• Tidak ada hasil yang ditemukan

Magister Agronomi Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2) Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Magister Agronomi Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2) Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KLORIN DAN PELAPIS BUAH PADA TINGKAT KEMASAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERKEMBANGAN STADIUM DAN

MEMPERTAHANKAN MUTU BUAH NANAS (Ananas comosus) KULTIVAR MD2

Reny Mita Sari1), Soesiladi E. Widodo2) dan Suskandini Ratih2)

1)Magister Agronomi Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2)Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Surel: renymita@gmail.com

ABSTRACT

Pineapple ‘MD2’ is one commodity of PT Nusantara Tropical Farm that is exported so its need postharvest treatment in order to keep its good edible quality until its arrive to the destination countries. The substance that applied to maintain fruit quality and shelf-life of pineapple ‘MD2’was chlorine (100 and 200 ppm) and coating (chitosan and KD-112) on three maturity level of pineapple (Green, 10 – 15 and 25%). This research was aimmed to know the effect of chlorination and coating on that three stadiums to maturity level after storage and fruit quality of pineapple ‘MD2’. The results showed that chlorination increased ‘MD2’ pineapple weight loss and the exixtance of mealy bug on 21 days after storage. Chlorine did not give significant effect on °Brix content, titrable acidity and the existance of mold on the fruits. Fruit coating significantly prevented fruits weight loss until 14 days after storage but did not affected on °Brix. KD 112 was a better fruits coating application in keeping fruits maturity and in preventing fruits from translucent up to 21 days storage. Fruits in Chitosan application showed higher titrable acidity content on 14 days storage.

Keywords: chlorine, coating, maturity, pineapple, quality. ABSTRAK

Nanas MD2 merupakan salah satu komoditas PT. Nusantara Tropical Farm yang di eksport ke luar negeri sehingga membutuhkan perlakuan pascapanen yang baik untuk menjaga kualitas buah tetap baik hingga sampai ke konsumen. Perlakuan yang diberikan untuk menjaga kualitas dan masa simpan nanas MD2 adalah klorinasi (100 dan 200 ppm) dan pelapis buah (kitosan dan KD-112) pada tiga tingkat kemasakan nanas (KI [kacang hijau], 10 – 15% dan 25%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh klorinasi dan pelapisan buah pada tiga tingkat kemasakan buah terhadap tingkat kemasakan buah setelah di penyimpanan dan kualitas buah. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan klorinasi meningkatkan susut bobot buah dan keterjadian mealy bug pada 21 hari simpan (HS). Perlakuan klorinasi tidak memengaruhi kandungan °Brix, asam bebas dan keparahan mold pada buah. Aplikasi pelapis buah secara signifikan mampu menghambat susut bobot buah hingga 14 HS. Aplikasi pelapis buah tidak berpengaruh terhadap °Brix buah. Pelapis KD-112 lebih baik dalam mempertahankan kemasakan buah dan menghambat translusy pada 21 HS.

(2)

signifikan pada 21 HS. Buah yang diaplikasi kitosan juga menunjukkan kandungan asam bebas yang lebih tinggi pada 14 HS.

Kata kunci: klorin, pelapis, nanas, kemasakan, kualitas.

PENDAHULUAN

Nanas (Ananas comosus) jenis MD2 merupakan salah satu komoditas andalan di PT. Nusantara Tropical Farm (PT. NTF) yang dikembangkan untuk tujuan ekspor yang memiliki keunggulan rasanya yang manis dan tidak menyebabkan gatal di lidah ketika dikonsumsi. Namun untuk tujuan penjualan, terlebih lagi untuk ekspor diperlukan syarat perlakuan agar ketika buah nanas sampai ke konsumen masih segar, bersih, dan sehat.

Pada penelitian ini digunakan tiga tingkat kemasakan awal buah (KI [kacang hijau], 10 – 15, dan 25%) untuk mengetahui bagaimana kondisi tingkat kemasakan buah tersebut setelah buah sampai di negara tujuan dengan estimasi waktu pengiriman 14 dan 21 hari pengiriman. Menurut Hasbi et al. (2005), tingkat kemasakan buah ketika dipanen akan mempengaruhi mutu buah. Buah yang dipanen terlalu cepat akan memiliki mutu buah yang tidak baik dan buah yang dipanen terlalu lama akan meningkatkan laju kerusakan pada buah.

Untuk menjaga mutu buah nanas, termasuk membersihkan mealybug dan mold patogen tersebut, perlu penambahan klorin pada air pencucian buah. Klorin merupakan zat desinfektan yang biasa digunakan dalam proses panen maupun pascapanen. Desinfeksi merupakan perlakuan pada air saat pencucian buah untuk membunuh patogen, bakteri, fungi, virus, dan mikroorganisme lainnya (Pardede, 2009). Saat ini PT NTF menggunakan klorinasi dengan konsentrasi klorin 2 ml/l atau ±100 ppm, namun buah masih ditumbuhi mold dan masih terdapat mealy bug.

(3)

PT NTF belum menemukan jenis pelapis buah yang tidak hanya efektif untuk memperlama masa simpan, namun juga mampu mengatasi serangan mold pada buah yang dapat mempengaruhi penampilan buah dan diduga sebagai indikasi terjadinya penyakit busuk pada buah selama proses pengiriman. Jenis pelapis yang biasa digunakan oleh PT NTF adalah pelapis KD-112 yang merupakan jenis pelapis organik yang terbuat dari campuran gula ester. Namun KD-112 hanya berfungsi sebagai pelapis buah saja. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga akan digunakan jenis pelapis berupa kitosan, yang berfungsi ganda selain sebagai pelapis buah, juga berperan sebagai fungisida. Pada beberapa tahun terakhir, kitosan adalah satu bahan alami yang dapat digunakan untuk pelapis buah (Trisnawati et al., 2013; Trung et al. 2011; Abbasi et al., 2009; Pamekas, 2007). Menurut Trisnawati (2013), kitosan mampu menginduksi enzim

chitinase pada jaringan tanaman yang dapat mendegradasi kitin yang merupakan

penyusun utama dinding sel fungi sehingga kitosan juga bermanfaat sebagai fungisida. Dengan penggunaan kitosan diharapkan dapat melindungi buah dari infeksi patogen pascapanen.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pencelupan klorin dan pelapisan buah (pelapis KD-112 dan kitosan) pada tingkat kemasakan yang berbeda terhadap mutu dan daya simpan nanas kultivar MD2.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen PT Nusantara Tropical Farm, Labuhan Ratu, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Pascapanen, Program Studi Agroteknologi, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari –

(4)

Maret 2015. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah nanas MD2 yang di peroleh dari PT. Nusantara Tropical Farm (PT. NTF) di Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur. Bahan-bahan lainnya adalah kitosan dan pelapis KD-112 (produksi Kao), larutan klorin (Bayclin 5,25%), dan aquades. Alat – alat yang digunakan antara lain refractometer, biuret, cold storage suhu 8 °C, gelas ukur, lemari es, dan blender.

Percobaan ini disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 3 x 3 x 3 dengan menggunakan tingkat kemasakan awal buah (KI [Kacang Hijau], 10–15 % dan 25 %) (Gambar 1), aplikasi klorin (0, 100, dan 200 ppm), dan coating (tanpa coating, kitosan 2.5%, dan KD-112 7%). Masing–masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan masing–masing ulangan terdiri atas dua sampel buah (untuk diamati pada saat 14 HS [hari simpan] dan 21 HS). Total buah yang digunakan sebanyak 270 buah. Seluruh data dianalsis dengan ANOVA. Analisis data dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% (SAS System for Window V6.12).

Perlakuan diaplikasikan dengan sebelumnya dilakukan pemilihan tiga tingkat kemasakan buah (KI, 10 – 15 dan 25%) di packing house. Buah kemudian dicuci dengan menggunakan air (kontrol), air dengan penambahan 100 dan 200 ppm klorin, kemudian dicelupkan ke dalam larutan kitosan atau KD-112. Seluruh perlakuan kemudian dikering-anginkan lalu disimpan dalam cold storage suhu 8 °C. Pengamatan dilakukan setiap 14 dan 21 HS terhadap peubah susut bobot, tingkat kemasakan buah, °Brix, asam bebas, translusy, mold dan mealy bug. Pengamatan tingkat kemasakan buah dilakukan dengan mengamati secara visual tingkat kemasakan buah dengan menggunakan kriteria tingkat kemasakan yang ada di PT NTF (Gambar 1). Pengamatan °Brix buah dilakukan dengan menggunakan refractometer. Pengamatan terhadap asam bebas dilakukan dengan cara titrasi. Pengamatan translusy dilakukan dengan

(5)

pengamatan visual dengan tingkatan kriteria : (1) ringan (0–30%) (2) sedang (31–60%) (3) berat ( > 60%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan menunjukkan pada 21 HS buah dengan tingkat kemasakan awal 25% mengalami susut bobot yang paling rendah. Dalam ini, pengiriman buah ke negara tujuan yang memerlukan waktu 14 hari tidak ada masalah, namun untuk pengiriman buah yang memerlukan waktu 21 hari lebih baik menggunakan buah dengan tingkat kemasakan awal 25%. Menurut Jan (2012), tingkat kemasakan saat buah dipanen sangat memengaruhi susut bobot pada buah setelah dipanen. Pada umumnya, susut bobot pada buah yang dipanen dengan tingkat kemasakan lebih awal menunjukkan susut bobot yang lebih tinggi daripada buah yang dipanen pada pertengahan stage atau pada stage yang lebih lanjut. Susut bobot pada buah dipengaruhi oleh tingkat kelembaban buah yang diatur oleh lapisan lilin alami pada buah yang meningkat sejalan dengan tingkat kemasakan buah. Lapisan lilin pada buah yang dipanen pada stage yang lebih awal belum terlalu sempurna sehingga mengalami susut bobot yang lebih tinggi.

Penggunaan klorin justru meningkatkan susut bobot pada buah pada 14 maupun 21 HS, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Khaleghi, et al. (2014), yang menunjukkan bahwa buah tomat dengan tanpa perendaman larutan klorin mengalami susut bobot yang paling rendah. Menurut Wang, et al. (2013), klorin merupakan pengoksidasi yang kuat dan merupakan bahan sanitasi yang memiliki efektivitas biosida yang luas dan efisien pada konsentrasi rendah. Diduga karena klorin merupakan

(6)

pengoksidasi yang kuat, sehingga mengakibatkan sel–sel buah teroksidasi dan mengalami susut bobot yang signifikan.

Menurut Sammi & Masud (2007), respirasi yang tinggi pada buah akan meningkatkan transpirasi pada buah yang mengakibatkan meningkatnya susut bobot pada buah. Pada 14 HS, penggunaan pelapis buah baik kitosan maupun KD-112 menunjukkan susut bobot yang signifikan lebih rendah dibandingkan dengan buah tanpa perlakuan pelapisan buah. Menurut Sohail, et al. (2014), penggunaan pelapis buah mengurangi terjadinya transpirasi dan repirasi pada buah sehingga dapat mengontrol susut bobot buah.

Menurut Du et al. (1997), penggunaan pelapis buah mampu menghambat kemasakan buah karena produksi etilen pada buah dihambat. Dari data menunjukkan penggunaan pelapis KD-112 secara nyata mampu menghambat kemasakan buah dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan kitosan setelah penyimpanan 14 HS maupun 21 HS.

Menurut Jan, et al. (2012), pada buah yang dipanen lebih awal memiliki kandungan °Brix yang paling rendah, buah yang dipanen dipertengahan memiliki kandungan °Brix yang lebih tinggi dan buah yang dipanen di akhir menunjukkan kandungan °Brix yang paling tinggi. Pada 14 HS buah dengan tingkat kemasakan awal 10–15 dan 25% signifikan menunjukkan kandungan °Brix yang lebih tinggi dibanding buah dengan tingkat kemasakan awal KI. Padatan terlarut pada buah akan meningkat seiring dengan meningkatnya kemasakan buah (Parker dan Maalekuu, 2013) dan lamanya penyimpanan, namun setelah mencapai kemasakan normal, akan terjadi penurunan kadar padatan terlarut buah (Purwoko, 1999).

(7)

Kombinasi perlakuan klorin 200 ppm dengan pelapis KD-112 pada buah dengan tingkat kemasakan awal 10 – 15% menunjukkan kandungan °Brix yang paling tinggi. Buah dengan tingkat kemasakan awal 25% dengan aplikasi klorin 100 ppm dengan tanpa perlakuan pelapis buah juga menunjukkan kandungan °Brix yang tinggi. Diduga aplikasi klorin mempercepat kemasakan buah. Menurut Khalegi (2014), penggunaan klorin mempercepat pemasakan pada buah tomat.

Pada 14 HS menunjukkan pada buah yang diaplikasikan pelapis kitosan secara nyata memiliki kandungan asam yang lebih tinggi daripada kontrol dan pelapis KD-112. Menurut Banos et al., (2006) pada beberapa buah seperti strawberi, tomat dan peach yang diaplikasikan kitosan menunjukkan kandungan asam yang lebih tinggi pada akhir penyimpanan. Hal ini berkaitan dengan kultivar dan sumber kitosan.

Translusy terjadi karena adanya akumulasi gula dan aktifitas enzim metabolisme gula pada buah. Tingginya aktifitas enzim ini meningkatkan konsentrasi zat terlarut, menurunkan potensial osmotik pada apoplas sehingga meningkatkan perpindahan air ke apoplas, hal ini dapat menurunkan porositas dan menyebabkan translusy. Aktifitas enzim ini meningkat 4 minggu sebelum panen, oleh karena itu translusy paling banyak terjadi pada buah yang dipanen pada stadium akhir (Chen & Paull, 2000).

Dari hasil pengamatan pada 14 HS menunjukkan perlakuan klorin maupun pelapis tidak memengaruhi keterjadian mealy bug. Menurut Beardsley et al. (1982),

mealy bug merupakan hama utama pada perkebunan nanas. Diduga keterjadian mealy bug setelah di penyimpanan tidak mampu di atasi dengan perlakuan klorin dan pelapis

ketika di packing house. Cara untuk mengendalikan hama ini yaitu dengan memutus siklus hidupnya dengan cara membersihkan lahan nanas dari tanaman-tanaman yang

(8)

terserang kutu putih, melalukan pergiliran tanaman yang buakan merupakan tanaman inangnya, dan menggunakan bibit yang bebas dari kutu putih (Mamahit, et al., 2008).

Pada pengamatan 21 HS, mealy bug secara signifikan lebih banyak pada buah dengan tingkat kemasakan 25%. Menurut Wall & Biles (1993), fungi Alternaria

alternata meningkat seiring dengan meningkatnya kemasakan pada buah paprika.

Aplikasi klorin 200 ppm juga menunjukkan terjadinya mealy bug yang paling tinggi, begitu pula pada aplikasi pelapis kitosan. Hal ini terjadi diduga karena klorin dan kitosan mempercepat kemasakan buah sehingga mengakibatkan keterjadian mealy bug yang lebih banyak.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa aplikasi klorin meningkatkan susut bobot buah nanas MD2 dan meningkatkan keterjadian mealy bug pada 21 HS. Aplikasi klorin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan °Brix, asam bebas dan terjadinya mold pada buah. Aplikasi pelapis buah secara signifikan mampu menghambat susut bobot buah hingga 14 HS. Aplikasi pelapis buah tidak berpengaruh terhadap °Brix buah. Pelapis KD-112 lebih baik dalam mempertahankan kemasakan buah dan menghambat translusy pada 21 HS. Pelapisan buah nanas dengan kitosan menunjukkan keterjadian mealy bug yang signifikan pada 21 HS. Buah yang diaplikasi kitosan juga menunjukkan kandungan asam bebas yang lebih tinggi pada 14 HS.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT Nusantara Tropical Farmt atas izin melakukan penelitian dan bantuan pengadaan sampel buah nanas ‘MD2’ dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi NA, Iqbal Z, Maqbool M, & Hafiz IA. 2009. Postharvest quality of mango (Mangifera indica L.) fruit as affected by chitosan coating. Pakistan Journal of

Botany. 41(1): 343–357.

Banos SB, Lazuardo ANH, Valle MGV, Lopez MH, Barka EA, Molina EB, & Wilson CL. 2006. Chitosan as a potential natural compound to control pre and postharvest diseases of horticultural commodities. Crop Protection. 25:108–118. Beardsley JrJW, Su TH, McEwen FL, & Gerling D. 1982. Field investigations on the interrelationships of the big-headed ant, the gray mealybug, and pineapple wilt disease in Hawaii. Proceedings of the Hawaiian Entomological Society. 24(1):51–67.

Chen CC & Paull RE. 2000. Sugar metabolism and pineapple flesh translucency.

Journal of the American Society for Horticultural Science. 125(5): 558–562.

Du J, Gemma H, & Iwahori S. 1997. Effect of chitosan coating on the storage of peach, japanese pear, and kiwifruit. Japanese Society for Horticultural Science. 66(1):15–22.

Hasbi, Saputra D., & Juniar. 2005. Masa simpan buah manggis (Garcinia mangostana L.) pada berbagai tingkat kematangan, suhu dan jenis kemasan. Jurnal Teknologi

dan Industri Pangan. 16(3): 199–205.

Jan I, Rab A, & Sajid M. 2012. Storage performance of apple cultivars harvested at different stages of maturity. Journal of Animal & Plant Sciences. 22(2):438–447. Khaleghi SS, Ansari NA, Rahemi M, & Peidayesh M. 2014. Effect of hot water treatment and surface disinfection with nacl on storage life and reducing decay of tomato fruit. International Journal of Farming and Allied Sciences. 2(2):155– 160.

Mamahit JME, Manuwoto S, Hidayat P, & Sobir. 2008. Biologi kutu putih Dysmicoccus

brevipes Cockerell (Hemiptera : Pseudococcidae) pada tanaman nenas dan

(10)

Pamekas T. 2007. Potensi ekstrak cangkang kepiting untuk mengendalikan penyakit pascapanen antraknosa pada buah cabai merah. Jurnal Akta Agrosia. 10(1):72– 75.

Pardede E. 2009. Buah dan sayur olahan secara minimalis. Visi. 17(3): 245–254.

Parker RBK & Maalekuu. 2013. The effect of harvesting stage on fruit quality and shelf-life of four tomato cultivars (Lycopersicon esculentum Mill). Agricultural

Biology Journal of North American. 4(3): 252–259.

Purwoko BS & Suryana K. 2000. Efek suhu simpan dan pelapis terhadap perubahan kualitas buah pisang cavendish. Buletin Agronomi. 28(3): 77–84.

Sammi S & Masud T. 2007. Effect of different packaging systems on storage life and quality of tomato (Lycopersicon esculentum var. Rio Grande) during different ripening stages. Internet Journal of Food Safety. 9: 37–44.

Sohail M, Afridi SR, Khan RU, Ullah F, & Mehreen B. 2014. Combined effect of edible coating and packaging materials on post harvest storage life of plum fruits.

ARPN Journal of Agricultural and Biological Science. 9(4): 134–138.

Trisnawati E, Andesti D, & Saleh A. 2013. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang kepiting sebagai bahan pengawet buah duku dengan variasi lama pengawetan. J.

Teknik Kimia. 2(19): 17–26.

Trung TS, Phuong NTH, & Stevens WFS. 2011. Protective effect of chitosan coating and polyethylene film wrapping on postharvest storage of sugar-apples.

Association Journal of Food Agriculture Indusrial. 4(2): 81–90.

Wall MM & Biles CL. 1993. Alternaria fruit rot of ripening chile peppers.

Phytopathology. 83: 324–328.

Wang Z, Narciso J, Biotteau A, Plotto A, & Bai J. 2013. Plant Physiological Response of Strawberry Fruit to Chlorine Dioxide Gas Treatment during Postharvest Storage. Proceedings of the Florida State Horticultural Society. 126: 192–195.

(11)
(12)

Tabel 1. Pengaruh tingkat kemasakan, klorin dan jenis pelapis terhadap susut bobot, peningkatan stadium, Brix, asam bebas buah nanas MD2 pada 14 HS Perlakuan Susut Bobot (%) Tingkat Kemasakan (%)

°Brix Asam Bebas

(g/100g)

Translusy Mold (%) Mealy Bug (%)

14 HS 21 HS 14 HS 21 HS 14 HS 21 HS 14 HS 21 HS 14 HS 21 HS 14 HS 21 HS 14 HS 21 HS

Tingkat Kemasakan (A)

KI (Kacang Hijau) (S0) 8.47 b 15.74 c 19.82 b 15.95 b 0.1 b 0.37 c 16.05 b 32.92 a 4.94 b 10-15% (S1) # 10.37 a 24.82 b 25.74 b 16.43 a # 0.78 a 0.89 b 18.11 b 30.04 b # 2.47 b 25% (S2) 6.98 c 37.04 a 40.74 a 16.54 a 1.00 a 2.07 a 21.40 a 32.51 a 19.75 a BNT (5%) 1.27 5.6 6.15 0.43 0.33 0.38 3.16 1.91 7.29 Klorin (K) Tanpa (K0) 3.91 b 7.42 b 3.70 b Klorin 100 ppm (K1) 6.22 a 9.67 a # 9.88 ab Klorin 200 ppm (K2) 5.75 a 8.73 a 13.58 a BNT (5%) 1.43 1.27 7.29 Jenis Pelapis (W) Tanpa pelapis (W0) 6.47 a 26.48 ab 29.82 ab 0.74 b 0.56 b 1.37 a 3.70 b Kitosan (W1) 4.94 b # 29.04 a 32.04 a # 0.86 a 0.44 b 1.07 ab # 19.75 a KD-112 (W2) 4.47 b 22.04 b 24.44 b 0.74 b 0.89 a 0.89 b 3.70 b BNT (5%) 1.43 5.6 6.15 0.13 0.33 0.38 7.29 Tingkat Kemasakan*Klorin S0K0 4.87 bc 0.33 b 16.05 cde 7.41 b S0K1 6.83 ab 0.11 b 17.28 b-e 3.70 b S0K2 4.78 bc 0.67 b 14.81 de 3.70 b S1K0 4.28 bc # 1.67 a 22.22 abc 0.00 b S1K1 5.46 ab 0.56 b 19.75 a-d # 7.41 b S1K2 8.08 a 0.44 b 12.34 e 0.00 b S2K0 2.59 c 2.00 a 16.05 cde 3.70 b

(13)

S2K2

BNT (5%) 2.67 0.70 6.46 19.84

Tingkat Kemasakan*Jenis Pelapis

S0W0 0.33 bc 3.70 b S0W1 0.00 c 7.41 b S0W2 # 0.00 c # 3.70 b S1W0 0.78 abc 0.00 b S1W1 0.44 bc 3.70 b S1W2 1.11 ab 3.70 b S2W0 0.56 bc 7.41 b S2W1 0.89 ab 48.15 a S2W2 1.56 a 3.70 b BNT (5%) 0.83 18.00 Klorin*Jenis Pelapis K0W0 5.73 c 0.68 c 14.81 bc 33.33 a 7.41 b K0W1 7.88 bc 1.02 a 18.52 bc 32.09 a 3.70 b K0W2 8.65 abc 0.76 bc 20.99 ab 30.86 ab 0.00 b K1W0 11.36 a # 0.66 c 16.05 bc 30.86 ab 3.70 b K1W1 9.26 ab 0.75 bc 17.28 bc 33.33 a 18.52 ab K1W2 8.39 bc 0.75 bc 27.16 a 33.33 a 7.41 b K2W0 9.50 ab 0.89 ab 19.75 bc 33.33 a 0.00 b K2W1 9.48 ab 0.82 bc 18.52 bc 32.09 a 37.04 a K2W2 7.21 bc 0.71 bc 13.58 c 27.16 b 3.70 b BNT (5%) 2.95 0.20 6.59 3.72 19.84

Tingkat kemasakan*Klorin*Jenis Pelapis

S0K0W0 6.18 hij 25.00 cd 16.13 b-e 1.00 cd 11,11 c

S0K0W1 9.09 b-h 18.33 d 15.73 de 0.00 e 11,11 c

(14)

S0K1W0 21.67 d 15.60 e S0K1W1 7.21 e-j 21.67 d 15.80 cde 0.00 e 0.00 c S0K1W2 7.15 f-j 21.67 d 16.00 b-e 0.00 e 11.11 c S0K2W0 8.35 c-i 18.33 d 16.00 b-e 0.00 e 0.00 c S0K2W1 9.21 b-h 21.67 d 17.07 abc 0.00 e 11.11 c S0K2W2 7.68 d-j 15.00 d 15.73 de 0.00 e 0.00 c S1K0W0 11.00 a-e 15.00 d 15.33 e 0.00 e 0.00 c S1K0W1 6.84 g-j 50.00 ab 16.40 b-e 0.00 e 0.00 c S1K0W2 8.64 c-i 33.33 bcd 16.93 a-d 1.67 bc 0.00 c S1K1W0 10.46 a-g 21.67 d 17.07 abc 0.67 de 0.00 c S1K1W1 11.26 a-d 18.33 d 41.67 abc # 1.33 bcd # 11.11 c S1K1W2 13.50 a 25.00 cd 16.07 b-e 0.00 e 11.11 c S1K2W0 10.82 a-f 25.00 cd 15.80 cde 1.67 bc 11.11 c S1K2W1 11.96 abc 25.00 cd 15.73 de 0.00 e 0.00 c S1K2W2 8.86 c-i 18.33 d 17.93 a 1.67 bc 0.00 c S2K0W0 0.00 k 58.33 a 16.00 b-e 1.67 bc 11.11 c S2K0W1 7.72 e-j 33.33 bcd 16.33 b-e 1.33 bcd 0.00 c S2K0W2 8.74 c-i 33.33 bcd 16.40 b-e 0.00 e 0.00 c S2K1W0 10.86 a-f 41.67 abc 17.13 ab 0.00 e 11.11 c S2K1W1 9.29 b-h 41.67 abc 17.00 a-d 0.00 e 44.45 b S2K1W2 9.34 b-h 33.33 bcd 16.60 b-e 2.67 a 0.00 c

S2K2W0 7.28 e-j 41.67 abc 16.13 b-e 0.00 e 0.00 c

S2K2W1 5.08 ij 58.33 a 17.07 abc 1.33 bcd 100 a

S2K2W2 3.80 25.00 cd 16.20 b-e 2.00 ab 11.11 c

BNT (5%) 18.44 1.28 0.99 21.86

Gambar

Gambar 1. Kriteria tingkat kemasakan nanas di PT NTF.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perlakuan bleaching (pemucatan) pada tempat yang berbeda dengan jenis perendaman terhadap kualitas rumput laut dan mengetahui

Karena langkah yang akan ditempuh pemerintah terkait penurunan bunga kredit masih belum jelas, kami belum memfaktorkan hal tersebut pada valuasi kami, sehingga

Jasa pelatihan merupakan kewajiban pelaksanaan karena memberikan jasa yang memiliki sifat yang dapat dibedakan (distinct service) sebagai jasa tambahan

Walaupun banyak acara lainnya yang ikut serta memeriahkan hari kemardekaan tersebut diantaranya panjat pinang, pacu sampan, kompang dan lainnya namun Reog tetap menjadi

1168/ Menkes/ Per/X/1999 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas

Salah satu produk dari BBPP Batu adalah susu pasteurisasi dengan urutan proses pengolahan homogenisasi, pasteurisasi, pencampuran dengan bahan pembantu, pendinginan,

spesifik model algoritma K-Nearest Neighbor berbasis Forward Selection pada penyakit jantung yang akan diteliti dibanding teknik- teknik diagnosis lain yaitu Forward

Pada penelitian ini variabelnya masih mandiri yaitu Ende Tarombo Si Raja Lontung dan yang menjadi sampel adalah kedua penyaji yaitu Marsius Sitohang selaku pemain