Karangan Asli
Perubahan kadar albumin dan prealbumin
etelah suplementasi ekstrak ikan gabus
metode freeze dryer pada pasien sepsis
Ahmad Fiza Putera
1, Achsanuddin Hanafie
2, Dadik Wahyu Wijaya
3 Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara(FKUSU) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan
Abstrak
Pendahuluan : Sepsis merupakan penyebab kedua kematian tertinggi di instalasi rawatan intensif dan merupakan 10
penyebab tertinggi kematian di seluruh dunia secara keseluruhan. Mortalitas dan morbiditas sepsis berkaitan dengan hipo albuminemia, dengan angka kejadian 60-70%. Prinsip penanganan nutrisi pada pasien sepsis adalah pemberian kalori dan protein tinggi untuk mengimbangi proses katabolik yang terjadi. Ekstrak ikan gabus merupakan sumber protein tinggi dibandingkan dengan sumber protein yang lain. Tujuan peneltian ini adalah untuk mengetahui perubahan kadar albumin dan prealbumin setelah suplementasi ekstrak ikan gabus metode freezy dryer.
Metode : Penelitian uji klinis tersamar acak ganda dilakukan pada periode bulan Mei-Juni 2016 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan terhadap 38 pasien sepsis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Perubahan kadar albumin dan prealbumin pasien diukur setelah pemberian ekstrak ikan gabus metode freezy dryer sebagai asupan protein tambahan dengan nutrisi enteral selama 3 hari perlakuan. Pada kelompok yang diberikan ekstrak ikan gabus metode freezy dryer terjadi peningkatan kadar albumin 0.26 gr/dL (p<0.001) dan kadar prealbumin 9.36 mg/dL (p<0.001). Berbeda dengan kelompok yang diberikan plasebo, kadar albumin menurun 0.32 gr/dL (p<0.001) dan kadar prealbumin menurun 4.58 mg/dL (p<0.001).
Hasil : Pemberian ekstrak ikan gabus metode freezy dryer dapat meningkatkan kadar albumin 0.26 mg/dL dan prealbumin
9.36 mg/dL Simpulan : Pemberian nutrisi enteral dengan suplementasi ekstrak ikan gabus metode freezy dryermeningkatkan kadar albumin dan prealbumin pada pasien sepsis.
Kata kunci: asupan protein tambahan, hipoalbuminemia, nutrisi, sepsis
Abstract
Introduction : Septic is the second highest cause of death in Intensive Care Unit and 10 highest cause of death in the world
overall. Mortality and Morbidity of sepsis in relation with hypoalbuminemia, with the number incidence 60-70%. The principal of nutritional management in septic patient is how to manage calories and high protein to balance the catabolic process. Extract of snakehead fish is the source of high protein in compare with other sources. The purpose of this study is to know the level of albumin and prealbumin after the sumplementation of extract of snakehead fish with the freezy dryer methode.
Methodes : The Randomized Control Trial double blinded which done in Mei-June 2016 in Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan. The total of 38 Patients whose included in inclusive and exclusive criteria for this research. Level of albumin and preabulmin was measuring after the suplementation extract of snakehead fish with the methode of freezy dryer as suplementation of protein as a enteral nutrition in 3 days intervention. In a group with suplementation extract of snake head fish with the methode of freezy dryer increased the level of albumin 0.26 gr/dL (p<0.001) and the level of prealbumin 9.36 mg/dL (p<0.001). In difference with the group given placebo, the level of albumin decreased 0.32 gr/dL (p<0.001) and the decreased of prealbumin 4.58 mg/dL (p<0.001).
Result : Extract of snakehead fish with the freezy dryer extraction could increase 0.26 mg/dL albumin level and 11.26 mg/dL
prealbumin level.
Conclussion : suplementation of snakehead fish with the freezy dryer methode could increase albumin and prealbumin level
efectively.
Pendahuluan
Sepsis merupakan keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa dimana terjadi disregulasi respon tubuh terhadap infeksi.1 Pada kondisi sepsis terjadi peningkatan pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosis factor (TNF) dan peningkatan produksi counter regulatory hormone seperti katekolamin, kortisol, glukagon, growth hormones yang menyebabkan terjadi penurunan síntesa albumin, pergeseran distribusi dari kompartemen intravaskular ke interstisial, juga pelepasan hormon yang meningkatkan dekstruksi metabolisme albumin yang dihubungkan dengan reaksi inflamasi.2-4
Tujuan penatalaksanan nutrisi pada pasien sepsis dilakukan untuk menurunkan stres metabolik, mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif dan memodulasi sistem imun. Penanganan nutrisi pada pasien sepsis adalah pemberian kalori dan protein tambahan/tinggi untuk mengimbangi proses katabolik yang terjadi. Ada beberapa cara dalam pemberian tambahan asupan protein, diantaranya dengan memberi protein tambahan seperti ekstrak gabus, modisko putih telur (MPT), dan penambahan putih telur.5
Penelitian terdahulu diintensive care unit Rumah Sakit Umum Daerah (ICU RSUD) Dr. Moewardi Surakarta, terhadap 30 pasien hipoalbuminemia, dengan membandingkan ektrak ikan gabus metode freezy dryer dengan ektrak ikan gabus metode konvensional, didapatkan perbedaan peningkatan kadar albumin plasma yang bermakna pada subjek yang diberikan ektrak ikan gabus metode freeze dryer dibandingkan yang mendapatkan ektrak ikan gabus metode konvensional.6
Dalam pemberian dan monitoring status nutrisi marker serum albumin hampir dapat dikatakan tidak mempunyai nilai dalam monitoring status nutrisi karena turn over-rate yang panjang dan mempunyai pool yang besar ditubuh. Prealbumin lebih sensitif terhadap perubahan keadaan protein dibandingkan albumin dan konsentrasi prealbumin mencerminkan perubahan asupan diet yang diberikan.7
Metode
Penelitian ini menggunakan desain uji klinis acak tersamar ganda (double blinded-randomized controlled trial), untuk menilai perubahan kadar albumin dan prealbumin setelah suplementasi ikan gabus metode freeze dryer. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dewasa sepsis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik mulai Mei sampai dengan Juni 2016.
Seluruh populasi sepsis yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dijadikan subyek penelitian. Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien dengan skor prediksi kegagalan organ C SOFA < 6 dan kadar albumin < 3.5 gr/dL.Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien dengan kontra indikasi diet oral dan enteral (perdarahan saluran cerna, obtruksi usus, ruptur esofagus, gastroparesis, kolitis iskemik, pankreatitis akut) pasien dengan penyakit hati, pasien dengan penyakit ginjal, pasien dengan luka bakar, pasien yang mendapatkan albumin intravena, dan kehamilan.
Untuk menentukan besar sampel dilakukan perhitungan sesuai dengan penelitian serta mempertimbangkan angka
putus uji didapatkan jumlah sampel adalah 38 orang. Sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi secara random menjadi 2 kelompok intervensi (perlakuan).
Randomisasi dilakukan dengan cara randomisasi blok. Kelompok perlakuan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok A dan kelompok B. Kelompok A yang mendapat suplementasi ektrak ikan gabus metode freeze dryer dan kelompok B yang mendapat plasebo. Sediaan ektrak ikan gabus metode freeze dryer yang digunakanproduksi PT. Royal Medicalink Pharmalab.
Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan etik dari komite etik RSUP H. Adam Malik/FKUSU. Pasien sepsis sebagai subjek penelitian mendapat perawatan dan pengobatan yang sama, sesuai dengan pedoman praktik klinis RSUP H. Adam Malik. Kedua kelompok mendapatkan diet dengan asupan nutrisi enteral kalori non protein 30 kkal/KgBB dan protein 1gram /KgBB dari instalasi gizi. Selain itu masing masing kelompok sampel akan mendapatkan prokinetik. Jenis prokinetik yang digunakan adalah Metokloramid 10 mg setiap 12 jam secara intravena. Kelompok A ,19 pasien (kelompok ikan gabus metode freeze dryer) diberi suplemen ikan gabus2 kali 1bungkus per hari selama 3 hari. Sedangkan kelompok B,19 pasien (kontrol)diberi diberi plasebo2 kali 1 bungkus per hari selama 3 hari. Pemeriksaan kadar albumin dan prealbumin dilakukan sebelum dan setelah mendapat perlakuan.
Selama pasien menerima perlakuan dinilai toleransi terhadap nutrisi enteral dan reaksi alergi yang mungkin terjadi. Toleran artinya saluran cerna pasien dapat menyerap nutrisi yang diberikan dengan baik. Intoleran dinilai volume residu enteral dari selang nasogastrik (NGT).
Penilaian dilakukan setiap 6 jam dengan cara aspirasi selang nasogastrik dengan menggunakan spuit 50 ml dan mengukur volume residu enteral. Volume residu dicatat dilembar observasi pasien. Pemantauan efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian suplemen ikan gabus seperti reaksi terhadap saluran cerna, pusing, dan reaksi alergi. Data diinput dan dianalisa ke dalam perangkat lunak SPSS ver. 23.
Hasil
Tabel 1. Karakteristik Demografi
Karakteristik Demografi Kelompok A Kelompok B p
Umur, rerata (SB), tahun 42.95 (13.93) 44.79 (13.89) 0.826a
Jenis Kelamin, n (%) Laki-laki
Perempuan 13 (68.4) 6 (31.6) 13 (68.4) 6 (31.6)
1.000b
Berat badan, rerata (SB), kg 58.63 (9.56) 57.84 (9.34) 0.798c C SOFA 1 2 (10.5) 6 (31.6) 0.167b 2 3 (15.8) 1 (5.3) 3 6 (31.6) 9 (47.4) 4 5 (26.3) 1 (5.3) 5 3 (15.8) 2 (10.5)
Penelitian diikuti oleh sebanyak 38 subyek pasien dewasa dengan sepsis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik yang telah memenuhi kriteria inklusi, dan dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok 19 orang. Karakteristik demografi subyek penelitian disajikan dalam tabel
Ahmad Fiza Putera,dkk
1. Reratausia pada kelompok A adalah 42.95 tahun dan kelompok B adalah 44.79 tahun. Jumlah subyek laki-laki di kedua kelompok adalah masing-masing 13 orang (68.4%) dan perempuan sebanyak 6 orang (31.6%). Rerata berat badan pada kelompok A adalah 58.63 kg dan kelompok B adalah 57.84 kg.
Tabel 2. Perbedaan rerata kadar albumin dan prealbumin
sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok A dan B Kelompok A,
rerata (SB), mg/dl p rerata (SB), mg/dl Kelompok B, p
Albumin T0 2.68 (0.38) <0.001a 2.58 (0.42) <0.001a T3 2.94 (0.39) 2.24 (0.47) Prealbumin T0 11.26 (2.54) <0.001b 13.63 (3.42) <0.001b T3 20.63 (6.72) 9.05 (2.59)
aT Dependent, b Wilcoxon, T0 = sebelum perlakuan,
T=setelah 3 hari perlakuan
Hasil penelitian di dapat bahwa rerata kadar albumin dan prealbumin menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok A, sedangkan pada kelompok B menunjukkan terjadi penurunan yang signifikan untuk kedua komponen protein tersebut.
A B
Gambar1. Grafik Boxplotperbedaan rerata kadar albumin
setelah perlakuan hari ketiga pada kelompok A dan B Rerata kadar albumin sebelum perlakuan pada kelompok A adalah 2.68 mg/dl dan setelah perlakuan meningkat menjadi 2.94 mg/dl.
Dengan menggunakan uji T dependent menunjuk-kan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan untuk kadar albumin antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok A (p<0.001). Sementara itu, pada kelompok B, rerata kadar albumin sebelum perlakuan adalah 2.58 mg/dl dan setelah perlakuan turun menjadi 2.24 mg/dl.
Terdapat perbedaan rerata yang signifikan untuk kadar albumin sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok B (p<0.001).
26
A B kelompok
Gambar 2.Grafik boxplot perbedaan rerata kadar prealbumin
setelah perlakuan hari ketiga pada kelompok A dan B Rerata kadar prealbumin sebelum perlakuan pada kelompok A adalah 11.26 mg/dl dan setelah perlakuan meningkat menjadi 20.63 mg/dl. Dengan menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan, bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan untuk kadar prealbumin antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok A (p<0.001). Sementara itu, pada kelompok B, rerata kadar prealbumin sebelum perlakuan adalah 13.63 mg/dl dan setelah perlakuan turun menjadi 9.05 mg/dl.
Dengan menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan untuk kadar prealbumin antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok B (p<0.001).
Tabel 3. Hasil analisis perbedaan proporsi defisiensi albumin
dan prealbumin antara kelompok A dan B
Defisiensi Kelompok A Kelompok B p
Albumin T0, n (%)
Normal dan Ringan 10 (52.6) 7 (36.8) 0.328a
Sedang dan berat 9 (47.4) 12 (63.2) Albumin T3, n (%)
Normal dan ringan 11 (57.9) 3 (15.8) 0.007a
Sedang dan berat 8 (42.1) 16 (84.2) Prealbumin T0, n (%)
Normal dan ringan 16 (84.2) 18 (94.7) 0.604b
Sedang dan berat 3 (15.8) 1 (5.3) Prealbumin T3, n (%)
Normal dan ringan 18 (94.8) 10 (52.6) 0.003b
Sedang dan berat 1 (5.2) 9 (47.4)
aChi Square, b Fisher’s Exact
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi defisiensi albumin dan prealbumin yang signifikan sesudah perlakuan hari ketiga (T3) (p<0.05). Proporsi defisiensi albumin yang normal dan ringan pada kelompok A adalah 57.9% sedangkan pada kelompok B hanya sebesar 15.8% sesudah perlakuan. Hasil analisis menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi defisiensi albumin yang signifikan antara kelompok A dan B (p=0.007). 4 24 De ltr a Al bu m in .25 .00 -.25 -.50 -.75 -1.00 De lta P re al bu m in 2 0 . 0 0 1 6 . 0 0 1 0 . 0 0 5 . 0 0 . 0 0 * 5 . 0 0 -1 0 . 0 0
Perubahan kadar albumin dan prealbumin etelah suplementasi ekstrak ikan gabus metode freeze dryer pada pasien sepsis
terdapat residu 100 ml setiap harinya atau sekitar 5% dari total volume nutrisi enteral. Dapat ditarik kesimpulkan bahwa pemberian protein sebesar 1gr/kgBB pada pasien sepsis adalah tidak mencukupi.
Tabel 5. Korelasi perubahan kadar prealbumin dan
perubahan kadar albumin
p* r
Delta Prealbumin – Delta Albumin <0.001 0.749
*Spearman
Gambar 3.Grafik batang perbedaan proporsi defisiensi albumin
sesudah perlakuan antara kelompok A dan B
Selanjutnya, untuk kadar prealbumin, pada kelompok A dengan kondisi defisiensi ringan terdapat sebanyak 94.8% sedangkan pada kelompok B hanya sebesar 52.6%. Hasil analisis menggunakan uji Fisher’s Exact menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi defisiensi prealbumin yang signifikan antara kelompok A dan B (p=0.003).
Pr
op
or
si
Gambar 4.Grafik batang perbedaan proporsi defisiensi
prealbumin sesudah perlakuan antara kelompok A dan B
Tabel 4. Kondisi subyek selama perlakuan
Kondisi Selama Perlakuan Kelompok A Kelompok B p
Alergi
Tidak ada 19 (100) 19 (100)
Vol Residu NGT, rerata (SB), ml 341.05 (255.15) 313.16 (356.12) 0.686a
Toleransi Nutrisi Enteral, n (%)
Toleran 5 (26.3) 9 (47.4) 0.179a
Intoleran 14 (73.7) 10 (52.6)
aMann Whitney, b Chi Square, c T Independent
Selama diberikan perlakuan 3 hari tampak bahwa tidak ditemukan alergi di dua kelompok studi. Volume residu NGT pada kelompok A adalah 341.05 ml dan pada kelompok B adalah 313.16 ml. Dengan uji Mann Whitney ditemukan tidak terdapat perbedaan rerata volume residu NGT di dua kelompok (p=0.686). Berdasarkan ada tidaknya toleransi terhadap nutrisi enteral, hasil studi menunjukkan terdapat sebanyak 14 subyek (73.7%) yang mengalami intoleransi pada kelompok A dan pada kelompok B sebanyak 10 subyek (52.6%). Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan untuk toleransi antara kelompok A dan B (p=0.179).
Pada masing-masing kelompok terdapat residu enteral sebesar ± 300 ml selama 3 hari penilaian. Dengan asumsi
Hasil analisis menunjukkan seluruh subyek tanpa memperhatikan pada kelompok studi ditemukan hubungan yang signifikan antara perubahan kadar prealbumin dan perubahan kadar albumin dengan menggunakan uji korelasi Spearman (p<0.001). Nilai r yang diperoleh adalah 0.749 yang berarti peningkatan perubahan kadar prealbumin akan diikuti peningkatan perubahan kadar albumin dan tingkat korelasi termasuk pada korelasi yang kuat.
Diskusi
Karakteristik umur subyek rerata usia pada kelompok A adalah 42.95 tahun dan kelompok B adalah 44.79 tahun. Jumlah subyek laki-laki di kedua kelompok adalah masing-masing 13 orang (68.4%) dan perempuan sebanyak 6 orang (31.6%). Rerata berat badan pada kelompok A adalah 58.63 kg dan kelompok B adalah 57.84 kg. Meski tampak ada perbedaan antara rerata umur dan rerata berat badan, namun namun hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tersebut tidak bermakna (p>0.05). Dengan demikian, dianggap bahwa umur dan berat badan adalah homogen pada kedua kelompok sampel. Begitu juga dengan skor C SOFA pada kedua kelompok sampel.
Pada penelitian yang peneliti lakukan, kelompok A dijumpai adanya peningkatan kadar albumin serum pada hari ketiga setelah pemberian suplementasi ektrak ikan gabus metode
freezy dryer, rerata kadar albumin sebelum perlakuan 2.68 gr/dL
dan setelah perlakuan meningkat menjadi 2.94 gr/dL.
Dengan menggunakan uji T dependen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan untuk kadar albumin antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok A (p<0.001). Sementara itu, pada kelompok B yang diberikan perlakuan plasebo, rerata kadar albumin sebelum perlakuan adalah 2.58 gr/dL dan setelah perlakuan turun menjadi 2.24 gr/dL. Dengan menggunakan uji T dependen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan untuk kadar albumin antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok B (p<0.001).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati.Peningkatan albumin sebesar 1.26 gr/dL setelah 3 hari pemberian albumin teknologi nano pada penderita hipoalbuminemia. Preparat albumin teknologi nano yang digunakan adalah preparat yang sama dengan ektrak ikan gabus metode freeze dryer, hanya berbeda pada penamaan.
Peningkatan kadar albumin pada penelitian kurniawati jauh lebih tinggi dibandingkan peningkatan albumin pada
Normal dan Defisiensi Albumin Ringan Defisiensi Albumin Sedang dan berat 8 4 . 2 5 7 . 9 Pr op ors i 4 2 .1 1 5 . 8
albumin pada penelitian ini. Hal ini dimungkinkan karena subyek yang diikutsertakan pada peneltian Kurniawati adalah populasi hipoalbuminemia secara umum. Berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan pasien sepsis dengan hipoalbuminemia sebagai subyek.
Hasil penelitian kadar prealbumin, rerata kadar prealbumin sebelum perlakuan pada kelompok A adalah 11.26 mg/dl dan setelah perlakuan meningkat menjadi 20.63 mg/dl. Dengan menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan, bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan untuk kadar prealbumin antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok A (p<0.001). Sementara itu, pada kelompok B, rerata kadar prealbumin sebelum perlakuan adalah 13.63 mg/dl dan setelah perlakuan turun menjadi 9.05 mg/dl.
Dengan menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan untuk kadar prealbumin antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok B (p<0.001).
Rerata peningkatan albumin 0.26 gr/dL lebih rendah dibandingkan rerata peningkatan prealbumin setelah 3 hari perlakuan. Hal ini akibat turn over rate albumin yang panjang, sehingga untuk penilaian pemberian nutrisi secara dini dengan
marker prealbumin
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi defisiensi albumin dan prealbumin yang signifikan sesudah perlakuan hari ketiga (T3) (p<0.05). Proporsi defisiensi albumin yang normal dan ringan pada kelompok A adalah 57.9%, sedangkan pada kelompok B hanya sebesar 15.8% sesudah perlakuan.
Hasil analisis tersebut menunjukkan terdapat proporsi defisiensi albumin yang signifikan antara kelompok A dan B. Selanjutnya, untuk kadar prealbumin, pada kelompok A dengan kondisi defisiensi ringan terdapat sebanyak 94.8% sedangkan pada kelompok B hanya sebesar 52.6%. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi defisiensi prealbumin yang signifikan antara kelompok A dan B (p=0.003).
Selama diberikan perlakuan tidak ditemukan alergi di dua kelompok studi. Berdasarkan ada tidaknya toleransi terhadap nutrisi enteral, hasil studi menunjukkan terdapat sebanyak 14 subyek (73.7%) yang mengalami intoleransi pada kelompok A dan pada kelompok B sebanyak 10 subyek (52.6%). Volume residu NGT pada kelompok A adalah 341.05 ml dan pada kelompok B adalah 313.16 ml.
Dengan uji statistika ditemukan tidak terdapat perbedaan rerata volume residu NGT di dua kelompok (p=0.686). Dengan asumsi bahwa pada masing-masing kelompok terdapat residu enteral sebesar ±300 ml selama 3 hari penilaian.Dengan
asumsi terdapat residu 100 ml setiap harinya atau sekitar 5% dari total volume nutrisi enteral. Dapat ditarik kesimpulkan bahwa pemberian protein sebesar 1gr/kgBB pada pasien sepsis adalah tidak mencukupi.
Hasil analisis menunjukkan seluruh subyek tanpa memper-hatikan pada kelompok studi ditemukan hubungan yang signifikan antara perubahan kadar prealbumin dan perubahan kadar albumin. Berarti peningkatan perubahan kadar prealbumin akan diikuti peningkatan perubahan kadar albumin dan tingkat korelasi termasuk pada korelasi yang kuat.
Simpulan
Berdasarkan teori dan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian protein tambahan berupa ektrak ikan gabus metode freezy dryer dapat meningkatkan kadar albumin dan prealbumin secara efektif pada pasien sepsis. Pemberian nutrisi enteral tanpa pemberian asupan protein tambahan pada pasien sepsis pada penelitian ini terjadi penurunan kadar albumin dan prealbumin, sehingga diperlukan asupan protein tambahan. Perubahan kadar albumin dan prealbumin mempunyai korelasi yang kuat. Pemantauan terhadap perubahan pemberian nutrisi dengan marker preal-bumin lebih baik daripada kadar alpreal-bumin
Daftar pustaka
1. Singer M, Deutschman C, Seymour CW, et al, The Third international consensus definition for sepsis and septic shock. JAMA. 2016;315(8):810
2. Sharada M, Vadivelan M, Nutrition in critically ill patients. Journal Indian Academy of Clinical Medicine. 2014;415:205-9. 3. Elamin M, Camporesi E, Evidence-based nutritional
support in the intensive care unit. International Anesthesiology Clinics. 2009;47(1):121-38.
4. Nicholson JP, Wolmaran MR, The role of albumin in the critical illness. British Journal of Anaesthesia. 2000;85(4):599-610.
5. Pasinato et al , Enteral nutritional therapy in septic patients in the intensive care unit: compliance with nutritional guideline for critically ill patients. Rev Bras Ter Intensiva. 2013;25(1):17-24.
6. Kurniawati D, Perbandingan terapi albumin teknologi nano dengan kapsul albumin terhadap peningkatan kadar albumin dan lama perawatan.Universitas Sebelas Maret, Solo. 2014;1:5-6.
7. Ingenbleek Y, Young VR, Significance of prealbumin in protein metabolism. Clin Chem Lab Med. 2002;40:1281– 91.**