• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Stres dan Coping pada ibu yang memiliki anak penyandang Down Syndrome Studi kasus pada SLB Cahaya Jaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambaran Stres dan Coping pada ibu yang memiliki anak penyandang Down Syndrome Studi kasus pada SLB Cahaya Jaya"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Stres dan Coping pada ibu

yang memiliki anak penyandang

Down Syndrome

Studi kasus pada SLB Cahaya Jaya

Kezia Chrisantia Venesia

Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui gambaran tingkatan stres apa saja yang ditunjukkan oleh ibu yang memiliki anak down syndrome dan bagaimana coping stres-nya dalam menghadapi anak penyandang down syndrome. Dari hasil yang didapatkan, tingkat stres yang paling banyak dalam penelitian ini adalah tingkat rendah sebanyak 17 orang (57%) dengan Coping yang paling banyak digunakan adalah problem focused coping yaitu sebanyak 25 orang (83%). Kedua hal tersebut berpengaruh dari tingkat karakteristik kognisi pada anak down

syndrome, karakteristik kognisi yang paling banyak dalam penelitian ini adalah

pada tingkat moderate atau sedang sebanyak 16 orang (53%). Dari hasil analisa tambahan ditemukan bahwa tingkat stres dan coping stres berkaitan dengan pekerjaan subjek. Sedangkan berbeda dengan pekerjaan subjek, usia subjek tidak memiliki pengaruh pada tingkat stres dan coping apa yang digunakan oleh subjek. Jika dikaitkan antara tingkat stres subjek, coping yang digunakan oleh subjek dan

(2)

karakteristik kognisi maka hasil yang didapat adalah semakin tinggi tingkatan karakteristik kognisi atau tingkat keparahan anak down syndrome maka semakin tinggi juga tingkat stres dari subjek, semakin ringan tingkatan karakteristik kognisi anak down syndrome maka semakin rendah juga tingkat stres subjek.

Kata Kunci: Down Syndrome, Karakteristik Kognisi, Stres, dan Coping

1. Pendahuluan

Dalam sebuah rumah tangga setiap pasangan suami istri yang akan menjadi orang tua tentunya mengharapkan mendapatkan buah hatinya dalam keadaan sehat secara lahir dan batin. Namun pada kenyataannya ada bayi yang lahir tidak sehat secara utuh baik dalam fisik, mental, dan sosial sehingga dapat digolongkan sebagai anak dengan kebutuhan khusus, penyandang cacat, atau berkelainan. Pasangan orang tua baik ayah maupun ibu yang memiliki anak seperti ini membutuhkan perhatian yang lebih banyak pada anak mereka daripada pada anak normal lainnya, dan hal ini tentunya dibutuhkan kesabaran yang lebih juga. Salah satu anak kebutuhan khusus ini adalah anak yang menyandang down

syndrome.

Menurut National Down Syndrome Society (2011) down syndrome ini sendiri dapat terjadi pada orang dari semua ras dan tingkat ekonomi. Perempuan dengan usia tua memiliki peluang lebih besar untuk melahirkan anak dengan

(3)

kesempatan untuk hamil dengan anak down syndrome, dan kesempatan ini meningkat secara bertahap untuk satu di 100 pada umur 40. Pada usia 45 insiden menjadi sekitar satu dalam 30.

Kehadiran anak down syndrome membawa pengaruh di dalam kehidupan keluarga terutama ibu sebagai figur terdekat anak. Menurut Beckman, Dyson, Rodriguez & Murphy (dalam Lam & Mackenzie, 2002) mengindikasikan bahwa orangtua anak dengan berbagai gangguan (ketidakmampuan) lebih mengalami stres pada tingkatan yang tinggi dibandingkan orangtua anak yang normal. Hal ini disebabkan begitu banyaknya perhatian dan kebutuhan khusus yang harus diberikan kepada anak down syndrome. Oleh sebab itu orangtua yang memiliki anak down syndrome, seringkali stres terutama bagi ibu yang frekuensi bersama dengan anaknya lebih sering daripada ayah, karena dalam hal pengasuhan anak, ibu lebih membutuhkan dukungan sosial-emosional dalam waktu yang lama dan lebih banyak informasi tentang kondisi anak serta dalam hal merawat anak, sebaliknya ayah lebih terfokus pada finansial dalam membesarkan anak (Wenar & Kerig, 2000).

Beberapa orang tua terutama pada ibu dengan anak yang menyandang

down syndrome memiliki kecenderungan menjadi stres, salah satunya contohnya

adalah karena sebagai seorang ibu adakalanya mereka bisa saja merasa terkejut dan tidak siap dikaruniai seorang anak dengan down sydrome, hal ini tentunya disebabkan oleh banyak faktor-faktor atau sumber-sumber lain yang bisa menimbulkan stres pada ibu (Lahey, 2008).

Menurut Spielberger (dalam Irving dan Edward, 2010) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan yang mengenai seseorang, misalnya objek-objek

(4)

dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan, atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Sedangkan Menurut Lazarus dan Folkman (1984) Pengelolaan stres yang disebut dengan istilah coping adalah proses mengelola tuntutan (internal ataupun eksternal) yang ditaksir sebagai beban karena diluar kemampuan individu. Coping stres ini memiliki dua cara, cara pertama yaitu problem focused coping yang merupakan strategi pengelolaan yang berpusat pada masalah dengan strategi yang ditunjukkan untuk memecahkan masalah. Cara kedua yaitu emotion focused coping yang merupakan strategi pengelolaan yang berpusat pada emosi berfungsi untuk mengatur respon emosional terhadap masalah.

2. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif yang mengolah data dalam bentuk angka yang dilakukan dengan perhitungan statistik yang kemudian akan dianalisis secara deskriptif (Danim & Darwis, 2002). Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple

random sampling dimana peneliti memilih partisipan (unit, seperti sekolah) secara

acak untuk dijadikan sebagai sampel yang akan mewakili populasi (Creswess, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mengalami stres karena memiliki anak penyandang down syndrome yang berada di SLB Cahaya Jaya yang berjumlah 30 orang.

Jika dikaitkan antara tingkat stres subjek, coping yang digunakan oleh subjek dan karakteristik kognisi maka hasil yang didapat adalah semakin tinggi tingkatan

(5)

karakteristik kognisi atau tingkat keparahan anak down syndrome maka semakin tinggi juga tingkat stres dari subjek, semakin ringan tingkatan karakteristik kognisi anak down syndrome maka semakin rendah juga tingkat stres subjek, dan

coping yang paling banyak digunakan adalah problem focused coping.

3. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Jumlah karakteristik yang terbanyak adalah pada tingkat moderate yang berjumlah 16 orang (53%). Sedangkan untuk karakteristik mild dan severe, berdasarkan data yang ada maka ditemukan bahwa kedua karakteristik kognisi ini memiliki jumlah subjek yang sama masing-masing berjumlah 7 orang (23%).

2. Jumlah tingkatan stres yang paling banyak atau besar dialami oleh ibu dengan anak down syndrome adalah sedang dengan jumlah subjek sebanyak 22 orang (73%). Sedangkan untuk jumlah yang pada tingkatan tinggi dan rendah adalah sama yaitu 4 orang (13%).

3. Cara coping subjek yang terbanyak adalah 25 orang (83%) yang menggunakan

problem focused coping dan 5 orang (17%) yang menggunakan emotion focused coping.

4. Gambaran antara hubungan tingkat stres subjek dengan coping stres yang digunakan subjek, jumlah tingkatan stres yang paling banyak adalah sedang sebanyak 22 orang (73%) dengan coping yang paling banyak adalah problem

(6)

focused coping sebanyak 18 orang (60%) dan emotion focused coping

sebanyak 4 orang (13%).

5. Kaitan antara karakteristik kognisi, tingkat stres, dan coping yang digunakan subjek maka hasil yang didapat adalah subjek yang memiliki anak down

syndrome dengan tingkat karakteristik severe memiliki tingkat stres yang tinggi

dan coping yang digunakan adalah problem focused coping. Pada ibu yang memiliki anak down syndrome pada tingkatan mild dan moderate memiliki tingkat stres yang sedang sampai rendah dan coping yang digunakan adalah problem focused coping dan emotion focused coping.

6. Berdasarkan usia subjek pada rentang usia dewasa muda yaitu usia 20-40 tahun, tingkat stres yang paling banyak adalah pada tingkat rendah sebanyak 4 orang (13%). Berdasarkan usia subjek pada rentang usia dewasa madya yaitu usia 40-60 tahun, tingkat stres yang paling banyak adalah pada tingkat rendah sebanyak 13 orang (43%).

7. Dari hasil analisa tambahan, terlihat bahwa tingkat stres dan coping stres berkaitan dengan pekerjaan subjek. Sedangkan berbeda dengan pekerjaan subjek, usia subjek tidak memiliki pengaruh pada tingkat stres dan coping apa yang digunakan oleh subjek.

(7)

Bucci, H.P. (2003). The Value of Likert Scales in Measuring Attitudes of Online

Learners. Dibuka tanggal 3 Januari 2012, dari

http://www.hkadesigns.co.uk/websites/msc/reme/likert.htm

Creswess, J. W. (2005). Planning, Conducting, and evaluation, Quantitative and

Qualitative Research (Educational Research 2nd edition ed.). University

of Nebraska.

Danim S. & Darwis. (2002). Metode Penelitian Kebidanan. Jakarta: Kedokteran EGC.

Davison, G.C. & Neale, J.M. (1998). Abnormal Psychology (7th edition). New York: John Wiley & Sons.

Dorothi, B. (2008). Gambaran Stress, Coping, Dan, Adjustment Pada Orang

Tua Tunggal Akibat Perceraian. (Tugas akhir tidak dipublikasikan).

Program sarjana Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya. Fadhli, A. (2010). Buku Pintar Kesehatan Anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka

Anggrek.

Gerald C.D., Jhon M.N., & Ann M.K. (2006). Psikologi abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Giska. (2009). Teknik Pengumpulan Data Menggunakan Kuisioner. Dibuka tanggal 1 September 2011, dari

http://giskacumalimahuruf.wordpress.com/category/metodologi-penelitian/ Halgin R.P., Krauss S. (2011). Psikologi Abnormal Perspektif Klinis Pada

Gangguan Psikologis. Jakarta: Salemba Humanika.

Hall, D. M., & Hill, P.D. (1996). The Child With Disability (2nd edition). London: Blackwell Science

Hoffnung, R. J., Seifert, K. L. (1997). Child and Adolescent Development (4th

edition). Boston: Houghton Mifflin.

Irving B.W. & Edward W.C. (2010). The Corsini Encyclopedia of Psychology

(8)

Jahja Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.

Lahey, B.B. (2008). Psychology an Introduction (9th edition). United States of America : McGraw-Hill.

Lam, W.L., & Mackenzie, E.A. 2002. Coping With a Child With Down Syndrome:

The Experiences of Mothers in Hong Kong. Qualitative Health Research, 2

Februari, Vol 12, No. 2, 223-237.

Lazarus, R. S. & Folkman, S. F. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.

Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Depok: LPSP3 UI.

Mindgarden. (2010). State-Trait Anxiety Inventory for Adults. Dibuka tanggal 16 September 2011.

Marnat, G. G. (2003). Handbook of Psychological Assessment (4th edition). New York: John Willey & Sons.

National Down Syndrome Society (2011). Dibuka pada tanggal 15 Februari 2011 dari http://www.ndss.org/

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2005). Human Development (10th edition). Boston: MC Graw Hill.

Purwanto. (2010). Metodologi Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Rosidah, U. (2010). Peran serta orangtua dan masyarakat untuk mengurangi

tingkat stres orangtua yang memiliki anak penderita down syndrome.

Jakarta : Indeks

Rusman, Y.K. (2005). Gambaran Sumber Stres dan Perilaku Coping Pada

Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Down Syndrome. Program sarjana

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Sarafino, E.P. (1998). Health Psyshology: Biopsychosocial Interaction

(9)

Selikowitz, M. (2001). Mengenal Sindroma Down. Jakarta: Arcan.

Santrock, J.W. (1996). Adolescence Perkembangan Remaja (6th edition). Jakarta: Erlangga

Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Wenar, C & Kerig P. 2000. Developmental Psychopathology. Singapore : The Mc GrawHills companies, Inc

Wenar, C. (1994). Developmental Psychopathology From Infancy Through

Adolescence (3rd edition). New York: Mcgraw Hill.

Wijoyo P. M. (2011). Cara Mudah Mencegah Dan Mengatasi Stres. Bogor: Bee Media Pustaka.

Wong D. L., Eaton M. H., Wilson D., Winkelstein M. L., Schwartz P. (2002).

Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: Kedokteran EGC.

Yunianti, N. (2011). Sumber Stres dan Cara Menanggulangi Stres Pada Ibu

Dewasa Muda Yang Memiliki Anak Autis di Jakarta. Program sarjana

(10)

The Conception of Stres and Coping in

mother of Down’s Syndrome children:

Case study at SLB Cahaya Jaya

Kezia Chrisantia Venesia

Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia

ABSTRACT

This study has the objective to know the description of what levels of stress exhibited by mothers of children with Down syndrome and how his coping stress dealing with children with Down syndrome. From the results obtained, the highest stress levels in this study were at a low level as many as 17 people (57%) and Coping with the most used is problem focused coping as many as 25 people (83%). Both of these characteristics affect the level of cognition in Down syndrome children, the most characteristic of cognition in this study were at moderate levels as many as 16 people (53%). From the results of additional analysis found that the levels of stress and coping stress is related with job. Different from the subject, the age of subject has no effect on levels of stress and coping what is used by the subject. If related to the stress levels of the subject, coping used by the subject and the cognitive characteristics, the results are the higher level cognitive characteristics, the higher of the stress level of the subject, the lower level of cognition characteristic of Down syndrome children, also the lower stress level of the subject.

(11)

Kata Kunci: Down Syndrome, Karakteristik Kognisi, Stres, dan Coping

1. Introduction

In a household that every couple will become parents would expect to get their baby are in good health physically and mentally. But in fact there are babies born unhealthy physically, mentally, and socially so that they can be classified as children with special needs or disabilities. Parents who have children like this need more attention on their children rather than on a normal kid, and it is certainly more patience is needed as well. One of the special needs of these children are children with Down syndrome.

According to the National Down Syndrome Society (2011) Down syndrome itself can occur in people of all races and economic levels. Women with older age have a better chance of having a child with Down syndrome. A woman of 35 years had about a one in 350 chance of conceiving a child with Down syndrome, and this chance increases gradually to one in 100 at age 40. At the age of 45 incidents to about one in 30.

The presence of Down syndrome children had an impact on family life especially for a mother. According to Beckman, Dyson, Rodriguez & Murphy (in Lam & Mackenzie, 2002) indicates that parents of children with various disorders (disability) are more experienced at a high level of stress than parents of normal children. This is caused to give more care and special needs that must be given to children with Down syndrome. Therefore, parents of children with Down syndrome, often stressful, especially for mothers who frequencies along with their children more often than fathers, as in child care, mothers need more

(12)

social-emotional support in a long time and more information about the condition of children and in terms of caring for the child, otherwise the father is more focused on raising children financially (Wenar & Kerig, 2000).

Some parents especially mothers with children with Down syndrome have a tendency to stress, one example of this is because as a mother sometimes they may feel shocked and not ready blessed with a child with Down sydrome, it is certainly caused by many factors or other sources that can cause stress in the mother (Lahey, 2008).

According to Spielberger (in Irving and Edward, 2010) states that stress is the demands on a person, for example, objects in the environment or a stimulus that is objectively dangerous. Stress can also be interpreted as pressure, tension, or an unpleasant disturbance from outside oneself. According to Lazarus and Folkman (1984) Management of stress is called the coping is the process of managing demands (external or internal) is regarded as a burden because beyond the ability of the individual. Stress coping has two ways, first way is problem focused coping which is a management strategy based on a demonstrated problem with the strategy to solve the problem. The second way is emotion focused coping strategy that is based on emotion management functions to regulate the emotional response to the problem.

2. Methodology

Types of research used in this study was a descriptive quantitative research process data in numerical form is done with statistical calculations which will then be analyzed descriptively (Danim & Dervish, 2002). Sampling was done by

(13)

simple random sampling where the researcher chose the participants (units, such as schools) were randomly assigned to serve as a sample to be representative of the population (Creswess, 2005). The sample in this study were women who experience stress because of having children with Down syndrome who are in SLB Cahaya Jaya with 30 people.

If related to the stress levels of the subject, coping used by the subject and the cognitive characteristics, the results are the higher level cognitive characteristics, the higher of the stress level of the subject, the lower level of cognition characteristic of Down syndrome children, also the lower stress level of the subject. The most used coping is problem focused coping.

3. Conclusion

Based on the results and discussion that has been done in this study, it can be concluded as follows:

1. The total of characteristic is at moderate level which is 16 people (53%). As for the characteristics of mild and severe, it is found that both of cognition characteristic have 7 people (23%) based on the existing data. 2. The most level of stress that has been experienced by mothers with down

syndrome is 22 people (73%). As the amount of people who’s been at the lowest and highest level of stress is 4 people (13%).

3. The numbers of people who’s been using ‘problem focused coping’ as a way of coping is 25 people (83%) and there are 5 people (17%) who’s been using ‘emotion focused coping’ method.

4. The concept of the relation between the level of stress with stress coping which are used by subjects, the most number of stress level is 22 people (73%), as the most coping being used is ‘problem focused coping’ (18 people, 60%) and 4 people with ‘emotion focused coping’ (13%).

(14)

5. The result of relation of cognition characteristic, stress level and coping that are used by subject is subjects with down syndrome children that have severe characteristic has the high level of stress and use ‘problem focused coping’ method. As for the mothers with down syndrome children on mild and moderate level, they have the lowest level of stress and using ‘focused coping’ and emotion focused coping’ method.

6. Based on the range of age, many adolescence (20-40 years old), 4 people (13%) of them are at the low level of stress. As for the 40-60 years old, 13 people (43%) of them are at the low level of stress.

7. From the result of additional analysis, it appears that stress level and stress coping are related to the subject’s occupation. On the other hand, the range of age do not have any effect on the level of stress and what kind of method that is being used by the subject.

(15)

References

Bucci, H.P. (2003). The Value of Likert Scales in Measuring Attitudes of Online

Learners. Dibuka tanggal 3 Januari 2012, dari

http://www.hkadesigns.co.uk/websites/msc/reme/likert.htm

Creswess, J. W. (2005). Planning, Conducting, and evaluation, Quantitative and

Qualitative Research (Educational Research 2nd edition ed.). University

of Nebraska.

Danim S. & Darwis. (2002). Metode Penelitian Kebidanan. Jakarta: Kedokteran EGC.

Davison, G.C. & Neale, J.M. (1998). Abnormal Psychology (7th edition). New York: John Wiley & Sons.

Dorothi, B. (2008). Gambaran Stress, Coping, Dan, Adjustment Pada Orang

Tua Tunggal Akibat Perceraian. (Tugas akhir tidak dipublikasikan).

Program sarjana Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya. Fadhli, A. (2010). Buku Pintar Kesehatan Anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka

Anggrek.

Gerald C.D., Jhon M.N., & Ann M.K. (2006). Psikologi abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Giska. (2009). Teknik Pengumpulan Data Menggunakan Kuisioner. Dibuka tanggal 1 September 2011, dari

http://giskacumalimahuruf.wordpress.com/category/metodologi-penelitian/ Halgin R.P., Krauss S. (2011). Psikologi Abnormal Perspektif Klinis Pada

Gangguan Psikologis. Jakarta: Salemba Humanika.

Hall, D. M., & Hill, P.D. (1996). The Child With Disability (2nd edition). London: Blackwell Science

Hoffnung, R. J., Seifert, K. L. (1997). Child and Adolescent Development (4th

(16)

Irving B.W. & Edward W.C. (2010). The Corsini Encyclopedia of Psychology

(4th edition). New Jersey: John Wiley and Sons, Inc Hoboken.

Jahja Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.

Lahey, B.B. (2008). Psychology an Introduction (9th edition). United States of America : McGraw-Hill.

Lam, W.L., & Mackenzie, E.A. 2002. Coping With a Child With Down Syndrome:

The Experiences of Mothers in Hong Kong. Qualitative Health Research, 2

Februari, Vol 12, No. 2, 223-237.

Lazarus, R. S. & Folkman, S. F. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.

Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Depok: LPSP3 UI.

Mindgarden. (2010). State-Trait Anxiety Inventory for Adults. Dibuka tanggal 16 September 2011.

Marnat, G. G. (2003). Handbook of Psychological Assessment (4th edition). New York: John Willey & Sons.

National Down Syndrome Society (2011). Dibuka pada tanggal 15 Februari 2011 dari http://www.ndss.org/

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2005). Human Development (10th edition). Boston: MC Graw Hill.

Purwanto. (2010). Metodologi Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Rosidah, U. (2010). Peran serta orangtua dan masyarakat untuk mengurangi

tingkat stres orangtua yang memiliki anak penderita down syndrome.

Jakarta : Indeks

Rusman, Y.K. (2005). Gambaran Sumber Stres dan Perilaku Coping Pada

Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Down Syndrome. Program sarjana

(17)

Sarafino, E.P. (1998). Health Psyshology: Biopsychosocial Interaction

(3rd edition). New York: John Willey & Sons.

Selikowitz, M. (2001). Mengenal Sindroma Down. Jakarta: Arcan.

Santrock, J.W. (1996). Adolescence Perkembangan Remaja (6th edition). Jakarta: Erlangga

Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Wenar, C & Kerig P. 2000. Developmental Psychopathology. Singapore : The Mc GrawHills companies, Inc

Wenar, C. (1994). Developmental Psychopathology From Infancy Through

Adolescence (3rd edition). New York: Mcgraw Hill.

Wijoyo P. M. (2011). Cara Mudah Mencegah Dan Mengatasi Stres. Bogor: Bee Media Pustaka.

Wong D. L., Eaton M. H., Wilson D., Winkelstein M. L., Schwartz P. (2002).

Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: Kedokteran EGC.

Yunianti, N. (2011). Sumber Stres dan Cara Menanggulangi Stres Pada Ibu

Dewasa Muda Yang Memiliki Anak Autis di Jakarta. Program sarjana

Referensi

Dokumen terkait

Router dapat digunakan untuk menghubungkan banyak jaringan kecil ke sebuah jaringan yang lebih besar, yang disebut dengan internetwork , atau untuk membagi sebuah jaringan

memahami dan menjelaskan ide / gagasan matematika yang terdapat pada gambar atau permasalahan yang diberikan Kemampuan dalam menggunakan istilah- istilah, notasi-notasi

Dari peta juga terlihat bahwa beberapa unit Puskesmas yang berada tidak jauh dari jalan arteri Kabupaten Kebumen memiliki jangkauan pelayanan yang saling tumpang tindih

Sindroma Hyper-IgE (HIEs) adalah suatu immunodefisiensi primer kompleks yang jarang dengan karakteristik eksim , abses kulit , infeksi paru , kadar eosinofil dan kadar

Jasa ( service ), seperti: konstruksi, pendidikan, pelatihan, dll Hanya saja menurut gaspersz (2002), para manajemen dari perusahaan yang berkompetisi dalam pasar global

[r]

1. Tenaga ahli adalah dosen / orang dari luar perguruan tinggi yang diundang dengan tujuan untuk pengayaan pengetahuan dan bukan untuk mengisi kekurangan tenaga

Untuk soal nomor 2, subjek dapat menyebutkan pernyataan (Teorema dan Definisi) lebih rinci tentang sudut sehadap, sudut berseberangan dan sudut berpelurus, yaitu