• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT

PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

OLEH:

ANGGITHA RATRI DEWI F14051034

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT

PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ANGGITHA RATRI DEWI F14051034

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT

PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh:

ANGGITHA RATRI DEWI F14051034

Dilahirkan pada tanggal 5 Desember 1986 di Malang

Bogor, Juni 2009 Menyetujui,

(Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si) Dosen Pembimbing

Mengetahui,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) Ketua Departemen Teknik Pertanian

(4)

Anggitha Ratri Dewi. F14051034. Kajian Konfigurasi Mesin Penggilingan untuk Meningkatkan Rendemen dan Menekan Susut Penggilingan pada Beberapa Varietas Padi. Dibimbing oleh Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi. 2009.

RINGKASAN

Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk Indonesia karena sebagian besar mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Salah satu solusi bijak yang bisa ditempuh untuk mengatasi kelangkaan beras adalah dengan memaksimalkan produksi beras dalam negeri dengan cara menekan kehilangan hasil selama pascapanen. Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses dimana proses utamanya adalah pemecahan kulit (husking) dan penyosohan (polishing) untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Kehilangan hasil di penggilingan tergantung pada penanganan gabah sejak dipanen sampai pengeringan (mutu gabah dan kadar air gabah), kondisi lingkungan (lahan kering/pasang surut), sistem sanitasi penggilingan dan kondisi serta tipe alat mesin penggilingan. Rendemen giling dipengaruhi oleh kualitas gabah, varietas padi, kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan, derajat kematangan, dan konfigurasi mesin penggiling. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji rendemen dan susut giling pada berbagai konfigurasi mesin giling dan varietas padi serta mengamati mutu beras giling.

Penelitian lapang dilakukan di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mekartani, Rengasdengklok, Karawang untuk memperoleh data rendemen lapang dan mengamati kondisi penggilingan. Pengukuran rendemen laboratorium dan pengamatan mutu beras dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian, Karawang. Metode yang dilakukan adalah padi dengan varietas Ciherang, Hibrida, dan Cibogo digiling menggunakan konfigurasi mesin giling yang terdiri dari: (1) dua kali pecah kulit dan dua kali sosoh (2H-2P), (2) satu kali pecah kulit, satu kali pemisah, dan satu kali sosoh(H-S-P), (3) satu kali pecah kulit, dua kali pemisah dan dua kali sosoh(H-2S-2P). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan menggunakan tabel anova. Pengujian untuk melihat sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan menggunakan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Pengamatan akan dilakukan terhadap rendemen giling, susut giling, dan mutu beras.

Hasil pengukuran rendemen lapang menunjukkan bahwa rendemen lapang terbesar adalah varietas Cibogo dengan konfigurasi H-2S-2P, yaitu sebesar 67.97%. Untuk varietas Ciherang dan Hibrida, rendemen terbesar adalah dengan konfigurasi H-S-P, yaitu masing-masing sebesar 62.96% dan 62.04%. Rendemen laboratorium tertinggi untuk ketiga varietas adalah dengan konfigurasi H-S-P, yaitu Ciherang, Hibrida, dan Cibogo berturut-turut sebesar 66.35%, 64.83%, dan 69.26%. Hasil susut penggilingan terkecil adalah varietas Ciherang dan Cibogo dengan konfigurasi H-2S-2P sebesar 3.06% dan 1.18%. Susut terendah varietas Hibrida dengan konfigurasi H-S-P sebesar 2.79%. Rata-rata susut terendah adalah konfigurasi H-2S-2P sebesar 2.52% dan varietas Cibogo 1.41%.

(5)

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa konfigurasi mesin giling tidak berpengaruh terhadap rendemen lapang, rendemen laboratorium, dan susut penggilingan. Namun, varietas memberikan pengaruh terhadap ketiga respon tersebut dengan hasil uji lanjut yang menunjukkan bahwa ketiga varietas menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap rendemen lapang, rendemen laboratorium, dan susut penggilingan.

Pemutuan beras menunjukkan beras kepala terbesar pada Ciherang dengan konfigurasi H-S-P (79.96%). Derajat sosoh terbesar adalah varietas Hibrida dengan konfigurasi H-2S-2P (100%). Hasil penilaian menggunakan skala pembobotan menunjukkan bahwa varietas Cibogo dengan konfigurasi H-2S-2P adalah yang terbaik ditinjau dari segi rendemen penggilingan, susut penggilingan, dan mutu berasnya.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 5 Desember 1986, anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Tjipto Utomo dan Ibu Lumantar Ningsih.

Jenjang pendidikan yang telah ditempuh yaitu pendidikan dasar di SD Taman Siswa Turen, lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan menengah pertama di SLTP N 1 Turen, lulus tahun 2002 kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA N 3 Malang dan lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun kedua tercatat sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian IPB.

Selama mengikuti perkuliahan di Departemen Teknik Pertanian, penulis pernah melakukan Praktek Lapang di PG Kebon Agung, Malang dengan judul “Mempelajari Aspek Keteknikan pada Proses Produksi dan Penyimpanan Gula di PG Kebon Agung, Malang”. Organisasi yang pernah diikuti selama kegiatan perkuliahan antara lain Staf Departemen Keteknikan HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian), Pengurus UKM FORCES (Forum for Scientific Studies), dan Pengurus Keluarga Mahasiswa Arema. Prestasi yang pernah diraih penulis selama di IPB adalah Juara 3 Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Tingkat IPB dan Finalis Kontes Kreatifitas dan IPTEK Mahasiswa Nasional (Konteknas) di Universitas Sebelas Maret.

(7)

i KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Kajian Konfigurasi Mesin Penggilingan untuk Meningkatkan Rendemen dan Menekan Susut Penggilingan pada Beberapa Varietas Padi”.

Skripsi ini berisi informasi mengenai rendemen dan susut penggilingan pada berbagai konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi. Dengan informasi ini diharapkan dapat dijadikan acuan lebih lanjut untuk mengkaji rendemen dan susut penggilingan yang terjadi di tempat penggilingan padi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penulis melaksanakan penelitian maupun penulisan skripsi, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah ini.

2. Bapak Dr. Ir. Lilik Pujantoro E.N, M.Agr. selaku dosen penguji yang telah memebrikan saran dan pengarahan dalam penulisan tugas akhir.

3. Bapak Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. selaku dosen penguji yang telah memebrikan saran dan pengarahan dalam penulisan tugas akhir.

4. Bapak Gery Kurniawan, selaku ketua gabungan kelompok tani (Gapoktan) Mekartani atas ijinnya menggunakan tempat, atas segala kebaikan, bantuan, kerjasama dan masukan selama penelitian.

5. Bapak Ir. Sigit Nugraha, selaku Kepala Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian, Karawang yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penelitian di laboratorium.

6. Staf Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian, Karawang, Bapak Supeno, Pak Haji Suhaya, dan Bu Leli atas bimbingan dan bantuan saat bekerja di laboratorium.

7. Keluarga tersayang, Bapak, Ibu, dan Adikku Ryan atas doa, dukungan dan motivasi yang diberikan.

(8)

ii 8. Masyarakat Gapoktan Mekartani, Pak Dedi dan Pak Wakil, bapak-bapak para operator penggilingan, serta Pak Pian atas informasi dan bantuan selama penelitian.

9. Keluarga Pak Ahmad, Bapak, Ibu Heni, Walid, Teh Cucum dan Dede Bams atas segala kebersamaan, bantuan, dan dukungan selama tugas akhir ini.

10. Keluarga Sukasari, Pakdhe, Budhe, Mbak Denok, Mbak Nimas, Mas Andi dan Andra atas motivasi, dukungan dan doa selama tugas akhir.

11. Seluruh dosen pengajar di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, atas ilmu dan pengalaman penting lainnya selama kuliah.

12. Riska Indaryani, rekan seperjuangan selama di IPB, selama di TEP, dan saat melakukan tugas akhir, serta Lilis Sucahyo sebagai teman satu bimbingan atas kebersamaannya selama ini. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk kita.

13. Muhammad Haris Riza, atas dukungan dan doa kepada penulis.

14. Teman-teman seperjuangan Tep’42 atas persahabatan dan masa-masa indahnya selama kuliah di IPB. Semoga Allah SWT memberikan jalan terbaik untuk kita semua.

15. Keluarga Ika, Bapak Joko, Ibu, dede Lusi, dan Om Abeng atas bantuan dan dukungan selama penelitian.

16. Keluarga besar Wismo Ayu: Tyas, Nita, Nur, Niken, Mb Titin, Rita, dll , Keluarga Besar Arema IPB, Mbak Rina, dan Mbak Dina serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungannya selama ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Juni 2009

(9)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Padi ... 4

B. Gabah ... 8

C. Beras ... 9

D. Kadar Air ... 11

E. Rendemen dan Susut Penggilingan ... 12

F. Penggilingan Padi ... 13

III.METODOLOGI PENELITIAN ... 19

A. Waktu dan Tempat ... 19

B. Alat dan Bahan ... 19

C. Metode Penelitian ... 20 D. Rancangan Percobaan ... 22 E. Pengamatan ... 22 1. Rendemen Penggilingan ... 22 2. Susut Penggilingan ... 23 3. Mutu Beras ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras... 29

B. Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi terhadap Rendemen Penggilingan... 34

(10)

iv C. Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi terhadap

Susut Penggilingan ... 40 D. Mutu Beras ... 43 V. PENUTUP ... 50 A. Kesimpulan ... 50 B. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN ... 54

(11)

v DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Padi Varietas Ciherang………... 5

Tabel 2. Padi Varietas Cibogo... ... 6

Tabel 3. Padi Varietas Hibrida SL8... ... 7

Tabel 4. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gabah ... 9

Tabel 5. Spesifikasi Persyaratan Mutu Beras Giling... ... 11

Tabel 6. Kadar Air pada Beberapa Varietas Padi... ... 29

Tabel 7. Dimensi Gabah pada Beberapa Varietas Padi... ... 31

Tabel 8. Kualitas Fisik Gabah pada Beberapa Varietas Padi ... 32

Tabel 9. Berat 1000 butir Gabah / Beras ... 33

Tabel 10.Rendemen Lapang pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi... ... 32

Tabel 11.Rendemen Laboratorium pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi... ... 37

Tabel 12.Perbandingan Rendemen Lapang, Rendemen Laboratorium, dan Susut Penggilingan……….. ... 39

Tabel 13.Lama Penggilingan pada berbegai Konfigurasi Mesin Penggilingan... ... 39

Tabel 14.Susut Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi... ... 41

Tabel 15.Mutu Beras Pengaruh pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi... ... 45

(12)

vi DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rubber Roll Husker pada PPK ... 14

Gambar 2. Screen Separator pada PPK ... 16

Gambar 3. Polisher Tipe Friksi pada PPK ... 17

Gambar 4. Skema Proses Penggilingan Padi Secara Sedethana ... 18

Gambar 5. Sistem Penggilingan Padi (Husker, Separator. Polisher) ... 20

Gambar 6. Skema Proses Penggilingan Padi dengan Konfigurasi (a) 22P, (b) H-S-P, (c) H-2S-2P ... 21

Gambar 7. Mini husker (a) dan mini polisher (b)... 23

Gambar 8. Kett Moisture Tester ... 25

Gambar 9. Milling Meter ... 25

Gambar 10. Sample Devider (a) dan Rice Grader (b) ... 26

Gambar 11. Timbangan Analitik... 27

Gambar 12.Skema Metode Penelitian ... 28

Gambar 13.Perbandingan Pengukuran Kadar Air pada Beberapa Varietas Padi dari Proses Pemanenan hingga Penggilingan ... 29

Gambar 14.Pengukuran Dimensi Gabah dan Beras ... 32

Gambar 15.Rendemen Lapang pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi ... 33

Gambar 16.Rendemen Laboratorium pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi ... 38

Gambar 17. Susut Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi ... 41

Gambar 18.Pemutuan Beras (Butir Kuning, Butir Mengapur, Benda Asing dan Butir Gabah) ... 48

(13)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rendemen Penggilingan ... 54

Lampiran 2. Susut Penggilingan ... 55

Lampiran 3. Spesifikasi Mesin Penggilingan Padi ... 56

Lampiran 4. Keterangan Umum Penggilingan (Hasil Wawancara) ... 58

Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam pada Rendemen Lapang ... 60

Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam pada Rendemen Laboratorium ... 61

Lampiran 7. Berat Gabah dan Beras di Lapangan ... 62

Lampiran 8. Berat Gabah dan Beras di Laboratorium ... 65

Lampiran 9. Kehilangan Hasil pada Husker dan Polisher ... 67

Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam pada Susut Penggilingan ... 68

Lampiran 11.Hasil Pengukuran Menggunakan Milling Meter ... 69

Lampiran 12.Pembobotan Nilai Keseluruhan ... 70

(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia karena sebagian besar mengkonsumsi nasi sebagai bahan makanan pokok. Nasi merupakan bahan makanan yang sudah cocok dengan bangsa Indonesia sehingga sulit menggantikan nasi sebagai makanan pokok. Kondisi ekonomi Indonesia yang tidak stabil menyebabkan kebutuhan pokok menjadi langka disertai dengan harga yang tinggi. Salah satu komoditas yang mengalami kondisi ini adalah beras. Namun, masyarakat Indonesia tidak dapat berpaling dari beras sebagai bahan makanan pokok.

Impor beras adalah salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mengatasi krisis bahan pangan. Namun, solusi ini mendapat protes dari banyak pihak karena dapat memperparah krisis yang dialami oleh bangsa Indonesia. Adanya protes ini disebabkan oleh pendapat bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang pernah berswasembada beras dan sampai saat ini pun padi yang ditanam dapat memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia.

Salah satu solusi bijak yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah ini adalah mengoptimalkan kembali hasil panen di negara ini. Cara yang dilakukan untuk mengoptimalkan hasil panen padi adalah dengan penanganan pascapanen yang baik dan pendistribusian hasil panen yang merata.

Masalah utama yang sering dialami oleh petani dalam penanganan pascapanen padi adalah tingginya kehilangan hasil selama pascapanen. Kegiatan pascapanen meliputi proses pemanenan padi, penyimpanan padi, perontokan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga menjadi beras. Masing-masing tahapan pemanenan tersebut memungkinkan terjadinya susut pascapanen. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS, 2007) dalam warta agribisnis (2008), menunjukkan bahwa susut hasil panen padi di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu sebesar 11.27 % yang terjadi pada saat panen (1.57 %), perontokan (0.98 %), pengeringan (3.59 %), penggilingan (3.07 %), penyimpanan (1.68 %), dan pengangkutan (0.38 %).

(15)

2 Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Gabah yang dapat dimasukkan dalam proses penggilingan padi adalah gabah kering giling. Berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat pengupasan dan penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan Bagian-bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun, tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah selama mengalami proses penggilingan.

Penggilingan padi sebagai mata rantai akhir dari proses produksi beras, mempunyai posisi yang strategis untuk ditingkatkan kinerja dan efisiensinya sehingga dapat menyumbang pada peningkatan produksi beras. Hal ini mengingat rendemen giling dari tahun ke tahun mengalami penurunan secara kuantitatif dari 70% pada akhir tahun 70-an menjadi 65% pada tahun 1985, 63,2% pada tahun 1999, dan pada tahun 2000 paling tinggi hanya 62%, bahkan kenyataan di lapang di bawah 60% (Tjahjohutomo, 2004).

Perhitungan susut penggilingan dilakukan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan kembali rendemen giling sehingga hasil beras yang didapatkan lebih optimal. Susunan mesin giling yang sesuai pada beberapa penggilingan padi kecil berpengaruh terhadap rendemen giling. Dengan perhitungan rendemen dan susut ini diharapkan pemilik penggilingan padi kecil dapat mengetahui bagaimana konfigurasi mesin giling yang tepat sehingga dapat mengoptimalkan hasil berupa beras yang siap dikonsumsi.

Selama ini petani-petani di Indonesia memerlukan data lengkap mengenai kondisi pertanian mereka. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data yang diperlukan oleh petani sehingga para petani dapat memperbaiki cara penanganan pascapanen mereka dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan. Jika kualitas beras lebih tinggi, maka dengan sendirinya rendemen pun akan meningkat sehingga petani akan mendapat nilai tambah dari hasil panen mereka.

(16)

3 B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membandingkan rendemen, susut giling dan mutu beras pada berbagai konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi

2. Menentukan konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi yang mampu meningkatkan rendemen serta menekan susut penggilingan.

(17)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Padi

Tanaman padi (Oryza sativa) termasuk golongan tanaman semusim. Bentuk batangnya bulat dan berongga disebut jerami, daunnya memanjang seperti pita yang berdiri pada ruas-ruas batang. Pada ujung batang utama dan batang anakan membentuk rumpun yang pada fase generatif membentuk malai. Bagian daun dari bawah ke atas terdiri dari pelepah daun, leher daun, daun telinga, lidah daun, dan helai daun (Nurmala, 1998).

Akarnya serabut yang terletak pada kedalaman tanah 20-30 cm. Malai padi terdiri dari sekumpulan bunga padi yang timbul dari buku paling atas. Pada waktu berbunga malai berdiri tegak kemudian terkulai bila butir telah terisi dan matang menjadi buah. Bunga padi terdiri atas tangkai bunga, kelopak bunga, lemma (gabah padi yang besar), palae (gabah padi yang kecil), putik, kepala putik, tangkai sari, kepala sari, dan bulu (awu) pada ujung lemma. Setelah terjadi penyerbukan, akan terbentuk buah yang terjadi dari lembaga dan endosperm, yang disebut caryopsis, buah ini juga yang kemudian akan membentuk biji (Nurmala, 1998).

Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bentuk awal berupa gabah kering giling, masih memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Jenis-jenis varietas padi juga berpengaruh dalam proses dan efisiensi penggilingan karena terkait dengan karakteristik fisik padi itu sendiri.

(18)

5 Berikut ini adalah contoh karakteristik padi varietas Ciherang, Cibogo dan Hibrida.

Tabel 1. Padi varietas Ciherang * Komoditas : Padi sawah

Tahun : 2002

Anakan produktif : 14-17 batang

Anjuran : Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl

Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1-///IR 64////IR64

Bentuk gabah : Panjang ramping Bobot gabah : 1000 buir – 27-28 gr Dilepas tahun : 2000

Golongan : Cere

Hasil : 5 – 8.5 ton/ha Nomor pedigri : S3383-id-Pn-41-3-1

Tahan hama : Wereng coklat biotipe 2 dan 3

Tahan penyakit : Bakteri Tawar Daun (HDB) strain III dan IV Tekstur nasi : Pulen

Kadar amilosa : 23 % Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 107 – 115 cm Umur tanaman : 116 – 125 hari Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang

Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi, dan Aan A. Daradjat

Status : Non komersil

Kontak : : Balai Penelitian Tanaman Padi *Litbang Deptan, 2002

(19)

6 Tabel 2. Padi varietas Cibogo *

Komoditas : Padi sawah Tahun : 2003

Anakan produktif : 12-19 batang

Anjuran : Dapat ditanam pada lahan sawah sampai 800 meter di atas permukaan laut yang tidak endemik hama wereng coklat dan penyakit virus tungro.

Asal persilangan : IR487B-752/IR19661-131-3-1//IR19661-131-3-1///IR64////IR64

Bentuk gabah : Panjang ramping Bobot gabah : 1000 buir – 27-30 gr Dilepas tahun : 2003

Golongan : Cere

Hasil : 4.3 – 8.1 ton/ha

Nomor pedigri : S3382-2D-PN-16-3-KP-1

Tahan hama : Tahan Wereng Coklat Biotipe 2, Agak Tahan Wereng Coklat Biotipe 3 dan HDB strain IV, Rentan Terhadap Penyakit Virus Tungro Tahan penyakit : -

Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 24 % Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 81-120 cm Umur tanaman : 115 – 125 hari Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Agak Tahan Kerebahan : Sedang Pemulia

Status : Non komersil

Kontak : Balai Penelitian Tanaman Padi *Balai Besar Penelitian Padi, 2009

(20)

7 Tabel 3. Padi varietas Hibrida

Komoditas : Padi sawah

Tahun : 2006

Anakan produktif :

Anjuran :

Asal persilangan : CMS SL-1A dengan Restorer SL-8R Bentuk gabah : Sedang

Bobot gabah : 1000 buir – 26-27 gr Dilepas tahun : 2006

Golongan : Indica/Japonica Hasil : 14.83 ton/ha Nomor pedigri : SL8H

Tahan hama : Agak rentan WBC 1.2.3

Taan penyakit : Agak tahan HDB III, agak rentan HDB IV dan VIII, rentan tungro

Tekstur nasi : Sedang Kadar amilosa : 25.5 % Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 107 – 115 cm Umur tanaman : 112 – 115 hari Warna gabah : Kuning jerami Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Sedang

Pemulia :

Status :

Kontak : Balai Penelitian Tanaman Padi *Litbang Deptan, 2009

(21)

8 B. Gabah

Gabah merupakan butiran padi yang terlepas dari malainya setelah mengalami kegiatan perontokan. Butiran-butiran gabah memiliki bentuk oval memanjang, berwarna kuning kecoklatan dan memiliki tekstur kasar. Bagian terluar butiran gabah berupa sekam. Pada kulit luar sekam terdapat bulu-bulu halus yang kemudian menjadi debu pada saat proses penggilingan padi.

Di sebelah dalam sekam terdapat pericarp yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu epicarp, mesocarp, dan cross layer. Selanjutnya terdapat lapisan testa dan lapisan aleuron. Keseluruhan lapisan dari pericarp hingga lapisan aleuron sering disebut lapisan bekatul. Bagian paling dalam adalah endosperm yang merupakan isi butiran padi. Di samping itu masih ada bagian lembaga yang merupakan bakal tunas padi. Porsi terbesar di dalam butiran gabah ditempati oleh endosperm, yaitu sebanyak kira-kira 72.5%, kemudian disusul oleh sekam 20%, lapisan bekatul 5.5%, dan terakhir lembaga sekitar 2% (Patiwiri, 2006).

Kandungan protein pada endosperm berpengaruh pada rendemen beras kepala dan derajat keputihan butiran. Kadar protein yang tinggi membuat butiran keras sehingga cenderung tidak patah pada saat penyosohan. Di samping itu, butiran beras juga tahan terhadap gesekan sehingga hanya sedikit bagian endosperm yang terkikis. Akibatnya, derajat sosoh akan menjadi rendah (Patiwiri, 2006)

Padi yang dipanen terlalu awal sebelum matang akan memberikan jumlah gabah muda yang tinggi. Gabah muda cenderung mudah patah pada saat digiling dan menghasilkan banyak butiran berkapur. Sebaliknya, gabah yang dipanen lewat matang akan mudah rontok di lahan dan mudah pecah saat digiling. Menurut Patiwiri, 2006, gabah muda mengandung lebih banyak sekam daripada gabah matang. Porsi sekam pada gabah muda sekitar 35%, sedangkan porsi sekam pada gabah matang sekitar 20%. Dengan demikian rendemen giling yang dihasilkan pada penggilingan gabah muda akan lebih rendah daripada gabah matang. Adanya butiran gabah muda tidak dapat dihindari namun dapat diperkecil, yaitu dengan melakukan pemanenan tepat

(22)

9 waktu dan melakukan pembersihan sebelum penggilingan. Dengan usaha ini rendemen giling dapat ditingkatkan.

Di dalam campuran gabah bisa terdapat butiran-butiran varietas lain. Apabila jumlahnya cukup besar maka proses penggilingan akan terganggu terutama apabila varietas-varietas yang tercampur tersebut memerlukan penyetelan mesin yang berbeda. Di samping mengganggu proses penggilingan, beras sosoh yang berisikan campuran beberapa verietas dapat mengurangi selera konsumen serta membuka persentase beras patah lebih banyak.

Perbandingan antara mutu gabah dan beras pada praktikum dengan gabah dan beras menurut BULOG adalah :

Tabel 4. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gabah (SNI 01-0007-1987)

No. Komponen Mutu Mutu

I II III

1. Kadar Air (% maksimum) 14 14 14

2. Gabah Hampa (% maks) 1 2 3

3 Butir Rusak + Butir Kuning (% maksimum)

2 5 7 4 Butir Mengapur + Gabah

Muda (% maksimum)

1 5 10

5 Butir Merah (% maks) 1 2 4

6 Benda Asing (% maks) _ 0.5 1

7 Gabah varietas Lain (% maksimum)

2 5 10

C. Beras

Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54.3% atau dengan kata lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia bersumber dari beras (Harianto, 2001).

Gabah yang telah dikupas disebut beras pecah kulit (beras PK). Beras PK terdiri dari endosperm dan lapisan bekatul. Lapisan bekatul merupakan

(23)

10 gabungan dari lapisan aleuron, testa, dan pericarp. Beras PK kurang dikonsumsi karena rasanya kurang enak akibat masih adanya lapisan bekatul. Beras PK umumnya diolah lebih lanjut menjadi beras sosoh. Beras sosoh atau beras slyp atau beras putih adalah butiran beras yang telah terbebas dari bekatul dan telah digosok untuk mendapatkan warna putih yang mengkilap. Beras sosoh mempunyai rasa yang lebih enak dibanding beras PK serta memiliki warna yang menarik (Patiwiri, 2006).

Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran, yaitu beras kepala, beras patah, dan menir. Beras kepala dan beras patah dikonsumsi dalam bentuk nasi sedangkan menir yang memiliki ukuran lebih kecil biasa digunakan untuk bubur ataupun tepung beras. Beras patah merupakan hasil yang tidak dikehendaki dalam proses penggilingan karena yang dikehendaki adalah beras kepala. Beras patah timbul saat proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan lapisan katul. Beras patah juga dipengaruhi oleh kinerja mesin penggiling dan kualitas gabah sebelum digiling (Patiwiri, 2006)

Spesifikasi persyaratan mutu beras giling telah diatur dalam SNI 01-6128-2008. Mutu beras giling menurut SNI ini dibagi menjadi syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum meliputi (i) bebas hama dan penyakit, (ii) bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, (iii) bebas dari campuran dedak dan bekatul, (iv) bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen. Sedangkan syarat khusus meliputi beras mutu I, mutu II, mutu III, mutu IV, dan mutu V. Persyaratan mutu menurut SNI secara khusus ini dapat dilihat pada Tabel 5.

(24)

11 Tabel 5. Spesifikasi Persyaratan Mutu Beras Giling. (SNI 01-6128-2008).

No. Komponen mutu Satuan Mutu

I II III IV V

1 Derajat sosoh (min) (%) 100 100 95 95 85 2 Kadar air (max) (%) 14 14 14 14 15 3 Beras kepala (min) (%) 95 89 78 73 60 4 Butir patah (max) (%) 5 10 20 25 35 5 Butir menir (max) (%) 0 1 2 2 5 6 Butir merah (max) (%) 0 1 2 3 3 7 Butir kuning/rusak

(max)

(%) 0 1 2 3 5

8 Butir mengapur (max) (%) 0 1 2 3 5 9 Benda asing (max) (%) 0 0.02 0.02 0.05 0.2 10 Butir gabah (max) (butir/100 g) 0 1 1 2 3

D. Kadar Air

Gabah dan serealia lainnya dipandang merupakan bahan pangan yang penting karena sifatnya yang mampu mempertahanakan mutu pada saat penyimpanan dengan baik. Kadar air merupakan faktor utama yang menentukan daya simpan gabah yang dipengaruhi oleh suhu, oksigen, kondisi biji, lama penyimpanan, dan faktor biologik (cendawan dan serangga) (Damardjati, 1988)

Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%. Oleh sebab itu gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (GKG). Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen, biasanya disebut gabah kering panen (GKP), memiliki kadar air 20-27%. Apabila gabah disimpan sebelum digiling kadar airnya diturunkan dengan cara mengeringkan sampai kadar air sekitar 18%. Pada kadar air ini gabah disebut gabah kering simpan (GKS). Sebelum digiling GKS dikeringkan lagi hingga kadar air sekitar 13-15% (GKG) (Patiwiri, 2006).

(25)

12 E. Rendemen dan Susut Penggilingan

Rendemen penggilingan merupakan suatu besaran yang digunakan untuk menyatakan kuantitas gabah menjadi beras. Besaran rendemen pengilingan diperoleh dari hasil bagi antara hasil keluaran penggilingan berupa beras dengan bahan masukan berupa gabah. Ada dua jenis rendemen penggilingan, yaitu rendemen penggilingan lapang dan rendemen penggilingan teliti. Rendemen penggilingan lapang dihasilkan dari penggilingan yang ada di lapangan, sedangkan rendemen penggilingan teliti diperoleh dari penggilingan laboratorium. Selisih antara rendemen penggilingan teliti dengan rendemen penggilingan lapang disebut susut penggilingan (BPS, 2007).

Rendemen giling dipengaruhi oleh kualitas gabah, varietas padi, dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan. Menurut Damardjati et al.(1981) dalam Rokhani (2007), rendemen giling sangat tergantung pada bahan baku gabah, varietas, derajat kematangan, dan cara penanganan awal (pre handling) serta tipe dan konfigurasi mesin penggiling. Rendemen giling yang dihasilkan oleh penggilingan padi kecil yang berkonfigurasi H-P adalah rata-rata hanya mencapai 55.71% dengan kualitas beras kepala 74.25% dan beras patah 14.99% (Hadiutomo, 2006).

Menurut Thahir (2002) dalam Tjahjohutomo (2004), potensi aktual secara laboratoris pada kondisi ideal dari beberapa varietas unggul menunjukkan dalam 1 butir gabah mengandung sekitar 21 – 25% sekam dan 6 – 7% lapisan aleuron. Bahkan untuk varietas lokal jumlah sekam dan aleuronnya sebesar 29 – 33%. Dengan demikian rendemen beras pecah kulit (BPK) berkisar antara 75 – 79%, sedangkan beras putih (BP) 68 – 73% dari varitas unggul dan dari varietas lokal sebesar 67 – 71%. Hasil uji Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP) Serpong pada lebih dari 25 unit mesin rice milling unit (RMU) komersial menunjukkan data rendemen beras giling berkisar antara 64,12% – 67,92%.

Rendemen beras giling ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain umur panen, penanganan pengeringan, karakteristik varietas, mutu gabah, jenis unit mesin pengggilingan yang digunakan, dan operator. Disamping itu

(26)

13 variabel terbesar pada kinerja penggilingan padi ialah kualitas gabah yang digiling, perawatan mesin penggiling, dan keterampilan operator (Thahir , 2002) dalam (Tjahjohutomo, 2004).

Proses penggilingan terdiri dari dua tahapan pokok, yaitu dehusking (pengupasan gabah) dan whitening (pemutihan). Kehilangan hasil di penggilingan tergantung pada penanganan gabah sejak dipanen sampai pengeringan (mutu gabah dan kadar air gabah), kondisi lingkungan (lahan kering/pasang surut), sistem sanitasi penggilingan dan kondisi serta tipe alat mesin penggilingan. Sanitasi pabrik penggilingan yang kurang baik menyebabkan gabah yang tercecer sulit dikumpulkan kembali (Rokhani, 2007).

F. Penggilingan Padi

Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Gabah yang dapat dimasukkan pada proses penggilingan padi adalah gabah kering giling, yaitu gabah yang memiliki kadar air 13-15% dan keluar berupa beras sosoh berwarna putih dan siap tanak (Patiwiri, 2006).

Berdasarkan kapasitasnya sistem penggilingan padi di Indonesia secara umum dikelompokkan menjadi penggilingan padi sederhana (PPS) dengan kapasitas 0.5-1.0 ton/jam, penggilingan padi kecil (PPK) dengan kapasitas 1-3 ton/jam, penggilingan padi besar (PPB) dengan kapasitas 3-5 ton/jam (Perum Bulog, 2005).

Tahapan pertama dalam proses penggilingan padi adalah pembersihan awal untuk membersihkan gabah yang masih bercampur dengan gabah hampa, debu, kotoran, dan benda-benda asing lainnya. Proses pembersihan awal ini dikenal dengan precleaning dan alatnya disebut precleaner. Prinsip dasar pembersihan awal adalah memanfaatkan perbedaan ukuran dan berat antara gabah dengan benda asing. Pemisahan benda asing yang ringan seperti debu dapat dilakukan dengan isapan udara atau dengan ayakan sedangkan benda asing yang berat seperti batu dipisahkan dengan prinsip gravitasi. Alat

(27)

14 pemisah batu disebut juga destoner (Patiwiri, 2006). Pada tahap ini dihilangkan kotoran yang berjumlah sekitar 3%.

Gabah kemudian mengalami proses pemecahan kulit yang bertujuan untuk melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada butiran beras. Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan gulme. Pemecahan kulit ini menghilangkan 20% berat yang berupa sekam. Alat yang digunakan untuk pemecahan kulit adalah husker, huller, atau sheller (Patwiri, 2006).

Proses pengupasan akan berjalan baik bila gabah memiliki kadar air yang sesuai yaitu 13-15%. Tinggi rendahnya pengupasan ditunjukkan oleh efisiensi pengupasan yang merupakan persentase bobot butiran yang terkupas dengan bobot butiran gabah awal. Kualitas pengupasan juga ditentukan oleh tingkat beras patah dimana semakin rendah tingkat beras patah maka kualitas pengupasan semakin baik. Untuk memperoleh hasil yang baik maka perlu dilakukan penyetelan mesin pemecah kulit yang baik pula (Patiwiri, 2006).

Gambar 1. Rubber Roll Husker pada PPK

Tipe pemecah kulit yang digunakan di Indonesia pada umumnya adalah tipe rubber roll husker. Menurut Patiwiri (2006), mesin pemecah kulit tipe ini memecahkan sekam dengan dua buah rol karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet diputar dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan. Untuk mendapatkan hasil pengupasan yang baik, jarak

(28)

15 antara kedua rol diatur sekitar 0.5-0.8 mm, yaitu lebih kecil daripada ketebalan satu butir gabah.

Kapasitas rubber roll husker dan kualitas pengupasan bergantung pada beberapa faktor, seperti jenis padi, kualitas padi, kadar air gabah, karakteristik mesin dan penyetelannya (kekerasan karet, kecepatan putaran rol, tekanan rol, lebar rol, jarak rol, jumlah bahan yang masuk, pengaturan saringan), dan keahlian operator (Patiwiri, 2006).

Menurut Patiwiri (2006), umunya persentase gabah yang terkupas pada proses pemecahan kulit bervariasi antara 80-95% tergantung pada keseragaman gabah, varietas gabah, kondisi gabah, tipe dan kondisi mesin pemecah kulit, kondisi pengupas, dan keahlian operator mesin pemecah kulit. Sebagai contoh jika dikatakan efisiensi mesin pemecah kulit sebesar 85%, artinya hanya 85% gabah terkupas dengan output yang dihasilkan terdiri dari 68% beras pecah kulit, 17% sekam, dan 15% gabah utuh.

Setelah gabah mengalami proses pemecahan kulit, maka gabah melalui proses pemisahan gabah dan beras pecah kulit, sehingga dihasilkan beras pecah kulit dan gabah yang masih utuh. Beras pecah kulit diteruskan ke mesin penyosoh sedangkan gabah utuh akan dikirim kembali ke mesin pemecah kulit. Mesin yang digunakan untuk pemisahan ini disebut paddy separator atau sering disebut separator.

Separator yang pada umumnya digunakan di PPK adalah screen separator. Separator tipe ini memanfaatkan perbedaan lebar dan tebal butir gabah dan beras pecah kulit. Separator gabah ini dapat terdiri dari kombinasi dua sampai empat lapisan ayakan yang memiliki ukuran lubang ayakan berbeda. Ayakan-ayakan tersebut disusun mulai dari ukuran lubang terbesar sampai dengan ukuran lubang terkecil. Kemiringan tiap ayakan terhadap permukaan biasanya berkisar 310-350 (Patiwiri, 2006).

Patiwiri (2006) juga menyatakan secara umum kelebihan mesin ini adalah strukturnya sederhana dan harganya murah. Kekurangannya adalah kinerjanya tidak cukup kecuali laju pengumpanan, kemiringan, dan diameter lubang (mesh) diatur sangat tepat. Efisiensinya pun tidak tinggi karena beras pecah kulit yang dihasilkan masih mengandung gabah yang berukuran kecil.

(29)

16 Gambar 2. Screen Separator pada PPK

Beras pecah kulit yang dihasilkan masih mengandung bekatul sehingga untuk menghilangkannya diperlukan suatu alat yang biasa disebut whitener atau polisher yang berfungsi membersihkan dan memutihkan. Hasil dari proses ini adalah beras sosoh yang berwarna putih dan hasil samping berupa dedak dan bekatul. Untuk mendapatkan hasil yang baik, proses ini dapat dilakukan beberapa kali. Proses penyosohan yang hanya dilakukan satu kali disebut one pass sedangkan yang dilakukan beberapa kali disebut multi pass.

Tipe penyosoh dibagi menjadi dua, yaitu tipe abrasif dan tipe friksi. Perbedaan utama kedua tipe mesin ini terletak pada permukaan gesek yang dipakai, kecepatan gerakan permukaan gesek, dan tekanan di dalam ruang penyosohan. Tipe abrasif memakai permukaan gesek berupa lapisan abrasif yang biasanya terbuat dari batu, sedangkan tipe gesekan memakai permukaan gesek berupa tonjolan-tonjolan yang terbuat dari baja atau besi (Patiwiri, 2006).

(30)

17 Gambar 3. Polisher Tipe Friksi pada PPK

Sehubungan dengan proses penyosohan terdapat tiga besaran yang dipakai untuk mengukur, yaitu derajat sosoh, hasil sosoh, dan susut sosoh. Derajat sosoh adalah tingkat pembuangan lapisan bekatul dan lembaga pada beras pecah kulit. Semakin tinggi derajat sosoh maka kualitas proses penyosohan semakin baik. Hasil sosoh adalah prosentase bobot berat sosoh yang dihasilkan terhadap bobot beras pecah kulit sebelum penyosohan. Hasil sosoh yang tinggi menyatakan jumlah beras yang berhasil disosoh dan terbebas dari bekatul dan lembaga. Susut sosoh adalah persentase kehilangan bobot butiran terhadap bobot beras pecah kulit sebelum penyosohan (Patiwiri, 2006). Bekatul dan lembaga yang hilang adalah sebanyak 10% sehingga dihasilkan beras putih sebanyak 67%.

Susunan komponen mesin penggilingan padi (konfigurasi) berpengaruh terhadap rendemen beras giling dan kualitas beras giling. Konfigurasi mesin pada PPS umumnya polisher (H-P) atau husker-polisher-separator (S-P). Sedangkan konfigurasi mesin pada PPK adalah H-S-P untuk tipe sederhana dan C-H-H-S-P untuk tipe lengkap. Rendemen giling yang dihasilkan oleh PPK yang berkonfigurasi H-P adalah rata-rata hanya mencapai 55.71% dengan kualitas beras kepala 74.25% dan beras patah 14.99%. Pada PPB dengan konfigurasi C-H-S-P menghasilkan rendemen

(31)

18 59.69% dengan kualitas beras kepala 75.73% dan beras patah 12.52% (Hadiutomo, 2006).

Secara sederhana proses yang terjadi pada penggilingan padi adalah seperti pada Gambar 4 (Patiwiri, 2006).

Gambar 4. Skema Proses Penggilingan Padi Secara Sederhana Gabah 100% Husker Polisher Beras Sosoh ±67% Beras PK ±77% Sekam Dedak/Bekatul

(32)

19 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mekartani, Desa Kutagandok, Kecamatan Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat dan di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian Karawang. Penelitian ini dimulai bulan Maret hingga Mei 2008.

B. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Husker

b. Polisher c. Separator d. Mini Husker e. Mini Polisher f. Kett Moisture Tester g. Sample Devider h. Mixer

i. Milling Meter j. Ayakan

k. Ayakan menir diameter 2 mm l. Rice Grader m. Timbangan analitik n. Timbangan Beras o. Nampan p. Plastik q. Karet r. Pinset s. Alat tulis t. Kaca Pembesar

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Gabah varietas Ciherang, Hibrida dan Cibogo

b. Beras varietas Ciherang, Hibrida dan Cibogo c. Bahan bakar berupa solar

(33)

20 C. Metode Penelitian

Padi dengan varietas Ciherang, Cibogo, dan Hibrida digiling menggunakan mesin penggiling yang terdiri dari pemecah kulit (Husker, H), dan penyosoh (Polisher, P). Selain itu terdapat alat pemisah gabah dan beras pecah kulit (Separator, S). Perlakuan yang akan dicobakan adalah konfigurasi mesin giling yang terdiri dari:

1. Dua kali pecah kulit dan dua kali sosoh atau konfigurasi 2H-2P.

2. Satu kali pecah kulit, satu kali pemisah, dan satu kali sosoh atau konfigurasi H-S-P.

3. Satu kali pecah kulit, dua kali pemisah, dan dua kali sosoh atau konfigurasi H-2S-2P.

Gambar 4 menunjukkan proses penggilingan padi pada Gapoktan Mekartani mulai dari pengupasan sekam menggunakan husker, pemisahan gabah dan beras pecah kulit menggunakan separator, serta penyosohan menggunakan polisher. Pada Gambar 5 dapat dilihat skema proses penggilingan padi dengan konfigurasi H-2S-2P.

(34)

21 (a) (b)

(c)

Gambar 6. Skema Proses Penggilingan Padi dengan Konfigurasi (a) 2H-2P, (b) H-S-P, (c) H-2S-2P. Gabah 100 kg Husker Gabah Separator Beras PK Polisher Sekam Beras PK + Gabah Dedak Beras Gabah 100 kg Husker Beras PK + Gabah Separator 1 Beras PK Polisher 1 Sekam Gabah Beras PK + Gabah Separator 2 Beras PK Dedak Polisher 2 Beras Sekam Sekam Gabah 100 kg Husker 1 Husker 2 Beras PK Polisher 1 Beras PK + Gabah Dedak Polisher 2 Beras

(35)

22 D. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan konfigurasi mesin giling terdiri dari tiga taraf, yaitu (1) 2H-2P, (2) H-S-P, (3) H-2S-2P dengan varietas yang diujikan adalah Ciherang, Hibrida, dan Cibogo sebagai kelompok. Analisa data untuk keseragaman ragam dengan menggunakan uji anova dan dilanjutkan uji perbandingan nilai tengah Duncan.

Model linier secara umum dari rancangan satu faktor dengan rancangan acak kelompok dapat dituliskan sebagai berikut :

Yij = µ + τi + βj + εij

Dimana: i = 1,2,3 dan j = 1,2,3

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

E. Pengamatan

1. Rendemen Penggilingan

Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala, beras patah, dan menir.

Rlp = 100% Gabah Berat ) KA -(100 Sosoh Beras Berat ) 100 ( g × × × −KAb Rlb= 100% Gabah Berat ) KA -(100 Sosoh Beras Berat ) 100 ( g × × × −KAb

(36)

23 Rlb = Rendemen Penggilingan Laboratorium (%)

KAb = Kadar Air Beras (%) KAg = Kadar Air Gabah (%)

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung rendemen giling dengan mengambil sampel gabah dan ditimbang kemudian dimasukkan ke mesin penggiling dengan konfigurasi mesin yang telah ditentukan. Beras hasil penggilingan ditimbang dan dipisahkan dari kotoran atau benda asing. Nilai rendemen merupakan hasil perbandingan antara berat beras sosoh yang dihasilkan dari penggilingan dengan berat gabah sebelum digiling. Hal yang sama juga dilakukan untuk varietas padi yang berbeda sehingga didapatkan hasil konfigurasi mesin dan varietas padi yang menghasilkan rendemen tertinggi.

(a) (b)

Gambar 7. Mini husker (a) dan mini polisher (b)

2. Susut Penggilingan

Susut penggilingan dihitung dengan membandingkan rendemen beras yang digiling di Gapoktan Mekartani dengan rendemen beras yang

(37)

24 digiling di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian. Rumus perhitungan susut penggilingan adalah sebagai berikut :

Spg = Rlb-Rlp

Spg = Susut Penggilingan

Rlp = Rendemen Penggilingan Lapangan (%) Rlb = Rendemen Penggilingan Laboratorium (%)

Hasil yang akan didapatkan adalah tipe konfigurasi mesin dan varietas yang akan menghasilkan susut terkecil. Kegiatan ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

3. Mutu Beras

Pemutuan beras giling dilakukan dengan pengamatan terhadap kadar air, derajat sosoh, beras kepala, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning/rusak, butir mengapur, benda asing, butir gabah, dan campuran varietas lain. Pemutuan beras dilakukan pada berbagai konfigurasi mesin giling dan varietas padi yang diujikan. Langkah pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Kadar air

Kadar air diukur dengan mengambil sampel gabah kemudian dimasukkan ke alat pengukur kadar air yaitu Kett Moisture Tester. Pemeriksaan dilakukan minimal tiga kali ulangan. Hal yang sama juga dilkakukan untuk menghitung kadar air beras yang dihasilkan setelah proses penggilingan.

(38)

25 Gambar 8. Kett Moisture Tester

2. Derajat sosoh

Pemeriksaan derajat sosoh dilakukan menggunakan alat milling meter. Masing-masing contoh dimasukkan ke dalam cawan pada alat milling meter kemudian dapat langsung dibaca nilai derajat sosohnya.

(39)

26 3. Butir gabah dan benda asing

Butir gabah dan benda asing diperiksa dengan mengambil 100 gram beras contoh kemudian diperiksa secara manual menggunakan kaca pembesar dan pinset.

4. Beras kepala, butir patah, butir menir, butir kuning/rusak, butir mengapur/hijau, dan butir merah

Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil 400 gram beras contoh analisa. Beras contoh ini kemudian dimasukkan ke dalam sample devider untuk membagi contoh analisa menjadi empat bagian sehingga diperkirakan beratnya 100 gram. Beras kemudian ditimbang untuk mengetahui berat masing-masing beras contoh yang telah dipisahkan tersebut. Beras yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam rice grader untuk memisahkan antara beras kepala dan butir patah. Butir patah dimasukkan ke dalam ayakan menir dengan diameter 2 mm untuk memisahkan butir patah dan butir menir. Beras kepala, butir patah, dan butir menir masing-masing ditimbang dan dipersentasekan terhadap berat contoh analisa sehingga didapatkan angka % beras kepala, % butir patah, dan % butir menir.

(a) (b)

(40)

27 Dari seluruh contoh analisa asal dipisahkan butir kuning/rusak, butir mengapur/hijau, dan butir merah. Masing-masing hasil pemisahan ditimbang dan dipersentasekan terhadap berat asal contoh analisa (100 gram) sehingga didapat angka % butir kuning/rusak, butir mengapur/hijau, dan butir merah. Pemisahan tersebut juga dilakukan secara manual menggunakan pinset dan kaca pembesar.

4. Berat 1000 Butir Beras

Pengamatan berat 1000 butir dilakukan dengan menghitung 1000 butir beras kemudian ditimbang pada timbangan analitik. Penimbangan dilakukan dengan tiga kali ulangan.

(41)

28 Gambar 12. Skema Metode Penelitian

Gabah (GKG)

Pengukuran Kadar Air

2H-2P

Penggilingan skala lab Timbang 0.5 kg Timbang 100 kg

H-S-P H-2S-2P Penggilingan

Beras Sosoh Dedak

(42)

29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras

Kualitas fisik gabah yang diamati mulai dari pemanenan hingga penggilingan meliputi kadar air gabah, dimensi dan penampakan gabah, gabah bernas dan gabah hampa serta keretakan gabah. Kualitas fisik gabah tersebut akan mempengaruhi besar kecilnya rendemen penggilingan yang dihasilkan. Pengukuran kadar air dari ketiga varietas padi dilakukan pada setiap proses pascapanen, yaitu setelah panen, sebelum perontokan, setelah perontokan, setelah pengeringan, sebelum penggilingan, dan setelah penggilingan. Hasil pengukuran kadar air rata-rata dari ketiga varietas padi tersebut tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar Air pada Beberapa Varietas Padi No Pengamatan Kadar Air Kadar Air (%)

Ciherang Hibrida Cibogo 1 Setelah panen 25.27 22.40 21.00 2 Sebelum perontokan 17.53 21.00 23.40 3 Setelah perontokan 22.77 23.80 21.63 4 Setelah pengeringan 15.10 15.53 13.56 5 Sebelum penggilingan 16.14 15.26 14.26 6 Setelah penggilingan 14.59 14.51 13.04 Besarnya kadar air dari ketiga varietas padi yang diamati mulai dari proses pemanenan hingga penggilingan dapat dibandingkan antar varietas seperti pada Gambar 12.

(43)

30 Keterangan : T1 = Setelah Panen T2 = Sebelum Perontokan T3 = Setelah Perontokan T4 = Setelah Pengeringan T5 = Sebelum Penggilingan T6 = Setelah Penggilingan Gambar 13. Perbandingan Pengukuran Kadar Air pada Beberapa Varietas

Padi dari Proses Pemanenan hingga Penggilingan

Perbedaan kadar air antara ketiga varietas padi tersebut selanjutnya akan mempengaruhi kualitas gabah yang dihasilkan serta besar kecilnya rendemen beras hasil penggilingan. Menurut Patiwiri (2006), gabah yang baru dipanen, yang biasanya disebut gabah kering panen (GKP) memiliki kadar air antara 20-27%. Sedangkan kadar air yang optimal untuk penggilingan adalah 13-15%. Ketiga varietas padi tersebut sudah dipanen dan digiling pada kadar air yang tepat. Namun, gabah varietas Ciherang digiling pada kadar air yang lebih tinggi dari 15%. Hal ini dapat menyebabkan gabah sulit dikupas sehingga waktu pengupasan lebih lama dan banyak butir gabah yang tak terkupas. Tetapi menurut petani, kadar air inilah yang optimum untuk padi varietas Ciherang agar menghasilkan beras yang baik.

Menurut Kunze dan Calderwood (2004), gabah yang berukuran panjang akan menghasilkan persentase beras kepala yang tinggi apabila dipanen pada kadar air 16% sampai 22%. Padi varietas Ciherang dipanen pada kadar air yang lebih tinggi dari 22% dan digiling pada kadar air yang lebih tinggi dari 15%. Namun, dengan penanganan pra penggilingan yang

(44)

31 tepat seperti perontokan dan pengeringan, diharapkan beras varietas Ciherang memiliki mutu dan kualitas yang baik.

Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar air rata-rata menurun pada setiap proses pascapanen mulai dari pemanenan hingga penggilingan. Beberapa varietas mengalami kenaikan kadar air pada proses tertentu, dikarenakan adanya penumpukan seperti setelah perontokan dan sebelum penggilingan. Penumpukan ini menyebabkan gabah lembab sehingga kadar air meningkat.

Dalam proses penggilingan itu sendiri, kadar air merupakan faktor yang sangat penting. Kadar air gabah dan beras menyatakan kandungan air yang ada dalam gabah dan beras tersebut. Kandungan air ini akan berpengaruh terhadap berat gabah atau beras itu sendiri sehingga dapat mempengaruhi besarnya rendemen yang dihasilkan. Untuk itulah diperlukannya variabel kadar air dalam perhitungan rendemen penggilingan.

Dimensi dan penampakan gabah juga menjadi sesuatu yang perlu diamati dalam menentukan jenis dan kualitas gabah yang akan digiling. Melalui dimensi gabah ini dapat dilihat rasio antara panjang dan lebar butir gabah yang selanjutnya dapat digolongkan jenis padi tersebut apakah termasuk sub species indica atau japonica. Lebar butiran gabah juga akan menentukan penyetelan jarak antara kedua rol karet pada rubber roll husker yang digunakan. Menurut Patiwiri (2006), untuk mendapatkan hasil pengupasan yang baik, jarak antara kedua rol diatur sekitar 0.5-0.8 mm, yaitu lebih kecil daripada ketebalan satu butir gabah.

Hasil pengukuran dimensi gabah yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Dimensi Gabah pada Beberapa Varietas Padi Varietas Panjang (mm) Lebar (mm) Rasio Panjang/Lebar

Ciherang 10.00 2.73 3.66

Hibrida 9.97 2.82 3.54

(45)

32 Berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh Brandon (1981) dikutip dari Patiwiri (2006), maka ketiga varietas padi tersebut tergolong butir panjang. Ketiga varietas padi tersebut termasuk ke dalam sub species indica karena sub species indica memiliki rasio panjang dan lebar kurang dari 4.00. Selain itu varietas-varietas padi yang ditanam di Indonesia termasuk dalam sub species indica. Butiran sub species indica cenderung lebih keras pada pusat butiran daripada bagian luar tengah-tengah butiran.

Gambar 14. Pengukuran Dimensi Gabah dan Beras

Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun (Patiwiri, 2006). Tabel 8 menunjukkan kualitas fisik gabah pada berbagai varietas padi yang digunakan.

Tabel 8. Kualitas Fisik Gabah pada Beberapa Varietas Padi

Ciherang Hibrida Cibogo

Kadar Air (%) 16.14 15.26 14.26 Gabah Bernas (%) 94.77 98.14 98.63 Gabah Hampa/Kotoran (%) 5.17 1.58 1.29 Gabah Hijau/Mengapur (%) 11.03 13.27 6.59 Keretakan (%) 4.63 4.89 7.10

(46)

33 Gabah hijau/mengapur menjadi salah satu faktor yang perlu diamati karena gabah hijau berasal dari butiran padi yang dipanen pada saat masih muda. Gabah muda akan cenderung mudah patah saat digiling dan menghasilkan banyak butiran berkapur. Keretakan gabah juga merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi rendemen penggilingan dan kualitas beras yang dihasilkan. Gabah yang telah patah atau retak sebelum digiling akan menyebabkan timbulnya beras patah karena terjadinya beras patah itu sendiri disamping ditentukan oleh kinerja mesin penggiling juga ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling (Patiwiri, 2006). Varietas gabah yang berpotensi untuk menghasilkan beras patah atau menir tertinggi adalah varietas Cibogo yang memiliki persentase keretakan rata-rata 7.10%. Beras patah yang dihasilkan dari gabah retak ini dapat diminimalkan dengan penanganan bahan yang tepat, seperti pengeringan yang tepat dan pembersihan sebelum penggilingan.

Hasil dari penggilingan gabah adalah beras. Perhitungan berat beras diperlukan untuk mengetahui berat lapisan yang terkelupas ketika proses penggilingan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sekam dan lapisan bekatul dilepaskan ketika proses penggilingan berlangsung. Berat seribu butir beras jika dibandingkan dengan berat seribu butir gabah menunjukkan persentase sekam dan lapisan bekatul yang hilang ketika proses penggilingan. Tabel 9 menunjukkan perbandingan berat seribu butir gabah dan beras.

Tabel 9. Berat Seribu Butir Gabah / Beras Perlakuan Berat seribu butir

gabah (gram)

Berat seribu butir beras (gram)

Ciherang 29.67 20.67

Hibrida 28.63 22.07

Cibogo 30.43 20.53

Melalui tabel di atas dapat dilihat bahwa berat seribu butir beras yang paling tinggi adalah varietas Hibrida. Panjang gabah varietas Hibrida adalah yang paling pendek diantara ketiga varietas di atas, namun memiliki lebar yang cukup sehingga berat berasnya bisa lebih berat dibanding varietas yang

(47)

34 lain. Sedangkan pada beras varietas Cibogo, dapat dilihat bahwa lapisan sekam dan bekatul yang dibuang pada varietas Cibogo relatif lebih banyak dibandingkan dengan varietas yang lain.

B. Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi terhadap Rendemen Penggilingan

Rataan rendemen penggilingan pada berbagai konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi dapat dilihat pada Tabel 10. Melalui data pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa rendemen terbesar berdasarkan varietas adalah beras dengan varietas Cibogo, dilanjutkan dengan Ciherang, dan terendah adalah Hibrida. Jika dibandingkan dari konfigurasi mesin giling yang digunakan, maka konfigurasi H-S-P menghasilkan rendemen penggilingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konfigurasi 2H-2P dan secara rata-rata, konfigurasi H-S-P memiliki rendemen tertinggi, yaitu sebesar 64.26%. Namun, penggilingan padi dengan konfigurasi H-2S-2P memberikan rendemen tertinggi untuk varietas Cibogo, yaitu sebesar 67.97%.

Tabel 10. Rendemen Lapang pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi

Varietas Perlakuan (%) Rata-rata Rendemen (%) 2H-2P H-S-P H-2S-2P Ciherang 62.15 62.96 62.73 62.61 Hibrida 59.91 62.04 60.39 60.78 Cibogo 67.67 67.77 67.97 67.81 Rata-rata (%) 63.25 64.26 63.70

Menurut Tjahjohutomo (2004), peningkatan rendemen giling akan mencapai 2.5%-5% jika konfigurasi penggilingan padi disempurnakan dari Husker-Polisher menjadi Dryer-Cleaner-Husker-Separator-Polisher (D-C-H-S-P). Berdasarkan data yang telah diperoleh (Tabel 10), menunjukkan bahwa penambahan alat pemisah gabah (separator) terbukti mampu meningkatkan rendemen penggilingan sebesar rata-rata 1.01%. Jika penggunaan alat separator ini sudah optimal maka diharapkan akan terus terjadi peningkatan rendemen penggilingan. Pada penggilingan beras HR (PB HR) ini,

(48)

35 penggunaan dryer belum optimal dan hanya dilakukan ketika tidak ada sinar matahari sehingga peningkatan rendemen belum mencapai 2.5%. Rendemen penggilingan diharapkan akan lebih tinggi jika dryer digunakan secara optimal dan ditambah dengan alat cleaner.

Besarnya rendemen penggilingan dari ketiga varietas padi dan konfigurasi mesin giling dapat dibandingkan secara sederhana seperti pada Gambar 14. Pada gambar tersebut dapat dilihat secara jelas adanya perbedaan rendemen pada masing-masing varietas. Varietas Cibogo menghasilkan rendemen tertinggi sebesar rata-rata 67.81%, sedangkan rendemen terendah dihasilkan oleh varietas Hibrida, yaitu rata-rata sebesar 60.78%. Perbedaan yang cukup tinggi ini disebabkan antara lain oleh sifat genetik dari masing-masing varietas, penanganan pra penggilingan, kualitas gabah sebelum digiling, dan lain-lain.

Gambar 15. Rendemen Lapang pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi

Permasalahan rendemen dan mutu giling juga tidak terlepas dari aspek budidaya padi (good farming practice) yang meliputi sifat genetik (varietas) dan perlakuan saat budidaya (benih, pupuk, penyiapan lahan, pemberantasan hama dan gulma, dan irigasi) yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap rendemen yang dihasilkan. Selain itu, cara dan ketepatan proses panen, faktor iklim dan cuaca, waktu panen, dan

(49)

36 penanganan pascapanen yang tepat serta kualitas fisik gabah juga berpengaruh langsung terhadap rendemen beras giling yang dihasilkan (Tjahjohutomo, 2004).

Padi varietas Cibogo dipanen pada waktu panen yang tepat, berbeda dengan Ciherang yang dipanen relatif muda dan Hibrida yang dipanen telah lewat matang. Padi varietas Ciherang dipanen lebih awal dikarenakan banyaknya hama tikus dan adanya pencurian oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Hasilnya adalah banyaknya butir gabah hijau dan mengapur pada varietas Ciherang. Gabah muda ini menyebabkan rendemen penggilingan menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan Cibogo padahal berasal dari induk yang hampir sama, yaitu IR64. Sedangkan Hibrida dipanen lewat matang karena terbatasnya tenaga panen untuk memanen banyak sawah pada musim panen raya ini. Gabah yang dipanen lewat matang ini kemudian mudah rontok di lahan dan mudah pecah saat digiling. Gabah yang mudah pecah saat digiling akan berpotensi menghasilkan menir lebih banyak yang kemudian dapat mudah terikut dengan lapisan bekatul. Hal ini merupakan salah satu penyebab menurunnya rendemen penggilingan.

Kondisi teknis yang terjadi pada saat proses penggilingan juga mempengaruhi besarnya perbedaan rendemen penggilingan pada masing-masing konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi. Pada saat penggilingan padi varietas Ciherang ternyata kondisi poros husker sudah agak aus sehingga diperlukan penggantian poros yang baru, sedangkan ketika penggilingan padi varietas Hibrida dan Cibogo sudah menggunakan poros yang baru sehingga kerja husker lebih maksimal. Keahlian operator penggilingan juga memberikan pengaruh terhadap rendemen penggilingan yang dihasilkan.

Berdasarkan analisis sidik ragam (anova) seperti pada Lampiran 5, menunjukkan bahwa konfigurasi mesin penggilingan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen penggilingan lapang. Sedangkan hasil analisa terhadap varietas padi menunjukkan bahwa varietas padi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rendemen penggilingan lapang (p<0.05). Dengan uji lanjut dapat dilihat bahwa varietas Cibogo secara sangat nyata memiliki

(50)

37 rendemen lapang tertinggi diikuti dengan Ciherang dan Hibrida (Tabel 12). Varietas padi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rendemen penggilingan yang dihasilkan dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya kualitas fisik gabah masing-masing varietas yang berbeda, waktu panen dan waktu tunggu yang berbeda, faktor iklim dan cuaca serta penanganan pascapanen yang berbeda pula.

Pengukuran rendemen penggilingan juga dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian. Rendemen penggilingan laboratorium ini digunakan sebagai pembanding atau kontrol untuk menentukan besarnya susut penggilingan. Data rendemen laboratorium dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rendemen Laboratorium pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi

Varietas Perlakuan (%) Rendemen (%) Rata-rata 2H-2P H-S-P H-2S-2P

Ciherang 65.99 66.35 65.79 66.04

Hibrida 62.87 64.83 63.72 63.81

Cibogo 69.23 69.26 69.15 69.21

Rata-rata (%) 66.03 66.81 66.22

Rendemen laboratorium memiliki nilai yang lebih besar dibanding dengan rendemen lapang dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya mesin yang digunakan di laboratorium memiliki ketelitian yang lebih tinggi dibanding dengan mesin penggilingan di lapang yang kapasitasnya lebih besar. Selain itu potensi gabah atau beras yang tercecer di lapang jauh lebih besar dibanding dengan di laboratorium, bahkan untuk penggilingan di laboratorium diasumsikan tidak ada gabah atau beras yang tercecer.

Perbandingan besarnya rendemen laboratorium pada masing-masing konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi sama dengan rendemen lapang dimana konfigurasi H-S-P adalah paling tinggi, dilanjutkan konfigurasi H-2S-2P dan 2H-2P, namun dengan perbedaan yang kecil. Jika dilihat dari varietas padi, maka varietas Cibogo memiliki rendemen

(51)

38 laboratorium yang juga terbesar, yaitu rata-rata sebesar 69.21%, dilanjutkan dengan Ciherang 66.04% dan Hibrida 63.81%.

Perbandingan besarnya rendemen penggilingan di laboratorium untuk ketiga konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 16. Rendemen Laboratorium pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi

Rendemen penggilingan laboratorium menunjukkan indikasi yang sama dengan rendemen lapang bahwa konfigurasi mesin giling tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen penggilingan. Namun, varietas padi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rendemen penggilingan (p<0.05) seperti pada Lampiran 6. Berdasarkan uji lanjut dapat dilihat bahwa Cibogo secara nyata menghasilkan rendemen laboratorium tertinggi, dilanjutkan dengan varietas Ciherang dan Hibrida . Pada Tabel 12 dapat dilihat hasil uji dengan kombinasi konfigurasi mesin giling dan varietas padi. Melalui hasil uji tersebut dapat dilihat dapat dilihat bahwa Konfigurasi H-2S-2P pada varietas Cibogo mampu menghasilkan rendemen tertinggi.

(52)

39 Tabel 12. Rendemen Lapang, Rendemen Laboratorium, dan Susut

Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi

Angka dalam tabel yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Waktu bekerjanya satu proses penggilingan (lama giling) adalah salah satu faktor yang dapat diamati berkaitan dengan besarnya rendemen penggilingan dan produktivitas atau kapasitas giling per hari dari suatu perusahaan penggilingan. Dengan waktu giling yang lebih singkat maka diharapkan kapasitas giling per hari dapat ditingkatkan. Tabel di bawah ini menunjukkan waktu yang diperlukan untuk melakukan proses penggilingan dengan tiga konfigurasi mesin giling dan varietas padi yang berbeda.

Tabel 13. Lama Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan Perlakuan Lama Penggilingan (menit) / 100kg Gabah

2H-2P 26.33 H-S-P 20.33 H-2S-2P 22.78 Perlakuan Rendemen Lapang Laboratorium Rendemen Susut Ciherang 2H-2P 62.15±0.31b 65.99±0.12c 3.84±0.25d H-S-P 62.96±0.69b 66.35±0.41b 3.39±0.96d H-2S-2P 62.73±0.99b 65.79±0.06c 3.06±0.92d Hibrida 2H-2P 59.91±0.74c 62.87±0.20f 2.96±0.56cd H-S-P 62.04±0.65b 64.83±0.19d 2.79±0.47bcd H-2S-2P 60.39±0.56c 63.72±0.17e 3.33±0.72d Cibogo

2H-2P 67.67±0.87a 69.23±0.13a 1.56±0.93abc H-S-P 67.77±1.25a 69.26±0.14a 1.49±1.17ab H-2S-2P 67.97±0.71a 69.15±0.12a 1.18±0.60a

(53)

40 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa waktu penggilingan untuk konfigurasi H-S-P adalah paling singkat, dilanjutkan dengan konfigurasi H-2S-2P dan 2H-2P. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan separator mampu mempersingkat waktu giling karena tidak perlu melakukan dua kali proses pecah kulit untuk keseluruhan gabah. Gabah yang dimasukkan ke dalam husker sebanyak dua kali hanyalah gabah yang belum terkupas kulitnya pada pengupasan pertama.

Menurut Tjahjohutomo (2004), pada konfigurasi yang menggunakan separator, tekanan roll karet pada husker pada proses pengupasan bisa dikurangi untuk mengurangi resiko beras patah sehingga walaupun jumlah gabah tidak terkupas menjadi lebih tinggi (bisa mencapai 30-40%) tetapi kemudian gabah tersebut dipisahkan oleh separator dan masuk kembali ke husker untuk proses pengupasan ulang.

Dengan adanya perbandingan waktu tersebut para pengelola penggilingan padi dapat memilih konfigurasi yang sesuai untuk meningkatkan kapasitas giling per hari. Namun, hal lain yang perlu diperhatikan adalah kualitas beras yang dihasilkan. Akan lebih baik memilih sistem penggilingan dengan waktu yang tidak terlalu cepat ataupun tidak terlalu lambat tetapi menghasilkan beras dengan kualitas yang bagus terutama penampakan fisiknya.

C. Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi terhadap Susut Penggilingan

Susut penggilingan merupakan selisih antara rendemen penggilingan laboratorium dan rendemen penggilingan lapang. Rendemen penggilingan laboratorium dijadikan sebagai kontrol karena potensi kehilangan hasil berupa gabah atau beras yang tercecer hampir tidak ada. Data susut penggilingan untuk ketiga konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi tersebut tertera pada Tabel 14.

(54)

41 Tabel 14. Susut Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan

dan Varietas Padi

Varietas Perlakuan (%) Rata-rata Susut (%) 2H-2P H-S-P H-2S-2P Ciherang 3.84 3.39 3.06 3.43 Hibrida 2.96 2.79 3.33 3.02 Cibogo 1.56 1.49 1.18 1.41 Rata-rata (%) 2.78 2.56 2.52

Data untuk susut pada tabel di atas dapat diinterpretasikan dalam bentuk diagram seperti di bawah ini sehingga galat baku untuk masing-masing perlakuan dan varietas dapat diamati.

Gambar 17. Susut Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi

Melalui gambar di atas dapat dilihat bahwa varietas padi yang menghasilkan susut terkecil adalah varietas Cibogo dengan konfigurasi H-2S-2P, yaitu sebesar 1.18%. Jika diamati perbandingan berat gabah dan beras pada ketiga konfigurasi dan varietas padi seperti pada Tabel 9, dapat dilihat besarnya rendemen ideal dari ketiga varietas padi tersebut. Seharusnya

Susut Penggiling

an (%

Gambar

Tabel 4. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gabah (SNI 01-0007-1987)
Gambar 1. Rubber Roll Husker pada PPK
Gambar 4. Skema Proses Penggilingan Padi Secara Sederhana Gabah 100% Husker Polisher Beras Sosoh ±67% Beras PK ±77% Sekam Dedak/Bekatul
Gambar 4 menunjukkan proses penggilingan padi pada Gapoktan  Mekartani mulai dari pengupasan sekam menggunakan husker, pemisahan  gabah dan beras pecah kulit menggunakan separator, serta penyosohan  menggunakan polisher
+7

Referensi

Dokumen terkait

Chávez kemudian melanjutkan perjuangan politiknya, yang gagal pada tahun 1992, tidak lagi melalui jalur kudeta militer, melainkan melalui jalur elektoral dengan

Namun, percobaan perlakuan ancymidol pada cv Srinyonya pada berbagai taraf ternyata tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah

Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan sumbangan kerangka berpikir dalam bidang pengajaran di sekolah, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan menulis argumentasi.. Selain itu,

dalam kegiatan diskusi yang digelar. Alin De membawakan makalah yang berjudul ‖Sumbangan Teater Tradisi pada Teater Modern di Indonesia‖. Berperan aktif dalam

Surabaya yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalankan studi dibangku kuliah sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar pertimbangan dalam

Untuk menghindari hal tersebut, akan dilakukan penelitian untuk menentukan keputusan yang dapat membantu suatu Bank dalam keputusan pemberian kredit dengan

Namun demikian, bila dilihat dari segi lain, khususnya fungsi a (melaksanakan pengumpulan, pengolahan, pengembanga, serta mendayagunakan bahan pustaka yang diterbitkan di

sosial dan politik di Amerika, melihat munculnya generasi para sarjana dari corak yang membuat kontribusi besar untuk profesi. Banyak pemikir seperti Carl Rogers, Albert Ellis,