KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA PENJUALAN SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN
PERDAGANGAN ORANG DALAM
S K R I P S I
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
110200385 I R E N E
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA PENJUALAN SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN
PERDAGANGAN ORANG DALAM
Oleh
110200385 I R E N E
Disetujui Oleh
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
NIP. 19750112 200501 2 002 Windha, SH. M.Hum
Pembimbing I Pembimbing II
NIP : 195603291986011001 NIP. 197302202002121001
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H)(Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA PENJUALAN SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN
PERDAGANGAN ORANG DALAM * Irene
** Bismar Nasution *** Mahmul Siregar
Pemerintah Indonesia mendirikan Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial.Untuk mencapai tujuan yang bersifat ekonomi, sebuah BUMN diperbolehkan untuk melakukan privatisasi BUMN.Salah satu cara upaya BUMN dalam melakukan privatisasi adalah dengan melakukan Penawaran umum
perdana atau yang dikenal dengan sebutan Initial Public Offering (selanjutnya
disebut IPO).Penawaran umum dalam prakteknya dilaksanakan melalui pasar
perdana (primary market) yang berlangsung dalam waktu terbatas selama
beberapa hari saja.Dengan berakhirnya pasar perdana, untuk selanjutnya pemodal dapat memperjualbelikan kembali efeknya pada pasar sekunder (bursa).Proses jual-beli saham pada pasar sekunder mempunyai kemungkinan untuk terjadi kejahatan perdagangan orang dalam yang disebabkan karena adanya benturan kepentingan oleh penyelenggara negara sebagai pemegang saham pada BUMN
yang go public.
Metode yang digunakan dalam pembahasan rumusan masalah tersebut adalah metode penelitian hukum yuridis normatif dengan mengkaji dan menganalisa data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier.Seluruh dara tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif.
Peran negara sebagai pemegang saham pada BUMN go public dalam
mengurus dan mengawasi BUMN go public adalah dengan membentuk
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan privatisasi BUMN. Untuk meningkatkan efesiensi BUMN, negara juga berperan dalam membuat deregulasi atas privatisasi BUMN.BUMN yang melakukan privatisasi melakukan
penawaran saham di pasar perdana.Penawaran umum (public offering) adalah
kegiatan menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat dan berlangsung pada suatu periode tertentu.Setelah itu, investor dapat melakukan jual beli saham BUMN di di pasar sekunder. Negara sebagai salah satu pemegang saham pada
BUMN go public berpotensi untuk melakukan praktik insider trading sehingga
terjadi konflik kepentingan negara berupa penyalahgunaan wewenang dan informasi orang dalam oleh dewan direksi dan komisaris sebagai penyelengara negara untuk kepentingan pribadi.
Kata Kunci :Konflik Kepentingan, Pemegang Saham, Penjualan Saham Bumn, Perdagangan Orang Dalam.
*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan
judul Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham pada Penjualan
Saham BUMN dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam. Sebagai salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi S-I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan
Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam penulisan skripsi ini masih
terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat menjadi perbaikan di masa
akan datang.
Dalam penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak baik secara moril dan materil, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas
5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Ibu yang sudah memberikan kritik dan saran yang sangat
bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini serta waktu bimbingan yang
diberikan agar skripsi ini diselesaikan dengan baik.
6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen
Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu yang telah
diberikan dalam perkuliahan.
7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I
dan Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada
Prof atas segala bantuan, kritikan, bimbingan, saran, dan dukungannya yang
sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II dan
Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak
atas segala bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat
berarti dan bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
9. Bapak Malem Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dosen Wali. Ucapan terima
kasih sebesar-besarnya atas segala bimbingan sejak baru menjadi mahasiswa
sampai sekarang selesai menyelesaikan pendidikan.
10.Para Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh staf administrasi di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu
11.Kepada kedua orang tua penulis, Nawawi Mulia dan Betty Soleman yang telah
membesarkan, mendidik, dan mendukung penulis hingga bisa menyelesaikan
pendidikan formal Strata Satu (S1) ini.
12.Adik penulis Ryan Mulia, Tante Penulis Wetty Soleman serta anggota
keluarga penulis yang lain yang telah menjadi semangat dan faktor pendorong
bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan formal strata satu dan juga
memberikan dukungan moral dalam menjalani hidup penulis.
13.Larrisa Japardi, Eric Tanaka, Yuendris dan Wisely, sahabat terbaik serta
teman senasib dan sepenanggungan, teman makan-makan dan seperjuangan
penulis selama masa perkuliahan di FH USU yang selalu bersama penulis
dalam suka maupun duka pada saat menjalani masa perkuliahan dan selalu
memberikan dukungan kepada penulis.
14.Grup Pacisu yang selalu hadir memberikan canda dan tawa yang tak terkira
kepada penulis selama masa perkuliahan di FH USU.
15.Ekarudy, Stella Guntur, Sheila, Yohana, Cathlin, Irene, Milyardi,
Fredy,Christy dan seluruh teman di Fakultas Hukum USU.
16.Aively, Hermanto, Hadi, Josephine, Hillary, Yorris dan Steven yang selalu
setia menemani penulis melepas stress.
17.Sahabat-sahabat seperjuangan dari Grup A Fakultas Hukum USU stambuk
2011 yang lain.
18.Kak Yuna yang selalu memberikan arahan dan bantuan bagi penulis dalam
19.Abang dan kakak kelas serta adik-adik kelas Penulis di Fakultas Hukum USU
yang lain.
20.Teman-Teman diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Medan, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Keaslian Penelitian ... 8
E. Tinjauan Pustaka ... 10
F. Metode Penelitian ... 19
G. Sistematika Penulisan... 21
BAB II PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC A. Dasar hukum BUMN melakukan Go Public... 24
B. Tujuan umum BUMN Go Public... 30
C. Prosedur BUMN Go Public...... 34
D. Kedudukan kelayakan Negara dalam BUMN Go Publik... 49
E. Peran Negara pada BUMN yang Go Publik. ... 53
B. Prinsip Keterbukaan dalam Saham BUMN pada Pasar
Sekunder... 68
C. Pengawasan Terhadap Transaksi Jual Beli Saham pada Pasar
Sekunder... 75
BAB IV KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN PERDAGANGAN ORANG DALAM
A. Bentuk Kejahatan Perdagangan Orang Dalam pada Penjualan
Saham BUMN... 86
B. Kejahatan Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading) dalam
Penjualan Saham BUMN... 94
C. Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Perdagangan
Orang Dalam, Penyelesaian Hukum Terhadap Perdagangan
Orang Dalam pada Penjualan Saham BUMN... 99
D. Perlindungan hukum terhadap investor yang dirugikan
akibat adanya perdagangan orang dalam dan perlindungan
hukum terhadap perdagangan orang dalam pada penjualan
saham BUMN... 103
E. Perlindungan Hukum terhadap Investor yang Dirugikan Akibat
Adanya Perdagangan Orang Dalam... 111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... 129
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Negara Indonesia sebagai negara berkembang yang menitikberatkan
peningkatan pembangunan di segala bidang. Dewasa ini arah dan kebijaksanaan
yang ditempuh oleh pemerintah pada dasarnya bertumpu pada trilogi
pembangunan, dengan penekanan pada segi pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya, disamping usaha mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi serta stabilitas nasional yang mantap. Pengembangan dunia usaha
merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan berhasil tidaknya
pembangunan.Arah pembangunan di sektor ekonomi merupakan kewajiban
pemerintah dalam memberikan pengarahan dan bimbingan dalam rangka
pengembangan dunia usaha dan penciptaan iklim usaha yang baik yang
mendorong kearah pertumbuhan, merupakan kenyataan bahwa investasi dalam
jumlah yang besar sangat diperlukan untuk pembiayaan pembangunan.1
Pemerintah Indonesia mendirikan Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya
disebut BUMN) dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan
tujuan yang bersifat sosial.Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN
dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai
pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang
banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1
1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Dengan
adanya BUMN diharapkan dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat,
terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi BUMN. Tujuan BUMN yang
bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja serta
upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan kerja
dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk
membangkitkan perekonomian lokal dapat dicapai dengan jalan
mengikut-sertakan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses
kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk
memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berada di sekitar lokasi
BUMN.
Badan Usaha Milik Negara diperbolehkan untuk melakukan privatisasi
BUMN sehingga dapat mencapai tujuan yang bersifat ekonomi. Hal ini
disebutkan dalam Pasal 1 Angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005
tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) menyebutkan
“Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya
kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan,
memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan
saham oleh masyarakat.” Dalam kurun waktu 50 tahun semenjak BUMN
dibentuk, BUMN secara umum belum menunjukkan kinerja yang
menggembirakan.Perolehan laba yang dihasilkan masih sangat rendah.Sementara
itu, saat ini pemerintah masih harus berjuang untuk melunasi pinjaman luar negeri
ditempuh pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatannya adalah dengan
melakukan privatisasi BUMN.2
Privatisasi BUMN mengundang pro dan kontra di kalangan
masyarakat.Sebagian masyarakat berpendapat bahwa BUMN adalah aset negara
yang harus tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak
mendatangkan manfaat karena terus merugi. Namun ada pula kalangan
masyarakat yang berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki
BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih
baik bagi negara dan masyarakat Indonesia.3
Breally dan Myers mendefinisikan IPO sebagai penjualan saham baru
untuk meningkatkan atau menambah kas perusahaan.IPO merupakan penjualan
saham perusahaan melalui pasar modal, BUMN yang melakukan privatisasi
dengan cara ini, antara lain, PT. Telkom (1995), PT. Timah (1995), PT. Aneka
Tambang (1997), PT. Bank Mandiri (2003), PT. PGN (2003), PT. Garuda
Indonesia Tbk (2007) dan PT. Krakatau Steel (2010). Tujuan dari penawaran
perdana adalah untuk mendapatkan tambahan modal bagi perluasan operasi
perusahaan. Dengan demikian IPO merupakan salah satu cara yang digunakan
perusahaan untuk mendapatkan dana jangka panjang dari masyarakat dengan cara
menjual saham kepada masyarakat.
Salah satu cara upaya BUMN dalam
melakukan privatisasi adalah dengan melakukan Penawaran umum perdana atau
yang dikenal dengan sebutan Initial Public Offering (selanjutnya disebut IPO).
2
Zulperio, Privatisasi BUMN di Indonesia, wordpress.com/2010/04/20/privatisasi-bumn-di-indonesia/ (diakses tanggal 11 Februari 2015).
3
Penawaran umum dalam prakteknya dilaksanakan melalui pasar perdana
(primary market) yang berlangsung dalam waktu terbatas selama beberapa hari
saja.Dalam hal ini penawaran efek dilakukan penjamin emisi efek dan para agen
penjualan (kalau ada).Dengan berakhirnya pasar perdana, untuk selanjutnya
pemodal dapat memperjualbelikan kembali efeknya pada pasar sekunder
(bursa).Harga penawaran efek (offering price) pada pasar perdana ditetapkan
bersama antara emiten dengan penjamin pelaksana emisi, sedangkan pembentukan
harga efek di bursa didasarkan pada hukum permintaan dan penawaran yang
terjadi di pasar.
Pasar sekunder adalah pasar tempat jual beli saham-saham perusahaan
yang telah dicatatkan di bursa efek untuk menambah modal perusahaan.Pasar
sekunder memberikan kesempatan kepada para investor untuk membeli atau
menjual saham yang tercatat di bursa efek, setelah terlaksananya penawaran
perdana, saham tersebut diperdagangkan dari satu investor kepada investor
lainnya.Pada saat suatu saham terdaftar di suatu bursa efek maka investor dan
spekulan dapat dengan mudah melakukan transaksi perdagangan di bursa
tersebut.Pasar sekunder ini sangat likuid dan transparan.Sebelum adanya sistem
perdagangan elektronis maka satu-satunya cara untuk menciptakan likuiditas
adalah dengan jalan adanya pertemuan yang teratur antara investor dan
spekulan.Hal inilah yang menjadi awal dari munculnya bursa efek.
Perdagangan di pasar sekunder dapat dilakukan di dua jenis pasar, yaitu
pasar lelang (auction market) dan di pasar negosiasi (negotiated market). Pasar
pada sebuah lokasi fisik. Transaksi antar pembeli dan penjual menggunakan
perantara broker yang mewakili masing-masing pihak pembeli dan penjual.
Dengan demikian investor tidak dapat secara langsung transaksi, tetapi dilakukan
dengan perantara broker. Berbeda dengan penentuan harga saham di pasar
perdana, yang dimana harga saham sekuritas ditentukan oleh kesepakatan antara
emiten dan underwriter, harga sekuritas di pasar sekunder ditentukan oleh
mekanisme pasar (kekuatan tarik menarik permintaan dan penawaran) yang terjadi
dalam bursa efek.Dalam pasar sekunder ini, investor bisa membeli saham dengan
volume berapa saja sesuai dengan kemampuan keuangannya.
Bila dilihat dari kepentingan pemodal dalam membeli dan menjual saham,
maka terdapat beberapa perbedaan antara pasar perdana dengan pasar sekunder.
Pertama, pada pasar perdana, harga yang telah ditentukan tidak akan berubah,
sedangkan pada pasar sekunder, harga berubah sesuai dengan kekuatan supply dan
demand. Kedua, transaksi perdagangan di pasar perdana tidak dikenakan komisi,
sedangkan pasar sekunder, ada biaya komisi.Ketiga, pada pasar perdana hanya
berlaku pada saat pembelian saham.Di pasar sekunder, bisa terjadi pola jual beli
seperti halnya pasar secara umum.Dari sudut pandang jangka waktu, pasar
perdana memiliki batas waktu, sedangkan pasar sekunder tidak.4
Proses jual-beli saham pada pasar sekunder mempunyai kemungkinan
untuk terjadi praktik insider trading. Insider trading secara harafiah berarti
perdagangan orang dalam. Dalam istilah hukum pasar modal, insider trading
adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong orang
4
dalam/ perusahaan (dalam arti luas), dimana perdagangan efek tersebut didasarkan
karena adanya suatu informasi orang dalam (inside information) yang penting dan
mengandung fakta material, dimana pelaku insider trading (inside trader)
mengharapkan keuntungan ekonomi, secara langsung atau tidak langsung.5
Pada praktiknya, pasar modal tidak dapat terlepas dari berbagai macam
pelanggaran berupa tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang ada, terjadinya tindakan-tindakan yang tidak sesuai
dengan prinsip keterbukaan yang pada akhirnya tindakan-tindakan tersebut akan
sangat merugikan kepentingan berbagai pihak serta merugikan dan menghambat
kelangsungan proses pembangunan perekonomian bangsa. Pelanggaran yang
terjadi di dalam penyelanggaraan pasar modal termasuk ke dalam bentuk
kejahatan kerah putih (white collar crime), kejahatan kerah putih yang terjadi di
pasar modal pada umumnya dilakukan dengan begitu sempurnanya sehingga para
korban sama sekali tidak sadar bahwa ia menjadi korban kejahatan tersebut,
masyarakat umumnya hanya menganggap kejahatan yang dilakukan dan
mengakibatkan kerugian bagi mereka, sebagai akibat yang harus ditanggung
karena “kekuatan” pasar negatif, dan merupakan bagian dari mekanisme pasar
dimana mereka hanya kebetulan menjadi korbannya. 6
5
Insider Trading
Salah satu bentuk
pelanggaran dalam penyelenggaraan pasar modal yang termasuk kejahatan kerah
putih adalah perdagangan orang dalam atau dikenal dengan namainsider trading.
Insider Trading di Indonesia diatur di dalam Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98
dan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
tanggal 11 Maret 2015). 6
(selanjutnya disebut UUPM). Terjadinya insider trading dalam perusahaan yang
telah go public dikarenakan adanya benturan antara kepentingan pribadi dewan
direksi dan komisaris dengan kepentingan perusahaan yang telah go public, yang
dimana dewan direksi dan komisaris menggunakan kewenangannya atas informasi
orang dalam untuk kepentingan pribadinya.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dipilihlah skripsi yang berjudul
“Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham
Bumn Dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan
masalah sebagai berikut
1. Bagaimana peran negara sebagai pemegang saham pada BUMN yang
sudah go public?
2. Bagaimana ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tentang
penjualan saham BUMN yang telah go public di pasar sekunder?
3. Bagaimana konflik kepentingan negara sebagai pemegang saham BUMN
dalam kejahatan perdagangan orang dalam ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai
a. Untuk mengetahui peran negara sebagai pemegang saham pada BUMN
yang sudah go public.
b. Untuk mengetahui penjualan saham BUMN yang telah go public di pasar
sekunder
c. Untuk mengetahui konflik kepentingan negara sebagai pemegang saham
BUMN dalam kejahatan perdagangan orang dalam
2. Manfaat penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang ini antara lain:
a. Secara teoritis
Hasil penelitian ini akan melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada
gilirannya akan memberikan sumbangan pemikiran berkaitan penjualan
saham BUMN dalam kejahatan perdagangan orang dalam
b. Secara praktis.
Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam
bidang ilmu hukum, khususnya yang berkaitan kepentingan negara sebagai
pemegang saham berkaitan penjualan saham BUMN dalam kejahatan
perdagangan orang dalam
D. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas
masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum
Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan
Perdagangan Orang Dalam, belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.
Adapun judul yang ada di perpustakaan Universitas Sumatera Utara antara
lain :
1. Nama : Martua Harahap
Nim : 020200019
Judul : Tinjauan Umum terhadap Obligasi Ritel Indonesia seri 001
di PT. Bank Mandiri Persero Tbk
2. Nama : Hayatun P.Nainggolan
Nim : 030200055
Judul : Tinjauan Yuridis Obligasi sebagai Alternatif Investasi Di
Pasar Modal
3. Nama : Mutiara Siska Sitorus
Nim : 050200330
Judul : Peran dan Tanggung Jawab Wali Amanat Terkait
Penerbitan Obligasi dalam Pasar Modal (Tinjauan
terhadap Undang Undang No. 8 Tahun 1995 dan peraturan
lain yang terkait dengan Pasar Modal Indonesia).
4. Nama : Helen H. Hutahaean
Nim : 060200220
Judul : Perlindungan Hukum terhadap Investor Pasar Modal
Apabila Emiten Gagal Bayar (default) di dalam
Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam
penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah
yang asli, bila dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat
dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
E. Tinjauan Pustaka
1. Badan Usaha Milik Negara
Pada dasarnya, keberadaan BUMN di Indonesia memiliki keterkaitan yang
erat dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 utamanya ayat (2) dan (3). Ayat (2)
berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Sedangkan pada ayat
(3) berbunyi, “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.Penguasaan oleh negara sebagaimana yang disampaikan oleh Pasal 33
tersebut, bersifat penting agar kesejahteraan rakyat banyak terjamin dengan
dapatnya rakyat memanfaatkan sumber-sumber kemakmuran rakyat yang berasal
dari bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya. Guna menjalankan penguasaan
tersebut, negara melalui pemerintah kemudian membentuk suatu badan usaha
milik negara, yang sedikenal dengan sebutan perusahaan negara, yang bertugas
melaksanakan penguasaan tersebut.7
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut dengan UU BUMN) menyatakan bahwa
7
BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
oleh negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hal yang membedakan antara
BUMN dengan badan hukum lainnya adalah:8
a. Seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh negara;
b. Melalui penyertaan secara langsung; dan
c. Berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan
2. Latar belakang berdirinya Badan Usaha Milik Negara
Sejak Indonesia merdeka, terdapat isu yang kerap menjadi perdebatan di
kalangan founding fathers, yaitu mengenai posisi dan peranan perusahaan negara
yang bersinggungan dengan kata “dikuasai oleh negara” yang termuat pada Pasal
33 UUD 1945. Pada saat itu Presiden Soekarno menafsirkan bahwa karena
kondisi perekonomian masih lemah pasca-kemerdekaan, negara harus menguasai
sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi.Hal mana
yang bertentangan dengan pemikiran Hatta, beliau mengemukakan bahwa negara
hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan
pokok masyarakat, seperti listrik dan transportasi. Pandangan ini lebih sesuai
dengan paham ekonomi modern, karena posisi negara hanya cukup menyediakan
infrastruktur yang mendukung proses pembangunan.9
8
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan (Bandung: Aditama, 2006), hlm. 61.
9
Pasca kemerdekaan, negara memegang posisi dan peranan yang sangat
dominan, oleh karena pasca kemerdekaan, negara memegang posisi dan peranan
sehingga:10
a) Situasi negara yang baru lepas dari penjajahan dan tidak memiliki social
overhead capital (SOC) sebagai modal pembangunan;
b) Besarnya kerugian dan kerusakan public utilities sebagai akibat perang;
c) Terpinggirkannya pengusaha pribumi sebagai warga kelas ketiga (setelah
Eropa dan Keturunan Arab serta Tionghoa).
Pada tahun 1969 pemerintah mengklasifikasikan BUMN menjadi empat
macam yaitu perusahaan jawatan (perjan), perusahaan umum (perum), perusahaan
perseroan (persero) dan perusahaan negara diluar ketiga macam BUMN atas UU
No. 9 tahun 1969.
a. Perusahaan Jawatan (Perjan)
Ciri pokok berdasarkan menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun 1969
adalah :
1. tujuan melayani kepentingan umum.
2. bagian dari departemen atau direktorat jenderal sehingga tidak
otonom
3. dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah sebagai bagian dari departemen
atau direktorat jenderal.
4. dipimpin oleh kepala jawatan dan diangkat oleh pemerintah
5. diawasi langsung oleh pemerintah secara hierarkis fungsional,
diperiksa oleh akuntan Negara dan disahkan oleh menteri.
6. modalnya berasal dari anggran pendapatan dan belanja negara
tahunan.
7. para pegawainya berstatus pegawai negeri
8. ruang lingkupnya adalah sektor pelayanan umum yang bersifat
strategis
b. Perusahaan Umum (Perum)
Berdasarkan Undang-undang terbaru maksud dan tujuan pendirian perum
adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau
oleh masyarakat yang berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
c. Perusahaan Perseroan
Modal terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51%
sahamnya dimiliki oleh negara. Tujuan utamanyaadalah mengejar keuntungan.
d. Perusahaan Negara di luar Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan
Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero).
3. Go Public
Pada hakekatnya go public secara terjemahannya adalah proses perusahaan
yang “go public atau pergi ke masyarakat”, artinya perusahaan itu
memasyarakatkan dirinya yaitu dengan jalan memberikan sarana bagi masyarakat
masyarakat dalam usahanya, baik dalam pemilikan maupun dalam penetapan
kebijakan pengelolaan.11
Go public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang
dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual saham
atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UUPM dan
peraturan pelaksanaannya.12
Perusahaan yang sebelum menjual saham kepada masyarakat disebut
perusahaan tertutup (private company) sedangkan perusahaan yang
sudah menjual sahamnya ke masyarakat disebut perusahaan terbuka atau
perusahaan public (public listed company). Perusahaan publik di Indonesia sejak
tahun 1996, banyak yang mulai mengubah nama perusahaan dengan
menambahkan kata Tbk di belakang nama yang lama. Tbk berarti terbuka.
Dalam istilah pasar modal, go public sering disebut sebagai IPO, yaitu
penawaran pasar perdana kepada masyarakat. Perusahaan memiliki berbagai
alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar
perusahaan.Alternatif pendanaan dari dalam perusahaan, umumnya dengan
menggunakan laba yang ditahan perusahaan. Sedangkan alternatif pendanaan dari
luar perusahaan dapat berasal dari kreditur berupa hutang, pembiayaan bentuk lain
atau dengan penerbitan surat-surat utang, maupun pendanaan yang bersifat
penyertaan dalam bentuk saham (equity).
11
Vienovidelusion.blogspot.com/2014/05/makalah-perusahaan-go-public-ptastra.html (diakses tanggal 15 Februari 2015)
12
“Proses Go Public
Misalnya: “PT Buana Finance Indonesia” menjadi “PT Buana Finance Indonesia
Tbk”.
Perusahaan tertutup adalah suatu perseroan terbatas yang saham-sahamnya
masih dipegang oleh beberapa orang/perusahaan saja, sehingga jual-beli
sahamnya dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan oleh anggaran dasar
perseroan, yang pada umumnya diserahkan kepada kebijaksanaan pemegang
saham yang bersangkutan.13
Bagi perusahaan yang telah go public, pasar modal merupakan sarana bagi
peningkatan nilai perusahaan. Pasar modal memberikan sarana bagi peningkatan
nilai melalui berbagai aksi korporasi yang ditopang oleh keterbukaan informasi
secara penuh.Transparansi berdampak pada efisiensi usaha, peningkatan laba,
peningkatan harga saham, competitive position, dan peningkatan kemakmuran
pemegang saham.
Perseroan terbuka adalah suatu perseroan terbatas
yang modal dan saham-sahamnya dipegang oleh banyak orang/banyak
perusahaan, yang penawaran sahamnya dilakukan kepada publik sehingga
jual-beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal.Salah satu ciri perusahaan terbuka
adalah perlunya keterbukaan (disclosure) atas informasi perusahaan kepada
publik.
14
4. Go public perusahaan BUMN
Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun
seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas
13 Ibid. 14
pemilikan saham oleh masyarakat. Hal ini diatur dalam Pasal 1 Butir 12 UU
BUMN.Privatisasi adalah sebuah pemikiran dalam ideologi kapitalisme, peran
negara di bidang ekonomi hanya terbatas pada pengawasan pelaku ekonomi dan
penegakan hukum. Pemikiran ini menetapkan pula pada sektor publik dibebaskan
dalam melakukan usaha, investasi, dan inovasi, maka pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan rakyat akan meningkat. 15
Metode privatisasi yang dilakukan pemerintah kebanyakan masih
berbentuk penjualan saham kepada pihak swasta.Hal ini menyebabkan uang yang
diperoleh dari hasil penjualan saham-saham BUMN tersebut masuk ke tangan
pemerintah, bukannya masuk ke dalam BUMN untuk digunakan sebagai
tambahan pendanaan dalam rangka mengembangkan usahanya.16
5. Konflik kepentingan
Bagi pemerintah hal ini berdampak cukup menguntungkan, karena
pemerintah memperoleh pendapatan penjualan sahamnya, namun sebenarnya bagi
BUMN hal ini agak kurang menguntungkan, karena dengan kepemilikan baru,
tentunya mereka dituntut untuk melakukan berbagai perubahan. Namun,
perubahan tersebut kurang diimbangi tambahan dana segar yang cukup, sebagian
besar hanya berasal dari kegiatan-kegiatan operasionalnya terdahulu yang
sebenarnya kurang efisien.
Konflik kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara
yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan
perundangundangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas
15
Privatisasi Fakta Dan Bahayanya, http://www.gaulislam.com.(diakses tanggal 11 Maret 2015).
setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi
kualitas dan kinerja yang seharusnya. Penyelenggara negara dalam hal ini adalah
seseorang yang menjabat atau memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi negara dalam wilayah hukum negara dan
mempergunakan anggaran yang seluruhnya atau sebagian berasal dari negara,
misalnya pejabat negara, pejabat publik, penyelenggara pelayanan publik dan
berbagai istilah lainnya yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Termasuk didalamnya semua pejabat yang menyelenggarakan fungsi-fungsi
negara baik dalam cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif,
penyelenggara negara di BUMN/BHMN/BLU/BUMD.17
Beberapa bentuk konflik kepentingan yang sering terjadi dan dihadapi oleh
Penyelenggara Negara antara lain adalah:18
a. Situasi yang menyebabkan seseorang menerima gratifikasi atau
pemberian/penerimaan hadiah atas suatu keputusan/jabatan;
b. Situasi yang menyebabkan penggunaan asset jabatan/instansi untuk
kepentingan pribadi/golongan;
c. Situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/ instansi dipergunakan
untuk kepentingan pribadi/golongan;
d. Perangkapan jabatan di beberapa lembaga/instansi/perusahaan yang
memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis,
sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan
17
Konflik Kepentinga Konflik%20Kepentingan%20panduan%20penanganan%20konflik%20kepentingan.pdf (diakses pada tanggal 10 Maret 2015)
jabatan lainnya;
e. Situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak mengikuti prosedur
karena adanya pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi;
f. Post employment (berupa trading influence, rahasia jabatan);
g. Situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang menyalahgunakan
wewenang.
6. Perdagangan orang dalam
Menurut Sofyan A. Djalil dalam bukunya Tavinayati dan Yulia
Qamariyanti yang berjudul Hukum Pasar Modal di Indonesia dijelaskan bahwa,
insider trading adalah istilah teknis yang hanya dikenal di pasar modal. Istilah ini
mengacu kepada praktik di mana orang dalam perusahaan (corporate insiders)
melakukan transaksi sekuritas (trading) dengan menggunakan informasi yang
eksklusif mereka miliki (inside nonpublic information) artinya segala informasi
yang penting dan dapat mempengaruhi harga securities dan informasi tersebut
belum diumumkan kepada khalayak ramai.19
Objek kejahatan ini adalah informasi yang sifatnya material dan belum
terbuka untuk umum, sehingga orang dalam memanfaatkannya untuk kepentingan
dan keuntungan sendiri, baik secara perorangan maupun secara kolektif. Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga keuangan (selanjutnya disebut Bapepam)
sebagai lembaga pengawas pasar modal mempunyai kewenangan untuk
melakukan pemeriksaan dan diteruskan dengan proses penyidikan untuk
19
membuktikan telah terjadi pelanggaran dan kejahatan di pasar modal. Bapepam
(OJK) juga diberi kewenangan untuk menjatuhkan sanksi baik sanksi pidana
penjara (maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp. 15 Miliar) maupun
sanksi administratif terhadap pihak yang terbukti telah melakukan pelanggaran
terhadap UUPM.20
F. Metode Penelitian
Kewenangan Bapepam tersebut diatur dalam Pasal 100 dan
Pasal 101 UUPM dan diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 1995 Tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.
Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang peneliti
gunakan untuk memperoleh data atau informasi.Metode penelitian ini berfungsi
sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan operasional penelitian
untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan.21
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif atau yuridis normatif.Penelitian yuridis normatif tersebut
mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada
dalam masyarakat.22
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data
sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.23
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi
objek penelitian.24Deskriptif analistis, merupakan metode yang dipakai untuk
menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung
yang tujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek
penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian
dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.25
2. Data penelitian
Dalam penulisan ini menguraikan hal-hal tentang Konflik Kepentingan
Negara Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan
Perdagangan Orang Dalam
Sumber bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu:
a. Bahan hukum primer, yaitu: Undang Dasar 1945,
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang meberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer yang berupa buku-buku, karya ilmiah, atau
hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
23
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1994), hlm. 9.
24
Ibid., hlm 105. 25
c. Bahan hukum tertier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum
tersier yang digunakan seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus
hukum dan ensiklopedia.26
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research) dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen yang ada,
yaitu dengan mengumpulkan bahan hukum dan informasi baik yang berupa buku,
karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis lainnya yang
berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan mencari, mempelajari, dan mencatat
serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.27
4. Analisis data
Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat
deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara
pendekatan kualitatif terhadap data sekunder yang didapat.
Bahan hukum yang dianalisi secara kualitatif akan dikemukakan dalam
bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai
jenis bahan hukum, selanjutnya semua bahan hukum diseleksi dan diolah,
kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga menggambarkan dan
mengungkapkan dasar hukumnya, sehingga memberikan jawaban terhadap
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat
dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan
yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub
bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam
skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian bab ini akan membahas tentang latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian
penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan
BAB II PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA
BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC
Bab ini berisikana dasar hukum BUMN melakukan Go Public,
Tujuan umum BUMN Go Public, kedudukan kelayakan Negara
dalam BUMN Go Public dan peran Negara pada BUMN yang Go
Public.
BAB III PENJUALAN SAHAM BUMN YANG TELAH GO PUBLIC DI
PASAR SEKUNDER.
Bab ini berisikan mekanisme jual beli saham BUMN pada pasar
sekunder, prinsip keterbukaan dalam manivestasi saham BUMN
pada pasar sekunder dan pengawasan terhadap transaksi jual beli
BAB IV KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG
SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN PERDAGANGAN
ORANG DALAM
Bab ini berisikan bentuk kejahatan perdagangan orang dalam pada
penjualan saham BUMN, konflik kepentingan Negara sebagai
pemegang perdagangan orang dalam, penyelesaian hukum terhadap
perdagangan orang dalam p;ada penjualan saham BUMN dan
perlindungan hukum terhadap investor yang dirugikan akibat
adanya perdagangan orang dalam dan perlindungan hukum
terhadap perdagangan orang dalam pada penjualan saham BUMN.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini.Bab
ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan
isi.Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun
ikhtisar.Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang
dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih
BAB II
PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC
A. Dasar Hukum BUMN Melakukan Go Public
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Cita-cita bangsa Indonesia yang mendasar telah dirangkum dan dituangkan
dalam Pembukaan UUD 1945, Alinea 4. Secara eksplisit cita-cita bangsa
Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:
”... Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupanh bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial keadilan sosial,..” (Pembukaan UUD 1945 Alinea 4).
Cita-cita ini secara lebih eksplisit dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945
yang menggariskan makna sejahtera sebagai sejahtera secara merata, artinya
bahwa setiap individu bangsa Indonesia berhak menikmati hidup yang sejahtera.
Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dalam
pelaksanaan privatisasi BUMN di Indonesia.
Rumusan Pasal 33 UUD 1945 (hasil amandemen) dan penjelasannya
sebagai berikut:
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
c. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebsar-besar untuk kemakmuran
rakyat.
d. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ini diatur dalam
undang-undang.
Penjelasan Pasal 33 UUD 1945, sebagai berikut:
Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan
oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan untuk pemilikan anggota
masyarakat. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, berarti kemakmuran
bagi segala orang.Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara.Kalau tidak tampuk
produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak
ditindasnya.Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak
boleh ditangan perseorangan.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
dalam bumi adalah pokok kemakmuran rakyat.Sebab itu harus dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Secara eksplisit Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa negara akan
mengambil peran dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, selama Pasal 33 UUD
(termasuk BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetapi diperlukan.
Khusus untuk BUMN, pembinaan usaha diarahkan guna mewujudkan visi yang
telah dirumuskan. Paling tidak ada 3 visi yang saling terkait, yakni visi founding
father yang ada dalam UUD 1945, visi dari lembaga/badan pengelola BUMN, dan
visi masing-masing perusahaan BUMN. Kesemuanya ini harus dapat
diterjemahkan dalam ukuran yang jelas untuk dijadikan pedoman dalam
pembinaan.
Pasal 33 UUD 1945 merupakan salah satu karakteristik sistem konstitusi
dan kenegaraan yang ingin diwujudkan. Pasal 33 bukan sekedar petunjuk tentang
susunan perekonomian dan wewenang pemerintah untuk turut serta dalam
kegiatan ekonomi, melainkan mencerminkan cita-cita, keyakinan dan pandangan
kenegaraan yang dianut dan diperjuangkan secara konsisten oleh para pemimpin
pergerakan nasional.
Sejak Indonesia merdeka, posisi dan peranan perusahaan negara telah
menjadi perdebatan dikalangan founding fathers terutama pada kata “dikuasai
oleh negara”.Presiden Soekarno menafsirkan bahwa karena kondisi perekonomian
masih lemah pasca kemerdekaan, negara harus menguasai sebagian besar bidang
usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi.Sebaliknya, Hatta menentang
pendapat ini dan memandang bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan
yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat seperti listrik dan
transportasi. Pandangan Hatta ini lebih sesuai dengan paham ekonomi modern
proses pembangunan. 28
Dalam perkembangannya banyak unit-unit produksi dan distribusi yang
dulu dikuasai/dimiliki oleh negara, ternyata banyak cabang-cabang produksi yang
menguasai hajat hidup orang banyak kemudian beralih dimiliki swasta.Ini dapat
dilihat adanya pengambilalihan peran negara oleh swasta dalam bentuk monopoli
yang mengakibatkan beban bagi perekonomian rakyat.Walaupun dapat dikatakan
bahwa pemilikan oleh swasta bisa juga diartikan sebagai “dikuasai oleh negara”,
karena ada pengaturan khusus.Dalam kondisi yang demikian, muncul
kebijaksanaan pemerintah tentang privatisasi, karena kurang mampunya BUMN
dalam bidang manajemen perusahaan.
Sistem ekonomi Indonesia berdasarkan UUD 1945,
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada tiga sektor pelaku ekonomi
koperasi, usaha negara dan usaha swasta, Dalam UUD 1945 dikatakan bahwa
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
29
Privatisasi haruslah sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945, sesuai dengan
pengertian “dikuasai oleh negara” privatisasi pada dasarnya tidak bertentangan
dengan Pasal 33 UUD 1945, karena meskipun privatisasi dilaksanakan, negara
masih tetap dapat menguasai melalui regulasi. Namun privatisasi dalam
pelaksanaannya harus sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Hal ini berarti
bahwa privatisasi harus memiliki semangat sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan, melindungi cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
28
Sejarah BUMN, IMF-World Bank, dan Privatisasi di Indonesia,
29
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta diselenggarakan berdasarkan
atas asas demokrasi ekonomi.
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)
Privatisasi sudah dilaksanakan pada tahun 1990-an tetapi baru mempunyai
dasar hukum dalam bentuk Undang-Undang pada tahun 2003, yaitu dengan
diterbitkannya UU BUMN.Undang-undang tersebut menjadi dasar dalam
melaksanakan privatisasi di Indonesia.Ketentuan mengenai privatisasi dalam
tubuh UU BUMN diatur dalam Pasal 1 butir 12 UU BUMN yang menyebutkan
bahwa privatisasi merupakan penjualan saham persero, baik sebagian maupun
seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas
pemilik saham oleh masyarakat.
Privatisasi ditujukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar mampu
memberikan pelayanan dan manfaat bagi negara dan masyarakat.Hal ini dilakukan
karena adanya penjualan sejumlah saham kepada masyarakat, dengan maksud
agar dapat melakukan pengembangan usaha.30
30
I Putu Gede ary Suta, Menuju Pasar Modal Moderen, cet II (Jakarta: Yasyasan SAD Satria Bakti, 2000), hlm. 357.
Privatisasi dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban,
kewajaran, dan prinsip harga terbaik dengan memperhatikan kondisi pasar.Yang
dimaksud dengan “kondisi pasar” adalah kondisi pasar domestik dan
internasional. BUMN juga menghendaki pelaksanaan privatisasi yang dilakukan
Proses privatisasi dilaksanakan dengan berpedoman pada prosedur privatisasi
yang telah ditetapkan tampa ada intervensi dari pihak lain di luar sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 76 ayat (1) UU BUMN dinyatakan bahwa persero yang
dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhui kriteria :
1. Industri/sektor usahanya kompetitif, dalam hal ini industri/sektor usaha
tersebut dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta.
Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral)
yang melarang swasta melakukan kegiatan disektor tersebut, atau tegasnya sektor
tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN.
2. Industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah yakni
industri/sektor usaha kometitif dengan ciri utama terjadinya
perubahanteknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang
sangat besar untuk menganti teknologinya.
Menurut Pasal 78 UU BUMN terdapat beberapa metode atau model
privatisasi yang dapat dilakukan dalam suatu negara, adalah:
1. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal; yang dimaksud
dengan “penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal” antara lain
adalah penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public
Offering/go public), penerbitan obligasi konversi dan efek lain yang bersifat
ekuitas. Termasuk dalam pengetian ini adalah penjualan saham kepada mitra
strategis (direct placement) bagi persero yang telah terdafta di bursa.
“penjualan langsung kepada investor” adalah penjualan saham kepada mitra
strategis (direct placement) atau kepada investor lain termasuk investor
finansial. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham persro yang belum
terdaftar di bursa.
3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan persero yang
bersangkutan. Yang dimaksud dengan “penjualan saham kepada manajemen
(Management Buy Out/MBO) dan/atau karyawan (Employee Buy
Out/EBO)”. Adalah penjualan sebagian besar atau seluruh saham langsung
kepada manajemen dan/atau karyawan persero yang bersangkutan. Dalam
hal manajemen dan/atau karyawan tidak dapat membeli sebagian besar atau
seluruh saham, penawaran kepada manajemen dan/atau karyawan dengan
mempertimbangkan kemampuan mereka. Yang dimaksud dengan
manajemen adalah direksi. Pengaturan tentang privatisasi dalam Peraturan
Menteri BUMN antara lain juga tentang kriteria dan cara privatisasi dengan
cara penjualan saham kepada manajemen (MBO) dan/ atau karyawan
(EBO), pemberlakuan Peraturan Menteri bagii persero yang tidak seluruh
sahamnya dimiliki oleh negara harus ditetapkan/dikukuhkan dalam RUPS.
B. Tujuan Umum BUMN Go Public
Badan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu tulang
punggung perekonomian (aset produktif yang dimiliki pemerintah) diharapkan
mampu memberikan kontribusi positif bagi pemerintah dalam bentuk dividen dan
dihasilkan, keberadaan BUMN masih diperlukan dalam merintis sektor-sektor
penting yang masih belum belum dapat menarik minat swasta.Dalam hal demikian
BUMN dituntut untuk menyehatkan usahanya terutama dalam hal perolehan
laba.Akan tetapi, kenyataannya banyak BUMN yang mengalami kerugian karena
pengelolaan yang tidak profesional, tidak berdasarkan prinsip ekonomi
perusahaan dan tidak transparan.
Oleh karena itu, kinerja BUMN dalam perkembangannya terkesan
dipandang negatif.Sering kali BUMN dituduh sebagai badan usaha yang tidak
efisien dan memiliki profitabilitas yang rendah.Boleh dikatakan bahwa terciptanya
kesan dan kondisi seperti itu dipengaruhi orientasi pendirian BUMN, yang semula
diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan publik dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat kemudian dibandingkan dengan perolehan laba (profitability). Agar
dapat memainkan perannya secara optimal, BUMN tidak dapat lagi bergerak
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan publik, karena adanya tuntutan
lingkungan usaha di era globalisasi agar manajemen BUMN lebih kompetitif
sehingga mampu menyediakan fasilitas publik dengan kualitas yang lebih baik
dan harga yang terjangkau masyarakat. Di samping itu, disadari pula bahwa hak
monopoli yang selama ini diberikan kepada BUMN telah menyebabkan BUMN
menjadi sulit beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat berlangsungnya
mekanisme pasar yang begitu kompetitif.31
Privatisasi ditujukan untuk peningkatan kinerja perusahaan agar mampu
memberikan pelayanan dan manfaat bagi negara dan masyarakat.Hal ini dilakukan
31
dengan adanya penjualan sejumlah saham kepada masyarakat, dengan maksud
agar dapat melakukan pengembangan usaha. Menurut I Putu Gede Ary Suta,
mantan Ketua Bapepam disebutkan bahwa alasan dari privatisasi antara lain
meningkatkan efisiensi dan efektivitas BUMN dalam rangka menghadapi
persaingan di pasar global dan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat
guna turut serta dalam pemilikan saham BUMN.32
Selain itu, Pasal 74 ayat (2) UU BUMN menegaskan bahwa Privatisasi
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan
dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero.
Dengan demikian berdasarkan penjelasan Pasal 74 UU BUMN tersebut, maksud
dan tujuan Privatisasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan peran Persero Dengan kata lain, I Putu Gede
Ary Suta menghendaki apabila BUMN tersebut diprivatisasi maka diharapkan
masyarakat dapat berperan serta dalam kepemilikan saham di suatu BUMN.
Menurut ketentuan Pasal 74 ayat (1) UU BUMN, disebutkan bahwa
maksud dari privatisasi, adalah:
1. Memperluas kepemilikan masyarakat atas persero;
2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
3. Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;
4. Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;
5. Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global;
6. Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
32
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum dengan memperluas kepemilikan
masyarakat atas Persero, serta untuk menunjang stabilitas perekonomian nasional.
Privatisasi BUMN ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, kualitas
produksi dan manajemen perusahaan, sehingga dapat bersaing secara global dan
dapat meningkatkan perekonomian bangsa. Secara umum ada bermacam-macam
tujuan Privatisasi, yang meliputi:33
1. Pengembangan pasar modal domestik;
2. Penyebarluasan kepemilikan saham;
3. Meningkatkan kinerja perusahaan negara, kompetisi, efisiensi dalam
penggunaan dan alokasi sumber daya;
4. Pengurangan peranan negara dalam perekonomian, yang berarti pula
pengurangan beban administratif dan finansiil;
5. Meningkatkan pendapatan negara dan devisa;
6. Meningkatkan investasi swasta, baik domestik maupun asing dan
penggunaan teknologi baru;
7. Rasionalisasi atau restrukturisasi dari sektor ekonomi tertentu;
8. Pemerataan distribusi pendapatan;
9. Peningkatan kesempatan kerja, melalui peningkatan investasi dan
pertumbuhan;
10.Penciptaan suatu kelas manager yang akan tangguh dan berinisiatif.
Secara garis besar tujuan Privatisasi BUMN dititikberatkan pada beberapa
hal, yang pertama adalah economic efficiency, dan yang kedua adalah political
33
efficiency.Dengan demikian, maka hanya yang memahami tujuan dari Privatisasi
BUMN tersebut adalah pemerintah dan perusahaan bersangkutan.
C. Prosedur BUMN Go Public
Metode Privatisasi yang digunakan antara satu negara dengan negara
lainnya berbeda satu sama lain tergantung dari tujuan pemerintah, keadaan
BUMN itu sendiri, dan kegiatan sektor usahanya. Bagi negara yang menghendaki
penyebaran kepemilikan BUMN kepada masyarakat luas dan juga memiliki bursa
efek, maka metode penawaran umum (IPO) tentu dapat dilakukan.Tetapi bagi
negara yang belum memiliki pasar modal (bursa efek), sudah pasti tidak dapat
melakukan privatisasi dengan metode tersebut.Oleh karena itu tidak ada metode
privatisasi yang berlaku universal di semua negara. Beberapa metode atau model
privatisasi yang dapat dilakukan dalam suatu negara, adalah:34
1. Penawaran saham BUMN kepada publik (public offering of shares),
penawaran ini dapat dilakukan secara parsial (sebagian) maupun seluruh
sahamnya atas BUMN yang diasumsikan akan tetap beroperasi (going
concern) dan menjadi perusahaan publik. Seandainya pemerintah hanya
menjual sebagian daripada sahamnya, maka BUMN berubah menjadi
perusahaan patungan pemerintah dan swasta. Pendekatan macam ini
dilakukan pemerintah agar masih dapat mengawasi management BUMN
patungan tersebut sebelum kelak diserahkan sepenuhnya oleh swasta.
34
Contoh penggunaan metode public offering of shares adalah Jaguar,
Malaysia Airlines, Singapore Airlines, dan Japan Airlines;
2. Penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu (private sale of
shares/private placement), dalam transaksi ini pemerintah menjual seluruh
atau sebagian saham kepemilikannya di BUMN kepada pembeli tanggal
yang telah diidentifikasi atau kepada pembeli dalam bentuk kelompok atau
grup tertentu. Dalam hal ini perusahaan juga diasumsikan sebagai going
concern dalam bentuk perseroan terbatas. Transaksi dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk, umpanya berupa akuisisi langsung oleh perusahaan lain
atau ditawarkan kepada kelompok tertentu. Privatisasi dapat dilakukan
secara penuh atau parsial dengan kepemilikan campuran. Private placement
dapat dilakukan sebelum atau serentak dengan public offering. Contoh
penggunaan metode private sale of shares/private placement adalah Electric
Power Company, Bank of New Zealand, Hotel Ulysee;
3. Penjualan Aktiva BUMN kepada Swasta (Sale of Government or State-
Owned Enterprise Assets), pada dasarnya transaksi adalah penjualan aktiva,
bukan penjualan saham perusahaan dalam keadaan tetap beroperasi atau
berjalan. Pemerintah mungkin menjual aktiva langsung maupun aktiva
utamanya. Apabila tujuannya adalah memisahkan aktiva untuk kegiatan
tertentu, maka penjualan aktiva terpisah mungkin hanya alat untuk menjual
perusahaan secara keseluruhan. Jadi aktiva dapat dijual tersendiri atau dijual
secara bersama-sama sebagai sebuah perusahaan baru. Contoh penggunaan
Fabric, Panofor, Jamaica Broadcasting, dan Banco de Colombia;
4. Reorganisasi BUMN menjadi beberapa Unit Usaha (Reorganization or
Break-up into Component Parts), pada metode ini, BUMN direorganisasi
dan dipecah-pecah atas beberapa unit usaha atau dijadikan holding company
dengan beberapa anak cabang perusahaan. Contoh penggunaan metode
Reorganization or Break-up into Component Parts adalah Sonidep, Port
Kelang, Sugar Corporation, Matra, SRI.
5. Penambahan Investasi baru dari sektor swasta ke dalam BUMN (New
Private Investment in an State-Owned Enterprise), pemerintah dapat
menambah modal pada BUMN untuk keperluan rehabilitasi atau ekspansi
dengan memberi kesempatan kepada sektor swasta untuk menambah modal.
Dalam metode ini pemerintah sama sekali tidak melepas kepemilikannya,
tetapi dengan tambahan modal swasta, maka kepemilikan pemerintah
mengalami dilusi. Ini juga akan menghasilkan perusahaan patungan swasta
pemerintah. Apabila BUMN tidak seluruhnya dimiliki oleh pemerintah,
tetapi sebagai pemilik mayoritas, jelas bahwa tambahan modal dari sektor
swasta akan menyebabkan pengikisan (dilusi) kepemilikan pemerintah di
dalam BUMN yang kemudian menyebabkan BUMN tersebut menjadi
swasta. Contoh penggunaan metode New Private Investment in an
State-Owned Enterprise adalah Senegambia Hotel, Luffhansa, Zambia Breweries,
Compangie Generale d’electricite;
6. Pembelian BUMN oleh Manajemen atau Karyawan (Management/Employee
pengembilalihan (akuisisi) pengendalian atau kekuasaan perusahaan oleh
sekelompok manajer. Atau kadangkala pengambilalihan kekuasaan
dilakukan oleh karyawan atau para pegawai perusahaan. Pengambilalihan
mungkin dilakukan dengan leveraged management atau employee buyout,
artinya manajemen atau karyawan dapat mengajukan kredit kepada bank
dengan jaminan aktiva perusahaan, dan dengan kredit tersebut kekuasaan
perusahaan yang diambil alih. Dalam hal pembelian BUMN oleh manager
atau pegawainya, biasanya terlebih dahulu dibentuk holding company yang
sahamnya kebanyakan dimiliki oleh manajemen dan karyawan. Kemudian
holding company akan mengakuisisi BUMN yang akan diswastakan, dengan
dana modal sendiri (equity funds), dan dalam hal leverage buyout dilakukan
dengan dana pinjaman. Contoh penggunaan metode Management/Employee
Buyout adalah Icelandair, NUI/IRI, Unipart;
7. Kontrak Sewa dan Kontrak Manajemen (Lease and Management Contract),
BUMN mengadakan perjanjian atau kontrak manajemen, teknologi, dan
tenaga terampil dengan pihak swasta untuk menangani aktiva milik BUMN
sampai periode tertentu. Dalam metode ini tidak terdapat pengalihan
kepemilikan dan tidak ada pelepasan kepemilikan aktiva pemerintah.
Meskipun terkadang ditemukan sesuatu yang dianggap sebagai langkah
awal dari penswastaan penuh, kontrak manajemen dan sewa-menyewa
teknologi dan tenaga terampil sektor swasta, sifatnya hanya sebagai
kebijaksanaan sementara. Setelah itu, pemerintah dapat memutuskan apakah
yang menarik karena telah sehat dan mempunyai kemampuan untuk
mendatangkan laba yang cukup. Tentunya dengan harga yang lebih baik,
daripada dijual begitu saja sewaktu kondisinya merugi. Contoh penggunaan
metode Lease and Management Contract adalah Air Pacific, Cataract Hotel,
National Park Facilities, National Milk Board, Japan National Railways, dan
Pali Sades.
Berdasarkan ketujuh metode tersebut, Privatisasi yang dilakukan di
Indonesia cenderung menggunakan metode atau model Privatisasi dengan cara
penawaran saham BUMN kepada umum (public offering of shares). Hal ini
disebabkan pemerintah hendak memajukan pula pasar modal di Indonesia.Dalam
hal ini, modal yang dimiliki oleh BUMN dapat bertambah dengan tingginya
sirkulasi penawaran dan permintaan saham atas perusahaan.35
Selain itu, penawaran saham publik juga tidak dapat menyebabkan
hilangnya kepemilikan aset negara yang seperti diketahui bahwa BUMN
merupakan milik negara dan berfungsi untuk memberikan pelayanan publik.
Dengan kata lain, adanya pengendalian dan kepemilikan saham mayoritas dari Dengan begitu tentu
perusahaan BUMN tersebut akan dapat memperoleh tambahan modal usaha.
Selain itu, dengan adanya penawaran umum saham perusahaan kepada publik
tentu tidak akan menyebabkan hilangnya pengendalian perusahaan BUMN oleh
Pemerintah, dengan begitu sekali pun pihak swasta atau pun asing memiliki
saham atas perusahaan akan tetapi mereka tidak dapat mengendalikan perusahaan
disebabkan pemerintah masih memiliki kekuasaan atas BUMN.
35
Pemerintah dapat membuat BUMN masih berfungsi untuk memberikan pelayanan
bagi publik atau tidak menjadi perusahaan yang mencari laba layaknya
perusahaan konvensional.
Di samping itu, privatisasi BUMN melalui mekanisme IPO dinilai lebih
efektif karena akan berdampak positif terhadap perkembangan sektor riil dan
keuangan. Privatisasi melalui penawaran umum perdana (IPO/Initial Public
Offering) juga sangat penting untuk memperluas basis pemodal, baik domestik
maupun asing, secara lebih luas.Pasal 70 ayat 1 UUPM menyatakan; “Yang dapat
melakukan penawaran umum hanyalah emiten yang telah menyampaikan
pernyataan pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek
kepada masyarakat dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif”. Yang
dibebankan kewajiban membuat pernyataan pendaftaran kepada Bapepam, tetapi
setelah dilahirkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 (selanjutnya disebut
UU OJK), peran pengawas Bapepam digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan
(selanjutnya disebut OJK) tidak hanya emiten, tetapi juga perusahaan publik yang
bukan emiten. Jadi setiap perusahaan terbuka harus melaksanakan kewajiban
tersebut. Pernyataan pendaftaran diajukan kepada Bapepam dan menjadi efektif
pada hari ke 45 (empat puluh lima) sejak diterimanya oleh Bapepam pernyataan
pendaftaran tersebut secara lengkap atau pada tanggal yang lebih awal jika telah
dinyatakan efektif oleh Bapepam kecuali Bapepam meminta perubahan atau
tambahan atas pernyataan pendaftaran dalam waktu 45 hari tersebut. Dalam hal
ini pernyataan pendaftaran telah disampaikan kembali pada saat Bapepam