca emosi orang lain dapat menjadi lebih efektif dalam pekerjaan mereka.

(2)

2.1.2 Peran Kecerdasan Emosional terhadap Karyawan

Shapiro dalam Safaria dan Saputra (2009:8) menegaskan bahwa individu yang memiliki kemampuan mengelola emosi akan lebih cakap menangani ketegangan emosi, karena kemampuan mengelola emosi ini akan mendukung individu menghadapi dan memecahkan konflik interpersonal dan kehidupan secara efektif. Suatu penelitian menunjukkan bahwa individu dengan kecerdasan emosi akan cenderung berada dalam kondisi bahagia, lebih percaya diri, dan lebih sukses.

Dalam Safaria dan Saputra (2009:8) disebutkan, masalah-masalah yang menjadi sumber konflik dapat bersifat emosional, yaitu berkaitan dengan perasaan seperti kemarahan, ejekan, penolakan atau perasaan takut. Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi tentunya dapat mengendalikan emosinya dengan efektif. Individu yang memiliki kecerdasan dalam mengelola emosinya akan lebih obyektif dan realistis dalam menganalisis permasalahannya.

Berdasarkan hasil penelitian Gohm dan Clore dalam Safaria dan Saputra (2009:14), kesejahteraan psikologis dan kebahagiaan seseorang lebih ditentukan oleh perubahan atau pengalaman emosional yang sering dialaminya. Hal ini disebut sebagai afek. Jika individu lebih banyak merasakan dan mengalami afek negatif seperti marah, benci, dendam, dan kecewa maka individu akan diliputi oleh suasana psikologis yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan. Akibatnya, individu akan terasa sulit merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan.

(3)

mampu memisahkan fakta dengan opini, sehingga tidak mudah terpengaruh. Selain itu, dengan kemampuan komunikasi dan hubungan interpersonal yang tinggi mereka selalu mudah menyesuaikan diri karena fleksibel dan mudah beradaptasi.

2.1.3 Dimensi Kecerdasan Emosional

Ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kecerdasan emosional di tempat kerja. Dalam Martin (2003:27) terangkum lima dimensi kecerdasan emosional seperti berikut ini :

1. Kesadaran diri (self awarness) : kemampuan mengobservasi dan mengenali perasaan yang dimiliki diri sendiri.

2. Mengelola emosi (managing emotions) : kemampuan mengelola emosi secara akurat, berikut memahami alasan dibaliknya.

3. Memotivasi diri sendiri (motivating oneself) : kemampuan mengendalikan emosi guna mendukung pencapaian tujuan pribadi. 4. Empati (empathy) : kemampuan untuk mengelola sensifitas,

menempatkan diri pada sudut pandang orang lain sekaligus menghargainya.

(4)

Sedangkan menurut Goleman dalam Martin (2003:28), faktor-faktor kecerdasan emosional adalah : kesadaran diri (self awareness), pengaturan diri (self management), motivasi (self motivation), empati (empathy/social awareness), dan keterampilan sosial (relationship management).

2.1.4 Definisi Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Spiritual quotient (SQ) adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita (Zohar dan Marshall, 2001:4).

IQ dan EQ terpisah atau bersama-sama tidak cukup untuk menjelaskan keseluruhan kompleksitas kecerdasan manusia dan juga kekayaan jiwa serta imajinasinya. SQ memberikan kemampuan membedakan antara yang baik dan yang tidak. SQ memberi rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman sampai pada batasannya. Setiap orang menggunakan SQ untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud, untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri setiap individu dari kerendahan (Zohar dan Marshall, 2001:8).

(5)

memberikan penghargaan terhadap kebebasan personal, otonomi, harga diri, termasuk juga di dalamnya mengajak individu untuk menjalankan tanggung jawab sosialnya. Spiritualitas yang sehat merupakan pengkristalan dari kebijaksanaan yang senantiasa menghargai perbedaan, dan membebaskan manusia dari kezaliman.

Menurut Zohar dan Marshall (2001:3), SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. Bagi sebagian orang SQ mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama formal, tetapi beragama tidak menjamin SQ tinggi. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri kita secara utuh. SQ adalah kecerdasan yang berada di bagian diri yang dalam, berhubungan dengan kearifan di luar ego atau pikiran sadar. SQ adalah kesadaran yang dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada, tetapi kita juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. SQ tidak bergantung pada budaya maupun nilai. Ia tidak mengikuti nilai itu sendiri. Dengan demikian, SQ mendahului seluruh nilai-nilai spesifik dan budaya mana pun. SQ membuat agama menjadi mungkin, tetapi SQ tidak bergantung pada agama.

2.1.5 Peran Kecerdasan Spiritual terhadap Karyawan

(6)

keseluruhan, situasi ekonomi, dan masalah atasannya, dalam satu kesatuan yang integral. Karyawan yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi berprinsip dari dalam, bukan dari luar, ia tidak terpengaruh oleh lingkungannya. Sebuah penggabungan atau sinergi antara rasionalitas dunia (EQ dan IQ) dan kepentingan spiritual (SQ). Hasilnya adalah kebahagiaan dan kedamaian pada jiwa karyawan tersebut sekaligus etos kerja yang tinggi, yang membuat ia menjadi aset perusahaan yang sangat penting.

Kecerdasan spiritual memberikan makna hidup terhadap diri seseorang. Jika keadaan hidup tanpa makna ini terjadi pada diri seorang karyawan secara berlarut-larut maka akan memunculkan gangguan psikis. Gangguan ini dapat dipahami dengan menyadari gejala-gejalanya, seperti timbulnya keluhan-keluhan, bosan, perasaan hampa, dan penuh keputusasaan. Individu tersebut akan kehilangan minat terhadap kegiatan yang sebelumnya menarik bagi dirinya, hilangnya inisiatif, merasa hidup tidak ada artinya, menjalani hidup tanpa tujuan. Gangguan ini akan mempengaruhi pekerjaan setiap karyawan, semangat kerja menghilang, timbul rasa malas yang hebat, dan kepuasan hidup yang semakin menipis (Safaria dan Saputra, 2009:267).

(7)

2.1.6 Aspek Kecerdasan Spiritual

Menurut Zohar dan Marshall (2001:14), tanda-tanda dari SQ yang telah berkembang dengan baik mencakup hal-hal berikut :

1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif). 2. Tingkat kesadaran yang tinggi (integritas diri).

3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. 4. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit. 5. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. 6. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu.

7. Kecenderungan untuk bertanya ‘mengapa?’ atau ‘bagaimana jika’ untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.

8. Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai ‘bidang mandiri’, yang berarti mampu berdiri menentang orang banyak, berpegang pada pendapat yang tidak populer jika itu benar-benar diyakininya.

Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2011:282), ada lima karakteristik kultur yang cenderung ada dalam organisasi spiritual, yaitu :

1. Kesadaran akan tujuan yang kuat. Organisasi spiritual mendasarkan kultur mereka pada suatu tujuan yang bermakna. Setiap orang dapat terilhami oleh tujuan yang mereka yakini penting dan bermakna.

(8)

3. Kepercayaan dan respek. Organisasi spiritual dicirikan oleh tumbuhnya sikap saling percaya, jujur, dan terbuka.

4. Praktik kerja yang manusiawi. Praktik-praktik yang dianut oleh organisasi spiritual ini meliputi jadwal kerja yang fleksibel, imbalan berbasis kelompok dan organisasi, penyempitan kesenjangan gaji dan status, dan keamanan kerja.

5. Toleransi bagi ekspresi karyawan. Organisasi spiritual memberi ruang bagi karyawan untuk menjadi diri mereka sendiri, untuk mengutarakan suasana hati dan perasaan mereka.

2.1.7 Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari kata performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Lebih tegas lagi Sutrisno (2011:170), menyatakan bahwa kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas.

(9)

Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam perusahaan. Kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaan, membantu mendefinisikan harapan kinerja, mengusahakan kerangka kerja bagi supervisor dan pekerja saling berkomunikasi. Tujuan kinerja adalah menyesuaikan harapan kinerja individual dengan tujuan perusahaan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka ditarik kesimpulan bahwa kinerja adalah proses dalam melaksanakan tugas, dan hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh perusahaan.

2.1.8 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan (Sutrisno, 2011:177), yaitu :

1. Efektivitas dan Efisiensi

Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, sedangkan efisien berkaitan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.

2. Otoritas dan Tanggung Jawab

(10)

3. Disiplin

Secara umum, disiplin menunjukkan kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan.

4. Inisiatif

Inisiatif berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan perusahaan.

2.1.9 Memperbaiki Kinerja Organisasi

Menurut Wibowo (2012:310), untuk dapat memperbaiki kinerja organisasi ada beberapa hal yang diperlukan, yaitu :

1. Mengetahui keterampilan yang diperlukan

Faktor penting yang diperlukan untuk memaksimalkan kinerja adalah dengan memperbaiki bagaimana setiap individu mengelola dirinya sendiri dan hubungan kerja individu tersebut dengan orang lain. Penelitian John Seymor dan Martin Shervington dalam Wibowo (2012:310) menunjukkan bahwa keberhasilan kinerja ditentukan 15% oleh technical skills dan intelligence quotient dan sisanya 85% oleh emotional intelligence (EQ).

2. Meningkatkan kepercayaan diri

(11)

3. Menetapkan tujuan dan sasaran

Proses menentukan tujuan dan sasaran membantu seseorang berpikir melalui situasi kompleks dan selalu berubah, sehingga dapat mengelola masalah dan perubahan tersebut dengan mudah.

4. Mengelola fleksibilitas pribadi

Hasil pekerjaan seseorang ditentukan oleh cara bagaimana ia mengelola dirinya sendiri secara internal. Untuk mencapai kinerja luar biasa diperlukan peningkatan kepedulian terhadap perubahan yang dapat dilakukan pada individu tersebut untuk mendekati situasi dengan maksud mengembangkan fleksibilitas dalam diri.

2.1.10 Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kinerja

(12)

Emosi menjadi penting karena ekspresi emosi yang tepat terbukti bisa melenyapkan stres pekerjaan. Semakin tepat seseorang mengkomunikasikan perasaan, semakin nyaman perasaan individu tersebut. Bukti penting lainnya adalah karyawan yang berkemampuan tinggi dalam mengelola emosi ternyata jauh lebih cepat mendapatkan promosi dan kesempatan pengembangan karir dibanding rekan-rekannya yang memiliki kemampuan teknis semata. Di dunia kerja kelebihan orang dengan EQ tinggi adalah diantaranya adalah pada posisi yang berhubungan dengan banyak orang, mereka lebih sukses bekerja. Terutama karena mereka lebih berempati, komunikatif, lebih tinggi rasa humornya, dan lebih peka akan kebutuhan orang lain. Selain itu, orang dengan EQ tinggi menanggung stres yang lebih kecil, tidak mudah putus asa dan frustasi, bahkan menjaga motivasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Martin, 2003:26).

2.1.11 Hubungan Kecerdasan Spiritual dan Kinerja

Ketika seseorang dengan kemampuan teknis dan EQ-nya berhasil mencapai kesuksesan dalam karir, acapkali ia disergap oleh perasaan ‘kosong’ dan hampa dalam kehidupannya. Setelah prestasi diraih, pemuasan kebendaan telah didapat, dan uang jerih usaha dalam genggaman, ia tidak tahu apa lagi yang harus dilakukannya (Agustian, 2005:17). Kecerdasan spiritual dibutuhkan dalam hal ini untuk menjawab permasalahan tersebut.

(13)

Kecerdasan spiritual membuat individu memikirkan lebih mendalam apa yang ia inginkan, untuk menempatkan keinginan itu ke dalam kerangka yang lebih mendalam dan lebih luas dari motivasi dan tujuan hidup yang paling dalam. SQ tinggi menuntut seseorang untuk memiliki peran yang sehat dalam kelompok, dan mengetahui bahwa ketika individu tersebut merugikan orang lain, ia merugikan dirinya sendiri. Karyawan dengan kecerdasan spiritual yang tinggi dapat mengendalikan sikapnya terhadap pekerjaan, dan mempengaruhi hubungannya dalam pekerjaan (Zohar dan Marshall, 2001).

2.1.12 Indikator Kinerja

Dalam Sutrisno (2011:169) terdapat enam indikator dari kinerja yakni: 1. Hasil kerja

Merupakan proses kegiatan yang dilakukan setiap hari dalam mendukung operasional perusahaan.

2. Pengetahuan pekerjaan

Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja. 3. Inisiatif

Merupakan pola pikir yang berbeda dalam setiap pengambilan keputusan kerja, misalnya mengetahui dan memahami persoalan di lingkungan kerja. 4. Kecekatan Mental

(14)

5. Sikap

Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan.

6. Disiplin

Menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan perusahaan.

2.2 Penelitian Terdahulu

(15)

berjumlah 57 (lima puluh tujuh) orang karyawan tetap. Berdasarkan uji F variabel bebas (Kecedasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Kinerja Karyawan). Melalui pengujian koefisien korelasi (R) diperoleh hasil sebesar 59,3% yang berarti kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional mempengaruhi kinerja karyawan pada PT. BRI Cabang Binjai. Beberapa hasil penelitian lain, yaitu Erisna (2012), Rahmasari (2012), Tarmizi (2012), Wijaya (2014), dan Supriyanto (2012) juga menemukan bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan baik bila itu diuji secara parsial ataupun diuji secara simultan.

(16)

2.3 Kerangka Konseptual

Karyawan yang berkemampuan tinggi dalam mengelola emosi ternyata jauh lebih cepat mendapatkan promosi dan kesempatan pengembangan karir dibanding rekan-rekannya yang memiliki kemampuan teknis semata (Martin, 2003:27). Selain itu Agustian (2005:41) menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian dan pengalamannya dalam memajukan perusahaan, keberadaan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang baik akan membuat seorang karyawan memiliki kinerja yang lebih baik. Sejalan dengan itu beberapa hasil penelitian lain, yaitu Waryanti (2011), Erisna (2012), Rahmasari (2012), Tarmizi (2012), Wijaya (2014), dan Supriyanto (2012) juga menemukan bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan baik bila itu diuji secara parsial ataupun diuji secara simultan.

(17)

spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja, maka kerangka konseptual yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Sumber : (Martin, 2003:27), (Zohar dan Marshall, 2001), Agustian (2005:41) Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang hendak diuji kebenarannya melalui penelitian (Suliyanto, 2006:53). Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis di atas, maka hipotesis yang ada dalam penelitian ini, yaitu :

“Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Asuransi ACE Jaya Proteksi Medan.”

Kecerdasan Emosional (X1)

Kecerdasan Spiritual (X2)

Gambar

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung, perikarditis (radang

Oleh karena itu, sebagai upaya untuk menjaga kondisi elastisitas otot yang terdiri dari elastic paralel (PEC) dan elastic seri (SEC), kegiatan senam lansia menjadi

Alasan: Persiapan alat yang lengkap sesuai dengan prosedur saat memerlukan tindakan juga sangat diperlukan untk menghindrkan dari kecelakaan kerja, jika alat-alat

Jenis penelitiаn ini bertujuаn untuk dаpаt menguji pengаruh аntаrа tingkаt suku bungа, current r а tio, debt to equity r а tio, dаn return on

Meinchenbaum menyatakan bahwa pembentukan kemandirian belajar ditentukan oleh dua hal, yaitu sumber sosial dan kesempatan untuk mandiri (Tarmi di & Rambe, 2010:

Tanaman triploid untuk produksi buah tanpa biji dapat dihasilkan dari jaringan endosperma yang diregenerasi secara embriogenesis somatik. Penelitian bertujuan untuk memperoleh

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “ Apa sajakah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Unmet Need pada Pasangan

9. Proses pembentukan bahan organik dari bahan anorganik menggunakan energi kimia disebut dengan kemosintesis. Bakteri yang berperan dalam kemosintesis disebut bakteri