• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori agensi menjelaskan adanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori agensi menjelaskan adanya"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan

Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori agensi menjelaskan adanya hubungan antara dua pihak dalam suatu perusahaan yaitu, agent dan principal. Agent merupakan pihak yang menerima wewenang untuk mengelola perusahaan sedangkan principal diartikan sebagai pihak yang membuat kontrak. Menurut Eisenhardt (1989), teori keagenan didasari oleh tiga asumsi, yaitu:

1) Asumsi tentang sifat manusia

Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion).

2) Asumsi tentang keorganisasian

Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya information asymmetry antara principal dan agent.

3) Asumsi tentang informasi

Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.

(2)

13

Meisser et al. (2006) menyatakan dua permasalahan muncul akibat adanya hubungan keagenan ini, yaitu: (1) terjadinya asimetri informasi (information asymmetry), dimana manajemen memperoleh lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas daripada pemilik, (2) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat perbedaan tujuan antara manajemen dengan pemilik, dimana seringkali tindakan yang diambil manajemen tidak sesuai dengan kepentingan pemilik.

Dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara principal dan agent. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manajemen (agent) apakah sudah bertindak sesuai dengan keinginan principal. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak principal (pemilik) dengan agent (manajemen) dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006). Tugas auditor adalah melakukan audit atas laporan keuangan dalam jangka waktu sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui antara pihak klien dan auditor serta memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan mengenai kewajarannya.

2.1.2 Auditor Switching

Auditor switching adalah pergantian auditor maupun pergantian kantor akuntan publik (KAP) yang dilakukan oleh perusahaan klien. Bukti teoritis terjadinya auditor switching didasarkan pada teori agensi dan informasi ekonomi. Permintaan layanan audit muncul terutama dari adanya asimetri informasi. Dalam

(3)

14

teori agensi, auditor independen berfungsi untuk mengurangi biaya agensi yang timbul dari perilaku mementingkan diri sendiri oleh agent (manajer). Dalam informasi ekonomi, pemilihan auditor yang dapat dipercaya digunakan sebagai sinyal kejujuran manajemen (Dopuch dan Simunic, 1982 dalam Nasser et al., 2006).

Mardiyah (2002) menyatakan dua faktor yang mempengaruhi perusahaan berpindah KAP adalah faktor klien (misalnya: kesulitan keuangan, manajemen yang gagal, perubahan ownership, dan Initial Public Offering) dan faktor auditor (misalnya: fee audit dan kualitas audit). Menurut Febrianto (2009) perusahaan melakukan pergantian auditor secara wajib dan secara sukarela bisa dibedakan atas dasar pihak mana yang menjadi fokus perhatian dari isu tersebut. Jika pergantian auditor terjadi secara wajib, perhatian utama beralih kepada auditor. Sebaliknya, jika pergantian terjadi secara sukarela, maka perhatian utama adalah pada sisi klien.

Saat kondisi dimana tidak ada aturan yang mewajibkan pergantian auditor, terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi ketika klien mengganti auditornya yaitu, auditor mengundurkan diri atau auditor diberhentikan oleh klien (Wijayanti, 2010). Apapun kemungkinan yang akan terjadi, perhatian utama tetap pada alasan apa saja yang mendasari terjadinya peristiwa pergantian auditor tersebut dan ke mana klien tersebut akan berpindah auditor. Jika alasan pergantian tersebut karena ketidaksepakatan atas praktik akuntansi tertentu, maka klien diekspektasi akan pindah ke auditor yang dapat bersepakat dengan klien. Jadi, fokus perhatian utama adalah pada klien.

(4)

15

Apabila pergantian auditor disebabkan karena peraturan yang membatasi, seperti yang terjadi di Indonesia, maka perhatian utama beralih kepada auditor pengganti. Menurut Wijayanti (2010), ketika klien mencari auditor baru terjadi ketidaksimetrisan informasi antara auditor dan klien. Hal ini terjadi karena informasi yang dimiliki klien lebih besar dibandingkan informasi yang dimiliki auditor. Pada saat itu klien pasti mencari auditor yang kemungkinan besar akan sepakat dengan praktik akuntansi perusahaan. Wijayani (2011) menyatakan ada dua kemungkinan yang terjadi jika auditor bersedia menerima klien baru. Kemungkinan pertama adalah auditor telah memiliki informasi yang cukup lengkap tentang usaha klien. Kemungkinan kedua auditor sebenarnya tidak memiliki informasi yang cukup tentang klien tetapi menerima klien hanya untuk alasan lain, misalnya alasan finansial.

2.1.3 Opini Audit Going Concern

Opini audit merupakan bagian dari laporan audit yang berisi informasi utama dari laporan audit. Laporan auditor merupakan suatu sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya tentang kewajaran laporan keuangan perusahaan dalam sebuah laporan (Sari, 2012). Pendapat auditor disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit baku. Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf, yaitu paragraf pengantar (introductary paragraf), paragraf lingkup (scope paragraf), dan paragraf pendapat (opinion paragraf).

(5)

16

Paragraf pengantar dicantumkan sebagai paragraf pertama laporan audit baku. Terdapat tiga fakta yang diungkapkan oleh auditor dalam paragraf pengantar: (1) tipe jasa yang diberikan oleh auditor, (2) objek yang diaudit, (3) pengungkapan tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan dan tanggung jawab auditor atas pendapat yang diberikan atas laporan keuangan berdasarkan hasil auditnya. Paragraf lingkup berisi pernyataan ringkas mengenai lingkup audit yang dilaksanakan oleh auditor, dan paragraf pendapat berisi pernyataan ringkas mengenai pendapat auditor tentang kewajaran laporan keuangan auditan (Mulyadi, 2002:12). Menurut Mulyadi (2002:20), terdapat lima jenis opini audit yaitu:

1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), diberikan oleh auditor apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified opinion with explanatory language), diberikan apabila auditor menambahkan suatu paragraf penjelas atau bahasa penjelas lain dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat.

3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion), diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang

(6)

17

material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan.

4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion), diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

5) Tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion), diberikan jika auditor tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila auditor dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.

Januarti (2008) menyatakan ketika auditor menemukan adanya keraguan terhadap kemampuan klien untuk melanjutkan usahanya, auditor harus memberikan opini audit modifikasi going concern. Opini audit going concern merupakan opini mengenai kepastian perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya yang dikeluarkan oleh auditor (Santosa dan Wedari, 2007). Lennox (2000) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit modifikasi going concern lebih sering melakukan pergantian auditor. Jika auditor berkesimpulan bahwa terdapat keraguan besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan usahanya, auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas, tanpa memperhatikan pengungkapan dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002).

SA 570 menjelaskan peristiwa atau kondisi yang dapat menyebabkan keraguan tentang asumsi kelangsungan usaha, seperti:

(7)

18 1) Keadaan keuangan.

(1) Posisi liabilitas bersih atau liabilitas lancar bersih.

(2) Pinjaman dengan waktu pengembalian tetap mendekati jatuh temponya tanpa prospek yang realistis atas pembaharuan atau pelunasan; atau pengandalan yang berlebih pada pinjaman jangka pendek untuk mendanai aset jangka panjang.

(3) Indikasi penarikan dukungan keuangan oleh kreditor.

(4) Arus kas operasi yang negatif, yang diindikasi oleh laporan keuangan historis atau prospektif.

(5) Rasio keuangan utama yang memburuk.

(6) Kerugian operasi yang substansial atau penurunan signifikan dalam nilai aset yang digunakan untuk menghasilkan arus kas.

(7) Dividen yang sudah lama terutang atau yang tidak berkelanjutan. (8) Ketidakmampuan untuk melunasi kreditur pada tanggal jatuh tempo. (9) Ketidakmampuan untuk mematuhi persyaratan perjanjian pinjaman. (10) Perubahan transaksi dengan pemasok, yaitu dari transaksi kredit menjadi

transaksi tunai ketika pengiriman.

(11) Ketidakmampuan untuk memperoleh pendanaan untuk pengembangan produk baru yang esensial atau investasi esensial lainnya.

2) Kegiatan operasi.

(1) Intensi manajemen untuk melikuidasi entitas atau untuk menghentikan operasinya.

(8)

19

(3) Hilangnya suatu pasar utama, pelanggan utama, wara laba, lisensi, atau pemasok utama.

(4) Kesulitan tenaga kerja.

(5) Kekurangan penyediaan barang/bahan. (6) Munculnya kompetitor yang sangat berhasil. 3) Lain-lain.

(1) Ketidakpatuhan terhadap ketentuan permodalan atau ketentuan statutori lainnya.

(2) Perkara hukum yang dihadapi entitas yang jika berhasil dapat mengakibatkan tuntutan kepada entitas yang kemungkinan kecil dapat dipenuhi oleh entitas.

(3) Perubahan dalam peraturan perundang-undangan atau kebijakan yang diperkirakan akan memberikan dampak buruk bagi entitas.

(4) Kerusakan aset yang diakibatkan oleh bencana alam yang tidak diasuransikan atau kurang diasuransikan.

SA 705 tentang modifikasi terhadap opini dalam laporan auditor independen menjelaskan kondisi yang mengharuskan seorang auditor harus melakukan modifikasi terhadap opininya, ketika:

1) Auditor menyimpulkan bahwa, berdasarkan bukti audit yang diperoleh, laporan keuangan secara keseluruhan tidak bebas dari kesalahan penyajian material.

(9)

20

2) Auditor tidak dapat memperoleh bukti yang cukup dan tepat untuk menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material.

2.1.4 Audit Delay

Menurut Robbitasari (2013), audit delay merupakan waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk mengaudit laporan keuangan sejak tanggal tutup buku tahun perusahaan 31 Desember sampai tanggal ditandatanganinya laporan audit atau tanggal opini audit. Dyer dan McHugh (1975) menyatakan audit delay dapat didefinisikan dengan tiga kriteria sebagai berikut.

1) Preliminary lag: interval jumlah hari pelaporan dari tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan akhir oleh Bursa Efek Indonesia.

2) Auditor’s report lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani.

3) Total lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia.

Menurut Knechel dan Payne (2001), audit delay atau dikenal dengan audit report lag dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1) Scheduling lag, yaitu selisih waktu antara tahun penutupan buku perusahaan dengan dimulainya pekerjaan lapangan auditor.

2) Fieldwork lag, yaitu selisih waktu antara dimulainya pekerjaan lapangan dan saat penyelesaiannya.

(10)

21

3) Reporting lag, yaitu selisih waktu antara saat penyelesaian pekerjaan lapangan dengan tanggal laporan auditor.

Panjang pendeknya audit delay dipengaruhi oleh kerumitan proses audit yang dilakukan oleh auditor. Tingkat kerumitan yang tinggi ini dapat mengakibatkan seorang auditor dalam melaksanakan proses auditnya memerlukan jumlah hari yang lebih banyak untuk mengaudit perusahaan induk beserta anak perusahaannya (Che-Ahmad dan Abidin, 2008). Stocken (2000) menyebutkan bahwa apabila waktu yang dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan auditnya terlalu lama sehingga menyebabkan perusahaan terlambat menyampaikan laporan keuangan ke pasar modal dapat berpengaruh terhadap auditor switching.

Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan rata-rata audit delay yang berbeda-beda. Hasil penelitian Hossain (1998) di Pakistan rata-rata audit delay sebesar 143 hari.Ahmad dan Kamarudin (2003) di Malaysia rata-rata audit delay lebih dari 100 hari. Ahmad dan Abidin (2008) di Malaysia rata-rata audit delay sebesar 114 hari. Sedangkan penelitian di Indonesia seperti Subekti dan Widiyanti (2004) rata-rata audit delay sebesar 98,38 hari serta Utami (2006) rata-rata audit delay sebesar 84,16 hari.

2.1.5 Reputasi KAP

Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008).

(11)

22

Tanggung jawab KAP khususnya auditor adalah menyediakan informasi yang memadai dengan kualitas yang tinggi guna pengambilan keputusan oleh para pengguna laporan keuangan perusahaan. Kualitas KAP sering diproksikan dengan reputasi KAP. KAP berdasarkan reputasinya diklasifikasikan menjadi dua yakni KAP big four dan KAP non big four.

KAP big four dianggap lebih memiliki kemampuan dalam mengaudit lebih baik daripada KAP non big four. Menurut Wijayanti (2010), perusahaan akan lebih memilih KAP dengan kualitas audit yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan dan untuk meningkatkan reputasi perusahaan di mata pemakai laporan keuangan. Dengan demikian, perusahaan yang telah menggunakan jasa KAP dengan reputasi big four memiliki kemungkinan kecil untuk berganti KAP (Rahmawati, 2011). Adapun KAP di Indonesia yang berafiliasi dengan The Big Four yaitu:

1) Deloitte Touche Tohmatsu yang berafiliasi dengan KAP Hans Tuanakotta Mustofa & Halim; KAP Osman Ramli Satrio & Rekan; dan KAP Osman Bing Satrio & Rekan.

2) Ernest & Young yang berafiliasi dengan KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja; dan KAP Purwantono, Sarwoko & Sandjaja.

3) Klynveld Peat Marwick Goerdeler yang berafiliasi dengan KAP Siddharta & Widjadja.

4) Pricewaterhouse Coopers yang berafiliasi dengan KAP Drs. Hadi Sutanto & Rekan; KAP Haryanto Sahari & Rekan; dan KAP Tanudiredja Wibisana & Rekan.

(12)

23 2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Opini Audit Going Concern pada Auditor Switching

Opini audit going concern merupakan opini mengenai kepastian perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya yang dikeluarkan oleh auditor (Santosa dan Wedari, 2007). Damayanti dan Sudarma (2008), Wahyuningsih (2012), serta Sinarwati (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa opini audit going concern tidak mempengaruhi auditor switching. Berbeda dengan Lennox (2000) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit modifikasi going concern lebih sering melakukan pergantian auditor. Temuan ini didukung oleh Svanberg dan Ohman (2014), serta Robbitasari (2013) yang menyatakan bahwa opini audit going concern berpengaruh signifikan terhadap auditor switching.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Hudaib dan Cooke (2005) menemukan bahwa auditee memiliki kecenderungan untuk mengganti auditornya karena memperoleh opini yang tidak sesuai dengan harapan perusahaan yaitu opini audit going concern. Opini audit going concern mengindikasikan bahwa terdapat risiko perusahaan yang tidak dapat bertahan dalam bisnis atau tidak dapat mempertahankan kelangsungan usahanya di masa yang akan datang.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

(13)

24

2.2.2 Pengaruh Audit Delay pada Auditor Switching

Menurut Robbitasari (2013), audit delay merupakan waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk mengaudit laporan keuangan sejak tanggal tutup buku tahun perusahaan 31 Desember sampai tanggal ditandatanganinya laporan audit atau tanggal opini audit. Panjang pendeknya audit delay dipengaruhi oleh kerumitan proses audit yang dilakukan oleh auditor. Tingkat kerumitan yang tinggi ini dapat mengakibatkan seorang auditor dalam melaksanakan proses auditnya memerlukan jumlah hari yang lebih banyak untuk mengaudit perusahaan induk beserta anak perusahaannya (Che-Ahmad dan Abidin, 2008).

Hasil penelitian Ardianingsih (2014) menemukan bahwa audit delay tidak mempengaruhi auditor switching. Berbeda dengan penelitian Robbitasari (2013) dan Pawitri (2015) menunjukkan bahwa audit delay secara signifikan berpengaruh pada auditor switching. Stocken (2000) menyebutkan bahwa apabila waktu yang dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan auditnya terlalu lama sehingga menyebabkan perusahaan terlambat menyampaikan laporan keuangan ke pasar modal dapat berpengaruh terhadap auditor switching.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

(14)

25

2.2.3 Pengaruh Reputasi KAP pada Hubungan Antara Opini Audit Going Concern dan Auditor Switching

Reputasi KAP menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor. KAP berdasarkan reputasinya diklasifikasikan menjadi dua yakni KAP big four dan KAP non big four. Menurut Wijayanti (2010), perusahaan akan lebih memilih KAP dengan kualitas audit yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan dan untuk meningkatkan reputasi perusahaan di mata pemakai laporan keuangan. Wulandari (2014) menyatakan KAP dengan reputasi big four dianggap perusahaan memiliki kualitas audit yang lebih baik karena memiliki tingkat independensi yang lebih terpercaya dibandingkan dengan KAP non big four. Rahmawati (2011), Nabila (2011), dan Febriana (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perusahaan yang telah menggunakan jasa KAP dengan reputasi big four memiliki kemungkinan kecil untuk berganti KAP.

Svanberg dan Ohman (2014), serta Robbitasari (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa pergantian auditor setelah penerbitan opini audit going concern dipengaruhi oleh reputasi KAP dari auditor maupun KAP yang mengaudit perusahaan. Dalam hal ini perusahaan yang menerima opini audit going concern dengan diaudit oleh KAP non big four cenderung akan melakukan pergantian auditor. Perusahaan cenderung mengganti KAP non big four setelah menerima opini audit going concern dikarenakan opini audit going concern merupakan opini yang tidak diharapkan perusahaan yang dapat berdampak pada kemunduran harga saham dan ketidakpercayaan investor, kreditor, serta karyawan terhadap manajemen perusahaan (Wahyuningsih, 2012).

(15)

26

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H3: Reputasi KAP berpengaruh pada hubungan antara opini audit going concern dan auditor switching.

2.2.4 Pengaruh Reputasi KAP pada Hubungan Antara Audit Delay dan Auditor Switching

Reputasi KAP menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor. KAP berdasarkan reputasinya diklasifikasikan menjadi dua yakni KAP big four dan KAP non big four. Menurut Stocken (2000), perusahaan akan lebih memilih KAP yang mampu menyelesaikan audit dengan tepat waktu untuk meningkatkan reputasi perusahaan di mata pemakai laporan keuangan. Lee (2008) menemukan bahwa KAP big four lebih awal menyelesaikan auditnya daripada KAP non big four. Hal ini dikarenakan KAP big four memiliki karyawan dalam jumlah yang besar, dapat mengaudit lebih efisien dan efektif, memiliki jadwal yang fleksibel sehingga memungkinkannya menyelesaikan audit tepat waktu, dan memiliki dorongan yang lebih kuat untuk menyelesaikan auditnya lebih cepat guna menjaga reputasinya (Saputri, 2012). Damayanti dan Sudarma (2008), serta Mahantara (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perusahaan yang telah menggunakan jasa KAP dengan reputasi big four memiliki kemungkinan kecil untuk berganti KAP.

Robbitasari (2013) dan Pawitri (2015) menemukan bahwa pergantian auditor setelah mengalami audit delay dipengaruhi oleh reputasi KAP dari auditor

(16)

27

maupun KAP yang mengaudit perusahaan. Dalam hal ini perusahaan yang mengalami audit delay dengan diaudit oleh KAP non big four cenderung akan melakukan pergantian auditor. Perusahaan cenderung mengganti KAP non big four setelah mengalami audit delay dikarenakan audit delay dapat berdampak pada keterlambatan perusahaan dalam mempublikasikan laporan keuangan ke pasar modal sehingga publik akan mencurigai bahwa perusahaan tersebut sedang mengalami masalah yang akan berpengaruh pada keputusan stakeholders dan harga saham perusahaan (Robbitasari, 2013).

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H4: Reputasi KAP berpengaruh pada hubungan antara audit delay dan auditor switching.

Referensi

Dokumen terkait

Pada percobaan studi populasi tanaman terhadap konsumsi air tanaman bayam, teori etiolasi tidak berlaku karena tanaman yang ditanam dengan satu bibit per lubang

Usaha PPN Perlis menyediakan khidmat pemasaran bukan sahaja untuk membantu ahli-ahli peladang memasar atau meluaskan pasaran bagi hasil dan produk keluaran mereka

Penulisan Tugas Akhir ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai jenjang Strata (S-1) dan mencapai derajat Sarjana Teknik pada

Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan aturan tersebut tidak dapat lagi dibenarkan dengan ketentuan bahwa; Peraturan Pemerintah Republik

Metode analitik korelasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara perawatan kaki dengan risiko ulkus kaki diabetes di Ruang Rawat Inap

Perencanaan Kinerja merupakan proses penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Bidang Binawas Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi,

Selain kandungan kafein yang lebih tinggi dan aroma yang khas, tanaman kopi jenis robusta juga lebih tahan terhadap hama penyakit dan lebih banyak