• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flukonazol 2.1.1 Sifat fisikokimia - Optimasi dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada Penetapan Kadar Flukonazol dalam Sediaan Kapsul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flukonazol 2.1.1 Sifat fisikokimia - Optimasi dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada Penetapan Kadar Flukonazol dalam Sediaan Kapsul"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Flukonazol

2.1.1 Sifat fisikokimia

Menurut USP Convention Inc. (2006), sifat fisikokimia flukonazol adalah:

Gambar 1 Struktur Flukonazol

Nama Kimia : 2,4-Difluoro-1’,1’-bis(1H-1,2,4-triazol-1-ylmethyl)benzyl alcohol Rumus Molekul : C13H12F2N6O

Berat Molekul : 306,27

Pemerian : Serbuk hablur putih sampai hampir putih, melebur pada suhu 1380 sampai suhu 1420.

Kelarutan : Mudah larut dalam metanol; larut dalam etanol dan aseton; agak sukar larut dalam isopropanol dan kloroform; sukar larut dalam air; sangat sukar larut dalam toluen.

(2)

2.1.2 Farmakologi

Flukonazol termasuk golongan antifungi golongan triazol yang bekerja menghambat sintesis ergosterol pada membran sel jamur. Flukonazol diberikan peroral absorbsinya baik dan tidak bergantung pada keasaman lambung. Waktu paruh obat berkisar pada 30 jam dengan ikatan obat pada protein plasma rendah dan obat ini terdistribusi merata dalam cairan tubuh. Flukonazol diberikan pada penderita candidiasis mulut, kerongkongan dan vagina. Flukonazol berguna untuk mencegah relaps meningitis yang disebabkan oleh Cryptococcus pada pasien AIDS (Setiabudi dan Bahry, 2007).

2.1.3 Bentuk Sediaan

Kapsul 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan 200 mg; tablet 50 mg, 150 mg, dan 200 mg (Anonim, 2010). Flukonazol tersedia untuk pemakaian sistemik (IV) dalam formula yang mengandung 2 mg/ml dan untuk pemakaian oral dalam kapsul yang mengandung 50, 100, 150, 200 mg. Di Indonesia, yang tersedia adalah sediaan 50 dan 150 mg (Setiabudi dan Bahry, 2007).

2.2 Teori Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2.2.1 Sejarah Kromatografi

(3)

Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett adalah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi (Johnson dan Stevenson, 1978).

2.2.2 Pembagian Kromatografi

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi : (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Johnson dan Stevenson, 1978; Gandjar dan Rohman, 2007).

Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d) kromatografi gas (KG) (Johnson dan Stevenson, 1978; Gandjar dan Rohman, 2007).

2.2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(4)

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatile). KCKT sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.2.3.1 Jenis-jenis KCKT

Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan KCKT karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada KCKT fase normal, kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak biasanya non polar, seperti dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana, heksana, heptana maupun iso-oktana. Halida alifatis seperti diklorometana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan. Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada KCKT fase terbalik paling sering digunakan fase diam berupa oktadesilsilan (ODS atau C18) dan fase gerak campuran metanol atau asetonitril

(5)

menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk yang tidak terionisasi akan terelusi lebih cepat (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.2.3.2 Kriteria Optimasi KCKT

Menurut Berridge (1985), optimasi dalam sistem KCKT disyaratkan untuk menemukan kondisi yang optimal guna menghasilkan pemisahan yang baik pada kondisi percobaan tersebut dilakukan. Meskipun demikian, kondisi terbaik sistem KCKT sulit untuk ditemukan. Adapun tujuan dipersyaratkannya optimasi pada sistem KCKT antara lain :

- Menghemat biaya penelitian

- Mendapatkan hasil pemisahan yang baik dengan waktu yang singkat - Menciptakan pemisahan terbaik yang mungkin dihasilkan oleh sampel - Menyeleksi / memilih komposisi fase gerak dan kolom yang menunjukkan

pemisahan yang baik pada waktu yang singkat

- Memperoleh kombinasi optimum pada kecepatan elusi / laju alir, ukuran sampel, dan resolusi dari larutan sampel

- Melokasikan kriteria optimasi untuk tempat / daerah percobaan tersebut dilakukan.

(6)

sampel oleh pelarut karena adanya parameter seperti laju alir dan suhu kolom yang menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan komposisi fase gerak yang digunakan (Berridge, 1985).

2.2.4 Cara Kerja KCKT

Secara teori, pemisahan kromatografi yang paling baik akan diperoleh jika fase diam mempunyai luas permukaan sebesar-besarnya sehingga memastikan kesetimbangan yang baik antara fase dan bila fase gerak bergerak dengan cepat sehingga difusi sekecil-kecilnya (Gritter, dkk., 1985).

Kromatografi merupakan teknik pemisahan dimana analit atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi saat melewati suatu kolom kromatografi, pemisahan tersebut diatur oleh distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam (Rohman, 2009).

Komponen yang telah terpisah akan dibawa oleh fase gerak menuju detektor dan sinyal yang terekam oleh detektor disebut sebagai puncak, sedangkan keseluruhan puncak yang direkam oleh detektor selama analisis dinamakan kromatogram. Puncak yang diperoleh dalam analisis memiliki dua informasi penting yakni informasi kualitatif dan kuantitatif (Meyer, 2004).

Untuk mendapatkan hasil analisis yang baik, diperlukan penggabungan secara tepat dari kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel (Rohman, 2009).

2.2.5 Migrasi dan Retensi Solut

(7)

fase (fase diam dan fase bergerak). Dalam konteks kromatografi, nilai D didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) dan dalam fase gerak (Cm) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Jadi semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat dan semakin kecil nilai D migrasi solut semakin cepat. Solut akan terelusi menurut perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup besar maka campuran-campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.2.6 Instrumen KCKT

Instrument KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yaitu wadah fase gerak (reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom(column), detector (detector) dan perekam (recorder) (Rohman, 2009). Instrument dasar KCKT dapat dilihat pada gambar

Gambar 2 . Diagram Blok KCKT (McMaster, 2007)

m S

C C

(8)

2.2.6.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun labu dapat digunakan sebagai wadah fase gerak dan biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Rohman, 2009).

2.2.6.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang dgunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit (Rohman, 2009).

(9)

2.2.6.3 Injektor

Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic injector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana (Dong, 2005).

Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom. Sampel dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on column injection) atau digunakan katup injeksi (Dong, 2005).

Katup putaran (loop valve), tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom (Dong, 2005).

Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikannya bekerja secara otomatis (Meyer, 2004). 2.2.6.4 Kolom

Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:

a. Kolom analitik: garis tengah-dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasn pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm.

(10)

Kolom hampir selalu terbuat dari baja nirkarat. Kolom biasanya dipakai pada suhu kamar, tetapi pada suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai (Johnson dan Stevenson, 1978).

2.2.6.5 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respon linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1978).

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer UV. Detektor lainnya seperti detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, dan detektor elektrokimia juga telah digunakan (Johnson dan Stevenson, 1978).

2.2.6.6 Perekam

(11)

2.2.7 Parameter Penting dalam KCKT 2.2.7.1 Tinggi dan Luas Puncak

Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel (memiliki informasi kuantitatif). Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan kuantitatif karena lebih akurat/cermat daripada perhitungan menggunakan tinggi puncak (Dong, 2005). Hal ini dikarenakan luas puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi, kecuali laju alir. Sementara itu, tinggi puncak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya faktor tambat, suhu kolom serta cara injeksi sampel (Miller, 2005). Hal ini akan menyebabkan tinggi puncak relatif labil selama analisis. Namun demikian tinggi puncak masih dapat digunakan dalam perhitungan kuantitatif bila puncak analit simetris (Meyer, 2004).

2.2.7.2 Waktu Tambat

(12)

2.2.7.3 Faktor Kapasitas

Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang lebih independen yakni faktor kapasitas (Meyer, 2004).

Dalam beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai faktor tambat (k’). Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen berbeda dengan ukuran kolom yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerak yang sama, maka faktor tambat dari analit pada kedua sistem KCKT tersebut secara teoritis adalah sama (Meyer, 2004).

Faktor tambat yang disukai berada di antara nilai 1 hingga 10. Jika nilai k’ terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul dalam kromatogram. Sebaliknya, nilai k’ yang terlalu besar mengindikasikan waktu analisis akan panjang. Nilai k’ dari analit yang lebih besar dari 10 akan menjadi masalah dalam analisis KCKT karena waktu analisis yang terlalu panjang dan sensitifitas yang buruk sebagai akibat dari pelebaran puncak yang berlebihan (Meyer, 2004).

2.2.7.4 Selektifitas

(13)

sistem KCKT harus lebih besar dari 1. Selektifitas disebut juga sebagai faktor pemisahan atau tambatan relatif (Meyer, 2004).

2.2.7.5 Efisiensi Kolom

Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling penting adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis. Bilangan lempeng (N) yang tinggi disyaratkan untuk pemisahan yang baik yang nilainya semakin kecilnya nilai H. Istilah H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP (high equivalent theoretical plate) yang mana merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi dan nilai H yang rendah, untuk mencapai hal ini ada beberapa faktor yang mendukung yaitu kolom yang dikemas dengan baik, kolom yang lebih panjang, partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang lebih rendah dan suhu yang lebih tinggi, molekul-molekul sampel yang lebih kecil, dan pengaruh di luar kolom yang minimal (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.2.7.6 Resolusi

Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan, untuk hasil pemisahan yang baik puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya. Resolusi adalah perbedaan waktu retensi 2 puncak yang saling berdekatan, dibagi dengan rata-rata lebar puncak, dengan rumus sbb:

Keterangan:

(14)

Nilai Rs mendekati atau lebih dari 1,5 akan memberikan pemisahan yang baik (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.2.7.7 Faktor Asimetri

Adanya puncak yang asimetris dapat disebabkan oleh hal–hal berikut:

• Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar maka fase gerak tidak mampu membawa solut dengan sempurna karenanya terjadi pengekoran atau tailing.

• Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan solut sukar terelusi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya puncak yang mengekor. • Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu sehingga menimbulkan puncak mendahului (fronting) (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3 Validasi Metode

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004). Berikut delapan karakterisitik utama yang digunakan dalam validasi metode analitik menurut USP:

Karakteristik Pengertian

Akurasi Kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh lewat metode analitik dengan nilai sebenarnya.

Presisi Ukuran keterulangan metode analitik, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam memberikan hasil analitik yang reprodusibel.

Spesifisitas Kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks.

Batas deteksi Konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.

(15)

ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

Linieritas

Rentang

Kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan.

Konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup. Kekasaran Tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dibawah berbagai

kondisi yang diekspresikan sebagai % RSD.

Ketahanan Kapasitas metode untuk tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter yang kecil.

(Rohman, 2009). 2.3.1 Akurasi

Akurasi/kecermatan dapat ditentukan dengan dua metode, yakni spiked placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked placebo recovery atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit teoritis yang diharapkan (Harmita, 2004).

Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi otentik. Metode ini dinamakan metode standard addition method atau metode penambahan baku (Harmita, 2004).

Jumlah keseluruhan analit kemudian diukur dan dibandingkan dengan jumlah teoritis, yaitu jumlah analit yang murni berasal dari sediaan farmasi otentik tersebut, ditambah dengan jumlah analit yg di-spiked ke dalam sediaan. Akurasi kemudian dinyatakan dalam persen perolehan kembali (%Recovery) (Harmita, 2004).

(16)

yang penting untuk diperhatikan adalah metode kuantitasi yang digunakan dalam penentuan akurasi harus sama dengan metode kuantitasi yang digunakan untuk menganalisis sampel dalam penelitian (Harmita, 2004).

2.3.2 Presisi

Presisi diekspresikan dengan standar deviasi atau standar deviasi relatif (RSD) dari serangkaian data. Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian dari kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linearitas atau akurasi. Biasnya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit RSD berkisar antara 5-15% (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3 Spesifitas

(17)

2.3.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat ditentukan dengan 2 metode yakni metode non instrumental visual dan metode perhitungan. Metode non instrumental visual digunakan pada teknik kromatografi lapis tipis dan metode titrimetri. Metode perhitungan didasarkan pada simpangan baku respon (SB) dan derajat kemiringan/slope (b) dengan rumus perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi sbb:

Simpangan baku respon dapat ditentukan berdasarkan simpangan baku blanko, simpangan baku residual dari garis regresi atau simpangan baku intersep y pada garis regresi (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.5 Linearitas

Lineritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Slope SB x LOD=3

(18)

2.3.6 Rentang

Rentang atau kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linearitas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.3.7 Kekuatan

Gambar

Gambar 1 Struktur Flukonazol
Gambar 2 . Diagram Blok KCKT (McMaster, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk (1) Mengetahui berbagai jenis kegiatan Jelajah Alam yang menjadi tren di kalangan mahasiswa Unnes, (2) Mengetahui peran Media

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata pangmungkuskeun „tolonng bungkuskan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar bungkus „bungkus‟ berkategori

Alur penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4. Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan segmentasi, tahapan pengukuran fitur dan

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

[r]

Akan tetapi berdasar data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas manual material handling juga diikuti dengan resiko apabila diterapkan pada kondisi lingkungan kerja

“ Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Mind Mapping Berbantuan Media The Octopus Tentacles Subtema Indahnya Persatuan dan Kesatuan Negeriku Kelas IV SD 1

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh organizational citizenship behavior terhadap service quality dan dampaknya pada kepercayaan pelanggan di PT..