• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

hukumperundangundangan@yahoo.com

draft tim perumus 16 Maret 2011

RANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 2011

TENTANG

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15, Pasal 30 ayat (3), Pasal 46, Pasal 47 ayat (3), Pasal 48 ayat (3), Pasal 52 ayat (2), Pasal 55, Pasal 67, dan Pasal 68 ayat (3) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071);

(2)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Penyelenggaraan kearsipan adalah keseluruhan kegiatan meliputi kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional yang didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lainnya.

2. Sistem Kearsipan Nasional yang selanjutnya disingkat SKN adalah suatu sistem yang membentuk pola hubungan berkelanjutan antarberbagai komponen yang memiliki fungsi dan tugas tertentu, interaksi antarpelaku serta unsur lain yang saling mempengaruhi dalam penyelenggaraan kearsipan secara nasional.

3. Sistem Informasi Kearsipan Nasional yang selanjutnya disingkat SIKN adalah sistem informasi arsip secara nasional yang dikelola oleh ANRI yang menggunakan sarana jaringan informasi kearsipan nasional. 4. Jaringan Informasi Kearsipan Nasional yang selanjutnya disingkat

JIKN adalah sistem jaringan informasi dan sarana pelayanan arsip secara nasional yang dikelola oleh ANRI.

5. Pengelolaan arsip dinamis adalah proses pengendalian arsip dinamis secara efisien, efektif, dan sistematis meliputi penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, serta penyusutan arsip.

6. Pengelolaan arsip statis adalah proses pengendalian arsip statis secara efisien, efektif, dan sistematis meliputi akuisisi, pengolahan, preservasi, pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dalam suatu sistem kearsipan nasional.

(3)

7. Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 8. Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam

kegiatan pencipta arsip dan disimpan selama jangka waktu tertentu. 9. Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau

terus menerus.

10. Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya telah menurun.

11. Pencipta arsip adalah pihak yang mempunyai kemandirian dan otoritas dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip dinamis.

12. Organisasi kearsipan adalah unit kearsipan dan lembaga kearsipan yang melaksanakan kegiatan penyelenggaraan kearsipan dinamis dan/atau statis.

13. Unit pengolah adalah satuan kerja yang mempunyai tugas dan tanggung jawab mengolah semua arsip yang berkaitan dengan kegiatan pencipta arsip di lingkungannya.

14. Unit kearsipan adalah satuan kerja pada pencipta arsip yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan kearsipan.

15. Pemeliharaan arsip adalah kegiatan menjaga keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip baik fisik maupun informasinya.

16. Penggunaan arsip adalah kegiatan pemanfaatan/penyediaan arsip bagi kepentingan pengguna arsip yang berhak.

17. Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak memiliki nilai guna, dan penyerahan arsip statis kepada lembaga kearsipan.

18. Pemberkasan adalah penempatan lembaran-lembaran naskah dari sesuatu unit kerja ke dalam suatu himpunan sesuai dengan konteks kegiatannya sehingga menjadi satu berkas karena memiliki hubungan keterkaitan, kesamaan jenis atau kesamaan masalah.

(4)

19. Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh ANRI dan/atau lembaga kearsipan.

20. Akses arsip adalah ketersediaan arsip sebagai hasil dari kewenangan hukum dan otorisasi legal serta keberadaan sarana bantu untuk mempermudah penemuan dan pemanfaatan arsip.

21. Arsiparis adalah seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh melalui pendidikan formal dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan serta mempunyai fungsi, tugas, dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan kearsipan.

22. Pegawai Negeri Sipil adalah pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.

23. Jabatan fungsional arsiparis adalah jabatan karier yang hanya diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.

24. Lembaga kearsipan adalah lembaga yang memiliki fungsi, tugas, dan tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip statis dan pembinaan kearsipan.

25. Lembaga negara adalah lembaga yang menjalankan cabang-cabang kekuasaan negara meliputi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

26. Pendidikan kearsipan adalah unsur kegiatan arsiparis yang merupakan proses pengembangan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan melalui proses pembelajaran yang meliputi pendidikan formal (sekolah/akademik), pendidikan dan pelatihan (diklat) pra jabatan, diklat jabatan fungsional arsiparis, diklat teknis kearsipan, diklat dasar kearsipan, dan diklat peningkatan profesi arsiparis.

27. Sertifikasi arsiparis adalah rangkaian kegiatan untuk memberikan pengakuan formal kepada arsiparis oleh ANRI sebagai pengakuan terhadap kompetensi dalam bidang kearsipan.

(5)

BAB II

SISTEM KEARSIPAN NASIONAL Pasal 2

(1) Penyelenggaraan kearsipan nasional dilaksanakan melalui SKN.

(2) Penyelenggaraan kearsipan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu.

(3) Penyelenggaraan kearsipan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjamin autentitas dan keutuhan arsip.

Pasal 3

Penyelenggaraan kearsipan melalui SKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

(1) Dalam rangka penyelenggaraan kearsipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dibangun SKN yang menjadi tanggung jawab ANRI. (2) Implementasi penyelenggaraan SKN di lembaga negara, pemerintahan

daerah, perguruan tinggi negeri, BUMN, BUMD menjadi tanggung jawab masing-masing lembaga berdasarkan kebijakan nasional.

Pasal 5 (1) SKN berfungsi untuk:

a. mengidentifikasi keberadaan arsip yang memiliki keterkaitan informasi di semua organisasi kearsipan;

b. menghubungkan keterkaitan arsip sebagai satu keutuhan informasi; dan

(6)

(2) Dalam rangka memujudkan informasi arsip secara nasional fungsi SKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diimplementasikan melalui SIKN. Pasal 6 Pembangunan SKN meliputi: a. penetapan kebijakan; b. pembinaan kearsipan; c. pengelolaan arsip. Pasal 7

(1) Penetapan kebijakan dalam pembangunan SKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dimaksudkan untuk menata penyelenggaraan kearsipan nasional dalam satu kesatuan sistem.

(2) Penetapan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh bidang kebijakan kearsipan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Penetapan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8

(1) Pembinaan kearsipan dalam pembangunan SKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dimaksudkan untuk mendukung kemampuan dan peningkatan kapasitas lembaga kearsipan dan unit kearsipan dalam melaksanakan SKN sesuai dengan tugas dan fungsinya.

(2) Peningkatan kapasitas lembaga kearsipan dan unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh komponen sumber daya kearsipan.

(7)

Pasal 9

(1) Pengelolaan arsip dalam pembangunan SKN sebagaimana dimaksud Pasal 6 huruf c dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan dan keselamatan arsip dinamis dan statis yang autentik, utuh dan terpercaya.

(2) Pengelolaan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. pengelolaan arsip dinamis; dan b. pengelolaan arsip statis.

(3) Pengelolaan arsip dinamis di lingkungan pencipta arsip dan

pengelolaan arsip statis di lingkungan lembaga kearsipan dilaksanakan oleh arsiparis.

Pasal 10

Ketentuan mengenai SKN diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala ANRI dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

SISTEM INFORMASI KEARSIPAN NASIONAL DAN JARINGAN INFORMASI KEARSIPAN NASIONAL

Bagian Kesatu Pembangunan SIKN

Pasal 11

Pembangunan SIKN dilaksanakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SKN.

(8)

Pasal 12

SIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 merupakan sistem informasi arsip secara nasional yang dikelola oleh ANRI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13 SIKN berfungsi untuk:

a. mewujudkan arsip sebagai tulang punggung manajemen penyelenggaraan negara;

b. menjamin akuntabilitas manajemen penyelenggaraan negara; c. menjamin penggunaan informasi kepada pihak yang berhak; dan d. menjamin ketersediaan arsip sebagai memori kolektif bangsa.

Pasal 14 Pembangunan SIKN dilaksanakan melalui: a. penetapan kebijakan SIKN; dan

b. penyelenggaraan SIKN.

Pasal 15

(1) Pembangunan SIKN melalui penetapan kebijakan SIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a meliputi:

a. kebijakan dalam penyediaan informasi kearsipan; dan b. kebijakan dalam penggunaan informasi kearsipan.

(2) Penetapan kebijakan SIKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1) Pembangunan SIKN melalui penyelenggaraan SIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dilaksanakan oleh lembaga kearsipan dan unit kearsipan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(9)

(2) Penyelenggaraan SIKN oleh lembaga kearsipan dan unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh ANRI.

Pasal 17

(1) Pengelolaan penyelenggaraan SIKN oleh ANRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dimaksudkan untuk memberikan informasi yang autentik dan utuh dalam mewujudkan arsip sebagai tulang punggung manajemen penyelenggaraan negara, memori kolektif bangsa, dan simpul pemersatu bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Informasi kearsipan yang dimuat dalam SIKN disusun dalam suatu struktur informasi yang menggambarkan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dari waktu ke waktu.

Pasal 18

Pengelolaan penyelenggaraan SIKN oleh ANRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilaksanakan dengan menggunakan sarana JIKN.

Bagian Kedua

Jaringan Informasi Kearsipan Nasional Paragraf 1

Umum

Pasal 19 JIKN berfungsi untuk meningkatkan:

a. akses dan mutu layanan kearsipan kepada masyarakat; b. kemanfaatan arsip bagi kesejahteraan rakyat; dan

(10)

Paragraf 2 Pembentukan

Pasal 20

(1) Penyelenggaraan JIKN dilaksanakan melalui pembentukan: a. pusat jaringan nasional; dan

b. simpul jaringan.

(2) Pusat jaringan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh ANRI.

(3) Simpul jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diselenggarakan oleh:

a. lembaga kearsipan provinsi;

b. lembaga kearsipan kabupaten/kota; dan c. lembaga kearsipan perguruan tinggi negeri.

(4) Selain simpul jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) unit kearsipan lembaga negara merupakan simpul jaringan yang dikoordinasikan oleh ANRI.

Pasal 21

(1) Dalam menyelenggarakan JIKN, ANRI sebagai pusat jaringan nasional dibantu oleh lembaga kearsipan provinsi sebagai pusat jaringan provinsi dengan simpul jaringan lembaga kearsipan kabupaten/kota dan lembaga kearsipan perguruan tinggi.

(2) Dalam bertindak sebagai pusat jaringan provinsi, lembaga kearsipan provinsi dikoordinasikan oleh ANRI dalam satu kesatuan JIKN.

Pasal 22

(1) Unit kearsipan selain yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dapat menjadi simpul jaringan.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara menjadi simpul jaringan bagi Unit Kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Kepala ANRI.

(11)

Paragraf 3 Pembiayaan

Pasal 23

(1) Segala biaya yang diperlukan bagi penyelenggaraan JIKN yang dilaksanakan oleh ANRI sebagai pusat jaringan nasional dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara c.q anggaran ANRI. (2) Segala biaya yang diperlukan bagi penyelenggaraan JIKN yang

dilaksanakan oleh simpul jaringan dibebankan kepada anggaran masing-masing simpul jaringan yang bersangkutan.

Pasal 24

Dalam rangka penyelenggaraan JIKN, ANRI dapat menerima bantuan dan/atau hibah dari pihak lain yang tidak mengikat, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4 Tanggung Jawab

Pasal 25 Penyelenggaraan JIKN dilaksanakan untuk: a. arsip dinamis; dan

b. arsip statis.

Pasal 26

Dalam rangka penyelenggaraan JIKN, simpul jaringan bertanggung jawab atas:

a. penyediaan informasi kearsipan yang disusun dalam daftar arsip dinamis dan daftar arsip statis;

b. penyampaian daftar arsip dinamis dan daftar arsip statis kepada pusat jaringan nasional;

(12)

pemuatan informasi kearsipan untuk arsip dinamis dan arsip statis dalam JIKN dilingkungannnya;

c. penyediaan akses dan layanan informasi kearsipan melalui JIKN; dan d. evaluasi secara berkala terhadap penyelenggaraan JIKN sebagai simpul

jaringan dan menyampaikan hasilnya kepada pusat jaringan nasional. Pasal 27

Selain tanggung jawab sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, arsip daerah provinsi dalam bertindak sebagai pusat jaringan provinsi bertanggung jawab atas pemuatan informasi kearsipan untuk arsip statis dan arsip dinamis dalam JIKN di wilayah provinsi.

Pasal 28

Dalam rangka penyelenggaraan JIKN, pusat jaringan nasional bertanggung jawab atas:

a. penyediaan informasi kearsipan arsip statis yang disusun dalam daftar arsip statis nasional;

b. penyediaan informasi kearsipan untuk arsip dinamis yang diselenggarakan oleh ANRI yang disusun dalam daftar arsip dinamis; c. pemuatan informasi kearsipan untuk arsip statis dan arsip dinamis

dalam JIKN secara nasional;

d. layanan informasi kearsipan melalui JIKN; dan

e. evaluasi secara berkala terhadap penyelenggaraan JIKN sebagai pusat jaringan nasional.

Paragraf 5 Tugas Pasal 29

Dalam menyelenggarakan JIKN, ANRI sebagai pusat jaringan nasional mempunyai tugas:

a. mengkoordinasikan simpul jaringan; dan b. membina simpul jaringan.

(13)

Pasal 30

Tugas mengkoordinasikan simpul jaringan oleh ANRI sebagai pusat jaringan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a, meliputi: a. koordinasi fungsional;

b. rapat koordinasi.

Pasal 31

(1) Koordinasi fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a dilaksanakan dengan mengoperasikan JIKN oleh pusat jaringan nasional dan simpul jaringan secara terkoordinasi dan terintegrasi dalam satu kesatuan sesua dengan fungsinya melalui mekanisme kerja JIKN.

(2) Dalam rangka koordinasi fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala ANRI menetapkan standar, operasional, dan prosedur mekanisme kerja JIKN.

Pasal 32

Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b, meliputi: a. rapat koordinasi tingkat nasional;

b. rapat koordinasi pusat jaringan.

Pasal 33

(1) ANRI sebagai pusat jaringan nasional menyelenggarakan rapat koordinasi tingkat nasional yang dihadiri seluruh simpul jaringan, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

(2) Dalam rapat koordinasi tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ANRI sebagai pusat jaringan nasional dapat mengikutsertakan instansi pemerintah terkait dan/atau pihak lain yang dipandang perlu.

(14)

Pasal 34

(1) ANRI sebagai pusat jaringan nasional menyelenggarakan rapat koordinasi pusat jaringan yang dihadiri seluruh lembaga kearsipan provinsi sebagai pusat jaringan provinsi, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

(2) Dalam rapat koordinasi pusat jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ANRI sebagai pusat jaringan nasional dapat mengikutsertakan instansi pemerintah terkait dan/atau pihak lain yang dipandang perlu.

Pasal 35

Hasil rapat koordinasi tingkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan hasil rapat koordinasi pusat jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 menjadi pedoman pelaksanaan koordinasi tingkat provinsi yang diselenggarakan oleh lembaga kearsipan provinsi sebagai pusat jaringan provinsi.

Pasal 36

(1) Lembaga kearsipan provinsi sebagai pusat jaringan provinsi menyelenggarakan rapat koordinasi tingkat provinsi yang dihadiri simpul jaringan di wilayah provinsi sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

(2) Dalam rapat koordinasi tingkat provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lembaga kearsipan provinsi sebagai pusat jaringan provinsi dapat mengikutsertakan pusat jaringan nasional, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah dan/atau pihak lain yang dipandang perlu.

Pasal 37

Ketentuan mengenai tugas mengkoordinasikan simpul jaringan oleh ANRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35 dan Pasal 36 diatur oleh kepala ANRI dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(15)

Pasal 38

Tugas membina simpul jaringan oleh ANRI sebagai pusat jaringan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b dimaksudkan untuk mendukung kemampuan simpul jaringan dalam menyelenggarakan JIKN yang menjadi fungsinya.

Pasal 39

Tugas membina simpul jaringan oleh ANRI sebagai pusat jaringan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 meliputi bidang:

a. informasi kearsipan; b. sumber daya manusia;

c. sarana dan prasarana; dan/atau d. pendanaan.

Pasal 40

Tugas membina simpul jaringan oleh ANRI sebagai pusat jaringan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dilaksanakan melalui:

a. bimbingan; b. konsultasi; c. penyuluhan; d. supervisi; e. sosialisasi;

f. pendidikan dan pelatihan;

g. kegiatan lain dalam rangka pembinaan. Pasal 41

Ketentuan mengenai tugas membina simpul jaringan oleh ANRI sebagai pusat jaringan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 diatur lebih lanjut oleh kepala ANRI dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(16)

Paragraf 6

Penggunaan Informasi Kearsipan Pasal 42

JIKN digunakan sebagai wadah layanan informasi kearsipan kepada pemerintahan dan masyarakat untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat.

Pasal 43

(1) Informasi kearsipan dalam JIKN untuk arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, sekurang-kurangnya memuat metadata arsip meliputi: a. pencipta arsip;

b. nomor arsip; c. kode klasifikasi;

d. uraian informasi arsip; e. kurun waktu;

f. jumlah; g. keterangan.

(2) Informasi kearsipan yang dimuat dalam JIKN adalah informasi yang bersifat terbuka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 7 Lain-lain Pasal 44

(1) Untuk mendukung penyelenggaraan JIKN, simpul jaringan dapat melakukan kerjasama internasional di bidang jaringan informasi kearsipan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh ANRI.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh kepala ANRI dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(17)

Pasal 45

Dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan JIKN ANRI dapat memberikan penghargaan kepada simpul jaringan dan/atau lembaga kearsipan provinsi sebagai pusat jaringan provinsi.

BAB IV

ORGANISASI KEARSIPAN Bagian Kesatu Unit Kearsipan

Pasal 46

(1) Organisasi kearsipan terdiri atas unit kearsipan pada pencipta arsip dan lembaga kearsipan.

(2) Unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengkoordinasikan pengelolaan arsip dinamis di unit pengolah.

(3) Unit pengolah memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan arsip di lingkungannya yang meliputi:

a. penciptaan arsip;

b. pemberkasan arsip aktif;

c. pengolahan, penyimpanan, dan penyajian arsip aktif; d. pemindahan arsip inaktif ke unit kearsipan.

(4) Unit pengolah melaporkan tugas dan tanggung jawab pengelolaan arsip aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pimpinan pencipta arsip melalui unit kearsipan.

(5) Unit pengolah dapat membentuk sentral arsip aktif sebagai tempat pengelolaan arsip aktif.

(6) Pengelolaan arsip aktif menjadi tanggung jawab pimpinan unit pengolah dan dilaksanakan oleh arsiparis.

(18)

Pasal 47

(1) Unit kearsipan memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan kearsipan pada pencipta arsip yang meliputi:

a. pengkoordinasian sentral arsip aktif;

b. pengkoordinasian pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan;

c. pengelolaan arsip inaktif;

d. pengolahan dan penyajian arsip menjadi informasi; e. pelaksanaan pemusnahan arsip;

f. penyiapan penyerahan arsip statis kepada lembaga kearsipan; g. pembinaan dan supervisi kearsipan; dan

h. evaluasi dan pelaporan.

(2) Unit kearsipan dibentuk pada Sekretariat Lembaga Negara, Pemerintah Daerah, SKPD dan penyelenggara pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan BUMD.

(3) Pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pimpinan lembaga negara setelah mendapat pertimbangan dan persetujuan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

(4) Unit kearsipan dipimpin oleh seorang pejabat struktural yang berasal dari Arsiparis dan/atau sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan formal dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan.

Pasal 48

(1) Lembaga negara dapat membentuk unit kearsipan secara berjenjang sebagai berikut:

a. Unit kearsipan I berada pada sekretariat jenderal/sekretariat utama; b. unit kearsipan pada jenjang berikutnya dibentuk sesuai dengan

kebutuhan lembaga negara;

(2) Tugas dan tanggung jawab unit kearsipan secara berjenjang diatur lebih lanjut oleh lembaga negara masing-masing.

(3) Unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk dengan pertimbangan:

a. keamanan fisik arsip;

b. volume arsip dan beban kerja.

(19)

Pasal 49

(1) Pemerintahan daerah provinsi dapat membentuk unit kearsipan secara berjenjang sebagai berikut:

a. Unit kearsipan I berada pada arsip daerah provinsi;

b. Unit kearsipan II berada pada sekretariat SKPD provinsi dan penyelenggara pemerintahan daerah provinsi.

c. unit kearsipan pada jenjang berikutnya dibentuk sesuai dengan kebutuhan pemerintahan daerah provinsi.

(2) Tugas dan tanggung jawab unit kearsipan secara berjenjang diatur lebih lanjut oleh pemerintah daerah provinsi masing-masing.

(3) Antar-Unit Kearsipan memiliki hubungan fungsional. Pasal 50

(1) Pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat membentuk unit kearsipan secara berjenjang sebagai berikut:

a. unit kearsipan I berada pada arsip daerah kabupaten/kota;

b. unit kearsipan II berada pada sekretariat SKPD kabupaten/kota dan penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota;

c. unit kearsipan pada jenjang berikutnya dibentuk sesuai dengan kebutuhan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

(2) Tugas dan tanggung jawab unit kearsipan secara berjenjang diatur lebih lanjut oleh pemerintah daerah kabupaten/kota masing-masing. (3) Antar-Unit Kearsipan memiliki hubungan fungsional.

Pasal 51

(1) Perguruan tinggi negeri dapat membentuk unit kearsipan secara berjenjang sebagai berikut:

a. Unit kearsipan I berada pada arsip perguruan tinggi negeri;

b. Unit kearsipan II berada pada unit kerja di lingkungan sekretariat perguruan tinggi/rektorat, sekretariat fakultas, dan sekretariat UPT atau dengan sebutan nama lain yang setara;

c. unit kearsipan pada jenjang berikutnya dibentuk sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi.

(20)

(2) Tugas dan tanggung jawab unit kearsipan secara berjenjang diatur lebih lanjut oleh perguruan tinggi masing-masing.

(3) Antar-Unit Kearsipan memiliki hubungan fungsional. Pasal 52

(1) Unit kearsipan pada pemerintahan desa melekat pada fungsi sekretaris desa.

(2) Unit kearsipan pada BUMN/BUMD diatur oleh Pimpinan perusahaan. Pasal 53

(1) Unit kearsipan I pada Lembaga Negara dipimpin oleh seorang pejabat struktural serendah-rendahnya eselon IIIa.

(2) Nomenklatur unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian atau bidang kearsipan.

Bagian Kedua Lembaga Kearsipan

Pasal 54 Lembaga Kearsipan terdiri atas:

a. ANRI;

b. Arsip Daerah Provinsi;

c. Arsip Daerah Kabupaten/Kota; dan d. Arsip Perguruan Tinggi.

Pasal 55 (1) ANRI dipimpin seorang kepala.

(2) Kepala dan pejabat struktural di lingkungan ANRI harus memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh melalui pendidikan formal kearsipan dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan.

(21)

(3) ANRI mempunyai tugas:

a. melaksanakan pengelolaan arsip statis yang berskala nasional yang diterima dari lembaga negara, perusahaan milik negara, perusahaan swasta nasional,organisasi politik tingkat pusat, organisasi kemasyarakatan tingkat pusat, dan tokoh nasional; dan

b. melaksanakan pembinaan kearsipan secara nasional.

(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (3) huruf a dan huruf b, ANRI harus memiliki depot arsip.

(5) ANRI dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memiliki kewenangan menetapkan kebijakan kearsipan nasional di bidang:

a. penetapan sistem kearsipan;

b. pelindungan dan penyelamatan arsip; c. organisasi;

d. pengembangan sumber daya manusia; e. prasarana dan sarana;

f. kerja sama luar negeri.

Pasal 56

(1) Arsip Daerah Provinsi dipimpin oleh seorang kepala.

(2) Kepala Arsip Daerah Provinsi adalah pejabat struktural setingkat eselon IIA, yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh melalui pendidikan formal kearsipan dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan.

(3) Arsip daerah provinsi mempunyai tugas:

a. melaksanakan pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal dari satuan kerja perangkat daerah provinsi dan penyelenggara pemerintahan daerah provinsi;

b. melaksanakan pengelolaan arsip statis yang berskala provinsi yang diterima dari satuan kerja perangkat daerah provinsi dan penyelenggara pemerintahan daerah provinsi, lembaga negara di daerah provinsi dan kabupaten/kota,perusahaan daerah provinsi, perusahaan swasta daerah provinsi,organisasi politik tingkat daerah provinsi,organisasi kemasyarakatan tingkat daerah provinsi, dan tokoh daerah tingkat provinsi; dan

(22)

b. melaksanakan pembinaan kearsipan terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah provinsi dan terhadap arsip daerah kabupaten/kota.

(5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (3) huruf a dan huruf b, arsip daerah provinsi harus memiliki depot arsip.

(5) Arsip Daerah Provinsi dalam melaksanakan tugas sebagamaina dimaksud pada ayat (3) memiliki kewenangan menetapkan kebijakan kearsipan provinsi di bidang:

a. penetapan sistem kearsipan berdasarkan sistem kearsipan nasional; b. pelaksanaan pelindungan dan penyelamatan arsip;

c. organisasi;

d. pengembangan sumber daya manusia; e. prasarana dan sarana;

f. kerja sama luar negeri.

(6) Arsip Daerah Provinsi memiliki kewenangan:

a. menetapkan pedoman pengelolaan arsip statis provinsi.

b. mengelola arsip statis yang merupakan rekaman kegiatan atau peristiwa perbatasan antar kabupaten/kota.

Pasal 57

(1) Arsip Daerah Kabupaten/Kota dipimpin seorang kepala.

(2) Kepala Arsip Daerah Kabupaten/Kota adalah pejabat struktural setingkat minimal eselon IIIA, yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh melalui pendidikan formal kearsipan dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan.

(3) Arsip daerah kabupaten/kota mempunyai tugas:

a. Melaksanakan pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal dari satuan kerja perangkat daerah kabuoaten/kota dan penyelenggara daerah kabupaten/kota;

b. melaksanakan pengelolaan arsip statis yang berskala kabupaten/kota yang diterima dari satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota, penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan desa atau dengan nama lain,perusahaan daerah kabupaten/kota, perusahaan swasta daerah kabupaten/kota, organisasi politik tingkat daerah kabupaten/kota,

(23)

organisasi kemasyarakatan tingkat daerah kabupaten/kota dan tokoh daerah tingkat kabupaten/kota; dan

c. melaksanakan pembinaan kearsipan terhadap pencipta arsip di lingkungan kabupaten/kota.

(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (3) huruf a dan huruf b, arsip daerah kabupaten/kota harus memiliki depot arsip. (5) Arsip Daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memiliki kewenangan menetapkan kebijakan kearsipan kabupaten/kota di bidang:

a. penetapan sistem kearsipan berdasarkan sistem kearsipan nasional; b. pelaksanaan pelindungan dan penyelamatan arsip;

c. organisasi;

d. pengembangan sumber daya manusia; e. prasarana dan sarana;

f. kerja sama luar negeri.

Pasal 58

(1) Perguruan tinggi negeri membentuk Arsip Perguruan Tinggi;

(2) Arsip perguruan tinggi dipimpin pejabat struktural setingkat minimal eselon IIIa, yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh melalui pendidikan formal kearsipan dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan.

(3) Arsip perguruan tinggi mempunyai tugas:

a. melaksanakan pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal dari satuan kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi; b. melaksanakan pengelolaan arsip statis di lingkungan perguruan

tinggi;

c. melaksanakan pembinaan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi. (4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (3) huruf a dan

huruf b, arsip perguruan tinggi harus memiliki depot arsip. (5) Arsip perguruan tinggi memiliki kewenangan:

a. melaksanakan pengelolaan arsip statis perguruan tinggi yang berasal unit kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan;

(24)

b. menetapkan pedoman pengelolaan arsip statis di lingkungan perguruan tinggi masing-masing berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh ANRI.

BAB V

PENGELOLAAN ARSIP DINAMIS Bagian Kesatu

Umum Pasal 59

(1) Pengelolaan arsip dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan keselamatan arsip yang autentik, utuh, dan terpercaya dalam rangka SKN.

(2) Pengelolaan arsip dinamis menjadi tanggung jawab pencipta arsip yang dilaksanakan oleh unit kearsipan.

(3) Unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selaku simpul jaringan meliputi:

a. unit kearsipan pada lembaga negara;

b. lembaga kearsipan daerah selaku unit kearsipan pemerintahan daerah;

c. lembaga kearsipan perguruan tinggi negeri selaku unit kearsipan perguruan tinggi negeri.

Pasal 60

Pencipta arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) meliputi a. lembaga negara;

b. pemerintahan daerah;

c. perguruan tinggi negeri; dan d. BUMN atau BUMD.

(25)

Pasal 61

(1) Pengelolaan arsip dinamis meliputi kegiatan: a. penciptaan arsip;

b. penggunaan dan pemeliharaan arsip; dan c. penyusutan arsip.

(2) Pengelolaan arsip dinamis dilakukan terhadap arsip aktif, arsip inaktif, dan arsip vital.

Pasal 62

(1) Untuk mendukung pengelolaan arsip dinamis diperlukan instrumen pengelolaan arsip dinamis yang terdiri atas:

a. tata naskah dinas; b. klasifikasi arsip; c. JRA; dan

d. sistem klasifikasi keamanan dan akses arsip.

(2) Instrumen pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh masing-masing pencipta arsip berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala ANRI.

Bagian Kedua Penciptaan Arsip

Pasal 63

(1) Pencipta arsip melakukan penciptaan arsip terhadap setiap pelaksanaan tugas dan fungsi.

(2) Penciptaan arsip meliputi kegiatan mengatur dan mendokumentasikan proses:

a. pembuatan arsip; dan b. penerimaan arsip.

(26)

Paragraf 1 Pembuatan Arsip

Pasal 64

(1) Pembuatan arsip dilaksanakan berdasarkan tata naskah dinas, klasifikasi arsip, serta klasifikasi keamanan dan akses.

(2) Pembuatan arsip dilaksanakan berdasarkan tata naskah dinas untuk memenuhi autentisitas dan reliabilitas arsip.

(3) Pembuatan arsip dilaksanakan berdasarkan klasifikasi arsip untuk mengelompokkan arsip sebagai satu keutuhan informasi terhadap arsip yang dibuat.

(4) Pembuatan arsip dilaksanakan berdasarkan klasifikasi keamanan dan akses arsip dinamis untuk menentukan keterbukaan atau kerahasiaan arsip dalam rangka penggunaan arsip dan informasinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 65

(1) Pembuatan arsip harus didokumentasikan dengan cara registrasi.

(2) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh arsiparis.

Pasal 66

(1) Arsip yang sudah dilakukan registrasi harus didistribusian kepada pihak yang berhak secara cepat, tepat waktu, lengkap dan aman.

(2) Unit pengolah dan unit kearsipan bertanggungjawab terhadap pengendalian arsip yang didistribusikan sesuai kewenangannya

(27)

Paragraf 2 Penerimaan Arsip

Pasal 67

(1) Arsip diangggap sah diterima setelah sampai pada penerima yang berhak.

(2) Penerimaan arsip harus didokumentasikan dengan cara registrasi oleh unit yang membawahi fungsi persuratan dan unit pengolah yang menindaklanjuti.

(3) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh arsiparis.

Pasal 68

Arsip yang telah didokumentasikan harus dipelihara dan disimpan untuk dapat digunakan.

Bagian Ketiga

Penggunaan Arsip Dinamis Pasal 69

(1) Penggunaan arsip dinamis diperuntukan bagi kepentingan pemerintahan dan masyarakat.

(2) Ketersediaan dan autentisitas arsip dinamis menjadi tanggung jawab pencipta arsip.

(3) Pimpinan unit pengolah bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan autentisitas arsip aktif.

(4) Pimpinan unit kearsipan atas nama pimpinan pencipta arsip bertanggungjawab terhadap ketersediaan arsip inaktif untuk kepentingan penggunaan internal pencipta arsip dan kepentingan publik, serta penggunaan informasi arsip dalam SIKN dan JIKN.

(5) Penyediaan arsip untuk kepentingan akses arsip dinamis menjadi tanggung jawab kepala unit kearsipan dan dilaksanakan oleh arsiparis.

(28)

Pasal 70

Penggunaan arsip dilaksanakan sesuai dengan sistem klasifikasi keamanan dan akses arsip.

Pasal 71

Mekanisme penggunaan arsip dan informasi arsip dinamis oleh pengguna dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat Pemeliharaan

Paragraf 1 Umum Pasal 72

(1) Pemeliharaan arsip aktif, arsip inaktif, dan arsip vital dilaksanakan untuk menjaga keautentikan, keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip yang dikelolanya.

(2) Pemeliharaan arsip vital dilaksanakan berdasarkan program arsip vital pencipta arsip.

(3) Pemeliharaan arsip aktif menjadi tanggung jawab pimpinan unit pengolah

(4) Pemeliharaan arsip inaktif menjadi tanggung jawab kepala unit kearsipan.

(5) Pemeliharaan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kegiatan pemberkasan, penataan, dan penyimpanan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberkasan diatur dengan peraturan kepala ANRI.

(29)

Paragraf 2

Pemberkasan dan Penataan Pasal 73

(1) Arsip yang sudah diregistrasi dan didistribusikan harus dilakukan pemberkasan sebagai arsip aktif.

(2) Pemberkasan arsip aktif dilaksanakan berdasarkan klasifikasi arsip. (3) Klasifikasi arsip disusun berdasarkan pada analisis fungsi dan tugas

pencipta arsip yang disusun secara logis, sistematis, dan kronologis. (4) Klasifikasi arsip digunakan sebagai dasar pemberkasan, penataan, dan

penyusunan JRA.

(5) Klasifikasi arsip ditetapkan oleh masing-masing pencipta arsip berdasarkan pedoman penyusunan klasifikasi arsip yang ditetapkan oleh Kepala ANRI.

(6) Hasil pemberkasan arsip aktif adalah tertatanya fisik dan informasi arsip aktif pada unit pengolah yang disusun dalam daftar arsip aktif dalam rangka SIKN dan JIKN.

(7) Daftar arsip aktif terdiri atas daftar berkas dan daftar isi berkas. (8) Daftar berkas sekurang-kurangnya memuat metadata:

a. unit pengolah; b. nomor berkas; c. kode klasifikasi;

d. uraian informasi berkas; e. kurun waktu;

f. jumlah; g. keterangan.

(9) Daftar isi berkas sekurang-kurangnya memuat metadata: a. nomor berkas;

b. nomor item arsip; c. kode klasifikasi;

d. uraian informasi arsip; e. tanggal;

f. jumlah; g. keterangan.

(30)

(10) Pemberkasan arsip aktif dan pembuatan daftar arsip aktif menjadi tanggung jawab pimpinan unit pengolah dan dilaksanakan oleh arsiparis.

Pasal 74

(1) Penataan arsip inaktif yang dipindahkan dari unit pengolah ke unit kearsipan dilaksanakan berasaskan principle of provenance (prinsip asal usul) dan principle of original order (prinsip aturan asli).

(2) Hasil penataan arsip inaktif adalah tertatanya fisik dan informasi arsip inaktif pada unit kearsipan yang disusun dalam daftar arsip inaktif dalam rangka SIKN dan JIKN.

(3) Daftar arsip inaktif sekurang-kurangnya memuat metadata: a. pencipta arsip;

b. nomor arsip; c. kode klasifikasi;

d. uraian informasi arsip; e. kurun waktu;

f. jumlah; g. keterangan.

(4) Penataan arsip inaktif dan pembuatan daftar arsip inaktif menjadi tanggung jawab kepala unit kearsipan dan dilaksanakan oleh arsiparis.

Pasal 75

Pencipta arsip (tingkat pusat, daerah, dan perguruan tinggi negeri) pada lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, dan BUMN dan/atau BUMD membuat daftar arsip aktif dan inaktif berdasarkan 2 (dua) kategori, yaitu arsip terjaga dan arsip umum.

Pasal 76

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberkasan dan penataan arsip inaktif diatur dengan peraturan kepala ANRI.

(31)

Paragraf 3 Penyimpanan

Pasal 77

(1) Arsip arsip aktif dan inaktif yang sudah dibuatkan daftar arsip harus disimpan pada prasarana dan sarana sesuai standar penyimpanan arsip dinamis.

(2) Penyimpanan arsip aktif dilakukan pada sentral arsip aktif.

(3) Penyimpanan arsip aktif menjadi tanggung jawab pimpinan unit pengolah dan dilaksanakan oleh arsiparis.

(4) Penyimpanan arsip inaktif dilakukan pada sentral arsip inaktif.

(5) Penyimpanan arsip inaktif menjadi tanggung jawab kepala unit kearsipan dan dilaksanakan oleh arsiparis.

(6) Penyimpanan arsip aktif dan inaktif dilaksanakan untuk menjamin keamanan fisik dan informasi arsip selama jangka waktu penyimpanan arsip berdasarkan JRA.

Pasal 78

Ketentuan lebih lanjut mengenai standar prasarana dan sarana penyimpanan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada Pasal 77 ayat (1) diatur dengan peraturan kepala ANRI.

Pasal 79

Dalam rangka penggunaan dan pemeliharaan arsip aktif dan inaktif dapat dilakukan alih media arsip.

Pasal 80

(1) Alih media arsip dilaksanakan dalam bentuk dan media apapun sesuai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dengan memperhatikan ketentuan peraturan-perundang-undangan.

(2) Pencipta arsip membuat kebijakan untuk mengkonversikan atau memigrasikan arsip elektronik dari satu sistem ke sistem lain.

(32)

(3) Alih media arsip dilaksanakan dengan memperhatikan: a. kondisi arsip; dan

b. nilai informasi.

(4) Arsip yang dialihmediakan tetap disimpan untuk kepentingan pembuktian sebagai alat bukti yang sah dan menjaga orisinalitas arsip. (5) Alih media arsip dilegalisasi dengan autentikasi oleh pimpinan

di lingkungan pencipta arsip dengan memberikan tanda tertentu yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan arsip hasil alih media.

(6) Pelaksanaan alih media dilakukan dengan membuat berita acara yang disertai dengan daftar arsip.

(7) Berita acara alih media arsip aktif dan inaktif sekurang-kurangnya memuat:

a. waktu pelaksanaan; b. tempat pelaksanaan; c. jenis media;

d. jumlah arsip;

e. keterangan proses alih media yang dilakukan; f. pelaksana; dan

g. penandatangan. (pimpinan unit pengolah dan/atau unit kearsipan) (8) Daftar arsip aktif dan inaktif yang dialihmediakan sekurang-kurangnya

memuat:

a. nomor urut; b. jenis arsip; c. jumlah arsip; d. kurun waktu; dan e. keterangan.

(9) Pimpinan unit pengolah melaporkan pelaksanaan alih media arsip aktif kepada pimpinan unit kearsipan.

(10) Pimpinan unit kearsipan melaporkan pelaksanaan alih media arsip aktif dan arsip inaktif kepada pimpinan pencipta arsip.

(11) Arsip hasil alih media dan hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah.

(33)

Bagian Kelima Penyusutan Arsip

Pasal 81

(1) Pencipta arsip melaksanakan penyusutan arsip berdasarkan JRA. (2) Penyusutan arsip meliputi kegiatan:

a. Pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan;

b. Pemusnahan arsip yang telah habis retensi dan yang tidak memiliki nilaiguna dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. Penyerahan arsip statis oleh pencipta arsip kepada lembaga kearsipan.

Paragraf 1

Pemindahan Arsip Inaktif Pasal 82

(1) Pemindahan arsip inaktif pada pencipta arsip menjadi tanggung jawab pimpinan unit pengolah.

(2) Pemindahan arsip inaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari unit pengolah ke unit kearsipan dilaksanakan setelah melewati jangka waktu retensi aktifnya.

(3) Pelaksanaan pemindahan arsip inaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan penandatanganan berita acara dan dilampiri daftar arsip yang dipindahkan.

(4) Berita acara pemindahan arsip inaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh pimpinan unit pengolah dan pimpinan unit kearsipan.

Pasal 83

(1) Pemindahan arsip inaktif di lingkungan pencipta arsip dilaksanakan dengan memperhatikan bentuk dan media arsip melalui kegiatan:

(34)

b. pembuatan daftar arsip inaktif yang dipindahkan meliputi daftar berkas dan daftar isi berkas;

c. penataan arsip inaktif yang akan dipindahkan.

(2) Pelaksanaan pemindahan arsip inaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh arsiparis pada unit pengolah.

Pasal 84

(1) Pemindahan arsip inaktif di lingkungan lembaga negara dilaksanakan secara berkala paling lama 1 (satu) tahun setelah melewati jangka waktu retensi aktifnya selesai.

(2) Pemindahan arsip inaktif di lingkungan lembaga negara dilaksanakan dari unit pengolah ke unit kearsipan sesuai jenjang unit kearsipan yang ada di lingkungan lembaga negara yang bersangkutan.

Pasal 85

(1) Lembaga negara pusat dapat memindahkan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan ke Depot Penyimpanan Arsip Inaktif yang menjadi tanggung jawab ANRI.

(2) Depot penyimpanan arsip inaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dan bertanggung jawab kepada ANRI setelah mendapat persetujuan dari menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

(3) Bagi lembaga negara yang memiliki instansi vertikal dapat memindahkan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan ke Depot penyimpanan arsip inaktif yang dibentuk di daerah.

Pasal 86

(1) Pemindahan arsip inaktif yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun dilakukan dari unit pengolah di lingkungan satuan kerja pemerintah daerah atau penyelenggara pemerintahan daerah provinsi ke unit kearsipan II.

(2) Pemindahan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun dipindahkan dari unit kearsipan II di lingkungan satuan kerja pemerintah daerah atau penyelenggara pemerintahan daerah provinsi ke unit kearsipan I.

(35)

Pasal 87

(1) Pemindahan arsip inaktif yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun dilakukan dari unit pengolah di lingkungan satuan kerja pemerintah daerah atau penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota ke unit kearsipan II.

(2) Pemindahan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun dipindahkan dari unit kearsipan II di lingkungan satuan kerja pemerintah daerah atau penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota ke unit kearsipan I.

Pasal 88

(1) Pemindahan arsip inaktif yang memiliki retensi kurang dari 10 (sepuluh) tahun dilakukan dari unit pengolah di lingkungan perguruan tinggi negeri ke unit kearsipan II.

(2) Pemindahan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun dilakukan dari unit kearsipan II di lingkungan perguruan tinggi negeri ke unit kearsipan I.

Pasal 89

Pemindahan arsip inaktif di lingkungan BUMN dan/atau BUMD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 90

(1) Pemindahan arsip inaktif di lingkungan desa dilaksanakan dari satuan kerja perangkat desa dan badan musyawarah desa ke sekretariat desa yang bersangkutan.

(2) Pengendalian pemindahan arsip inaktif menjadi tanggung jawab sekretaris desa.

(36)

Pasal 91

Pelaksanaan teknis pemindahan arsip inaktif di lingkungan masing-masing pencipta arsip ditetapkan oleh pimpinan pencipta arsip berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2 Pemusnahan Arsip

Pasal 92

(1) Pemusnahan arsip pada pencipta arsip merupakan tanggung jawab pimpinan pencipta arsip.

(2) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap arsip yang:

a. tidak memiliki nilai guna;

b. telah habis retensinya dan berketerangan dimusnahkan berdasarkan JRA;

c. tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang; dan d. tidak berkaitan dengan penyelesaian proses suatu perkara.

(3) Pelaksanaan pemusnahan terhadap arsip yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) tahun.

(4) Dalam hal arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih diperlukan untuk barang bukti suatu sengketa yang sedang berlangsung, retensinya ditentukan kembali oleh pimpinan pencipta arsip.

Pasal 93

(1) Pemusnahan arsip wajib dilaksanakan oleh pencipta arsip sesuai dengan prosedur yang benar.

(2) Prosedur pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi arsip yang memiliki retensi kurang dari sepuluh tahun dan arsip yang memiliki retensi sekurang-kurangnya sepuluh tahun.

(37)

Pasal 94

(1) Prosedur pemusnahan arsip bagi arsip yang memiliki retensi kurang dari sepuluh tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. penyeleksian dan pembuatan daftar arsip usul musnah oleh arsiparis di unit kearsipan;

b. permintaan pertimbangan dari unit kearsipan kepada pimpinan unit pengolah;

c. penetapan arsip yang akan dimusnahkan oleh pimpinan pencipta arsip;

d. pelaksanaaan pemusnahan oleh arsiparis dengan disertai berita acara dan daftar arsip yang akan dimusnahkan;

e. pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh minimal 2 (dua) pejabat dari unit hukum dan/atau pengawasan dari lingkungan pencipta arsip yang bersangkutan; dan

f. pemusnahan arsip dilakukan secara total sehingga isi informasi arsip musnah dan tidak dapat direkonstruksi.

(2) Prosedur pemusnahan arsip bagi arsip yang memiliki retensi sekurang-kurangnya sepuluh tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. pembentukan panitia pemusnahan arsip;

b. penyeleksian dan pembuatan daftar arsip usul musnah oleh arsiparis di unit kearsipan;

c. penilaian dan pertimbangan oleh panitia pemusnahan; d. permintaan persetujuan dari pimpinan pencipta arsip;

e. penetapan arsip yang akan dimusnahkan oleh pimpinan pencipta arsip;

f. pelaksanaaan pemusnahan oleh arsiparis dengan disertai berita acara dan daftar arsip yang akan dimusnahkan;

g. pelaksanaaan pemusnahan oleh arsiparis dengan disertai berita acara dan daftar arsip yang akan dimusnahkan;

h. pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh minimal 2 (dua) pejabat dari unit hukum dan/atau pengawasan dari lingkungan pencipta arsip yang bersangkutan; dan

i. pemusnahan arsip dilakukan secara total sehingga isi informasi arsip musnah dan tidak dapat direkonstruksi.

(38)

(3) Pencipta arsip wajib menyimpan arsip hasil pelaksanaan pemusnahan arsip.

(4) Arsip hasil pelaksanaan pemusnahan arsip merupakan arsip vital bagi pencipta arsip, meliputi:

a. surat Keputusan Pembentukan Panitia Pemusnahan Arsip;

b. notulen rapat Panitia Pemusnahan Arsip pada saat melakukan penilaian;

c. usulan dari Panitia Pemusnahan Arsip kepada Pimpinan Pencipta Arsip yang menyatakan bahwa arsip yang diusulkan musnah dan telah memenuhi syarat untuk dimusnahkan;

d. surat keputusan pimpinan pencipta arsip tentang Penetapan Pelaksanaan Pemusnahan Arsip;

e. berita acara pemusnahan arsip; dan f. daftar arsip yang dimusnahkan.

Pasal 95

(1) Pembentukan panitia pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf a, ditetapkan oleh pimpinan pencipta arsip.

(2) Panita pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk melakukan penilaian dan pemusnahan arsip.

(3) Panitia pemusnahan arsip sekurang-kurangnya memenuhi unsur: a. pimpinan unit kearsipan sebagai ketua merangkap anggota;

b. pimpinan unit pengolah yang memiliki arsip yang akan dimusnahkan sebagai anggota;

c. arsiparis sebagai anggota; dan

d. pimpinan lembaga terkait dengan substansi arsip yang akan dimusnahkan sebagai anggota.

Pasal 96

(1) Pemusnahan arsip di lingkungan lembaga negara yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh pimpinan lembaga negara

(39)

(2) Pemusnahan arsip di lingkungan lembaga negara yang memiliki retensi di atas 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh pimpinan lembaga negara berdasarkan hasil penilaian Panitia Pemusnahan Arsip.

(3) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala ANRI.

(4) Pelaksanaan pemusnahan menjadi tanggung jawab kepala unit kearsipan lembaga negara.

Pasal 97

(1) Pemusnahan arsip di lingkungan pemerintahan daerah provinsi yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja pemerintah daerah dan penyelenggara pemerinatahan daerah provinsi setelah mendapat persetujuan kepala arsip daerah provinsi.

(2) Pemusnahan arsip di lingkungan pemerintahan daerah provinsi yang memiliki retensi di atas 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan hasil penilaian Panitia Pemusnahan Arsip. Dan pertimbangan tertulis kepala arsip daerah provinsi.

(3) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala ANRI.

(4) Pelaksanaan pemusnahan menjadi tanggung jawab kepala kepala arsip daerah provinsi.

Pasal 98

(1) Pemusnahan arsip di lingkungan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja pemerintah daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota setelah mendapat persetujuan kepala arsip daerah kabupaten/kota.

(2) Pemusnahan arsip di lingkungan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang memiliki retensi di atas 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan hasil penilaian Panitia Pemusnahan Arsip, dan pertimbangan tertulis kepala arsip daerah kabupaten/kota.

(40)

(3) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Gubernur.

(4) Pelaksanaan pemusnahan menjadi tanggung jawab kepala kepala arsip daerah kabupaten/kota.

Pasal 99

(1) Pemusnahan arsip di lingkungan perguruan tinggi negeri ditetapkan oleh Rektor atau sebutan lainnya.

(2) Pemusnahan arsip di lingkungan perguruan tinggi negeri yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh pimpinan unit kerja di lingkungan perguruan tinggi negeri setelah mendapat persetujuan kepala arsip perguruan tinggi negeri yang bersangkutan.

(3) Pemusnahan arsip di lingkungan perguruan tinggi negeri yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh Rektor setelah mendengar pertimbangan Panitia Pemusnahan Arsip dan persetujuan Kepala ANRI.

(4) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala ANRI.

(5) Pelaksanaan pemusnahan menjadi tanggung jawab kepala kepala arsip daerah perguruan tinggi.

Pasal 100

(1) Pemusnahan arsip di lingkungan BUMN dan/atau BUMD ditetapkan oleh pimpinan BUMN dan/atau BUMD.

(2) Pemusnahan arsip di lingkungan BUMN dan/atau BUMD yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh pimpinan unit kerja di lingkungan BUMN dan/atau BUMD setelah mendapat persetujuan kepala unit kearsipan BUMN dan/atau BUMD yang bersangkutan.

(3) Pemusnahan arsip di lingkungan BUMN dan/atau BUMD yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh pimpinan BUMN dan/atau BUMD setelah mendengar pertimbangan Panitia Pemusnahan Arsip dan persetujuan Kepala lembaga kearsipan sesuai wilayah kewenangannya.

(41)

(4) Pelaksanaan pemusnahan menjadi tanggung jawab kepala kepala unit kearsipan BUMN dan/atau BUMD yang bersangkutan.

Pasal 101

(1) Pemusnahan arsip di lingkungan pemerintahan desa yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh kepala desa setelah mendapat pertimbangan sekretaris desa selaku penanggungjawab urusan kearsipan di desa.

(2) Pemusnahan arsip di lingkungan pemerintahan desa yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun ditetapkan oleh kepala desa berdasarkan hasil penilaian Panitia Pemusnahan Arsip dan persetujuan kepala arsip daerah kabupaten/kota.

Pasal 102

Pemusnahan arsip bagi perusahaan atau perguruan tinggi swasta yang kegiatannya dibiayai dengan anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri, mutatis mutandis sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah ini.

Paragraf 3

Penyerahan Arsip Statis Pasal 103

(1) Penyerahan arsip statis oleh pencipta arsip kepada lembaga kearsipan dilakukan terhadap arsip yang:

a. memiliki nilai guna kesejarahan; dan

b. telah habis retensinya dan berketerangan dipermanenkan sesuai JRA pencipta arsip.

(2) Penyerahan arsip statis wajib dilaksanakan oleh pencipta arsip dan perusahaan kepada lembaga kearsipan.

(3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab pimpinan pencipta arsip dan perusahaan.

(42)

(4) Pelaksanaan penyerahan terhadap arsip yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 104

(1) Arsip statis yang diserahkan oleh pencipta arsip ke lembaga kearsipan harus autentik, reliabel, utuh, dan dapat digunakan.

(2) Dalam hal arsip statis yang diserahkan tidak autentik dan reliabel maka pencipta arsip wajib melakukan autentikasi.

Pasal 105

(1) Prosedur penyerahan arsip statis dilaksanakan sebagai berikut:

a. penyeleksian dan pembuatan daftar arsip usul serah oleh arsiparis di unit kearsipan;

b. pemberitahuan akan menyerahkan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada kepala lembaga kearsipan sesuai wilayah kewenangannya;

c. verifikasi oleh lembaga kearsipan sesuai wilayah kewenangannya; d. persetujuan dari pimpinan lembaga kearsipan sesuai wilayah

kewenangannya;

e. penetapan arsip yang akan diserahkan oleh pimpinan pencipta arsip atau pimpinan perusahaan; dan

f. pelaksanaaan serah terima arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip atau pimpinan perusahaan kepada pimpinan lembaga kearsipan dengan disertai berita acara dan daftar arsip yang akan diserahkan.

(2) Prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan format dan media arsip yang diserahkan.

Pasal 106

(1) Arsip statis lembaga negara di daerah wajib diserahkan kepada ANRI sepanjang instansi induknya tidak menentukan lain.

(2) Instansi induk dapat menentukan penyerahan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada lembaga kearsipan daerah.

(43)

(3) Penyerahan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan pertimbangan:

a. keamanan dan keselamatan arsip statis; b. aksesibilitas arsip statis; dan

c. kearifan lokal.

(4) Penyerahan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh pimpinan lembaga negara di daerah.

Pasal 107

Penetapan arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf e, pada pemerintahan daerah provinsi dilakukan oleh gubernur.

Pasal 108

Pelaksanaan serah terima arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf f, di lingkungan pemerintahan daerah provinsi dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah atau penyelenggara pemerintah daerah kepada arsip daerah provinsi.

Pasal 109

Penetapan arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf e, pada pemerintahan daerah kabupaten atau kota dilakukan oleh bupati atau walikota.

Pasal 110

Pelaksanaan serah terima arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf f, di lingkungan pemerintahan daerah kabupaten atau kota dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah atau penyelenggara pemerintah daerah kepada kepala arsip daerah kabupaten atau kota.

(44)

Pasal 111

Penetapan arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf e, pada perguruan tinggi negeri dilakukan oleh rektor atau sebutan lain.

Pasal 112

Pelaksanaan serah terima arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf f, di lingkungan perguruan tinggi kepada lembaga kearsipan perguruan tinggi negeri yang bersangkutan.

Pasal 113

Penetapan arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf e, pada BUMN dan/atau BUMD dilakukan oleh pimpinan BUMN dan/atau BUMD.

Pasal 114

Pelaksanaan serah terima arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf f, di lingkungan :

a. BUMN dilaksanakan oleh unit kearsipan BUMN kepada ANRI. b. BUMD provinsi kepada arsip daerah provinsi.

c. BUMD kabupaten/kota kepada arsip daerah kabupaten/kota. Pasal 115

Penetapan arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf e, pada pemerintahan desa dilakukan oleh kepala desa.

Pasal 116

Pelaksanaan serah terima arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf f, di lingkungan pemerintahan desa dilaksanakan oleh sekretaris desa kepada arsip daerah kabupaten/kota.

(45)

Pasal 117

Penetapan arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf e, pada perusahaan dilakukan oleh pimpinan perusahaan.

Pasal 118

Pelaksanaan serah terima arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf f, di lingkungan perusahaan dilaksanakan oleh unit kearsipan perusahaan kepada lembaga kearsipan berdasarkan tingkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 119

(1) Organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dapat menyerahkan arsip statis dari kegiatan yang didanai dari anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri kepada lembaga kearsipan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pelaksanaan penyerahaan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bentuk peran serta masyarakat.

(3) Pelaksanaan penyerahan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pimpinan organisasi politik, pimpinan organisasi kemasyarakatan kepada lembaga kearsipan sesuai wilayah kewenangannya.

(4) Pelaksanaan penyerahan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh perseorangan kepada lembaga kearsipan sesuai dengan wilayah keberadaan orang yang bersangkutan.

Pasal 120

Penyerahan arsip bagi perusahaan atau perguruan tinggi swasta yang kegiatannya dibiayai dengan anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri, mutatis mutandis sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah ini.

(46)

BAB VI

JADWAL RETENSI ARSIP Pasal 121

JRA sebagai pedoman penyusutan arsip wajib dimiliki oleh setiap pencipta arsip.

Pasal 122

(1) JRA terdiri atas JRA fungsi fasilitatif dan JRA fungsi substantif.

(2) JRA ditetapkan oleh pimpinan pencipta arsip setelah mendapat persetujuan Kepala ANRI.

(3) Penentuan retensi arsip pada JRA fasilitatif lembaga negara, perguruan tinggi negeri, dan pemerintahan daerah mengacu pada JRA umum (general records schedule).

(4) JRA umum dibuat oleh ANRI bersama dengan lembaga teknis terkait. (5) Penentuan retensi arsip pada JRA substantif lembaga negara,

perguruan tinggi negeri, dibuat oleh pencipta arsip bersama dengan ANRI bersama instansi induknya dan pihak yang memiliki keahlian sesuai bidang yang tertuang dalam JRA.

(6) Penentuan retensi arsip pada JRA substantif pemerintahan daerah mengacu pada pedoman retensi arsip fungsi substantif.

(7) Pedoman retensi arsip fungsi substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibuat oleh ANRI bersama Kementerian Dalam Negeri, dan lembaga yang memiliki urusan yang tertuang dalam JRA.

(8) Penentuan retensi arsip pada JRA fasilitatif dan JRA substantif BUMN dibuat oleh BUMN bersama dengan ANRI, lembaga terkait, dan pihak yang memiliki keahlian sesuai bidang yang tertuang dalam JRA.

(9) Penentuan retensi arsip pada JRA fasilitatif dan JRA substantif BUMD dibuat oleh BUMD bersama dengan ANRI, pemerintahan daerah, serta pihak yang memiliki keahlian sesuai bidang yang tertuang dalam JRA.

Pasal 123

(1) JRA lembaga negara ditetapkan oleh pimpinan lembaga negara setelah mendapat persetujuan Kepala ANRI.

(47)

(2) JRA pemerintahan daerah provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan Kepala ANRI.

(3) JRA pemerintahan daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah mendapat Kepala ANRI.

(4) JRA perguruan tinggi negeri ditetapkan oleh Rektor yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan kepala ANRI melalui kementerian yang bertanggung jawab di bidang pendidikan dan agama.

(6) JRA BUMN ditetapkan oleh pimpinan BUMN yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan kepala ANRI.

(7) JRA BUMD provinsi ditetapkan oleh pimpinan BUMD provinsi yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan kepala ANRI.

(8) JRA BUMD kabupaten/kota ditetapkan oleh pimpinan BUMD kabupaten/kota yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan kepala ANRI.

Pasal 124

(1) Lembaga kearsipan sesuai dengan wilayah kewenangannya melakukan asistensi dan bimbingan penyusunan JRA kepada pencipta arsip berdasarkan pedoman penyusunan JRA.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan JRA diatur dengan peraturan Kepala ANRI.

BAB VII

PENGELOLAAN ARSIP STATIS Bagian Kesatu

Umum Pasal 125

(1) Pengelolaan arsip statis dilakukan terhadap arsip statis yang diserahkan oleh pencipta arsip dan yang diakuisisi oleh lembaga kearsipan.

(48)

(2) pengelolaan arsip statis meliputi kegiatan: a. akuisisi arsip statis;

b. pengolahan arsip statis; c. preservasi arsip statis; dan d. akses arsip statis; dan

Bagian Kedua Akuisisi Arsip Statis

Pasal 126

(1) Akuisisi merupakan kegiatan penambahan arsip statis melalui kegiatan penyerahan arsip dari pencipta arsip.

(2) Penyerahan arsip statis dari pencipta arsip dalam rangka akuisisi arsip statis dilakukan melalui verifikasi arsip statis.

(3) Verifikasi arsip statis dilakukan terhadap keautentikan, reliabilitas, dan keutuhan arsip statis.

(4) Verifikasi arsip statis dalam rangka akuisisi arsip statis menjadi tanggung jawab kepala lembaga kearsipan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai verifikasi diatur dengan peraturan Kepala ANRI.

Pasal 127

(1) Lembaga kearsipan membuat DPA terhadap arsip statis yang belum diserahkan oleh pencipta arsip.

(2) DPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada publik baik melalui media cetak dan/atau media elektronik.

(3) DPA sekurang-kurangnya memuat metadata: a. pencipta arsip; b. nomor arsip; c. kode klasifikasi; d. uraian informasi; e. kurun waktu; f. jumlah; dan g. keterangan.

(49)

(3) Dalam hal hasil verifikasi terdapat arsip yang tidak memenuhi kriteria sebagai arsip statis, kepala lembaga kearsipan merekomendasi kepada pencipta arsip untuk memusnahkan arsip tersebut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 128

(1) Pemerintah memberikan imbalan kepada anggota masyarakat yang menyerahkan arsip yang termasuk dalam DPA.

(2) Nilai imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Kepala ANRI, Gubernur, Bupati/ Walikota, sesuai dengan kewenangannya.

(3) Akuisisi terhadap arsip statis yang termasuk dalam DPA dilakukan oleh lembaga kearsipan.

(4) DPA dibuat dan diumumkan kepada publik oleh lembaga kearsipan sesuai wilayah kewenangannya.

Pasal 129

(1) Pelaksanaan akuisisi arsip statis oleh lembaga kearsipan harus disertai dengan Berita Acara Serah Terima Arsip Statis dan Daftar Arsip Statis. (2) Berita acara serah terima arsip statis ditandatangani oleh kepala

lembaga kearsipan dan pimpinan pencipta arsip.

(3) Berita acara serah terima arsip statis sekurang-kurangnya memuat: a. waktu serah terima;

b. tempat; c. jumlah arsip;

d. tanggung jawab dan kewajiban para pihak; dan e. tanda tangan para pihak.

(4) Daftar arsip statis disusun oleh pencipta arsip yang sekurang-kurangnya memuat:

a. pencipta arsip; b. nomor arsip; c. kode klasifikasi;

(50)

e. kurun waktu; f. jumlah; dan g. keterangan.

Bagian Ketiga Pengolahan Arsip Statis

Pasal 130

(1) Pengolahan arsip statis merupakan kegiatan menata informasi dan fisik arsip statis hasil akuisisi pada lembaga kearsipan.

(2) Pengolahan arsip statis ditujukan untuk menghasilkan sarana bantu temu balik arsip statis pada lembaga kearsipan.

(3) Sarana temu balik arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memuat metadata informasi arsip:

a. pencipta arsip; b. nomor arsip; c. kode klasifikasi; d. uraian informasi; e. kurun waktu; f. jumlah; dan g. keterangan.

(4) Pengolahan arsip statis dilakukan berdasarkan standar deskripsi arsip statis.

(5) Pengolahan arsip statis menjadi tanggungjawab pimpinan lembaga kearsipan yang dilaksanakan oleh arsiparis.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pengolahan arsip statis dan standar deskripsi arsip diatur dengan peraturan kepala ANRI.

Bagian Keempat Preservasi Arsip Statis

Pasal 131

(1) Preservasi arsip statis dilaksanakan untuk menjamin keselamatan dan kelestarian arsip statis.

(51)

(2) Preservasi arsip statis dilaksanakan dengan cara preventif dan kuratif. (3) Preservasi arsip statis dengan cara preventif dilakukan dengan:

a. Penyimpanan;

b. pengendalian hama terpadu; c. reproduksi;

d. perecanaan menhadapi bencana.

(4) Preservasi arsip statis dengan cara kuratif dilakukan dengan perawatan arsip statis dengan metode restorasi arsip statis.

(5) Perawatan arsip statis harus memperhatikan keutuhan informasi yang dikandung dalam arsip statis.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman preservasi arsip statis diatur dengan peraturan Kepala ANRI.

Bagian Kelima Akses Arsip Statis

Pasal 132

(1) Arsip statis yang dikelola oleh lembaga kearsipan pada dasarnya terbuka untuk umum dan dapat diakses untuk kepentingan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2) Akses arsip statis dilaksanakan dengan mempertimbangkan: a. keamanan, keselamatan, dan keutuhan arsip statis; dan

b. sifat keterbukaan dan ketertutupan arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Akses arsip statis dapat dilakukan secara manual dan/atau elektronik. Pasal 133

(1) Lembaga kearsipan menyediakan prasarana dan sarana untuk kepentingan akses arsip statis.

(2) Apabila akses terhadap arsip statis yang berasal dari pencipta arsip terdapat persyaratan tertentu, akses dilakukan sesuai dengan persyaratan dari pencipta arsip yang memiliki arsip tersebut.

(3) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(52)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur akses arsip statis diatur dengan dengan peraturan Kepala ANRI.

Pasal 134

(1) Kepala lembaga kearsipan dapat menolak permintaan akses arsip statis dan/atau menghentikan kegiatan pemanfaatan arsip statis apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 132 ayat (2).

(2) Kepala lembaga kearsipan menetapkan jenis arsip statis yang dinyatakan tertutup untuk diakses berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam

Alih Media dan Autentikasi Arsip Statis Pasal 135

(1) Alih media arsip statis dilaksanakan untuk kepentingan pelestarian dan pelayanan arsip statis.

(2) Lembaga kearsipan dapat melakukan alih media arsip statis dalam media elektronik dan/atau media lainnya.

(3) Alih media arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip nilai informasi, keamanan informasi arsip, keselamatan kondisi fisik arsip, efisiensi, kecepatan akses, serta ketersediaan teknologi akses dan perawatannya.

Pasal 136

(1) Pelaksanaan alih media arsip statis dilakukan dengan membuat berita acara dan daftar arsip statis yang dialihmediakan.

(2) Berita acara alih media arsip statis sekurang-kurangnya memuat: a. waktu pelaksanaan alih media;

b. tempat pelaksanaan alih media; c. jenis media;

Referensi

Dokumen terkait

Jadi maksud judul proposal skripsi ini adalah tentang kajian bagaimana hak tenaga kerja terhadap pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak perumahan dan

mendapatkan hasil nilai Z” di atas kategori nilai indikator yang menandakan bahwa perusahaan dalam posisi sehat walaupun total aktiva dan total hutang menurun, dan

• Renjana Pembangunan Jangka Menengah Desa selanjutnya disingkat RPJM Desa adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun yang memuat arah kebijakan pembangunan desa, arah

efektivitas pengelolaan pembelajaran SD di Kota Serang karena p value signifikan (0,028) < (0,05), dimana semakin terampil kemampuan guru dalam mengaplikasikan

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Penelitian Laurensius Palman Nainggolan, Arifuddin & Mushar Mustafa (2017) menunjukkan bahwa Return On Asset (ROA)

Hasil analisis tanggapan peserta abdimas sebelum dan sesudah pelaksanaan menunjukkan bahwa, untuk pengenalan sistem perbankan syariah adanya peningkatan semula 0% menjadi 80%

Menurut Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian kerja berakhir apabila: pekerja meninggal dunia; berakhirnya jangka

“Kepala sekolah dan guru harus selalu peduli untuk mengingatkan mana makanan yang sehat dan tidak,” kata Asisten kesejahteraan masyarakat (Askesmas) Jaktim, H Ibnu Hajar,