• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Filsafat Ilmu dalam docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Filsafat Ilmu dalam docx"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Pengetahuan ilmiah tidak serupa dengan kebijaksanaan, seorang ilmuwan besar belum tentu "seorang yang bijaksana" dan belum tentu seorang filosof. Ilmu pengetahuan dan filsafat tidak sama. Jika demikian halnya apakah filsafat itu? Apakah ilmu

pengetahuan itu? Dan bagaimana hubungannya satu dengan yang lainnya? A. Filsafat

a. Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani Philoshopia yang secara etimologi philos artinya (cinta) atau philia artinya (tertarik kepada) dan shopos berarti (kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman praktis, intelegensi). 1

Secara terminologi menurut Harold H. Titus kata filsafat mengandung 5 definisi yaitu :

1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti Formal)

2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi. (arti Formal)

3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengombinasikan hasil-hasil bermacam-macam sains dan pengalaman sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam. (arti spekulatif)

4. Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.

5. Filsafat adalah sekumpulan problem-problem yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. 2

b. Cabang-cabang tradisional dari filsafat

Asas-asas filsafat merupakan kajian yang mengetengahkan prinsip-prinsip pokok bidang filsafat. dalam hal ini dikaji beberapa bidang utama filsafat seperti : Metafisika, epistemologi dan aksiologi.3 Ketiga bidang ini dapat dipandang

1 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta : Gramedia, 2000)., hlm. 242.

2 Harold H. Titus, Marilyn S. Smith dan Ricard T Nolan, Persoalan – Persoalan Filsafat,

terjemahan Prof. Dr. HM. Rasjidi, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984)., hlm. 14

3 Drs. Rizal Mustansyir, M. Hum dan Drs. Misnal Munir, M. Hum, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta :

(2)

sebagai pilar utama suatu bangunan filsafat manakala kita ingin memahami visi filsafati seseorang atau suatu aliran.

1. Metafisika

Metafisika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani meta to physica (sesudah fisika) dari meta (setelah, melebihi) dan physica (menyangkut alam) atau pyshis (alam). 4

Istilah metafisika biasanya dihubungkan dengan nama Aristoteles, walaupun sebenarnya Aristoteles tidak pernah memakai istilah metafisika. Istilah sesudah fisika ini datang dari pandangan suatu buku yang tak berjudul karya Aristoteles dalam pengklasifikasian karya-karyanya yang dibuat oleh Adronikos dari Rhodes. 5

Semula metafisika diartikan sebagai cabang filsafat yang meliputi bidang tersendiri, jadi memiliki objek material tersendiri yaitu yang ada di belakang yang fisik. Pada abad pertengahan metafisika dianggap sebagai ilmu tentang yang ada karena muncul “sesudah” dan melebihi yang fisika.

Dalam filsafat modern pemakaian istilah metafisika pada umumnya menunjuk kepada bidang filsafat yang menggarap masalah jenis-jenis dan modus-modus yang ada. Pada perkembangan selanjutnya metafisika dianggap sebagai ilmu yang menyelidiki tentang “prinsip pertama”

Dalam bidang yang sama dikenal juga istilah ontologi. Istilah ontologi diperkenalkan pertama kali oleh Cristian Wolff pada abad ke 17. Wolff membagi metafisika ke dalam dua cabang besar : Pertama Metafisika Umum yang kemudian disebut sebagai ontologi. Kedua metafisika khusus, terdiri atas Kosmologi metafisik, antropologi metafisik dan teologi metafisik. 6

Menurut Frederick Sontag, Metafisika merupakan filsafat dasar yang mengajarkan kepada kita bentuk pertanyaan radikal, yang mencari prinsip-prinsip pertama atau asumsi tersembunyi (Hidden assumption).7

4 Lorens Bagus, Op. Cit., hlm. 624.

5 Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum : Filsafat Pengada dan Dasar-dasar Kenyataan,

( Yogyakarta : Kanisius, 1992)., hlm. 15

6 Drs. Joko Siswanto, M. Hum, Sistem – sistem Metafisika Barat dari Aristoteles sampai Derrida,

(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998)., hlm. 176.

(3)

2. Epistemologi

Kata epistemologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan/ ilmu pengetahuan) dan logos (pengetahuan atau informasi). Dapat dikatakan sebagai pengetahuan tentang pengetahuan adakalanya disebut teori pengetahuan.8

Secara terminologi epistemologi menurut Louis O Kattsoff ialah cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Pertanyaan mendasar yang dikajinya ialah apakah mengetahui itu? Apakah yang merupakan asal mula pengetahuan kita? Bagaimanakah cara kita mengetahui bila kita mempunyai pengetahuan? Apakah yang merupakan bentuk pengetahuan itu? Bagaimanakah corak pengetahuan? Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? Apakah kebenaran dan kesalahan? 9

3. Aksiologi

Aksiologi secara etimologi berasal dari kata Yunani axios (layak/ pantas), dan logos (ilmu, studi mengenai). 10

Secara terminologi aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan, cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah nilai seperti etika dan

estetika. Etika bersangkutan dengan masalah kebaikan (dalam arti kesusilaan) dan Estetika bersangkutan dengan masalah keindahan. 11

c. Karakteristik Berfikir Ke-filsafatan

Para ahli pikir (filosof) sepanjang sejarah filsafat selalu menggunakan seluruh daya dan kemampuannya untuk coba menerangkan berbagai fenomena, mereka heran akan gejala alam. Mereka bertanya mengenai asal-usul segala sesuatu, mereka juga menggugat apa yang oleh umum dianggap sebagai hakikat, mereka merenungkan segala peristiwa lalu mencari tali-temali serta menyimpulkan.

Perenungan mendalam tadi/ berfikir kefilsafatan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dibedakan dari bidang ilmu lain.

8 Lorens Bagus, Op. Cit., hlm. 212.

9 Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, diterjemahkan oleh Soejono Soemargono, ( Yogyakarta :

Tiara Wacana, 2004)., hlm. 74.

(4)

Beberapa ciri berfikir kefilsafatan dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Radikal artinya berfikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada

hakikat atau substansi yang dipikirkan.

2. Universal artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berfikir kefilsafatan menurut Jaspers terletak pada keumumannya.

3. Konseptual artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya apakah kebebasan itu?

4. Koheren & Konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi

5. Sistematik artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.

6. Komprehensif artinya mencakup atau menyeluruh. Berfikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.

7. Bebas artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan relegius.

8. Bertanggung Jawab artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berfikir sekaligus bertanggung jawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya.12

Kedelapan ciri berfikir kefilsafatan ini menjadikan filsafat cenderung berbeda dengan ciri-ciri berfikir ilmu lainnya, sekaligus menempatkan kedudukan filsafat sebagai bidang keilmuan yang netral terutama ciri ketujuh

d. Metode – metode Filsafat

1. Metode Kritis : Sokrates, Plato

Bersifat analisa istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika13, yang

menjelaskan keyakinan, dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan

12 Drs. Rizal Mustansyir, M. Hum dan Drs. Misnal Munir, M. Hum, Op. Cit., hlm. 5

13 Hermeunetika, dari bahasa Yunani hermeunetikos (penafsiran). Hermeunetika berarti Ilmu dan

(5)

bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat.

2. Metode Intuitif : Plotinos, Bergson

Dengan introspeksi intuitif14, dengan pemakaian simbol-simbol diusahakan

pembersihan intelektual (bersama dengan persucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan pikiran. Bergson : dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan. 3. Metode Skolastik : Aristoteles, Thomas Aquinas

Bersifat sintetis-deduktif15. Dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau

prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik kesimpulan. 4. Metode Matematis : Descartes

Melalui analisa mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan hakekat sederhana (ide terang dan berbeda dari yang lain); dari hakekat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.

5. Metode Empiris : Hobbes, Locke, Berkeley, Hume

Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian yang benar, maka semua pengertian (ide-ide) dalam introspeksi dibandikan dengan cerapan-cerapan (impressi) dan kemudian disusun bersama secara geometris.

6. Metode Transendental : Kant

Bertitik tolak dari pengertian tertentu dengan jalan analisa diselidiki syarat-syarat apriori16 bagi pengertian sedemikian.

7. Metode Dialektis : Hegel, Marx

14 Metode intuitif disebut pula sebagai metode mistis dengan melakukan kontemplasi akan hal-hal

relegius. Dalam hal ini filsafat bukan hanya doktrin tapi juga way of life. Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1984)., hlm.41Intuisi dari bahasa latin intueri – intuitus (memandang); dari in (pada) dan tueri (melihat, menonton). Mengandung pengertian sebagai pemahaman atau pengenalan terhadap sesuatu secara langsung dan bukan melalui inferensi(penyimpulan). Penglihatan langsung atau penangkapan (aprehensi) kebenaran. Kontras dengan empirisme dan rasionalisme sebagai sumber pengetahuan. Lorens Bagus, Op. Cit., hlm. 364.

15 Metode Sintetis-deduktif merupakan metode yang bertitik tolak dari prinsip-prinsip sederhana

yang sangat umum diturunkan hubungan-hubungan yang lebih kompleks dan khusus. Deduksi dapat berlangsung dari yang general ke general, atau particular ke particular. Penalaran dari suatu kebenaran umum ke khusus dari kebenaran itu dapat dicontohkan dengan : “semua Manusia mati, Endang adalah manusia, maka endang mati”. Lorens Bagus, Ibid., hlm. 149

16 Apriori dari bahasa latin a (dari) dan prior (yang mendahului). Apriori mengacu kepada

(6)

Dengan jalan mengikuti dinamik pemikiran atau alam sendiri, menurut triade tesis, antithesis, sintesis17 dicapai hakekat kenyataan

8. Metode Fenomenologis : Husserl, Eksistensialisme

Dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction)18, refleksi atas

fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakekat murni. 9. Metode Neo-positivistis

Kenyataan dipahami menurut hakekatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif19 (eksakta). 10.Metode Analitika Bahasa : Wittgeinstein

Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis.20

B. ILMU

Manusia adalah homo sapiens, makhluk tuhan yang berfikir setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berfikir, hampir tidak ada masalah yang menyangkut peri kehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling asasi, dari pertanyaan yang menyangkut sarapan pagi sampai persoalan surga dan neraka di akhir nanti, berfikir itulah yang mencirikan hakekat manusia dan arena berfikirlah dia menjadi manusia.

17 Triade diturunkan dari bahasa Yunani treis (tiga). Triade merupakan tri tunggal dan setiap

perkembangan berjalan melalui tiga tahap yaitu : tesis, antithesis dan sintesis. Setiap tahap berikutnya melawan tahap yang sebelumnya. Sedangkan sintesis bukan hanya meniadakan antithesis, tetapi ia juga memadukan dengan cara baru segi-segi tertentu dari dua tahap perkembangan sebelumnya. Lorens Bagus,

Ibid., hlm. 1123

18 Reduksi merupakan perangkat metodologi dengan cara membawa data dan persoalan pada

bentuk yang cocok buat analisis data atau pemecahan permasalahan melalui penyederhanaan hal yang rumit atau kompleks. Lorens Bagus, Ibid., hlm. 940

19 Positif sekarang merupakan istilah umum untuk posisi filosofis yang menekankan aspek factual

pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah. Ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai kognitif dari studi filosofis atau metafisik. Lorens Bagus, Ibid., hlm. 858.

(7)

Berfikir pada dasarnya merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Gerak pemikiran ini dalam kegiatannya mempergunakan lambang yang merupakan abstraksi dari objek yang sedang kita pikirkan. Bahasa adalah satu dari lambang tersebut di mana objek-objek kehidupan yang konkrit dinyatakan dengan kata-kata. Lalu apakah

sebenarnya ilmu itu? Apakah ciri-ciri yang hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu?

a. Pengertian Ilmu

Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alama – ya’lamu – ‘ilman21. Arti dasar dari

kata ini adalah pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam proposisi bahasa Indonesia sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris. Kata science itu sendiri memang bukan bahasa Asli Inggris, tetapi merupakan serapan dari bahasa Latin, Scio, scire yang arti dasarnya pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan bahwa science berasal dari kata scientia yang berarti pengetahuan. Scientia bersumber dari bahasa Latin Scire yang artinya mengetahui.22 Terlepas

dari berbagai perbedaan asal kata, tetapi jika benar ilmu disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris, maka pengertiannya adalah pengetahuan.

Pengetahuan yang dipakai dalam bahasa Indonesia, kata dasarnya adalah “tahu”. Secara umum pengertian dari kata “tahu” ini menandakan adanya suatu pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman tertentu yang dimiliki oleh seseorang.

S. Hornby mengartikan ilmu sebagai: Science is organized knowledge obtained by observation and testing of fact (ilmu adalah susunan atau kumpulan

pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta.23

Kamus bahasa Indonesia, menerjemahkan ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Kamus ini juga menerangkan bahwa ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir dan bathin.24

Stewart Ricards mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan tentang realitas yang nyata yang dipastikan oleh pengamatan, pengujian kritis dan

pengklasifikasian sistematis dibawah prinsip-prinsip umum. Pengetahuan juga mampu menjelaskan penemuan-penemuan nilai-nilai masa lalu dan mampu membuat prediksi untuk masa depan melalui pemahaman kausalita. Ilmu pengetahuan juga harus bersifat universal tidak terikat oleh ruang dan waktu,

(8)

dapat dinyatakan dengan tegas, dapat dipahami, memmpunyai keterkaitan empiris yang bisa diuji persesuaian antara teori dan implikasi praktisnya.25

Menurut Bahm definisi ilmu pengetahuan melibatkan paling tidak enam macam komponen, yaitu masalah (Problem), sikap (attitude), metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclution) dan pengaruh (effects).

1. Masalah (Problem)

Tiga karakteristik yang menunjukkan masalah bersifat scientific, yaitu: Communicabilility (sesuatu yang patut dikomunikasikan), The Scientific attitude meliputi karakteristik curiosity, spekulativeness, willingness to be objective, willingness to suspend judgement dan tentativty. The scientific method (masalah dapat diuji/ testable)

2. Sikap (attitude)

Karakteristik yang harus dipenuhi antara lain : curiosity (rasa ingin tahu), spekulativeness (mempunyai hasrat memecahkan masalah melalui hipotesis-hipotesis), willingness to be objective (hasrat bertindak objektif), willingness to suspend judgement dan tentativty (Sabar dlm observasi dan bersikap bijak dlm menentukan kebijakan berdasar bukti-bukti yang dikumpulkan karena apa yang ditemukan masih bersifat tentatif.

3. Metode (method)

Essensi dari Sains adalah metode-nya, akan tetapi para scientist tidak memiliki metode ide yang pasti yang dapat ditunjukkan sebagai sesuatu yang absolute/ mutlak.

4. Aktivitas (activity)

Sains adalah lahan yang dikerjakan para scientist melalui apa yang disebut scientific research.

5. Kesimpulan (conclution)

Sains lebih sering dipahami sebagai batang tubuh pengetahuan dan kesimpulan merupakan pemahaman yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah.

6. Pengaruh (effects)

Apa yang dihasilkan science pada akhirnya memberikan berbagai pengaruh. Pertama pengaruh ilmu terhadap ekologi melalui apa yang disebut dengan applied science, dan kedua, pengaruh ilmu terhadap apa atau dalam masarakat serta membudayakannya menjadi berbagai macam nilai.26

Dari beberapa definisi ilmu di atas, maka, kandungan ilmu berisi tentang;hipotesa, teori, dalil dan hukum. Penjelasan di atas juga menyiratkan bahwa hakekat ilmu bersifat koherensi sistematik. Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan pengetahuan. Ilmu tidak memerlukan kepastian kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan tersendiri, ilmu justru menandakan adanya satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau alam objek yang sama saling berkaitan secara logis.

25 Stewart Ricards, An Introduction to : Philosophy of sociology of Science, (Oxford, TJ Press,

1983)., hlm. 28

26 Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, ( Jakarta : Bumi Aksara,

(9)

Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis. Ilmu menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminologi ilmiah.

b. Ciri-ciri ilmu

Pengetahuan yang bagaimanakah yang membedakan antara pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan lainnya? Menurut Van Melsen, suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut :

1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang logis koheren. Itu berarti adanya system dalam penelitian (metode) maupun harus (susunan logis)

2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuwan

3. Universalitas ilmu pengetahuan

4. Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objekdan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif.

5. Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah, karena ilmu pengetahuan harus dikomunikasikan.

6. Progresifitas artinya jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh bila mengandung pertanyaan baru dan menimbulkan problem baru lagi.

7. Kritis artinya tidak ada teori yang definitive, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.

8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktis.27

c. Metode-metode Pengetahuan

Dalam Buku elements of Philosophy Louis O Kattsoff menunjukkan ada lima aliran metodis untuk mendapatkan pengetahuan, yaitu : Empirisme, Rasionalisme, Fenomenalisme, Intusionisme, dan Metode Ilmiah.

1. Empirisme berpendirian bahwa pengetahuan didapat melalui pengalaman. Sifat menonjol dari metode ini adalah apabila kita perhatikan pertanyaan seperti “ bagaimanakah orang mengetahui es itu membeku?” jawabannya pasti akan berbunyi “karena saya melihatnya sedemikian itu”. John Locke, bapak empiris mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya

merupakansejenis buku catatan kosong (tabula rasa), dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Dan seluruh

pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan dan refleksi sederhana tersebut. 2. Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal.

(10)

hanya dilihat sebagai perangsang bagi pikiran.rasionalisme meyakini bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide kita dan bukannya di dalam barang sesuatu. Kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.

3. Fenomenalisme Kant : Sebuah metode pengetahuan yang mensintesakan antara pengetahuan apriori dan aposteriori. Bagi Kant barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri (das ding an sich) merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk pengalaman, dihubungkan sesuai dengan kategori-kategori pengalaman, dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya

pengetahuan tentang gejala (phenomenon).

4. Intusionisme : dalam hal ini ada sebuah ungkapan komparasi tentang pengetahuan yaitu “pengetahuan mengenai (knowledge about)” dan “pengetahuan tentang (knowledge of)”. Pengetahuan mengenai dinamakan pengetahuan diskursif atau pengetahuan simbolis dan pengetahuan ini ada perantaranya. Pengetahuan tentang disebut pengetahuan yang langsung atau pengetahuan intuitif, dan pengetahuan tersebut diperoleh secara langsung. Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara

langsung dan seketika. Analisa atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.

5. Metode Ilmiah : metode ini mengikuti prosedur-prosedur tertentu yang sudah pasti yang dipergunakan dalam usaha memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi oleh seorang ilmuwan. Unsur pertama dalam metode ini, sejumlah pengamatan (artinya, pengalaman-pengalaman) yang dipakai dasar untuk merumuskan masalah. Bila ada suatu masalah dan sudah diajukan satu penyelesaian yang dimungkinkan, maka penyelesaian yang diusulkan itu dinamakan “hipotesa”.

Jadi hipotesa ialah usulan penyelesaian yang berupa saran dan sebagai konsekuensinya harus dipandang bersifat sementara dan memerlukan verifikasi. Di dalam proses menemukan hipotesa dikatakan bahwa akal bergerak keluar dari pengalaman, mencari satu bentuk, katakanlah untuk di dalamnya disusun fakta-fakta yang telah diketahui dalam suatu kerangka tertentu. Diharapkan jika fakta-fakta yang telah diketahui itu cocok dengan hipotesa yang disarankan tersebut, maka segenap yang serupa pasti juga akan cocok dengan hipotesa tadi. Metode penalaran yang bergerak dari suatu perangkat pengamatan yang khusus kearah suatu pernyataan mengenai semua pengamatan yang sama jenisnya dikenal sebagai induksi.

Jika suatu hipotesa telah diusulkan maka perlu diverifikasi atau perlu bahan-bahan bukti. Bahan bukti yang memperkuat hipotesa berasal dari dua jurusan :

(11)

b) Hipotesa itu harus meramalkan bahan-bahan keterangan yang dapat diamati, yang memang demikian keadaannya. Proses yang terjadi yang menunjukkan bahwa bahan-bahan keterangan yang diketahui itu cocok dengan hipotesa dapat dinamakan kalkulasi.

Proses peramalan dilakukan dengan deduksi-matematis. Jika suatu hipotesa benar, berarti ada hal-hal tertentu yang diramalkan. Dari sini kita melihat bahwa teknik deduksi yang pada hakekatnya bersifat rasionalistis merupakan suatu factor penting di dalam metode ilmiah.28

C. FILSAFAT ILMU

a. Pengertian Filsafat Ilmu

Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)

 Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.

(12)

 Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)

 A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)

 Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)

 May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.

 Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan

(13)

b. Objek Filsafat Ilmu

Objek material adalah objek yang di jadikan sasaran menyelidiki oleh suatu ilmu, atau objek yang yang di pelajari oleh ilmu itu. Objek material filsafat illmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah di susun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya secara umum.

Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.

c. Fungsi Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :

 Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.

 Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.

 Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.

 Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan

 Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989)

Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.

(14)

Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.

1. Fakta atau kenyataan

Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.

 Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.

 Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.

 Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan

 Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.

 Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.

Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.

2. Kebenaran (truth)

Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)

(15)

Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.

b. Kebenaran korespondensi

Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik

c. Kebenaran performatif

Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.

d. Kebenaran pragmatik

Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.

e. Kebenaran proposisi

Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.

f. Kebenaran struktural paradigmatik

Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.

g. Konfirmasi

(16)

ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.

h. Logika inferensi

Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.

Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)

Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi

e. Problem dalam Filsafat Ilmu

Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen? komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

1. Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing?masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.

(17)

menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model? model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.

3. Akslologi llmumeliputi nilal?nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisik?material. Lebih dari itu nilai? nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran menulis karangan deskriptif akan lebih efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan, untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui Bagaimana hubungan antara pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa ( BPD ) dalam pembangunan desa di bidang

The aim of this study was to evaluate the effect of two different rice cultivation methods namely conventional rice cultivation method and System of Rice Intensification (SRI)

File .htaccess dapat digunakan untuk mencegah orang lain me-link secara langsung ke direktori image anda dari website mereka (Hal ini biasanya terjadi

Kalau penyebab yang terpilih dihubungkan dengan satu atau lebih kondisi lain di dalam sertifikat oleh sebuah ketentuan di dalam klasifikasi atau di dalam catatan

Pergerakan gigi pada pemberian OAINS selektif cox 1, selektif cox 2, dan non OAINS tidak berpe-ngaruh pada jumlah sel osteoklas dan osteoblas tulang alveolus rahang

Beberapa jenis kantong semar termasuk N.gracilis dikenal sebagai bahan pengobatan tradisional seperti untuk pengobatan penyakit kanker, asma, diabetes dan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesisnya yaitu terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara