• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KINERJA TARIK TRAKTOR TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL MINYAK SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KINERJA TARIK TRAKTOR TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL MINYAK SAWIT"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KINERJA TARIK TRAKTOR TANGAN

DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL

MINYAK SAWIT

LENNY MARIANA BERUTU

F14060183

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

SKRIPSI

(2)

TRACTIVE PERFORMANCE STUDY ON HAND TRACTOR

FUELED WITH BIODIESEL FROM PALM OIL

Lenny Mariana Berutu, Sri Endah Agustina, and Desrial

Departement of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor, West Java,

Indonesia.

e-mail: lennyberutu@yahoo.com

ABSTRACT

This study discusses the tractive performance of hand tractor (drawbar pull, drawbar power, and cultivated field capacity using mouldboard plough) fueled with biodiesel from palm oil and analysed the economics of biodiesel implementation as fuel. The tests were performed on Huanghai DF-12L. In this study, palm oil biodiesel are tested as diesel fuels in neat (B100) and blended forms with diesel fuels commercial (B20, B40, B60, B80); the performance of hand tractor using biodiesel in neat and blended forms compared with using diesel fuels commercial. In order to determine the traction performance characteristic, hand tractor operated at constant engine speed mode 2000 rpm (the full load condition of the engine). Hand tractor loaded by Yanmar YM330T (four wheel tractor) that operated at five levels engine speed mode that is 1200 – 2000 rpm with 200 rpm increments. The tractive tests were performed on grass track and concrete track, whereas cultivation performed in dry land. The results indicated that drawbar pull and drawbar power of hand tractor on grass track and concrete track were uniformed (especially on grass track); hand tractor fueled with B40 and B100 showed increase trend compared to diesel fuels commercial, whereas other fuels tested showed decreased trend. Otherwise the cultivated field capacity of hand tractor fueled biodiesel from palm oil closely followed those of fueled with diesel fuels commercial. Based on this study, the implementation of biodiesel from palm oil either neat or blended forms are suitable as alternative diesel fuel for hand tractor although more expensive compared to diesel fuels commercial.

(3)

LENNY MARIANA BERUTU. F14060183. Kajian Kinerja Tarik Traktor Tangan dengan Menggunakan Bahan Bakar Biodiesel Minyak Sawit. Di bawah bimbingan Sri Endah Agustina dan Desrial. 2010.

RINGKASAN

Konsumsi energi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Konsumsi energi di sektor pertanian tercatat sebesar 1.96 juta setara barel minyak (SBM) pada tahun 1995 dan pada tahun 2008 jumlahnya bertambah menjadi 2.96 juta SBM. Konsumsi BBM diperkirakan akan terus meningkat sementara sejak tahun 2006 Indonesia sudah menjadi negara net importer minyak bumi. Pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) sebagai energi terbarukan merupakan salah satu pilihan untuk membantu mengatasi besarnya tekanan kebutuhan BBM.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden No.5 tahun 2006 mengeluarkan kebijakan energi nasional antara lain memuat target pencapaian bauran energi hingga tahun 2025, dimana peran BBN diharapkan dapat mencapai 5% dari kebutuhan energi nasional. BBN dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: bioetanol, pure plant oil (PPO), dan biodiesel. Biodiesel merupakan bentuk ester dari minyak nabati; bahan baku dapat berasal dari kelapa sawit, jarak pagar, kedelai, kelapa, dan lain – lain. Dari berbagai jenis minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel, minyak kelapa sawit (CPO) berpotensi cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia karena Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia.

Biodiesel memiliki karakteristik yang hampir sama dengan petrodiesel sehingga umumnya dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel tanpa memodifikasi mesin. Berbagai eksperimen mengenai aplikasi biodiesel untuk bahan bakar mesin diesel menunjukkan bahwa kinerja mesin cenderung menurun dibandingkan menggunakan petrodiesel. Bertitik tolak dari alasan tersebut, kajian dan penelitian terhadap aplikasi biodiesel sebagai bahan bakar mesin pertanian penting untuk dilakukan. Dari kajian dan penelitian tersebut diharapkan akan diperoleh gambaran tentang tingkat kelayakan biodiesel sebagai bahan bakar mesin pertanian.

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah: 1) mengkaji kinerja tarik traktor tangan dengan bahan bakar biodiesel minyak sawit. Kinerja traktor tangan yang dikaji yakni kinerja tarik traktor tangan (drawbar pull dan drawbar power) dan kapasitas pengolahan tanah dengan menggunakan berbagai komposisi bahan bakar, yaitu B5 SPBU (selanjutnya disebut B5), campuran B5 dengan biodiesel minyak sawit (B20, B40, B60, dan B80), dan murni biodiesel minyak sawit (B100); dan 2) melakukan analisis keekonomian implementasi biodiesel minyak sawit sebagai bahan bakar traktor tangan berdasarkan hasil pengujian tersebut. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen TEP, Leuwikopo, IPB pada bulan Juni hingga Agustus 2010.

Traktor tangan yang diuji adalah Huanghai DF-12L (dengan mesin diesel 4-tak) dioperasikan pada gigi transmisi L2 pada 2000 rpm. Pengujian kinerja tarik dilakukan di lintasan berumput dan lintasan beton dengan memberikan pembebanan yang berasal dari traktor beban (Yanmar YM330T) menggunakan gigi transmisi L1 pada kisaran 1200 – 2000 rpm dengan menurunkan putaran mesin traktor beban dengan skala 200 rpm. Pengujian kinerja traktor dalam mengolah tanah dilakukan di lahan kering dengan menggunakan bajak singkal menggunakan pola pembajakan melingkar kontinu.

Hasil pengujian kinerja tarik traktor uji di lintasan rumput menggunakan B5 terukur drawbar pull pada kisaran 2.019 – 2.370 kN; dan drawbar power pada kisaran 0.390 – 0.761 kW. Dengan menggunakan B20, drawbar pull terukur pada kisaran 2.251 – 2.518 kN; dan drawbar power pada kisaran 0.482 – 0.715 kW. Dengan menggunakan B40, drawbar pull terukur pada kisaran 2.358 – 2.656 kN; dan drawbar power pada kisaran 0.491 – 0.756 kW. Dengan menggunakan B60, drawbar pull terukur pada kisaran 1.973 – 2.549 kN; dan drawbar power pada kisaran 0.597 – 0.757 kW. Dengan menggunakan B80, drawbar pull terukur pada kisaran 1.370 – 1.809 kN; dan drawbar power pada kisaran 0.294 – 0.558 kW. Dengan menggunakan B100, drawbar pull terukur pada kisaran 1.775 – 2.518 kN; sedangkan drawbar power pada kisaran 0.427 – 0.647 kW.

Di lintasan beton, traktor tangan yang menggunakan B5 terukur drawbar pull pada kisaran 2.717 – 2.949 kN; dan drawbar power pada kisaran 0.550 – 0.881 kW. Dengan menggunakan B20, drawbar pull terukur pada kisaran 2.461 – 2.854 kN; dan drawbar power pada kisaran 0.553 – 0.797

(4)

kW. Dengan menggunakan B40, drawbar pull terukur pada kisaran 2.469 – 2.953 kN; sedangkan drawbar power berada pada kisaran 0.584 – 0.881 kW. Dengan menggunakan B60, drawbar pull terukur pada kisaran 2.419 – 2.755 kN; sedangkan drawbar power berada pada kisaran 0.549 – 0.770 kW. Dengan menggunakan B80, drawbar pull terukur pada kisaran 2.301 – 2.747 kN; sedangkan drawbar power berada pada kisaran 0.475 – 0.910 kW. Dengan menggunakan B100, drawbar pull terukur pada kisaran 2.812 – 3.209 kN; sedangkan drawbar power berada pada kisaran 0.475 – 0.910.

Tren pengaruh penambahan kadar biodiesel minyak sawit dalam campuran bahan bakar mesin penggerak traktor tangan terhadap kinerja tarik baik di lintasan rumput maupun traktor cukup bervariasi. Ditijau dari nilai kalor bahan bakar, nilai kalor B5 4% lebih tinggi dibandingkan dengan B100 (43.21 MJ/kg untuk B5 dan 41.51 MJ/kg untuk B100). Oleh sebab itu bahan bakar seharusnya tidak dominan mempengaruhi kinerja traktor tangan. Dengan demikian keragaman tren tersebut disebabkan oleh kondisi lintasan uji (khususnya lintasan rumput) yang tidak memungkinkan untuk dikondisikan dalam keadaan seragam sehingga hasil pengujian kinerja tarik traktor tangan menunjukkan tren yang tidak seragam untuk masing masing bahan bakar yang diuji.

Koefisien traksi yang dihasilkan oleh traktor tangan tidak menunjukkan penurunan kinerja yang signifikan seiring dengan penambahan kadar biodiesel minyak sawit dalam campuran bahan bakar traktor tangan. Koefisien traksi traktor tangan pada lintasan rumput menggunakan bahan bakar B5; B20; B40; B60; B80, dan B100 adalah 0.670; 0.694; 0.748; 0.719; 0.507; dan 0.713. Sedangkan di lintasan beton koefisien traksi traktor tangan menggunakan B5; B20; B40; B60; B80, dan B100 adalah 0.831; 0.799; 0.832; 0.779; 0.772; dan 0.901.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa biodiesel minyak sawit layak dan cukup baik digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar berbasis petrodiesel tanpa harus merubah konstruksi dari mesin penggerak traktor tangan. Berdasarkan hasil pengujian yang diperoleh, komposisi bahan bakar yang lebih optimal untuk dijadikan sebagai bahan bakar traktor tangan adalah B40 dan B100, sebab koefisien traksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan B5 baik di lintasan rumput, maupun di lintasan beton.

Kinerja traktor tangan dalam mengolah tanah menggunakan bajak singkal tidak signifikan dipengaruhi oleh komposisi bahan bakar yang digunakan. Kapasitas lapang efektif (ha/jam) yang dihasilkan dengan menggunakan bahan bakar B5, B20, B40, B60, B80, dan B100 berturut-turut adalah 0.048, 0.043, 0.049, 0.048, 0.048, dan 0.044. Efisiensi lapang pengolahan tanah yang dicapai untuk berbagai komposisi bahan bakar lebih besar dari 90%.

Penggunaan biodiesel tetap menguntungkan meskipun nilai keekonomian dari segi biaya pokok yang harus dikeluarkan masih relatif lebih mahal dibandingkan petrodiesel bersubsidi (dalam hal ini B5 SPBU); sebab biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan dan memberikan efek lubrisitas yang lebih baik terhadap piston mesin diesel dibandingkan dengan petrodiesel. Biaya pokok traktor tangan Huanghai DF-12L untuk pengolahan tanah menggunakan bajak singkal dengan bahan bakar B5, B40, B20, B60, B80, dan B100 berturut-turut yaitu sebesar Rp 430,918/ha; Rp 505,093/ha; Rp 470,623/ha; Rp 506,561/ha ; Rp 533,960/ha; dan Rp 601,706/ha.

(5)

KAJIAN KINERJA TARIK TRAKTOR TANGAN

DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL

MINYAK SAWIT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

LENNY MARIANA BERUTU

F14060183

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(6)

Judul skripsi : Kajian Kinerja Tarik Traktor Tangan dengan Menggunakan

Bahan Bakar Biodiesel Minyak Sawit

Nama

: Lenny Mariana Berutu

Nrp

: F14060183

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II

Ir. Sri Endah Agustina, MS

Dr. Ir. Desrial, M.Eng.

NIP 19590801 198203 2 003

NIP 19661201 199103 1 004

Mengetahui:

Ketua Departemen

Dr. Ir. Desrial, M.Eng.

NIP 19661201 199103 1 004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Kajian Kinerja Tarik Traktor Tangan dengan Menggunakan Bahan Bakar Biodiesel Minyak Sawit” adalah hasil karya Saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2010 Yang membuat pernyataan

Lenny Mariana Berutu F14060183

(8)

BIODATA PENULIS

Lenny Mariana Berutu. Lahir di Padangsidempuan, 08 Januari 1988 dari Ayah Asten Berutu dan Ibu Lince Panjaitan, sebagai anak kelima dari enam bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA Negeri 3, Padangsidempuan dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2007 penulis memilih Mayor Teknik Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan, antara lain di UKM PMK – Komisi Kesenian, dan bersama tim kerja mengikuti lomba program kreativitas mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh Dikti. Selain itu penulis juga mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh mahasiswa. Penulis melaksanakan praktek lapangan di PT. Gula Putih Mataram dan menulis laporan ilmiah yang berjudul ”Pola Penggunaan Alat dan Mesin dan Kebutuhan Energi pada Proses Produksi Gula di PT. Gula Putih Mataram, Lampung”. Pada Tahun 2010, sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknologi pertanian penulis melakukan penelitian dan menulis laporan penelitian dengan judul ”Kajian Kinerja Tarik Traktor Tangan dengan Menggunakan Bahan Bakar Biodiesel Minyak Sawit”.

(9)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi yang berjudul ”Kajian Kinerja Tarik Traktor Tangan dengan Menggunakan Bahan Bakar Biodiesel Minyak Sawit”.

Pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua penulis (Bapak Asten Berutu & Ibu Lince Panjaitan) dan saudara terkasih (Ferry, Berlian, Thomson, Hendra, dan Claudia) atas dukungan dan kepercayaan kepada penulis dalam menyelesaikan studi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada:

1. Ibu Ir. Sri Endah Agustina, MS, selaku dosen pembimbing akademik yang sudah memberi dukungan dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis selama pendidikan, penelitian, dan penulisan skripsi.

2. Bapak Dr. Ir. Desrial, M.Eng., selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan, koreksi, dan saran selama penulis melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.

3. Bapak Dr.Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si, selaku dosen penguji atas koreksi dan saran dalam penulisan skripsi.

4. Departemen Teknik Pertanian dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) – LPPM, IPB atas bantuan berupa dana penelitian.

5. Balai Rekayasa Disain dan Sistem Teknologi (BRDST), BPPT, atas sumbangan biodiesel minyak sawit.

6. Teknisi Lab. TMBP (Pak Wana, Mas Juli, dan Pak Bandi) dan Pak Abas yang banyak membantu penulis selama penelitian.

7. Teknisi Lab. ELP (Mas Firman, Mas Darma, dan Pak Harto) yang sudah membantu penulis dalam pengujian nilai kalor bahan bakar.

8. Rekan TEP 43 (Abdul Manan, Tony, Suryo, Abednego, Hanief, Saldin, Atsenk, Romy, Doli, Nurwan, Indra, Risma, Irfan, Gonggo, Tono, Nova, Fina, Gina, Anicha, Angga, Rambey, Putra Prahana, Riva, Arsyad, Imam, Nana, Ilham Eko, Hari, Ozo, Ipunk, Lutfi, Aprileni, Habib, Budi, Rahmat, Zani, Daniel, Niko, Wahid, Hafid, Fanny, M. Dani, Kindi, Fatimah, Tini, Erri, dan Putra Pratama) yang telah membantu penulis dalam melaksanakan pengujian di lapangan. 9. Senior yang juga membantu penulis dalam melaksanakan penelitian (TEP 41 (Taopik dan

Anami), TEP 42 (Aris, Sarah, Cecep, Okta, Fandra, dan Adit).

10. Sahabat yang sudah membantu penulis dalam melaksanakan pengujian di lapangan (Evi Leonita dan Laura Surya (TIN 43), Arina (MAT 44), serta Ucok Sitorus (BDP 43)).

11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Saran perbaikan maupun kritik yang membangun dapat disampaikan ke alamat e-mail (lennyberutu@yahoo.com). Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pada pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Bogor, Desember 2010

(10)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……….. iii

DAFTAR ISI ……… iv

DAFTAR TABEL ……… vi

DAFTAR GAMBAR ……… vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 LATAR BELAKANG ……….. 1

1.2 TUJUAN ………... 3

II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 4

2.1 MOTOR BAKAR DIESEL ………. 4

2.2 BIODIESEL SAWIT ………...……. 6

2.3 TRAKTOR SEBAGAI SUMBER DAYA PENARIK ………. 10

2.3.1 Kinerja Tarik (Tractive Performance) ………... 10

2.3.2 Kapasitas dan Efisiensi Traktor di Lapangan ……… 11

2.4 HASIL EKSPERIMEN APLIKASI BIODIESEL SEBAGAI BAHAN BAKAR ………. 12

2.4.1 Daya Mesin Diesel ………. 12

2.4.2 Laju Konsumsi Bahan Bakar ………. 14

2.4.3 Emisi Biodiesel ………...………... 15

III METODE PENELITIAN ……….. 17

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ………. 17

3.2 PARAMETER YANG DIUKUR DALAM PENGUJIAN ………... 17

3.3 BAHAN DAN ALAT ………... 17

3.3.1 Bahan ………... 17

(11)

v

3.4 PROSEDUR PENELITIAN ………. 20

3.4.1 Persiapan Bahan dan Alat, Lintasan Uji, dan Lahan ………. 20

3.4.2 Pengukuran Pendahuluan Kecepatan Maju Traktor & Kalibrasi Load Cell ………... 22

3.4.3 Pengujian Kinerja TarikTaktor Tangan ………. 22

3.4.4 Perhitungan dan Analisis Data ………... 23

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 28

4.1 KONDISI LINTASAN UJI ………... 28

4.2 KINERJA TRAKTOR TANGAN ………... 29

4.2.1 Kinerja Tarik (Drawbar Power dan Drawbar Pull) ……….. 29

4.2.2 Kinerja Pengolahan Tanah ………... 33

4.3 TINJAUAN KEEKONOMIAN PENGGUNAAN BIODIESEL UNTUK TRAKTOR TANGAN HUANGHAI DF-12L ……..………... 35

V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 37

5.1 KESIMPULAN ………..………. 37

5.2 SARAN ……… 38

DAFTAR PUSTAKA ………... 39

(12)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Konsumsi energi komersial nasional menurut sektor (dalam setara

barel minyak (SBM)) ………..………. 1

Tabel 1.2 Konsumsi energi di sektor lain – lain periode 1995 – 2005 (dalam ribu SBM) ……… 1

Tabel 2.1 Keseimbangan energi pada motor bakar ……….……….. 5

Tabel 2.2 Beberapa jenis tumbuhan Indonesia penghasil minyak – lemak ………... 6

Tabel 2.3 Produksi kelapa sawit (CPO dan PKO) di Indonesia ……….... 6

Tabel 2.4 Produksi minyak kelapa sawit dunia tahun 2006 ……….. 6

Tabel 2.5 Perbandingan karakteristik biodiesel dari beberapa bahan baku …………... 7

Tabel 2.6 Standar mutu alkil ester di Indonesia ……… 7

Tabel 2.7 Kinerja mesin diesel dan traktor menggunakan beberapa komposisi bahan bakar ………... 6

Tabel 2.8 Perbandingan kinerja mesin diesel menggunakan variasi komposisi Biodiesel dibandingkan dengan petrodiesel ... 6

Tabel 2.9 Perbandingan brake specific fuel consumtion (Bsfc) pada mesin diesel menggunakan variasi bahan bakar ………... 6

Tabel 2.7 Kinerja mesin diesel dan traktor menggunakan beberapa komposisi bahan bakar ………... 6

Tabel 3.1 Karakteristik sifat bahan bakar yang diuji ……… 17

Tabel 3.2 Spesifikasi traktor uji dan traktor beban ………... 18

Tabel 4.1 Data kondisi tanah pada lintasan uji ………. 28

Tabel 4.2 Data kondisi tanah pada petak lahan yang diolah ……… 28

Tabel 4.3 Perbandingan kinerja tarik maksimum traktor tangan Huanghai DF-12L …….. 32

Tabel 4.4 Kinerja pengolahan tanah Huanghai DF-12L dengan berbagai Komposisi bahan bakar ……… 34

Tabel 4.5 Data teknis untuk perhitungan biaya pokok traktor tangan untuk pengolahan tanah ………. 35

Tabel 4.6 Hasil perhitungan biaya pokok pengoperasian traktor tangan Huanghai DF-12L untuk pengolahan tanah menggunakan bajak singkal …... 36

(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Sasaran bauran energi nasional 2005 - 2006 ……… 2

Gambar 2.1 Siklus kerja motor bakar diesel 4 langkah ……… 4

Gambar 2.2 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol ………. 7

Gambar 2.3 Perbandingan brake power maksimum dari 3 jenis bahan bakar …………. 13

Gambar 3.1 Komposisi bahan bakar yang diuji ……… 18

Gambar 3.2 Traktor uji (sebelah kiri) dan traktor beban (sebelah kanan) ……….. 18

Gambar 3.3 Bajak singkal (kiri: tampak depan, kanan: tampak samping ……… 19

Gambar 3.4 Instrumen untuk mengukur drawbar traktor ……… 19

Gambar 3.5 Penetrometer beserta perlengkapannya ………..………….. 19

Gambar 3.6 Bagan tahapan penelitian ……….. 20

Gambar 3.7 Lintasan uji (kiri: lintasan berumput, kanan: lintasan beton) ………... 21

Gambar 3.8 Pola pembajakan melingkar kontinu (circuitous-rounded corners) ……... 23

Gambar 3.9 Skema uji unjuk kerja kinerja tarik traktor roda dua ………...…… 24

Gambar 3.10 Pengukuran jarak tempuh 5 putaran roda ……….……… 24

Gambar 4.1 Pengujian kinerja tarik traktor tangan (kiri: di lintasan rumput; kanan: di lintasan beton) ……… 29

Gambar 4.2 Pengaruh slip roda terhadap drawbar pull dan drawbar power dari berbagai komposisi bahan bakar pada pengujian di lintasan berumput ….... 30

Gambar 4.3 Pengaruh slip roda terhadap drawbar pull dan drawbar power dari berbagai komposisi bahan bakar pada pengujian di lintasan beton ………... 31

(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Karakteristik biodiesel CPO yang digunakan ………..……….………… 43 Lampiran 2 Data pengukuran pendahuluan ……….…. 44 Lampiran 3 Data kondisi lintasan uji ………..……….. 45 Lampiran 4 Data kinerja tarik traktor uji Huanghai DF-12L pada lintasan rumput ………. 47 Lampiran 5 Data kinerja tarik traktor uji Huanghai DF-12L pada lintasan beton ………… 53 Lampiran 6 Rata-rata kinerja tarik traktor uji Huanghai DF-12L ……...……….. 59 Lampiran 7 Data kinerja traktor tangan Huanghai DF-12L dalam pengolahan tanah

(menggunakan bajak singkal) ……….………...…………... 60 Lampiran 8 Perhitungan biaya pokok pengoperasian traktor tangan Huanghai DF-12L ... 61

(15)

I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Konsumsi energi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 1.1, konsumsi energi total sebesar 540.2 juta setara barel minyak (SBM) pada tahun 2005 meningkat menjadi 643.9 juta SBM pada tahun 2008. Berdasarkan jenis energinya, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) merupakan konsumsi energi komersial yang terbesar dibandingkan dengan jenis energi lain. Sebagian besar konsumsi BBM ini digunakan untuk sektor transportasi.

Tabel 1.1 Konsumsi energi komersial nasional menurut sektor (dalam setara barel minyak (SBM))

Sektor 2005 2006 2007 2008

Industri 218,766,597 233,511,599 258,567,087 316,452,732 Rumah tangga 89,065,250 84,529,554 87,716,652 84,788,576 Komersial 24,819,117 24,786,114 26,494,973 26,589,775 Transportasi 178,452,407 170,127,492 179,135,822 191,257,453 Selain industri, rumah

tangga, komersial, dan transportasi

29,102,166 25,936,873 24,912,051 24,842,951 Konsumsi energi final 540,205,537 538,891,632 576,826,585 643,931,847 Kebutuhan non-energi 54,352,435 64,786,077 64.759,190 111,963,006

Sumber: Handbook of Energi and Economic Statistics of Indonesia, 2009

Konsumsi energi di sektor selain industri, rumah tangga, komersial, dan transportasi juga cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya seperti yang disajikan Tabel 1.2. Konsumsi energi di sektor pertanian yaitu sebesar 1.96 juta SBM pada tahun 1995 dan pada tahun 2005 jumlahnya bertambah menjadi 2.96 juta SBM. Kebutuhan bahan bakar untuk sektor lain – lain secara keseluruhan didominasi oleh penggunaan BBM, yaitu minyak solar/diesel dan bensin (premium). Bahan bakar tersebut dikonsumsi lebih dari 82% dari total kebutuhan. Sisanya adalah minyak tanah dan minyak bakar atau fuel oil (FO).

Tabel 1.2 Konsumsi energi di sektor lain – lain periode 1995 – 2005 (dalam ribu SBM) Tahun Pertanian, perkebunan, dan perikanan Konstruksi Pertambangan Total

1995 1,955 16,353 11,001 29,310 1996 2.339 18,407 12.272 33,018 1997 2,343 18,941 13,122 34,406 1998 2,565 12,242 10,686 25,493 1999 2,634 12,025 10,703 25,363 2000 2,690 12,379 11,069 26,138 2001 2,746 12,688 11,434 26,868

(16)

2

Tabel 1.2 Konsumsi energi di sektor lain – lain periode 1995 – 2005 (dalam ribu SBM) (lanjutan) Tahun Pertanian, perkebunan, dan perikanan Konstruksi Pertambangan Total

2002 2,784 12,942 11,734 27,460

2003 2,850 13,168 11,769 27,787

2004 2,912 13,731 11,525 28,168

2005 2,958 14,135 11,507 28,600

Sumber: Handbook Statistik Ekonomi dan Energi Indonesia, 2006

Konsumsi BBM diperkirakan akan terus meningkat; peningkatan konsumsi BBM ini membebani anggaran pemerintah dalam pemberian subsidi. Beban tersebut akan terus meningkat seiring dengan kenaikan harga minyak dunia karena pemerintah masih harus mengimpor sebagian BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) sebagai energi terbarukan merupakan salah satu pilihan untuk membantu mengatasi besarnya tekanan kebutuhan BBM terutama bahan bakar berbasis petrodiesel.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden No.5 tahun 2006 mengeluarkan kebijakan energi nasional. Kebijakan ini bertujuan mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Kebijakan utama meliputi penyediaan energi yang optimal, pemanfaatan energi yang efisien, penetapan harga energi ke arah harga keekonomian dan pelestarian lingkungan. Kebijakan ini juga memuat target pencapaian bauran energi (energi mix) hingga tahun 2025 dimana jenis energi BBN diharapkan dapat mencapai 5% dari kebutuhan energi nasional (Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Sasaran bauran energi nasional 2006 - 2025 sesuai Perpres No.5/2006 (sumber: Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025)

BBN dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: bioetanol, pure plant oil (PPO), dan biodiesel. Bioethanol merupakan anhydrous alcohol yang berasal dari proses fermentasi dan dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi premium. PPO merupakan minyak nabati murni tanpa perubahan sifat kimiawi dan dimanfaatkan secara langsung untuk mengurangi konsumsi solar industri, minyak diesel, minyak tanah, dan minyak bakar. Biodiesel merupakan bentuk ester dari minyak nabati. Bahan baku dapat berasal dari kelapa sawit, jarak pagar, kedelai, kelapa, dan lain – lain. Dalam pemanfaatannya, biodiesel dicampur dengan petrodiesel dengan perbandingan tertentu. Misalnya B5 merupakan campuran 5% biodiesel dengan 95% petrodiesel yang dijual secara komersil oleh Pertamina dengan nama dagang ”biosolar”.

4 5 6 7 Batubara, 33% Gas bumi, 30% Minyak bumi, 20% EBT, 17%

Bahan bakar nabati, 5%

Panas bumi, 5% Biomassa, nuklir, air, surya, angin 5% Batubara yang dicairkan (coal

(17)

3

Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki beberapa kelebihan, di antaranya adalah; sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat konversi minyak nabati menjadi biodiesel tinggi (mencapai 95%). Dari berbagai jenis minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel, minyak kelapa sawit (CPO) mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di Indonesia. Di Indonesia, jumlah, ketersediaan, dan potensi pengembangan kelapa sawit sudah lama diusahakan dalam skala besar dan berkembang dengan baik.

Biodiesel lebih disukai karena merupakan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan emisi polutan yang berbahaya terhadap kesehatan. Sebagian besar eksperimen membuktikan bahwa penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar untuk mengoperasikan mesin diesel cenderung menurunkan emisi bila dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar berbasis petrodiesel (Kalam et al., 2009; McCormick & Teresa, 2005; Ozsezen et al., 2009). Akan tetapi dari segi ekonomi, harga biodiesel masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga bahan bakar berbasis petrodiesel yang masih disubsidi. Hal ini disebabkan bahan baku untuk membuat biodiesel relatif lebih mahal dan suplai biodiesel masih terbatas.

Biodiesel memiliki karakteristik yang hampir sama dengan petrodiesel sehingga umumnya dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel tanpa memodifikasi dan penambahan alat lain. Umumnya biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi dibandingkan dengan petrodiesel. Sebagian besar eksperimen mengenai aplikasi biodiesel untuk bahan bakar mesin diesel membuktikan bahwa kinerja mesin diesel (misalnya daya mesin) yang menggunakan biodiesel cenderung lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan petrodiesel. Ditinjau dari laju konsumsi bahan bakar, sebagian besar eksperimen membuktikan bawa laju konsumsi bahan bakar dari mesin diesel yang menggunakan biodiesel cenderung lebih besar dibandingkan dengan menggunakan petrodiesel. Secara umum biodiesel akan melunakkan atau merusak komponen mesin yang terbuat dari elastomer dan karet alam setelah beberapa waktu pemakaian. Akan tetapi industri mesin umumnya sudah tidak menggunakan bahan tersebut dan menggantinya dengan bahan yang lebih sesuai.

Bertitik tolak dari alasan tersebut di atas, kajian dan penelitian terhadap pengaplikasian biodiesel sebagai bahan bakar mesin pertanian penting untuk dilakukan. Dari kajian dan penelitian tersebut diharapkan akan diperoleh gambaran tentang tingkat kelayakan biodiesel sebagai bahan bakar mesin pertanian.

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1 Mengkaji kinerja tarik traktor tangan dengan bahan bakar biodiesel minyak sawit. Kinerja traktor tangan yang dikaji adalah kinerja tarik traktor tangan (drawbar pull dan drawbar power) dan kapasitas pengolahan tanah dengan menggunakan berbagai komposisi bahan bakar, yaitu B5 SPBU (untuk selanjutnya disebut B5), campuran B5 dengan biodiesel minyak sawit (B20, B40, B60, dan B80), dan murni biodiesel minyak sawit (B100).

2 Melakukan analisis keekonomian implementasi biodiesel minyak sawit sebagai bahan bakar traktor tangan berdasarkan hasil pengujian tersebut.

(18)

II

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 MOTOR BAKAR DIESEL

Motor bakar diesel merupakan salah satu jenis motor bakar internal yang banyak digunakan sebagai sumber tenaga penggerak di sektor pertanian. Motor bakar diesel banyak digunakan pada berbagai pemanfaatan, antara lain: traktor, pompa air, bengkel pertanian, penggerak pada mesin-mesin pengolah hasil pertanian, sarana angkut di perkebunan, dan lain-lain. Motor bakar diesel yang digunakan sebagai penggerak traktor tangan pada penelitian ini merupakan motor bakar diesel 4 langkah (four strokes cycle engine). Siklus kerja motor bakar diesel disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Siklus kerja motor bakar diesel 4 langkah

Prinsip kerja motor diesel adalah pada piston yang bergerak translasi (bolak-balik) di dalam silinder yang dihubungkan dengan pena engkol dan poros engkol. Pena engkol dan poros engkol berputar pada bantalannya dengan perantara batang penggerak atau batang penghubung. Campuran bahan bakar dan udara dibakar di dalam ruang bakar, yaitu ruangan yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala piston, dan kepala silinder. Gas pembakaran mampu mendorong piston yang selanjutnya memutar poros engkol. Pada kepala silinder terdapat katup isap yang berfungsi memasukkan udara ke dalam silinder dan katup buang untuk membuang gas hasil pembakaran (Arismunandar dan Tsuda, 1985).

Motor bakar bekerja melalui mekanisme langkah yang terjadi berulang-ulang sehingga menghasilkan putaran pada poros engkol. Langkah awal pada mesin diesel empat langkah berawal dari masuknya udara melalui katup isap (langkah isap). Saat piston berada pada posisi terjauh dari kepala silinder dan kedua katup pada posisi tertutup, maka gerakan piston ke atas merupakan gerakan menekan udara di dalam silinder (langkah kompresi). Umumnya tekanan dan suhu yang terjadi pada

(19)

5

saat proses adalah mencapai 30 kg/cm2 dan 550 oC atau minimal 427 oC (Davis, 1983). Sesaat sebelum piston mencapai posisi maksimum, bahan bakar disemprotkan ke dalam ruang bakar. Bahan bakar terbakar dan menyebabkan kenaikan tekanan dan temperatur. Gas hasil pembakaran mendorong piston ke bawah (langkah ekspansi) dan selanjutnya memutar poros engkol. Selanjutnya gas pembakaran dipaksa keluar melalui silinder oleh piston yang bergerak dari bawah ke atas melalui saluran buang (langkah buang).

Bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder berbentuk butiran cairan yang halus oleh injektor. Tekanan pada bahan bakar berada pada selang 8970 - 20700 kPa. Penyemprotan harus dilakukan pada waktu, jumlah, dan dengan pola yang tepat (Davis, 1983). Karena udara di dalam silinder pada kondisi tersebut sudah bersuhu dan bertekanan tinggi maka butiran bahan bakar tersebut akan menguap. Penguapan butiran bahan bakar dimulai dari bagian luarnya, yaitu bagian yang terpanas. Uap bahan bakar kemudian bercampur dengan udara yang ada di sekitarnya. Proses ini terjadi secara berangsur-angsur dan berlangsung selama temperatur sekitarnya mencukupi. Menurut Arismunandar dan Tsuda (1985), proses pembakaran juga terjadi secara berangsur; proses pembakaran awal terjadi pada suhu yang lebih rendah dan laju pembakarannya pun meningkat. Berikut adalah rekasi pembakaran bahan bakar sehingga menghasilkan kalor.

Pembakaran merupakan reaksi oksidasi yang cepat dari bahan bakar sehingga menghasilkan panas. Pembakaran yang sempurna dari bahan bakar hanya akan terjadi jika tersedia oksigen yang cukup (UNEP, 2006). Menurut Arismunandar dan Tsuda (1985), proses pembakaran dapat dipercepat dengan menambah pasokan udara ke dalam silinder dan memperbaiki proses pencampuran bahan bakar udara dengan bahan bakar. Jika pasokan udara terlalu banyak maka kemungkinan terjadi kesukaran dalam menyalakan mesin dalam keadaan dingin. Hal tersebut disebabkan oleh proses pemindahan panas dari udara ke dinding silinder; yang masih dalam keadaan dingin menjadi lebih besar sehingga udara tersebut menjadi dingin juga. Sebaliknya jika mesin sudah panas temperatur udara sebelum langkah kompresi menjadi lebih tinggi, sehingga diperoleh kenaikan tekanan efektif rata-rata. Kondisi tersebut menyebabkan mesin bekerja lebih efisien. Hasil pembakaran bahan bakar tidak dimanfaatkan seluruhnya menjadi kerja, bahkan lebih dari separuhnya terbuang. Tabel neraca energi pada motor bakar diesel dapat dilihat pada Tabel 2 (Basyirun dkk., 2008).

Tabel 2.1 Keseimbangan energi pada motor bakar

Neraca energi (%)

Daya berguna 25

Kerugian akibat gesekan & aksesoris 5

Kerugian pendinginan 30

Kerugian gas buang 40

Sumber: Basyirun dkk., 2008

Jika pada proses pembakaran butiran bahan bakar yang terbentuk terlalu besar saat penyemprotan bahan bakar atau bila beberapa butir terkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi. Dekomposisi menyebabkan terbentuknya karbon-karbon padat (hangus). Hal ini disebabkan penguapan dan pencampuran dengan udara yang ada di dalam silinder tidak dapat

(20)

6

berlangsung sempurna. Proses ini terjadi bila terlalu banyak bahan bakar yang disemprotkan, yaitu pada waktu daya mesin akan diperbesar. Jika hangus yang terjadi terlalu banyak, gas buang yang keluar dari mesin akan berwarna hitam dan mengotori udara.

2.2 BIODIESEL SAWIT

Kelapa sawit merupakan sumber bahan baku penghasil minyak terefisien dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Buah kelapa sawit terdiri dari daging buah yang dapat diolah menjadi CPO (Crude Palm Oil) dan inti (kernel) yang dapat diolah menjadi (Palm Kernel Oil). Minyak CPO dan PKO memiliki perbedaan baik dalam komposisi asam lemak yang terkandung maupun sifat fikio kimianya (Hambali dkk., 2007).

Saat ini pasokan bahan baku minyak sawit cukup melimpah karena perkebunan kelapa sawit sudah lama diusahakan dalam skala besar dan berkembang dengan baik. Oleh sebab itu, biodiesel minyak sawit sangat potensial dikembangkan dalam rangka pengembangan bahan bakar alternatif di Indonesia apabila dibandingkan dengan tumbuhan lain. Ditinjau dari segi produktivitas kebun per hektar (Tabel 2.2), kelapa sawit memiliki produktivitas kebun tertinggi dibandingkan tumbuhan penghasil minyak lainnya yaitu 5000 kg/ha/thn. Di samping produktivitas kebun yang tinggi, produksi minyak kelapa sawit di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Data produksi kelapa sawit di Indonesia disajikan pada Tabel 2.3. Pada tahun 2006 Indonesia telah berhasil menjadi produsen CPO terbesar di dunia dengan produksi sebesar 15.9 juta ton CPO (Tabel 2.4).

Tabel 2.2 Beberapa jenis tumbuhan Indonesia penghasil minyak - lemak

Nama Sumber Kadar

% bkr P/NP

Produktivitas

(kg/ha/thn)

Jarak pagar biji 40-60 NP 1590

Kelapa daging buah 60-70 P 2260

Kelapa sawit sabut + daging buah 45-70 + 46 54 P 5000

Nyamplung Inti biji 40-73 NP 2000

Alpukat daging buah 40-80 P 2217

Keterangan: bkr = berat kering; P = minyak/lemak pangan; NP = minyak/lemak non-pangan Sumber: Soerawidjaja, 2006.

Tabel 2.3 Produksi kelapa sawit (CPO dan PKO) di Indonesia Tahun Produksi CPO (1000 ton) Produksi PKO (1000 ton)

2001 9,200 1,476

2002 10,300 1,599

2003 11,500 1,594

2004 14,000 1.830

2005 15,000 1.853

(21)

7

Tabel 2.4 Produksi minyak kelapa sawit dunia tahun 2006 Negara % Produksi (1000 ton)

Indonesia 44% 15900 Malaysia 43% 15881 Others 7% 2718 Thailand 2% 820 Nigeria 2% 815 Kolombia 2% 711

Sumber: Oil world, GAPKI

Menurut Hambali dkk. (2007), biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati (baik minyak baru maupun bekas penggorengan), lemak hewani, dan ganggang melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi-transesterifikasi. Minyak nabati merupakan bahan baku yang umum digunakan di dunia untuk menghasilkan biodiesel. Minyak nabati yang umum digunakan sebagai bahan baku biodiesel di antaranya rapeseed oil (Eropa), soy bean oil (USA), minyak sawit (Asia), dan minyak kelapa (Filipina). Umumnya minyak nabati diproduksi menjadi biodiesel melalui proses transesterifikasi (Gambar 2.2). Pada dasarnya proses ini bertujuan untuk mengubah trigliserida menjadi asam lemak metil ester (FAME).

Gambar 2.2 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol (sumber: Knothe, 2005)

Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti petrodiesel (BBM) untuk mesin diesel. Umumnya biodiesel dapat digunakan tanpa memodifikasi mesin ataupun menambahkan alat lain, sebab karakteristik biodiesel bersifat menyerupai petrodiesel. Biodiesel dapat diaplikasikan baik dalam bentuk 100% (B100) atau campuran dengan petrodiesel pada konsentrasi tertentu (BXX), seperti 10% biodiesel dicampur dengan 90% petrodiesel dikenal dengan nama B10 (Hambali dkk., 2007). Pada Tabel 2.5 disajikan perbandingan karakteristik biodiesel dari bahan baku yang berbeda.

(22)

8

Tabel 2.5 Perbandingan karakteristik biodiesel dari beberapa bahan baku No Parameter Petrodiesel Palm oil Coconut Jatropha Manfaat

1 Bilangan setana 51 62 70 51 Lebih besar lebih baik, penyalaan

lebih baik

2 Titik nyala 49 170 106 192 Keamanan ketika penanganan &

penyimpanan

3 Kandungan sulfur (%) 0.05 0 Tidak ada emisi SOx 4 Kandungan O2 (%) 0 11 Menambah efek pembakaran 5 Viskositas (cSt) 3 - 4 5.06 2.7 4.84 Atomisasi terjadi lebih baik

6 Pelumasan 3800 >7000 Meningkatkan efisiensi pompa

dan memperhalus kerja mesin

7 CFPP (oC) + 14 -8 -2 Penting untuk penggunaan bahan

bakar pada musim dingin

8 Stabilitas terhadap

oksidasi (jam) 16 10 18

9 Distilasi (suhu 90 oC) 3 - 4 5.06 2.7 4.84 Atomisasi terjadi lebih baik Sumber: Aun, 2006 di dalam Hambali dkk., 2007

Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki beberapa kelebihan, di antaranya adalah; sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat konversi minyak nabati menjadi biodiesel tinggi (mencapai 95%). Biodiesel memiliki kelebihan dibandingkan dengan petrodiesel, yaitu:

1. bahan bakar ramah lingkunan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah), sesuai dengan isu-isu global,

2. cetane number lebih tinggi ( > 57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik, 3. memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai,

4. merupakan energi terbarukan karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui, dan meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal.

Secara umum, parameter standar mutu biodiesel terdiri atas densitas, titik nyala, angka setana, viskkositas kinematik, abu sulfat, angka iodium, dan residu karbon. Berikut adalah penjelasan dari parameter-parameter tersebut:

1. densitas

densitas adalah berat cairan per unit volume pada 15 oC dan 101.325 kPa dengan satuan standar pengukuran misalnya kg/m3,

2. titik nyala

titik nyala merupakan suhu terendah yang harus dicapai dalam pemanasan minyak untuk menimbulkan uap terbakar sesaat ketika disinggungkan dengan suatu nyala api. Titik nyala minimum untuk bahan bakar diesel adalah 150 oF (66 oC),

3. angka setana

mutu penyalaan diukur dengan indeks yang disebut Setana (Cetane). Mesin diesel memerlukan angka setana sekitar 50. Angka setana bahan bakar adalah persen volume dari setana dalam campuran setana dan alpha-methyl naphthalene. Setana mempunyai mutu penyalaan yang sangat baik dan alpha-methyl naphthalene mempunyai mutu penyalaan yang buruk. Angka setana 48 berarti bahan bakar tersebut terdiri atas 48% setana dan 52% alpha-methyl naphthalene,

(23)

9

4. viskositas kinematik

viskositas dan tegangan permukaan merupakan faktor yang penting dalam mekanisme terpecahnya serta atomisasi bahan bakar sesaat setelah keluar dari mulut pipa semprot (nozzle) menuju ruang bakar. Viskositas yang tidak terlalu rendah akan menguntungkan ditinjau dari meningkatnya kemampuan daya lumas dari bahan bakar terhadap mesin diesel. Viskositas di atas 5.5 cSt tidak diharapkan karena akan menghambat jalannya mesin.

5. abu sulfat

dalam petrodiesel, kandungan abu teridentifikasi kemungkinan berasal dari mineral yang tidak sengaja tercampur dengan bahan bakar dan logam sabun yang dapat larut sebagai akibat netralisasi asam organik sewaktu diadakan alkali treatment. Menurut Schindlbauer (1998) yang diacu dalam Soerawidjaja dkk. (2005), kandungan abu sulfat dalam biodiesel mirip dengan kandungan abu oksida dalam petrodiesel yang sangat erat kaitannya dengan keberadaan kandungan katalis basa seperti KOH. Angka yang umumnya berlaku dibatasi pada 200 ppm. 6. angka iodium

angka iodium merupakan ukuran ketakjenuhan asam lemak yang menjadi basis pembuatan metil ester. Semakin tak jenuh asam berarti semakin banyak ikatan rangkap yang terkandung di dalamnya. Menurut Kossmehl & Heinrich (1997) yang diacu dalam Soerawidjaja dkk. (2005), ketika mesin diesel dioperasikan dengan menggunakan metil ester dengan angka iodium lebih besar dari 115 mulai terbentuk deposit pada lubang saluran injeksi, piston ring, dan kanal piston ring.

7. residu karbon

residu karbon adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis. Residu karbon maksimum yang diuapkan oleh bahan bakar adalah 0.01%.

Kini, beberapa negara telah memiliki standar mutu biodiesel yang berlaku di negaranya masing-masing. Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia disajikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Standar mutu biodiesel alkil ester Indonesia

No Parameter Unit Nilai Metode

1 Massa jenis pada 40 oC kg/m3 850 - 890 ASTM D 1298 2 Viskositas kinematik pada 40 oC mm2

/s (cSt) 2.3 – 6.0 ASTM D 445

3 Angka setana min. 51 ASTM D 613

4 Titik nyala (mangkok tertutup) oC min. 100 ASTM D93

5 Titik kabut oC maks. 18 ASTM D 2500

6 Korosi lempeng tembaga (3 jam

pada 50 oC) maks. No 3 ASTM D 130

7

Residu karbon (mikro) - dalam contoh asli, atau - dalam 10% ampas distilasi

%-massa maks. 0.05 maks. 0.3

ASTM D 4530

8 Air dan sedimen %-vol maks. 0.05* ASTM D 2709 atau ASTM D 1796 9 Temperatur destilasi, 90% recovered oC maks. 360 ASTM D 1160

10 Sulfated ash % mass maks. 0.02 ASTM D 874

11 Sulfur ppm- (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 atau

ASTM D 1266

(24)

10

Tabel 2.6 Standar mutu biodiesel alkil ester Indonesia (lanjutan)

12 Fosfor ppm-m (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca 12-55

13 Angka asam (NA) mg - KOH/g maks. 0.8

AOCS Cd 3d-63 atau ASTM D 664 14 Gliserol bebas %-massa maks. 0.02 AOCS Ca 14-56

atau ASTM D6584 15 Gliserol total %-massa maks. 0.24 atau ASTM D6584 AOCS Ca 14-56

16 Kandungan ester % massa min. 96.5 dihitung*

17 Angka iodium % massa (g - I2/100 g) maks. 115 AOCS Cd 1-25

18 Uji Halpen negatif AOCS Cb 1-25

Sumber: SNI 04-7 182-2006

2.3 TRAKTOR SEBAGAI SUMBER DAYA PENARIK

Sebuah traktor pertanian dilengkapi dengan motor bakar internal yang mengubah energi kimia dari bahan bakar menjadi panas, kemudian energi panas diubah menjadi energi mekanik. Indicated power merupakan daya yang diterima piston akibat ledakan bahan bakar. Brake power atau belt power adalah daya mekanis yang ditimbulkan oleh motor dan tersedia pada roda gila atau puli untuk melakukan kerja berguna. Daya yang tersedia ini merupakan pengurangan dari indicated power oleh daya untuk mengatasi gesekan pada bagian-bagian motor yang bergerak (McColly dan Martin, 1955).

Traktor pertanian dapat menyalurkan dayanya dalam tiga bentuk, yaitu melalui Power Take Off (PTO), hidrolik, dan daya tarik (McColly dan Martin, 1955). Di antara ketiga daya yang tersedia pada traktor, daya tarik (drawbar power) merupakan daya yang terbanyak digunakan tetapi yang terendah efisiensinya (Barger et al., 1985). Jika traktor digunakan sebagai sumber daya tarik, maka daya motor dikonversikan menjadi penarik oleh alat traksi atau roda penggerak (Eshelman, 1967).

2.3.1 Kinerja Tarik (Tractive Performance)

Kinerja tarik merupakan kemampuan mendasar dari traktor yang terpenting sejak traktor menggantikan tenaga hewan. Banyak dilaporkan dalam laporan penelitian, bahwa kinerja tarik tidak hanya dipengaruhi konstruksi atau bentuk traktor seperti berat traktor, kondisi alat traksi, dan inflasi atau perubahan tekanan udara, tetapi juga oleh kondisi permukaan, jenis tanah, dan situasi waktu mengemudi (Oida, 1992; Rum, 1996). Menurut Liljedahl et al. (1989), keragaman traksi yang dihasilkan traktor dipengaruhi oleh kondisi roda penggerak, kondisi lintasan, dan interaksi antara roda penggerak dengan tanah. Faktor-faktor yang memengaruhi traksi roda traktor menurut Liljedahl et al. (1989) adalah tekanan ban dan berat yang diterima roda penggerak. Faktor penting yang memengaruhi besarnya traksi adalah diameter roda, lebar roda, berat roda, tipe dan keadaan tanah, kemiringan tanah, dan tinggi tempat pemasangan alat.

Besarnya tenaga maksimum yang dapat dikerahkan roda pada permukaan tanah (lintasan) dipengaruhi oleh reaksi tanah terhadap roda sehingga memungkinkan roda menghasilkan tenaga tarik dan tergantung pada ketahanan tanah terhadap keretakan. Oleh sebab itu gaya traksi tergantung pada kohesi tanah (pada tanah liat) dan gesekan dalam (internal friction) tanah (pada tanah berpasir).

(25)

11

Besarnya gaya traksi akibat reaksi tanah ditunjukkan persamaan berikut (Bekker di dalam Gill dan Vanden Berg, 1968):

Fmaks = Ac + W tan ∅

Menurut Gill dan Vanden Berg (1968), gaya yang diperoleh dari persamaan (1) menunjukkan bahwa gaya traksi untuk tanah tertentu dapat ditingkatkan dengan memperluas bidang sentuh roda dengan tanah (A) dan atau menambah beban traktor (W). Nilai kohesi tanah (c) kecil pada tanah dengan kandungan pasir tinggi, sehingga faktor yang lebih memengaruhi adalah berat dinamis pada roda penggerak. Luas permukaan bidang sentuh roda dengan tanah lebih berpengaruh terhadap traksi pada tanah dengan kandungan liat tinggi, karena tanah liat mempunyai koefisien gesekan yang rendah dan sudut gesekan dalam (∅) yang kecil. Dalam kenyataannya, gaya traksi (Fmaks) tidak hanya merupakan fungsi dari sifat dinamis tanah serta berat dari traktor saja, melainkan juga merupakan fungsi dari slip yang timbul dan panjang permukaan sentuh antara alat traksi dengan tanah.

Kinerja tarik traktor juga dipengaruhi kondisi tanah dan alat yang ditarik. Penggunaan traktor yang tidak sesuai dengan kondisi alat traksi dapat menyebabkan menurunnya kinerja tarik traktor. Fungsi alat traksi atau roda penggerak selain dapat memberikan traksi yang cukup untuk menghasilkan tenaga tarik yang diperlukan, juga dapat menghasilkan kecepatan kerja yang sesuai untuk mencapai hasil kerja yang diharapkan (Gill dan Vanden Berg, 1968).

Kemampuan roda untuk menghasilkan gaya tarik diekspresikan oleh koefisien traksi (CT). Koefisien traksi merupakan perbandingan gaya tarik maksimum yang dapat dihasilkan roda penggerak (Fmaks) dengan beban dinamis (W) pada roda tersebut:

CT =Fmaks W

Daya traktor efektif akan berkurang pada waktu beroperasi karena adanya transmisi, untuk menjalankan traktor itu sendiri, serta untuk mengatasi tahanan guling dan mengatasi slip (Moens, 1978; Jones dan Aldred, 1980). Besarnya daya tarik traktor dan kemampuan mobilitasnya dibatasi oleh kapasitas traksi dari alat traksi pada tanah. Efisiensi alat traksi mengubah daya putaran engine menjadi daya berguna umumnya rendah saat beroperasi di tanah (Gill dan Vanden Berg, 1968). Menurut Wanders (1978) yang diacu dalam Rum (1996), gaya tarikan traktor masih dapat ditingkatkan dengan menaikkan slip roda hingga 30%. Akan tetapi peningkatan traksi dengan slip lebih dari 15% tidak cukup untuk mengimbangi kehilangan tenaga akibat penurunan kecepatan maju. Slip optimum yang terjadi saat traktor beroperasi adalah 10-15% (Anonim, 1984; Rum 1996).

2.3.2 Kapasitas dan Efisiensi Traktor di Lapangan

Kapasitas kerja suatu mesin pertanian adalah laju mesin tersebut untuk mengerjakan lahan sesuai dengan fungsi yang dimaksud atau manfaat pekerjaannya. Biasanya, kapasitas ini dinyatakan dalam luas (ha) yang dapat dikerjakan oleh mesin per jam. Faktor-faktor yang terlibat di dalamnya adalah lebar kerja yang berguna dan kecepatan maju dengan memperhitungkan waktu kehilangan saat pembelokan serta perawatan mesin. Menurut Suastawa dkk. (2000), kapasitas kerja suatu alat didefenisikan sebagai kemampuan kerja suatu alat atau mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan waktu. Kapasitas kerja dapat dibedakan menjadi kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif.

(1)

(26)

12

Menurut Daywin dkk. (1999), kapasitas lapang teoritis adalah kemampuan kerja suatu alat di dalam suatu bidang tanah, jika mesin berjalan maju (100%) dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%). Waktu teoritis untuk setiap luasan adalah waktu yang digunakan untuk kapasitas lapang teoritis. Menurut Suastawa dkk. (2000), kapasitas lapang efektif merupakan waktu nyata yang diperlukan di lapangan dalam menyelesaikan suatu unit pekerjaan tertentu. Sedangkan efisiensi lapang merupakan rasio antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis.

2.4 HASIL EKSPERIMEN APLIKASI BIODIESEL SEBAGAI BAHAN BAKAR

Telah banyak dilakukan penelitian mengenai evaluasi aplikasi biodiesel sebagai bahan bakar untuk mengoperasikan mesin diesel. Umumnya hasil penelitian menunjukkan bahwa daya yang dihasilkan oleh mesin diesel yang menggunakan bahan bakar biodiesel cenderung lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar berbasis petrodiesel (Anami, 2008; Kalam et al., 2009; Meighani & Morteza, 2008; Ozsezen et al., 2009; Praptijanto dkk., 2005). Laju konsumsi bahan bakar pada mesin diesel yang menggunakan biodiesel cenderung lebih besar dibandingkan menggunakan petrodiesel (Kalam et al., 2009; Ozsezen et al., 2009; Praptijanto dkk., 2005). Akan tetapi emisi gas buang yang dihasilkan oleh mesin diesel berbahan bakar biodiesel cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan menggunakan petrodiesel (Kalam et al., 2009; McCormick & Teresa, 2005; Ozsezen et al., 2009).

2.4.1 Daya Mesin Diesel

Anami (2008) menguji kinerja traktor roda empat Kubota B6100 dengan menggunakan cocodiesel sebagai bahan bakar. Dari pengujian tersebut data yang diperoleh (Tabel 2.7) menunjukkan bahwa kinerja traktor Kubota B6100 (brake power output, kW) cenderung menurun seiring meningkatnya kadar cocodiesel dalam campuran bahan bakar yang digunakan. Praptijanto dkk. (2005) melakukan uji performansi pada mesin diesel Isuzu Panther (4JA1-L) yang menggunakan biodiesel berbasis minyak sawit dengan mesin diesel yang menggunakan petrodiesel. Hasil pengujian (Tabel 2.7) menunjukkan bahwa daya yang dihasilkan mesin diesel yang menggunakan biodiesel cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan petrodiesel.

Tabel 2.7 Kinerja mesin diesel dan traktor menggunakan beberapa komposisi bahan bakar Traktor Kubota B6100 (14 hp) rpm engine 2200

*

Mesin Diesel Isuzu Panther (4JA1-L) ** Bahan bakar Daya (kW) Lintasan berumput CRR Daya (kW) Lintasan beton CRR Bahan bakar Daya (kW) 2000 rpm Daya (kW) 2500 rpm B0 1.25 0.0187 1.05 0.0174 B0 19.31 22.54 B20 - C 1.20 0.0181 0.99 0.0170 B30 - S 19.56 21.58 B40 - C 1.12 0.0182 0.94 0.0172 B50 - S 19.75 21.99 B60 - C 1.06 0.0183 0.89 0.0170 B70 - S 19.56 21.26 B100 - C 0.96 0.0183 0.82 0.0170 B100 - S 19.37 21.15

Keterangan : C : biodiesel berbasis minyak kelapa; S: biodiesel berbasis minyak sawit Sumber: * Anami, 2008; ** Praptijanto dkk., 2005

(27)

13

Kalam et al. (2009) membandingkan kinerja mesin diesel tipe indirect injection (Isuzu 4FBI) dengan rated power 39 kW/5000 rpm; yang menggunakan campuran biodiesel minyak sawit dengan petrodiesel (B20) dengan menggunakan petrodiesel. Dinamometer yang digunakan merupakan instrumen ukur yang sesuai standard SAE, yaitu JI349 JUN90. Kecepatan putaran mesin beroperasi pada selang 1000 – 4000 rpm pada half –throttle setting. Hasil pengujian menunjukkan bahwa brake power output rata - rata yang dihasilkan oleh mesin diesel yang menggunakan bahan bakar B20 cenderung lebih rendah dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petrodiesel. Brake power output rata - rata yang dihasilkan oleh mesin diesel menggunakan bahan bakar B20 dan petrodiesel pada 2500 rpm yaitu 11.8 kW dan 11.93 kW.

Pengujian performansi mesin diesel yang dilakukan oleh Ozsezen et al. (2009) dan Meighani & Morteza (2008) juga menunjukkan bahwa daya yang dihasilkan oleh mesin diesel yang menggunakan bahan bakar biodiesel cenderung lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan petrodiesel. Ozsezen et al. (2009) membandingkan performansi mesin diesel injeksi langsung (6.0 L Ford Cargo) dengan maksimum power 81 kW pada 2600 rpm; menggunakan biodiesel dari minyak jelantah (waste palm oil methyl ester, WPOME) dan (canola oil methyl ester, COME) dengan bahan bakar berbasis petrodiesel (petroleum based diesel fuel, PBDF). Dinamometer yang digunakan yaitu dinamometer hidrolik. Hasil pengujian (disajikan pada Gambar 2.3) menunjukkan bahwa daya yang dihasilkan oleh mesin diesel yang menggunakan bahan bakar biodiesel (WPOME dan COME) cenderung lebih rendah dibandingkan menggunakan petrodiesel (PBDF).

Gambar 2.3 Perbandingan brake power maksimum dari 3 jenis bahan bakar (sumber: Ozsezen et al., 2009)

Meighani & Morteza (2008) melakukan uji performansi mesin diesel stasioner menggunakan biodiesel dari minyak kanola (canola oil methyl ester, COME) sebagai bahan bakar. Mesin diesel yang diuji merupakan mesin diesel injeksi langsung (Sane Co. M8/1). Biodiesel dari minyak kanola diaplikasikan dengan cara dicampur dengan bahan bakar berbasis petrodiesel pada kadar tertentu. Pada eksperimen tersebut mesin diesel digandengkan dengan Froud absorption dynamometer DPX model dinamometer. Mesin diesel dioperasikan pada tujuh level kecepatan putaran mesin; yaitu pada selang 550 – 1150 rpm denggan menaikkan putaran mesin sebesar 100 rpm. Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa daya dan torsi yang dihasilkan oleh mesin diesel cenderung mengalami penurunan seiring meningkatnya kadar biodiesel minyak kanola dalam campuran bahan bakar. Data hasil pengujian disajikan pada Tabel 2.8.

(28)

14

Tabel 2.8 Perbandingan kinerja mesin diesel menggunakan variasi komposisi biodiesel dibandingkan dengan petrodiesel

Bahan bakar Brake power (kW) Torsi (N.m) B0 5.874 (0%) 65.73 (0%) B25 - COME 5.713 (-2.74%) 63.37 (-3.59%) B50 – COME 5.257 (-10.02%) 59.75 (-9.09%) B75 – COME 5.179 (-11.83%) 57.59 (-12.39%) B100 - COME 4.585 (-21.94%) 50.96 (-22.47%)

Keterangan : menggunakan canola oil methyl esters (COME) Sumber : Meighani & Morteza, 2008

2.4.2 Laju Konsumsi Bahan Bakar

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, laju konsumsi bahan bakar dari mesin diesel yang menggunakan biodiesel cenderung lebih besar dibandingkan dengan menggunakan petrodiesel. Kalam et al. (2009) menjelaskan bahwa pada kecepatan putaran mesin hingga 2250 rpm, laju konsumsi bahan bakar (specific fuel consumption, g/kW.jam) dari mesin diesel menggunakan bahan bakar yang dicampur dengan biodiesel minyak sawit dengan petrodiesel (B20) maupun petrodiesel (B0) besarnya cenderung sama. Saat mesin beroperasi di atas 2250 rpm, laju konsumsi bahan bakar menggunakan biodiesel meningkat secara drastis. Laju konsumsi bahan bakar rata-rata dari mesin yang menggunakan B20 dan B0 adalah 426.69 g/kW.jam dan 505.38 g/kW.jam.

Ozsezen et al. (2009) melakukan uji performansi terhadap mesin diesel injeksi langsung (6.0 L Ford Cargo) dengan maksimum power 81 kW pada 2600 rpm. Dalam eksperimen tersebut laju konsumsi bahan bakar maksimum dari mesin diesel yang menggunakan biodiesel dari minyak jelantah (WPOME) dan minyak kanola (COME) cenderung lebih besar dibandingkan dengan menggunakan petrodiesel (PBDF) yang disajikan pada Tabel 2.9. Pada Tabel 2.9 juga disajikan hasil eksperimen Praptijanto dkk. (2005). Pada eksperimen tersebut digunakan mesin diesel 4 langkah tipe direct injection 2500 cc Isuzu Panther (4JA1-L). Dari eksperimen tersebut disimpulkan bahwa penambahan kadar biodiesel CPO dalam campuran bahan bakar dapat meningkatkan nilai brake specific fuel consumption (Bsfc) berkisar antara 3.04 – 25%.

(29)

15

Tabel 2.9 Perbandingan brake spesific fuel consumptin (Bsfc) pada mesin diesel menggunakan variasi bahan bakar

Bahan bakar

Bsfc (kg/kW.jam) Mesin diesel Isuzu Panther

(4JA1-L), 2000 rpm * Mesin diesel 6.0 L Ford Cargo, 1500 rpm – full load ** Mesin diesel Sane Co. (M8/1) *** B0 0.330 B50 – POME 0.346 B100 – POME 0.360 PBDF 0.254 COME 0.270 WPOME 0.273 B0 0.322 B50 – COME 0.298 B100 - COME 0.313

Keterangan : WPOME: waste palm oil methyl ester; COME: canola oil methyl ester; PBDF: petroleum based diesel fuel

Sumber: * Praptijanto dkk., 2005; ** Ozsezen et al., 2009 ; *** Meighani & Morteza, 2008

Berbeda dengan hasil dari eksperimen yang tersebut di atas, pada eksperimen yang dilakukan oleh Meighani & Morteza (2008) diperoleh data bahwa laju konsumsi bahan bakar dari mesin diesel yang menggunakan bahan bakar biodiesel tidak lebih besar dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar petrodiesel. Pada eksperimen tersebut digunakan campuran biodiesel minyak kanola (COME) dengan petrodiesel pada kadar tertentu sebagai bahan bakar mesin diesel Sane Co. (M8/1). Pada Tabel 2.9 tampak bahwa terjadi penurunan laju konsumsi bahan bakar (Bsfc, kg/kW.jam) seiring dengan meningkatnya kadar kadar biodiesel minyak kanola (COME) dalam campuran bahan bakar yang digunakan untuk mengoperasikan mesin diesel.

2.4.3 Emisi Biodiesel

Secara keseluruhan, emisi biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan emisi bensin maupun petrodiesel (kecuali emisi NOx). Dibandingkan dengan petrodiesel, biodiesel tidak menghasilkan sulfur, menghasilkan karbon monoksida (CO) lebih dari dua puluh kali lebih rendah, dan mengandung O2. Berikut ini adalah karakteristik emisi biodiesel dibandingkan dengan emisi petrodiesel (Anonim, 2010

):

1. emisi karbon dioksida (CO2) berkurang sebesar 100%, 2. emisi sulfur dioksida (SO2) berkurang sebesar 100%, 3. emisi jelaga berkurang sebesar 40 – 60%,

4. emisi karbon monoksida (CO) berkurang sebesar 10 – 50%, 5. emisi hidrokarbon (HC) berkurang sebesar 10 – 50%,

6. seluruh polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) dan khususnya PAHs karsinogen berkurang: - phenanthren berkurang sebesar 97%,

- benzofloroanthen berkurang sebesar 56%, - benzapyren berkurang sebesar 71%,

(30)

16

- senyawa aldehydes dan aromatic berkurang sebesar 13%,

7. emisi nitrous oksida (NOx) berkurang atau bertambah sebesar 5 – 10% tergantung umur dan tipe mesin.

Kalam et al. (2009) membandingkan emisi gas buang mesin diesel (Isuzu 4FBI) pada beban 50 Nm dengan kecepatan putaran mesin konstan pada 2250 rpm; dengan menggunakan campuran biodiesel minyak sawit dan petrodiesel (B20) dengan menggunakan petrodiesel. Hasil pengujian menunjukkan bahwa emisi gas buang CO dan HC dengan menggunakan B20 berkurang sedangkan emisi NOx cenderung bertambah relatif terhadap petrodiesel. Ozsezen et al. (2009) membandingkan emisi gas buang mesin diesel injeksi langsung (6.0 L Ford Cargo) yang menggunakan biodiesel dari minyak jelantah dan biodiesel dari minyak kanola relatif terhadap bahan bakar petrodiesel. Hasil pengujian menunjukkan bahwa mesin diesel yang menggunakan biodiesel dari minyak jelantah maupun biodiesel dari minyak kanola, emisi CO, HC, dan smoke opacity berkurang relatif terhadap petrodiesel. Sedangkan untuk emisi NOx jumlahnya cenderung bertambah. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Perbandingan emisi gas buang beberapa jenis biodiesel (relatif terhadap petrodiesel)

Bahan bakar NOx CO CO2 HC Smoke opacity

B20 - POME * 3.36% -75% -20.59%

WPOME ** 22.13% -86.89% -1.74% -14.29% -67.65%

COME** 6.48% -72.68% 1.74% -9.52% -47.96%

Keterangan : POME: Palm Oil Methyl Ester; WPOME: Waste Oil Methyl Ester; COME: Canola Oil Methyl Esters

(31)

III METODE PENELITIAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Agustus 2010 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, IPB.

3.2 PARAMETER YANG DIUKUR DALAM PENGUJIAN

Parameter-parameter yang akan diukur dalam pengukuran kinerja traktor tangan pada penelitian ini meliputi:

a. Tenaga tarik traktor (drawbar power)

Data yang dibutuhkan adalah gaya tarikan bersih yang terukur atau drawbar pull (kN) pada load cell dan kecepatan maju rata-rata traktor uji (m/s).

b. Efisiensi lapang

Data yang dibutuhkan antara lain kecepatan maju traktor tangan saat beroperasi di lahan (m/s), lebar kerja alat (m), luas areal yang diolah (ha), dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk mengolah suatu areal (jam).

c. Konsumsi bahan bakar

Data yang dibutuhkan adalah jumlah bahan bakar (liter) per satuan waktu yang dibutuhkan oleh engine penggerak traktor tangan Huanghai DF-12L untuk mengolah suatu petakan lahan menggunakan bajak singkal.

3.3 BAHAN DAN ALAT

3.3.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan bakar petrodiesel komersial ”Biosolar” (dengan kandungan 95% petrodiesel dan 5% biodiesel) yang diperoleh dari SPBU (untuk selanjutnya disebut dengan B5) dan biodiesel minyak sawit (B100) yang diperoleh dari Balai Rekayasa Disain dan Sistem Teknologi (BRDST), BPPT. Karakteristik dari kedua bahan bakar tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1. Kedua bahan bakar tersebut kemudian dicampur pada konsentrasi 20% biodiesel B100 dan 80% B5 (disebut dengan B20), B40, B60, dan B80. Bahan bakar B5, biodiesel minyak sawit (B100), dan campuran dari kedua bahan bakar tersebut disajikan pada Gambar 3.1.

Tabel 3.1 Karakteristik bahan bakar

Parameter Satuan B5 B100

Densitas pada 40 oC kg/m3 857

Viskositas kinematik pada 40 oC cSt 2.0-4.5 2.99

(32)

18

Gambar 3.1 Komposisi bahan bakar yang diuji

3.3.2 Alat

1. Alat yang diuji

a. Alat yang diuji yaitu traktor tangan Huanghai DF-12L sedangkan traktor roda empat Yanmar YM330T) berperan sebagai traktor beban. Kedua traktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.2. Spesifikasi dari kedua traktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Gambar 3.2 Traktor uji Huanghai DF-12L (sebelah kiri) dan traktor beban Yanmar YM330T (sebelah kanan)

Tabel 3.2 Spesifikasi traktor uji dan traktor beban Spesifikasi Huanghai DF-12L

(traktor uji)

Yanmar YM330T (traktor beban)

Model engine S195N

Jenis engine diesel, horizontal 4-tak diesel, 4-tak

Jumlah silinder 1

Bore × stroke (mm) 95×115

Rasio kompresi 20:01

Konsumsi bb. spesifik (g/kW.h) 250

Rated power/rpm 13 hp/2000 rpm 33 hp/2200 rpm

Gigi transmisi 3 gigi maju, 2 gigi mundur 8 gigi maju, 2 gigi mundur

Ukuran ban karet 6.00-12 depan 5.50-16

belakang 11-28

(33)

19

b. Implemen untuk mengolah tanah: bajak singkal (tunggal).

Gambar 3.3 Bajak singkal (kiri: tampak depan, kanan: tampak samping)

2. Alat ukur

a. Sensor dan instrumen akuisisi data hasil pengukuran untuk mengetahui besar drawbar, dapat dilihat pada Gambar 3.4. Instrumen untuk mengukur drawbar traktor tersebut terdiri atas: satu unit load cell (Kyowa, LT-5TSA71C), satu unit pencatat handy strain meter (UCAM-1A), dan kabel sensor.

Gambar 3.4 Instrumen untuk mengukur drawbar traktor

b. Peralatan pengukuran kondisi tanah, terdiri atas:

- Perlengkapan pengambil sampel tanah (ring sample sebanyak 10 buah), penetrometer (Kiya Seishakwo SR-2), cangkul, jangka sorong, timbangan, oven pengering, dan kantong plastik.

Gambar

Tabel 1.1  Konsumsi energi komersial nasional menurut sektor (dalam setara barel minyak (SBM))
Tabel 1.2  Konsumsi energi di sektor lain – lain periode 1995 – 2005 (dalam ribu SBM) (lanjutan)  Tahun  Pertanian, perkebunan,
Gambar 2.1 Siklus kerja motor bakar diesel 4 langkah
Tabel 2.4  Produksi minyak kelapa sawit dunia tahun 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di Miracle Aesthetic Clinic Surabaya, didapatkan hasil bahwa Miracle Magazine yang ada di Miracle Aesthetic Clinic

homoseksualitas dan tekankan homoseksualitas dan tekankan bah$a klien adalah orang yang bah$a klien adalah orang yang sama seerti sebelum keluarga sama seerti sebelum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengajaran Tamrîn Lughoh di kelas VII C MTs Ibnul Qoyyim Putri Yogyakarta, dari segi tujuan pembelajaran, metode dan bahan ajar

*By signing this application, I certify (1) to the statements contained in the list of certifications** and (2) that the statements herein are true, complete and accurate to the best

Dari pengujian statistika tersebut bahwa terdapat hubungan antara kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa diperoleh hasil yang signifikan, dimana

Kebijakan perpupukan di Indonesia selama ini sudah cukup komprehensif karena (Simatupang, 2004 dalam Kariyasa dan Yusdja, 2005): (1) melalui program jangka panjang,

c) barang-barang yang diketahui sebagai subjek pelanggaran pabean, seperti alat transportasi dan metode penyimpanan yang digunakan terhadap barang tersebut;.. Setiap

Dalam menghitung struktur bangunan bertingkat ada 2 cara, yakni dengan Open Frame dan kombinasi Open Frame dengan shear wall.Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi