• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Remaja merupakan individu yang sedang mengalami perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja berada diantara anak-anak dan dewasa, oleh sebab itu masa remaja sering disebut sebagai masa transisi dan masa mencari jati diri, karena pada saat itu remaja individu mulai mengenal diri sendiri dan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri maupun lingkungan sekitar.

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa pubertas menuju masa dewasa awal, dimana dibutuhkan usaha yang keras dalam menyesuaikan terhadap lingkungan dengan kondisi yang lebih baru dan lebih matang. Dalam masa ini tidak bisa dihindarkan bahwa tingkah laku sebagian remaja mengalami ketidaktentuan saat mereka mencari kedudukan dan identitas. Remaja bukan lagi anak-anak tetapi belum juga menjadi orang dewasa, dan cenderung bersifat lebih sensitif karena peran yang belum tegas. Remaja adalah individu yang sedang mengalami serangkaian tugas perkembangan yang khusus.

Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang mengalami banyak perubahan pada psikis dan sosial emosi, yang dapat menimbulkan kebingungan di kalangan remaja, mereka mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Pada beberapa remaja yang telah memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman mengenai semua perubahan tersebut akan menganggap bahwa perubahan yang terjadi adalah hal yang biasa atau wajar, tetapi bagi remaja yang tidak memperoleh informasi sejak awal akan menimbulkan rasa cemas, takut, malu, dan kebingungan.

Keterbatasan para remaja tunarungu untuk berkomunikasi menyebabkan mereka sulit untuk mencapai aspek-aspek tersebut. Dalam perkembangan sosial remaja tunarungu, umumnya mengalami hambatan komunikasi dan juga hambatan belajar tentang hal-hal yang berkaitan dengan intelektual,

(2)

kurang mandiri dalam pegambilan keputusan, kepercayaan diri, sangat egosentris (termasuk sukar menyesuaikan diri) karena komunikasi umumnya hanya dapat dilakukan dengan diri sendiri, menjadi penuntut dan bersikap acting-out (melebih-lebihkan).

Memasuki masa remaja, bagi seorang tunarungu merupakan masa yang sulit karena mereka kurang mampu berkomunikasi (menyatakan pikiran, perasaan, ide) dan berinteraksi yang penting bagi fungsi sosial. Keterbatasan dalam berkomunikasi sebagai adanya gangguan pendengaran sering menimbulkan kesulitan sosial dan perilaku. Remaja tunarungu sulit memahami makna dari setiap perilaku yang orang lain lakukan dan perilaku yang mereka sendiri lakukan.

Tidak mudah bagi remaja dalam pencarian kemandirian, sebab usaha untuk memutuskan ikatan infantil yang telah berkembang dan dinikmati dengan penuh rasa nyaman selama masa kanak-kanak seringkali menimbulkan reaksi yang sulit dipahami (misunderstood) bagi keduabelah pihak, yaitu remaja dan orangtua (Rice, 1996). Remaja sering tidak mampu memutuskan simpul-simpul ikatan emosional kanak-kanaknya dengan orang tua secara logis dan objektif. Dalam usaha itu mereka kadang-kadang harus menentang, berdebat, berbeda pendapat, dan mengkritik dengan pedas sikap-sikap orang tua (Thornburg, 1982). Meskipun tugas ini sulit bagi kedua belah pihak, namun orang tua perlu menyadari bahwa pencapaian kebebasan itu merupakan proses perkembangan yang sungguh normal (Rice, 1996; Lerner dan Spanier, 1980). Aprilia (2010)

Misalnya perilaku kemandirian terkadang ditafsirkan sebagai

pemberontakan (rebellion) karena pada kenyataannya remaja yang memulai mengembangkan kemandirian seringkali diawali dengan memunculkan perilaku yang tidak sesuai dengan aturan keluarga (Steinberg, 1993:286). Akibatnya orang tua kurang toleran terhadap proses perolehan kemandirian yang dilakukan remaja. Tetapi dalam situasi lain orang tua ternyata menginginkan remaja memiliki kemandirian, bahkan mereka berharap saat dewasa nanti tidak lagi bergantung kepada orang tua. Inferensi dari salah satu fenomena perkembangan kemandirian ini adalah bahwa tidak sedikit orang tua yang belum memahami kemandirian.

(3)

Menurut Steinberg (dalam Lewis, 2009) dalam kutipan Aprilia:2010, kemandirian itu apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan keputusan yang dibuat adalah lebih berdasarkan pada diri sendiri daripada mengikuti apa yang orang lain percayai.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Steinberg (dalam Newman, 2006) bahwa kemandirian itu adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri, memilih dan memutuskan keputusan sendiri serta mampu melakukannya tanpa terlalu tergantung pada orang lain. Menurut beberapa ahli, kemandirian menunjuk pada kemampuan psikososial yang mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan, dan bebas mengatur kebutuhan sendiri (Lerner, 1976), penampilan keputusan pribadi yang didasari pengetahuan lengkap tentang konsekuensi berbagai tindakan serta keberanian menerima konsekuensi dari tindakannya tersebut (Lamb, 1996), kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain (Watson dan Lindgren, 1973), aktivitas perilaku yang terarah pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain, dan mencoba memecahkan atau menyelesaikan masalah sendiri tanpa minta bantuan kepada orang lain, dan mampu mengatur diri sendiri (Bathia, 1977). Steinberg, (1993: 296) menyatakan bahwa para peneliti melihat ada tiga domain kemandirian perilaku pada remaja, yaitu:

1. Changes in feelings of self-reliance yaitu perubahan dalam rasa percaya diri.

2. changes in compormity andsusceptibility to the influence of other yaitu perubahan remaja dalam penyesuaian dan kerentanan terhadap

pengaruh-pengaruh dari luar.

3. changes in decision-making abilities yaitu perubahan dalam kemampuan untuk mengambil keputusan..

Berdasarkan hasil penelitian Aprilia (2010), yang mengatakan bahwa Kemandirian adalah kemampuan untuk menguasai, mengatur, atau mengelola diri sendiri. Remaja yang memiliki kemandirian ditandai oleh kemampuannya untuk tidak tergantung secara emosional terhadap orang lain terutama orang tua, mampu mengambil keputusan secara mandiri dan konsekuen terhadap

(4)

keputusan tersebut, serta kemampuan menggunakan (memiliki) seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta penting dan tidak penting.

Untuk menjadi individu yang mandiri tidaklah muncul begitu saja secara mendadak atau terjadi dalam tempo yang singkat, tetapi harus dimulai dengan latihan kemandirian sejak kecil dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Adanya perubahan-perubahan yang terjadi atau interaksi diantara berbagai variabel-variabel di atas merupakan refleksi dan kondisi progresif yang terjadi selama masa remaja dalam menuju perkembangan kemandirian. Seperti yang dikemukakan Smart dan Smart (1978) bahwa “kemandirian dapat dilihat sejak individu masih kecil dan akan terus berkembang sehingga akhirnya menjadi sifat yang relatif menetap pada masa remaja.

Pada kenyataannya permasalahan yang dihadapi remaja tunarungu untuk mencapai kemandirian tersebut cukup kompleks. Hal tersebut dapat dilihat pada siswa tunarungu di SLB Permata Cianjur yang menginjak masa remaja, yaitu diantaranya kurangnya rasa percaya diri, kurangnya menunjukkan keberanian saat diberikan pertanyaan serta sulitnya beradaptasi dengan lingkungan yang baik, maupun sulit menentukan pada siapa dia meminta saran, mereka lebih mudah meniru hal-hal yang negatif dibandingkan hal yang positif ketika bergaul di lingkungan masyarakat.

Penanggulangan masalah-masalah dalam pembentukan kemandirian remaja tunarungu dapat dibantu oleh pihak sekolah dan orang tua. Sekolah merupakan suatu lembaga formal yang menyelenggarakan pendidikan dalam tujuannya tidak hanya menciptakan individu memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan saja tetapi sekolah juga berfungsi sebagai tempat untuk mengembangkan dan membentuk kepribadian individu. Dalam kegiatan di sekolah siswa harus memiliki pemahaman terhadap nilai dan sikap dalam pengembangan potensi dan kepribadian dirinya. Orang tua juga sebagai orang yang memiliki frekuensi waktu yang banyak dengan anak, sehingga mampu membantu anak dalam mengembangkan perilaku kemandiriannya agar menjadi remaja yang baik

(5)

B. Rumusan Masalah

Agar penelitian lebih terarah terhadap pokok persoalan yang akan diteliti, maka rumusan masalah ini adalah “Bagaimanakah Kemandirian Perilaku Remaja Tunarungu di SLB Permata Cianjur”. Secara rinci dibuat dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana perilaku percaya diri remaja tunarungu?

2. Bagaimana perilaku pengambilan keputusan remaja tunarungu? 3. Bagaimana perilaku penyesuaian diri remaja tunarungu?

4. Apa faktor hambatan kemandirian perilaku remaja tunarungu di sekolah?

5. Apa faktor hambatan kemandirian perilaku remaja tunarungu di rumah?

6. Bagaimana upaya yang dilakukan sekolah (guru) dalam

mengembangkan kemadirian perilaku remaja tunarungu?

7. Bagaiamana upaya yang dilakukan orang tua dalam mengembangkan kemandirian perilaku remaja tunarungu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kemandirian perilaku remaja tunarungu.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah pertama untuk mengetahui kemadirian perilaku yang ditimbulkan oleh remaja tunarungu yaitu dalam aspek percaya diri, pengambilan keputusan, dan penyesuaian diri. Kedua, untuk mengetahui apa saja hambatan remaja tunarungu dalam kemandirian perilaku. Ketiga, untuk mengetahui upaya guru dan orang tua dalam mengambangkan kemandirian perilaku remaja tunarungu.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat ganda baik secara praktis, teotiris, maupun bagi pengembangan pribadi peneliti. Manfaat yang dimaksud dapat diungkapkan sebagai berikut :

(6)

a. Manfaat praktis

Pertama, dengan terdeskripsinya kemandirian perilaku remaja

tunarungu, dapat dijadikan bahan-bahan masukan di dalam merancang kurikulum bagi anak tunarungu. Penyusunan kurikulum sudah selayaknya dan seharusnya bertumpuk pada kondisi kenyataan yang ada.

Kedua, deskripsi kemandirian perilaku remaja tunarungu ini, juga dapat dijadikan sebagai salah satu dasar bagi guru dan orang tua di dalam melakukan pembelajaran kemandirian perilaku bagi remaja yang dianggap saat ini belum optimal dalam pendidikan.

b. Manfaat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini berguna dalam menjelaskan kemandirian perilaku remaja tunarungu dalam tiga aspek yaitu kepercayaan diri, penyesuaian diri, dan pengambilan keputusan sebagai prasyarat dalam penyusunan kurikulum dan layanan pendidikan mengenai kemandirian perilaku agar remaja tunarungu dapat mengambil keputusan dan bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini struktur organisasi yang digunakan terdiri dari lima bab, yaitu :

a) Bab I Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

b) Bab II Kajian Teoritis.

c) Bab III Metode penelitian berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian, termasuk beberapa komponen berikut : Lokasi dan subyek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data. d) Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari dua hal utama yakni

: pengolahan atau analisi data unttuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian dan pembahasan dan analisis temuan.

Referensi

Dokumen terkait

1) Humas berperan dalam Pencitraan Universitas Sam Ratulangi Manado dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa Humas dengan informasinya mampu memberi pengetahuan

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP.. Ilham Muchtar dan Abbas Baco Miro). Penelitian ini mengkaji tentang pandangan Islam terhadap Adat Mappacing di Desa Bonto Mate’ne Kecamatan Mandai

Pipes telah memilih untuk tidak menghiraukan ayat-ayat al-Qur‟an tersebut di atas yang tidak diragukan lagi bermakna bahwa Tanah Suci (dengan Jerusalem sebagai

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa karena penulis diberikan waktu, pikiran, kesehatan dan kekuatan mental sehingga penulis

Dengan menggunakan cause and effect diagram atau diagram sebab akibat, kita akan mencari akar dari setiap masalah yang ada.. Alat bantu tersebut dirancang untuk

Hopkins(Sutama 2010 : 15) PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri

Dimana sebagian besar pendidik di lapangan mengabaikan latar pengetahuan dan kepentingan pembaca (D. K-W-L dikembangakan dan diujiterapkan untuk mengetahui kerangka