317
APLIKASI SIG UNTUK PEMETAAN ZONA KETERPAPARAN
PERMUKIMAN TERHADAP TSUNAMI
Studi Kasus: Kota Pariaman, Sumatera Barat
(SIG Application for Mapping Exposure Zone of Settlements by Tsunami
Case Study: Pariaman Regency, West Sumatera)
Fakhri Hadi dan Astrid Damayanti
Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia Gedung H, Departemen Geografi, FMIPA, Kampus UI, Kota Depok, Jawa Barat, Kode Pos: 16424
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Kota Pariaman merupakan salah satu kota di Indonesia yang terindikasi rawan terhadap bencana tsunami dikarenakan lokasinya yang berada di pinggir pantai serta berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Permukiman merupakan salah satu aset yang harus dijaga. Pemetaan zona keterpaparan permukiman terhadap tsunami diperlukan demi menjaga penduduk yang bertempat tinggal di kota tersebut serta sebagai acuan dalam mitigasi bencana dan meminimalkan kerugian akibat bencana tersebut. Pemetaan ini bertujuan untuk menaksir tingkat keterpaparan permukiman terhadap bencana tsunami. Tingkat keterpaparan dilihat dari dua komponen, yaitu tingkat bahaya (hazard), serta element at risk. Tingkat bahaya tsunami dilihat darijarak dari garis pantai, ketinggian, wilayah lereng, serta jarak dari sungai sedangkan Element at risk atau elemen yang terkena bencana tsunami yaitu permukiman. Pemetaan keterpaparan ini menggunakan teknik overlay, metode skoring dan pembobotan dengan menggunakan software ArcMap 10.1 sebagai salah satu pendekatan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keterpaparan permukiman di Kota Pariaman terhadap tsunami didominasi oleh tingkat keterpaparan sedang dengan luas 963,07 hektar, kemudian disusul oleh tingkat keterpaparan tinggi dengan luas 572,60 hektar, serta tingkat keterpaparan rendah dengan luas 121,98 hektar. Permukiman di Kota Pariaman yang terpapar tinggi terhadap tsunami cenderung berada di wilayah yang landai, serta dekat dengan pantai.
Kata Kunci: Keterpaparan, Permukiman, SIG, Tsunami
ABSTRACT
Pariaman city is one of Indonesia‟s cities that is indicated to be prone to tsunami because it is located in the edge of the beaches, abutting directly with Indian Ocean. Settlement is one important asset to be guarded. Mapping the exposure zone of settlement from tsunami is needed to protect its residents and can be made as a reference in disaster mitigation and minimize the negative effects of disaster. This Mapping aimed to assess the level of settlements exposure to tsunami. Levels of exposure can be seen from two components, which are “hazard”, and “element at risk”. The level of tsunami hazard uses several parameters, such as distance of shoreline, elevation, slopes, and distance of river. On the other hand, “Element at risk” focuses on elements affected by tsunami, like settlements. This Exposure Mapping used overlay technique and scoring-weighting methods by using software ArcMap 10.1 as one approach based on Geographic Information System (GIS). Result of this research showed that Pariaman City settlements' exposure to tsunami was dominated by medium exposure level with 963,07 hectares, followed by high exposure level with 572,60 hectares, and low exposure level with 121,98 hectares. Pariaman City‟s settlement with high exposure to tsunami was located in sloping and near-beach region.
Keywords: Exposure, Settlements, GIS, Tsunami
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ancaman terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di antara tiga lempeng dunia, yaitu lempeng
Indo-318
Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng-lempeng ini mengalami pergerakan yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan-gangguan di dasar laut berupa gempa bumi tektonik, longsoran lempeng di dasar laut, letusan gunung api di dasar laut [1]. Gangguan-gangguan ini dapat memicu terjadinya tsunami di Indonesia.
Salah satu kota di Indonesia yang terancam oleh tsunami yaitu Kota Pariaman. Kota Pariaman berada di pesisir Barat Pulau Sumatera yang rawan terjadi gempa besar dan tsunami [2]. Hal ini dikarenakan lokasi Kota Pariaman yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang merupakan tempat pertemuan dua lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Salah satu lempeng tersebut menunjam masuk ke bawah lempeng lainnya sehingga terjadi subduksi atau penunjaman. Gempa Subduksi ini sangat aktif membangkitkan gelombang tsunami [1]. Selain faktor geologi tersebut, Kota Pariaman sebagai kota rawan bahaya tsunami juga dipengaruhi oleh kondisi topografinya.
Kondisi topografi di Pariaman memiliki ketinggian wilayah pada kisaran 0-15 meter dari permukaan laut [3]. Kondisi topografi kota Pariaman yang cukup landai ini juga dapat menambah tingkat bahaya kota Pariaman terhadap bencana tsunami. Meningkatnya tingkat bahaya tsunami ini meningkatkan keterpaparan elemen berisiko bencana, salah satunya yaitu permukiman.
Permukiman sebagai salah satu elemen berisiko bencana merupakan aset penting yang harus dijaga. Permukiman di Kota Pariaman pada umumnya berada di dekat pantai karena pusat kotanya yang hanya berjarak ±346 meter dari pantai. Permukiman yang berada di pinggir pantai tersebut tentunya dapat meningkatkan besarnya kemungkinan permukiman tersebut terpapar oleh tsunami.
Untuk itu, diperlukan pemetaan zona keterpaparan permukiman terhadap tsunami demi menjaga penduduk yang bertempat tinggal di permukiman tersebut. Pemetaan keterpaparan permukiman terhadap tsunami ini juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam mitigasi bencana dan meminimalkan kerugian akibat bencana tsunami. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan memfokuskan mitigasi pada permukiman yang terpapar tinggi terhadap tsunami.
Pemetaan ini bertujuan untuk menaksir tingkat keterpaparan permukiman terhadap bencana tsunami. Keterpaparan menunjukkan sejauh mana elemen beresiko terkena oleh suatu bahaya tertentu di mana pada GIS digambarkan dengan meng-overlay peta bahaya dengan peta elemen beresiko [4]. Tingkat keterpaparan dilihat dari dua komponen, yaitu tingkat bahaya (hazard), serta
element at risk. Bahaya atau hazard merupakan kejadian fisik, fenomena atau aktivitas manusia yang berpotensi merusak yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa atau cedera, kerusakan properti, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan [4]. Parameter yang digunakan dalam penentuan daerah rawan tsunami dengan pendekatan SIG meliputi: jarak dari sumber penyebab tsunami, morfologi dasar laut daerah pantai, elevasi lereng bawah laut, bentuk garis pantai, jarak dari sungai, keberadaan pulau penghalang, topografi daratan, elevasi daratan, keterlindungan daratan dan jarak dari garis pantai [5]. Elemen yang terkena bencana atau element at risk merupakan populasi, properti, kegiatan ekonomi, termasuk layanan publik, atau nilai pasti lainnya yang terkena bahaya di wilayah tertentu [4]. Element at risk dalam penelitian ini yaitu permukiman.
METODOLOGI
Wilayah penelitian ini adalah Kota Pariaman yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman. Secara geografis terletak pada 0° 33‟00" -0°40‟43” Lintang Selatan dan 100°10‟33”- 100° 10‟ 55" Bujur Timur [3]. Kota Pariaman memiliki empat kecamatan yaitu Kecamatan Pariaman Utara, Kecamatan Pariaman Tengah, Kecamatan Pariaman Timur, serta Kecamatan Pariaman Selatan [3]. Kota Pariaman sebelah utara, timur, serta selatan berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman, sedangkan sebelah barat berbatasan langsung dengan Samudera Hindia [3].
Alur pikir dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu penentuan tingkat bahaya tsunami, serta penentuan tingkat keterpaparan permukiman terhadap tsunami. Untuk menaksir tingkat bahaya tsunami dilakukan dengan menggunakan teknik overlay atau pertampalan terhadap peta-peta tematik
319 seperti peta jarak dari garis pantai, wilayah ketinggian, wilayah lereng, serta jarak dari sungai. Pertampalan atau overlay tersebut dilakukan dengan menggunakan metode skoring dan pembobotan. Untuk skor dan bobot tiap paramaternya dapat dilihat pada Tabel 1. Setelah dilakukan penentuan tingkat bahaya tsunami, selanjutnya dilakukan penentuan wilayah permukiman yang terpapar oleh tsunami dengan meng-overlay peta bahaya dengan peta permukiman menggunakan metode skoring dan pembobotan. Alur Pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data garis pantai, ketinggian, lereng, sungai, serta permukiman. Data garis pantai diperoleh dari website tanahair.indonesia.go.id dengan skala 1:50.000. Data ketinggian dan wilayah lereng diperoleh dari pengolahan Citra ASTER (The Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) GDEM (Global Digital Elevation Model) yang diunduh di https://earthexplorer.usgs.gov/. Citra ASTER GDEM ini merupakan produk dari
US National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan Japan„s Ministry of Economy Trade and Industry (METI). Selain itu, data sungai diperoleh dengan melakukan digitasi dari Citra Google Earth
tahun 2017, dan data permukiman diperoleh dengan melakukan digitasi dari Citra Digital Globe tahun 2015 yang disediakan ESRI sebagai Basemap pada Software ArcMap 10.1.
Tabel 1. Skor dan Bobot Tiap Parameter
Parameter Kelas Skor Bobot
Jarak dari Garis Pantai (m) 0-500m 5
30 501-1000m 4 1001-1500m 3 1501-3000m 2 >3000m 1 Ketinggian (m) <10m 5 30 11-25m 4 26-50m 3 51-100m 2 >100m 1 Wilayah Lereng (%) 0-2% 5 25 3-5% 4 6-15% 3 16-40% 2 >40% 1
Jarak dari Sungai 0 – 100m 5
15
101 – 200m 4
201-300m 3
301-500m 2
>500m 1
320
Skoring dan pembobotan tersebut dilakukan untuk menentukan nilai bahaya, Secara matematis, skoring dan pembobotan tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
...(1) dimana:
X = Nilai Bahaya
Wi = Bobot untuk parameter ke-i Xi = Skor kelas pada parameter ke-i
Setiap kelas dikalikan dengan bobotnya, dan dijumlahkan sehingga menghasilkan nilai bahaya. Selanjutnya, nilai bahaya tersebut diklasifikasikan untuk menentukan tingkat bahayanya. Setelah peta bahaya tsunami diperoleh, selanjutnya peta bahaya tsunami tersebut ditampalkan dengan peta permukiman sebagai element at risk untuk melihat seberapa terpapar permukiman di Kota Pariaman terhadap bahaya tsunami.
Data yang sudah diolah dianalisis menggunakan analisis spasial deskriptif. Analisis ini menggambarkan atau mendeskripsikan bagaimana persebaran wilayah bahaya tsunami dan keterpaparan permukiman terhadap bahaya tsunami di Kota Pariaman secara spasial atau keruangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahaya Tsunami
Tingkat bahaya tsunami dapat ditentukan oleh beberapa parameter seperti jarak dari garis pantai, wilayah ketinggian, wilayah lereng, serta jarak dari sungai. Peta-peta tematik parameter tingkat bahaya tsunami tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Selain itu, luasan wilayah masing-masing peta tematik tersebut dapat dilihat rincian hasil pengolahan data pada Tabel 2.
321 (c) (d)
Gambar 2. (a) Peta Jarak dari Garis Pantai; (b) Peta Wilayah Ketinggian; (c) Peta Wilayah Lereng; (d) Peta
Jarak dari Sungai
Jarak suatu tempat dari garis pantai dinilai sebagai parameter kerentanan terhadap bahaya tsunami didasarkan pada jangkauan rayapan gelombang tsunami di mana ketinggian gelombang tsunami akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jarak pada saat gelombang tersebut berada pada garis pantai [7]. Peta jarak dari garis pantai pada Gambar 2.(a) terdiri atas lima kelas. Wilayah yang tingkat bahayanya tinggi berada pada wilayah yang jaraknya 0 – 500 meter dari garis pantai, karena jarak dari garis pantai (shoreline) memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan wilayah bahaya tsunami. Semakin dekat jaraknya dengan garis pantai, semakin tinggi tingkat bahaya tsunaminya. Bedasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa Kota Pariaman didominasi oleh wilayah yang jaraknya lebih dari 3000 meter dari garis pantai. Hal ini diperkuat oleh Tabel 2 yang menyatakan bahwa 39,53% dari luas kota Pariaman berada pada jarak 3000 meter dari garis pantai.
Wilayah Ketinggian pada Gambar 2 (b) terdiri atas lima kelas di mana kelas yang paling berpotensi terkena tsunami yaitu kelas di bawah 10 mdpl. Hal ini dikarenakan wilayah ketinggian daratan yang sangat rendah menyebabkan wilayah tersebut menjadi wilayah yang berbahaya terhadap tsunami, karena tsunami akan leluasa untuk dapat masuk ke daratan [8]. Berdasarkan peta wilayah ketinggian tersebut, Kota Pariaman didominasi oleh ketinggian di bawah 10 meter hingga 11 – 25 meter yang artinya ketinggian Kota Pariaman masih tergolong rendah. Hal ini berarti berdasarkan ketinggian, Kota Pariaman didominasi oleh tingkat bahaya tinggi terhadap tsunami. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat wilayah ketinggian di kota Pariaman didominasi oleh ketinggian 11 – 25 meter, yaitu seluas 17,92 km2 atau 45,68% dari luas Kota Pariaman diikuti oleh ketinggian di bawah 10 meter dengan luas 17,92 km2 atau 27,70%.
Sama halnya dengan jarak dari garis pantai dan wilayah ketinggian, wilayah lereng juga memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan wilayah bahaya tsunami. Semakin curam lereng, semakin rendah pengaruh tinggi gelombang tsunami (Sengaji dan Nababan, 2009)[9]. Berdasarkan peta yang terdapat pada Gambar 2 (c) dari wilayah lerengnya, Kota Pariaman didominasi oleh wilayah lereng antara 6% hingga 15% yang artinya lereng di Kota Pariaman tidak begitu landai, dan tidak begitu curam. Hal ini didukung oleh Tabel 2 yang menyatakan bahwa Kota Pariaman didominasi oleh wilayah lereng 6% hingga 15% yaitu seluas 32,89 km2 atau 51,09% dari luas Kota Pariaman. Hal ini berarti berdasarkan wilayah lereng, Kota Pariaman didominasi oleh tingkat bahaya sedang terhadap tsunami.
322
Jarak dari sungai dibagi menjadi lima kelas. Kelas yang berada pada tingkat bahaya yang tinggi terhadap tsunami yaitu terdapat pada wilayah yang jaraknya 0 hingga 100 m dari sungai. Hal ini dikarenakan gelombang tsunami jika bertemu dengan sungai dapat dengan leluasa masuk daratan tanpa ada yang menghalangi [10]. Berdasarkan peta jarak dari sungai pada Gambar 2 (d), Kota Pariaman sebagian besar berada di dalam kelas “lebih dari 500m”.
Tabel 2. Luasan Jarak dari Garis Pantai, Ketinggian, Wilayah Lereng, dan Jarak dari Sungai di Kota Pariaman
Parameter Kelas Luas
Km2 Persentase
Jarak dari Garis Pantai (m) 0-500m 7,21 11,18
10,38 10,09 28,81 39,53 501-1000m 6,70 1001-1500m 6,51 1501-3000m 18,59 >3000m 25,51 Ketinggian (m) <10m 17,92 27,70 45,68 23,16 3,44 - 11-25m 29,55 26-50m 14,98 51-100m 2,23 >100m - Wilayah Lereng (%) 0-2% 1,65 2,57 11,53 51,09 32,54 2,24 3-5% 7,42 6-15% 32,89 16-40% 20,94 >40% 1,44
Jarak dari Sungai 0 – 100m 6,50 10,07
9,01
101 – 200m 5,82
201-300m 5,39 8,35
301-500m 9,65 14,95
>500m 37,17 57,59
Tingkat Bahaya Tsunami Kota Pariaman
Berdasarkan Gambar 3(a) dapat diketahui bahwa Kota Pariaman didominasi oleh tingkat bahaya Sedang hingga Tinggi. Hal ini diperkuat oleh Tabel 3 yang menyatakan bahwa tingkat bahaya sedang mendominasi Kota Pariaman, yaitu seluas 42,47 km2 atau 65,80% dari luasan Kota Pariaman, kemudian diikuti oleh tingkat bahaya tinggi seluas 14,85 km2 atau 23,00% dari luas Kota Pariaman dan tingkat bahaya rendah seluas 7,22 km2 atau 11,18% dari luas Kota Pariaman.
Tabel. 3 Luasan Tingkat Bahaya Tsunami di Kota Pariaman
Tingkat Bahaya Hektar Luas Persentase
Rendah 7,22 11,18
Sedang 42,47 65,80
Tinggi 14,85 23,00
Tingkat bahaya tsunami di Kota Pariaman dengan kelas tinggi sebagian besar berada di Barat Kota Pariaman, yaitu wilayah yang ketinggiannya rendah dan dekat dengan pantai. Selain itu, tingkat bahaya tsunami di Kota Pariaman dengan kelas rendah sebagian besar berada di Timur Kota Pariaman, yaitu wilayah yang ketinggiannya cukup tinggi dan jauh dari garis pantai.
Kecamatan yang memiliki tingkat bahaya tinggi terhadap tsunami yaitu Kec. Pariaman Tengah, Kec. Pariaman Utara, serta Kec. Pariaman Selatan. Ketiga kecamatan tersebut karena berbatasan langsung dengan garis pantai serta memiliki wilayah ketinggian yang cukup rendah. Selain itu, Kecamatan Pariaman Timur hanya memiliki sedikit tingkat bahaya tinggi terhadap tsunami dikarenakan wilayahnya yang berada jauh dari garis pantai serta cukup tinggi.
323 (a) (b)
Gambar 3. (a) Peta Tingkat Bahaya Tsunami di Kota Pariaman; (b) Peta Zona Keterpaparan Permukiman Kota
Pariaman Terhadap Tsunami
Zona Keterpaparan Permukiman Terhadap Tsunami di Kota Pariaman
Berdasarkan Gambar 3(b) dapat diketahui bahwa permukiman di Kota Pariaman sebagian besar berada di wilayah yang tingkat keterpaparannya sedang hingga tinggi. Wilayah permukiman yang berada di tingkat keterpaparan tinggi terhadap tsunami tersebut didominasi berada di Barat Kota Pariaman dengan wilayah ketinggian yang cukup rendah serta dekat dengan pantai. Begitu juga sebaliknya, Wilayah permukiman yang berada di tingkat keterpaparan sedang hingga rendah terhadap tsunami tersebut didominasi berada di Timur Kota Pariaman dengan wilayah ketinggian yang tinggi serta jauh dengan pantai. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa permukiman di Kota Pariaman didominasi oleh wilayah yang tingkat keterpaparan yang sedang yaitu seluas 9,63 km2 atau 58,10% dari luas kota Pariaman. Selain itu, permukiman yang tingkat keterpaparannya tinggi seluas 5,72 km2 dan permukiman yang tingkat keterpaparannya rendah seluas 1,21 km2.
Tabel. 4 Luasan Tingkat Keterpaparan Permukiman Terhadap Tsunami di Kota Pariaman
Tingkat Keterpaparan Luas
Km2 Persentase
Rendah 1,21 7,36
Sedang 9,63 58,10
Tinggi 5,72 34,54
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa kecamatan yang memiliki tingkat keterpaparan rendah terluas yaitu kecamatan Pariaman Selatan, yaitu 0,71 km2. Selain itu, Luasan permukiman pada tingkat keterpaparan sedang yang paling luas yaitu kecamatan Pariaman Timur, yaitu seluas 3,20 km2. Selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Pariaman Selatan seluas 2,77 km2, Kec. Pariaman Tengah seluas 1,83 km2, dan Kec. Pariaman Utara seluas 1,82 km2. Selain itu, jika dilihat dari tingkat keterpaparan tinggi, Kecamatan Pariaman Tengah merupakan wilayah yang tingkat keterpaparan tinggi terluas, yaitu seluas 2,55 km2, diikuti oleh Pariaman Utara seluas 2,23 km2, Pariaman Selatan seluas 0,65 km2, dan Pariaman Timur seluas 0,28 km2.
324
Tabel. 5 Luasan Tingkat Keterpaparan Permukiman Terhadap Tsunami di Kota Pariaman Per Kecamatan
Tingkat
Keterpaparan Luas (km
2)
Pariaman Utara Pariaman Timur Pariaman Tengah Pariaman Selatan
Rendah 0,37 0,71 0,00026 0,12
Sedang 1,82 3,20 1,83 2,77
Tinggi 2,23 0,2852 2,55 0,65
Permukiman di Kecamatan Pariaman Tengah dan Kecamatan Pariaman Utara didominasi oleh tingkat keterpaparan tinggi terhadap tsunami. Hal ini dikarenakan permukimannya yang berada di dekat pantai, dan ketinggiannya yang cukup rendah sehingga meningkatkan tingkat keterpaparannya. Selain itu, permukiman di Kecamatan Pariaman Timur dan Pariaman Selatan didominasi oleh tingkat keterpaparan sedang hingga rendah. Hal ini dikarenakan oleh wilayah ketinggiannya yang cukup tinggi, serta lokasi permukimannya yang jauh dari garis pantai.
KESIMPULAN
Berdasarkan Peta Bahaya Tsunami di Kota Pariaman dapat diketahui bahwa secara umum Kota Pariaman berada di tingkat bahaya sedang hingga tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh jarak dari garis pantai, ketinggian, lereng, serta jarak dari sungai. Adapun faktor yang paling berpengaruh yaitu jarak dari garis pantai serta ketinggian.
Permukiman di Kota Pariaman didominasi oleh tingkat keterpaparan sedang hingga tinggi terhadap tsunami. Seluas 9,63 km2 atau 58,10% dari luas kota Pariaman merupakan wilayah yang terpapar sedang terhadap tsunami. Permukiman dengan tingkat keterpaparan sedang terpusat di Kec. Pariaman Timur (3,20 km2) dan Pariaman Selatan (2,77km2). Selain itu, permukiman yang memiliki tingkat keterpaparan tinggi terhadap tsunami paling luas yaitu kecamatan Pariaman Tengah (2,55 km2), kemudian diikuti oleh kecamatan Pariaman Utara (2,23 km2).
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa, Badrul. (2010). Lokasi Potensi Sumber Tsunami di Sumatera Barat. Jurnal Ilmu Fisika. 2 (2), 94-100. Ihsan, Fadhilatul, dan Qodarian Pramukanto. (2017). Perencanaan Lanskap Kota Pariaman Provinsi Sumatera
Barat Berbasis Mitigasi Tsunami. Jurnal Lanskap Indonesia 9(1), 1-12.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pariaman. 2017. Kota Pariaman Dalam Angka 2016.
United Nationals, International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR). 2004. Terminology Of Disaster Risk Reduction.
Petrus, Subardjo dan Raden Ario. (2015). Uji Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Jurnal Kelautan Tropis, 18(2),82-97. Faiqoh Iqoh, Johson Lumban Gaol, dan Marisa Mei Ling. (2013). Vulnerability Level Map of Tsunami Disaster in
Pangandaran Beach, West Java. International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences, 10(2), 90 – 103.
Hidayatullah, S. Santius. (2015). Pemodelan Tingkat Risiko Bencana Tsunami Pada Permukiman di Kota Bengkulu Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Permukiman. 10(2), 92-105.
Gersanandi, Petrus Subardjo, dan Agus Nugroho DS. (2013). Analisa Spasial Kerentanan Bencana Tsunami di Kabupaten dan Kota Pesisir Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Oseanografi, 2(3), 232–237.
Sengaji, Ernawati dan Bisman Nababan. (2009). Pemetaan Tingkat Resiko Tsunami di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 1(1), 48-61.
Mardiyanto, Bangun, Baskoro Rochaddi, dan Muhammad Helmi. (2013). Kajian Kerentanan Tsunami Menggunakan Metode Sistem Informasi Geografi di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.