• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan

Pengamatan tingkah laku pada ayam broiler di kandang tertutup dengan perlakuan suhu dan warna cahaya yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan metode scan sampling. Tingkah laku yang diamati adalah makan, minum, lokomosi, istirahat dan panting dilakukan dalam empat waktu pengamatan berbeda, yaitu pada umur 15, 21, 27, dan 33 hari. Suhu aktual kandang panas adalah 30±0,15 oC dengan kisaran 29 oC sampai 31 oC dan suhu kandang netral adalah 23±0,06 oC dengan kisaran 22 oC sampai 23 oC. kandang tertutup yang digunakan pada penelitian diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 1. Tipe Kandang Tertutup

Sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan warna cahaya lampu kandang tidak menunjukkan interaksi terhadap tingkah laku ayam broiler yang diamati (Lampiran 1 – 20). Proporsi tingkah laku ayam broiler pada warna cahaya dan suhu yang diamati pada hari ke-15 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-15 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan

(2)

Makan 10,12 13,23   6,31 3,48  

Minum 0,95 1,32   2,14 0,72  

Panting 0,00 0,06 0,03 B 14,26 37,21 25,73A

Lokomosi 13,99 14,47   13,57 7,95  

Istirahat 74,92 70,92   63,72 50,64  

Keterangan : Huruf superskrip menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)

Pengamatan pada hari ke-15 menunjukkan pengaruh suhu berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkah laku panting. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu cekaman panas (sekitar 30 oC) menunjukkan persentase tingkah laku panting lebih tinggi dibandingkan pada suhu nyaman (sekitar 23 oC), yaitu 3,44 vs 0,05. Tingkah laku panting pada ayam broiler menunjukkan keadaan suhu tubuh dan lingkungan yang tinggi. Ayam broiler akan berusaha melepaskan kelebihan suhu tubuh ke lingkungan sebagai mekanisme homeostasis dengan cara sensible heat loss melalui radiasi, konduksi, dan konveksi (Charles, 2002). Pelepasan panas tubuh dilakukan melalui mekanisme panting saat suhu lingkungan melebihi 26 oC. Kebutuhan oksigen meningkat dan kecepatan respirasi meningkat, sehingga terjadi hiperventilasi (panting) yang menyebabkan kehilangan air dari tubuh lewat respirasi. Sesuai sifat fisiologis, ayam broiler sebagai hewan homeotermi, memilki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuhnya tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah.

Pengamatan tingkah laku ayam broiler pada hari ke-21 menunjukkan suhu berpengaruh terhadap tingkah laku minum, panting, dan lokomosi. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada pengamatan hari ke-21 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-21 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Makan 19,78 14,78   9,43 8,73   Minum 3,04 2,23 2,64a 1,00 0,04 0,52b Panting 0,00 0,00 0,00a 21,03 26,53 23,78b Lokomosi 13,27 9,23 11,25a 6,27 6,45 6,36b Istirahat 63,91 73,76   62,27 58,25  

Keterangan : Huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Pengamatan tingkah laku pada hari ke-21 menunjukkan faktor suhu berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku minum, panting, dan lokomosi. Proporsi

(3)

tingkah laku minum ayam broiler pada suhu 23 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu 30 oC. Hal ini berkaitan dengan tingkah laku makan ayam broiler pada suhu 23 oC juga lebih tinggi sehingga diimbangi dengan asupan cairan yaitu minum yang dilakukan oleh ayam broiler. Ayam broiler dengan bobot badan tinggi merupakan hasil dan kumulasi dari tingkat konsumsi dan kemampuan atau efisiensi penggunaan pakan yang dapat dilihat dari tingkah laku makan dan minum (ingestive behaviour). Tingkah laku ingestive berkaitan dengan tingkah laku pergerakan (lokomosi) dan istirahat (resting behaviour). Tingkah laku lokomosi memiliki asosiasi dengan pergerakan untuk mencari makan atau minum sementara tingkah laku istirahat banyak ditemukan karena tingkat konsumsi yang terpenuhi atau karena suhu lingkungan yang terlalu tinggi (Pitchard, 1995).

Tingkah laku ayam broiler yang diamati pada hari ke-27 menunjukkan bahwa faktor suhu berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku minum dan sangat nyata (P< 0,01) terhadap tingkah laku panting. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada hari ke-27 dapat dilihat pada Tabel 5. 

Tabel 5. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-27 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Cahaya Putih Cahaya Merah Rataan Makan 17,24 31,02 11,86 14,27   Minum 0,40 0,18 0,29b 3,01 0,81 1,91a Panting 1,72 0,00 0,86B 27,56 33,78 30,67A Lokomosi 6,83 8,15   6,17 5,01   Istirahat 73,81 60,65   51,40 46,13  

Keterangan : Huruf superskrip (a dan b) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Huruf superskrip (A dan B) menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Ayam broiler akan mengatur suhu tubuhnya sebagai upaya homeostasis agar dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan dengan mengatur tingkat konsumsi pakan dan air minum serta pengaturan pergerakan dan istirahat sebagai proses adaptasi terhadap perubahan suhu tubuh dan suhu lingkungan. Pelepasan panas sensible ke lingkungan tidak dapat berlangsung efektif pada keadaan suhu tubuh yang tinggi dan suhu lingkungan ekstrim tinggi sehingga pelepasan panas tubuh ke lingkungan bergeser ke arah penguapan air dari saluran pernafasan (evaporatif) yang merupakan upaya hyperventialtion melalui proses panting (Olanrewaju et. al, 2006).

(4)

Tingkah laku panting berkaitan erat dengan perubahan tingkat konsumsi pakan dan minum serta pergerakan (lokomosi) dan istirahat ayam broiler yang berimplikasi kepada bobot badan. Secara sederhana, dapat dilihat dari semakin tingginya tingkah laku minum yang ditunjukkan sebagai akibat dari adanya panting. Tingkah laku panting merupakan upaya yang dilakukan oleh ayam broiler untuk mengatur suhu tubuhnya sesuai dengan suhu lingkungan. Apabila suhu lingkungan terlalu ekstrim atau terlalu tinggi di atas 35 oC maka dapat menyebabkan suhu tubuh ayam naik menjadi sangat tinggi (Jahja, 2000). Suhu tubuh ayam yang terlalu tinggi di atas batas normalnya akan mengakibatkan kematian pada ayam broiler. Panting pada ayam broiler juga dapat disebabkan oleh kepadatan kandang yang terlalu tinggi sehingga ayam broiler mengalami kesulitan dalam bernafas yang berakibat pada kerja jantung yang lebih cepat (Perry, 2004).

Pengamatan pada hari ke-33 menunjukkan tidak ada interaksi antara warna cahaya dan suhu serta faktor tunggal suhu dan warna cahaya pada tingkah laku ayam broiler yang diamati. Proporsi tingkah laku ayam broiler pada hari ke-33 ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Proporsi Tingkah Laku Ayam Broiler (%) pada Hari ke-33 dengan Warna Cahaya dan Suhu Kandang Berbeda

Tingkah laku

Suhu Nyaman (23±0,06 oC) Suhu Cekaman Panas (30±0,15 oC) Cahaya Putih Cahaya Merah Cahaya Putih Cahaya Merah

Makan 22,01 17,12 6,11 21,28

Minum 1,02 1,78 2,53 1,45

Panting 15,34 13,63 26,45 23,07

Lokomosi 4,28 4,67 4,33 3,17

Istirahat 57,35 62,80 60,58 51,03

Ketiadaan pengaruh disebabkan intensitas cahaya yang diterima oleh ayam broiler tidak berbeda dengan intensitas yang biasanya diterima oleh retina mata ayam broiler. Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas ayam untuk berjalan dan berdiri. Pencahayaan secara terus-menerus menyebabkan terjadinya gangguan ritme harian (diurnal) (Sanotra et al., 2002). Pencahayaan terus-menerus pada penelitian ini mengakibatkan ayam broiler tidak menunjukkan respon yang signifikan. Ayam broiler tetap berada pada posisi ritme harian mengatur pola tingkah

(5)

laku seperti makan, tidur, bergerak, dan istirahat secara normal (Olanrewaju et al., 2006).

Intensitas cahaya yang diterima retina mata ayam broiler diduga kurang dari lima lux, sehingga tingkah laku ayam broiler yang diberi warna cahaya merah dan putih tidak menunjukkan perbedaan. Intensitas cahaya yang kurang dari lima lux tidak dapat direspon dengan baik oleh retina mata ayam broiler sehingga secara keseluruhan tidak mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Intensitas cahaya yang diberikan pada ayam broiler menurut rekomendasi Renden et al. (1996) adalah 20 lux hingga ayam broiler berumur tujuh hari dan berikutnya adalah lima lux hingga berumur 49 hari. Penggunaan warna cahaya yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat meningkatkan performa ayam broiler. Warna cahaya yang baik dapat menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat maksimum. Pencahayaan secara bergantian (intermitten lighting) akan mengurangi stres pada ayam broiler dibandingkan dengan ayam broiler yang diberikan cahaya secara terus-menerus yang diukur berdasarkan konsentrasi plasma kortikosteron. Plasma kortikosteron akan meningkat pada ayam broiler yang mengalami stres (Puvadolpirod dan Thaxton, 2000). Pemberian lama pencahayaan pada ayam broiler selama 16 jam dapat menurunkan stres fisiologis, peningkatan respon kekebalan, peningkatan metabolisme tulang, peningkatan aktivitas total, dan peningkatan kesehatan kaki (Classen et al., 2004).

Produktivitas ayam broiler dapat diukur dari performa produksi seperti tingkat konsumsi pakan, konversi pakan, pertambahan bobot badan, dan bobot badan. Nilai produktivitas tersebut dapat diduga melalui tingkah laku yang terkait dengan hal tersebut. Tingkah laku hewan adalah suatu respon atau ekspresi hewan oleh adanya rangsangan yang mempengaruhinya. Menurut Mukhtar (1986), rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis, dan rangsangan kimiawi. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi (Mukhtar, 1986). Menurut Prijono dan Handini (1998), tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan. Tingkah laku sekor hewan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari dalam (hormon dan sistem saraf) dan faktor dari luar (cahaya, suhu, dan

(6)

kelembaban). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969).

Tingkah Laku Makan

Adaptasi yang biasanya dilakukan ayam pada suhu kandang tinggi selain melalui mekanisme panting adalah dengan mengurangi aktivitas makan. Penelitian ini secara statistik tidak menunjukkan perbedaan tingkah laku makan pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu dan warna cahaya yang berbeda. Ada kecenderungan yang terilihat dari manifestasi tingkah laku makan. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu cekaman panas (sekitar 30 oC) mengkonsumsi pakan lebih

sedikit dibandingkan ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang nyaman (23 oC).

Ayam broiler merupakan ayam ras yang diseleksi secara intensif untuk menghasilkan bobot badan yang tinggi dan pertumbuhan cepat. Sesusai dengan karakteristik tersebut, ayam broiler akan berusaha untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pokok (maintenance). Pada masa pertumbuhan,

suhu lingkungan broiler diturunkan menjadi 21 oC untuk meningkatkan konsumsi pakannya (Cornetto dan Esteves, 2001). Bobot badan yang tinggi memerlukan input

pakan yang lebih banyak, sesuai dengan standar konsumsi pakan pada Tabel 7 dan konversi pakan pada Tabel 8.

Tabel 7. Konsumsi Pakan Ayam Broiler Strain Ross

Minggu Konsumsi Pakan (g/ekor)

Minggu 1 139

Minggu 2 462

Minggu 3 1.024

Minggu 4 1.849

Minggu 5 2.877

Sumber : Cibadak Indah Sari Farm (2005)

Tabel 8. Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu

Minggu Konversi Pakan

Minggu 1 0,88

Minggu 2 1,1

(7)

Minggu 4 1,46

Minggu 5 1,6

Sumber : Cibadak Indah Sari Farm (2005)

Ayam broiler pada kondisi suhu lingkungan cekaman panas (30 oC) pada penelitian ini mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang banyak walaupun tidak sebanyak ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang nyaman. Berkurangnya aktivitas metabolisme tubuh ayam broiler disebabkan suhu lingkungan yang tinggi, yang terlihat dari penurunan aktivitas makan dan minum (Gunawan dan Sihombing, 2004). Gambar 2 menyajikan tingkah laku makan ayam broiler.

Gambar 2. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Makan

Tingkah Laku Minum

Saat cekaman panas, aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan menurun, konsumsi air minum meningkat untuk menurunkan suhu tubuh. Hal ini berkaitan dengan terjadinya perubahan-perubahan fisiologik dan biokimiawi dalam tubuh.Saat cekaman panas, peredaran darah banyak yang menuju ke organ pernafasan sedangkan peredaran darah pada organ pencernaan mengalami penurunan sehingga bisa mengganggu pencernaan dan metabolisme (Bell dan Weaver, 2002). Air merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Ayam dewasa mengonsumsi air minum sebanyk 150-200 ml setip hari pada suhu normal. Gibson et al, (1998) menyatakan bahwa ayam melakukan tingkah laku minum sebanyak 6% dalam sehari.

(8)

Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam (Bailey, 1990; Wandoyo, 1997). Wandoyo (1997) lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Tingkah laku minum yang meningkat pada ayam broiler dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuhnya agar tidak mengalami cekaman panas. Pemberian pakan yang terbatas dan air minum yang ad libitum juga dapat menyebabkan peningkatan frekuensi minum pada unggas (Savory et al, 1992). Gambar 3 menyajikan tingkah laku minum ayam broiler saat penelitian.

Gambar 3. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Minum

Sebagian besar tubuh ayam broiler terdiri dari air. Konsumsi air minum pada kondisi normal adalah dua kali dari jumlah pakan yang dikonsumsi. Selain sebagai salah satu kebutuhan maintenance tubuhnya, ayam broiler mengkonsumsi air minum sebagai salah satu bentuk upaya untuk mengatur suhu tubuhnya agar sesuai dengan suhu lingkungan. Tingkat konsumsi air minum pada ayam broiler tidak sama setiap harinya sesuai dengan kebutuhan tubuh dan suhu lingkungan. Konsumsi air minum akan lebih banyak terjadi pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi yang berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh.

Penelitian ini menunjukkan konsumsi air minum ayam broiler yang dipelihara pada suhu kandang berbeda pada umur 15 dan 33 hari cenderung tidak menunjukkan perbedaan tetapi berbeda nyata (P<0,05) pada umur 21 dan 27 hari. Pada umur 27 hari, ayam broiler pada suhu tinggi mengonsumsi air lebih sering

(9)

dibandingkan ayam broiler pada suhu normal. Ayam broiler dengan umur yang lebih dewasa menghasilkan panas tubuh yang lebih tinggi sesuai dengan konsumsi pakan yang juga semakin tinggi.

Hasil penelitian menujukkan bahwa tingkah laku minum lebih sering ditemukan pada umur 27 hari pada kandang dengan suhu lingkungan yang tinggi. Air yang lebih banyak diperlukan dalam proses evaporasi yang membawa panas tubuh untuk menurunkan suhu tubuh. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan ayam broiler harus menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan. Bentuk penyesuaian ayam broiler adalah dengan lebih banyak mengkonsumsi air minum, yang dapat dilihat dari tingkah laku minum yang lebih sering dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh.

Tingkah Laku Panting

Lingkungan yang panas merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan stres pada ayam broiler. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi suhu antara udara, kelembaban, sirkulasi panas, dan kecepatan udara, dimana suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. Suhu optimum untuk pertumbuhan ayam broiler setelah brooding period adalah 18-22 oC (Charles, 2002). Untuk mengurangi panas yang dapat menyebabkan stres, ayam broiler melakukan tingkah laku yang disebut panting (Gambar 4).

Gambar 4. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Panting

Mekanisme panting pada ayam broiler terjadi pada saat proses pelepasan panas tubuh ke lingkungan melalui radiasi, konduksi, dan konveksi (sensible heat)

(10)

tidak memadai. Ayam broiler akan mengubah pola pelepasan panas menjadi insensible melalui proses penguapan air dari saluran pernafasan (evaporasi). Mekanisme ini merupakan bagian dari adaptasi ayam broiler terhadap suhu lingkungan tinggi. Seperti yang dinyatakan oleh Oleyumi dan Robert (1980), bahwa pada lingkungan panas suhu tubuh ayam akan meningkat 1-2 ºC hingga tubuh ayam dapat kembali beradaptasi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pada perlakuan di umur 15 dan 27 hari suhu berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dan pada umur 21 hari suhu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku panting. Ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi (± 30 oC) menunjukkan tingkah laku panting lebih banyak dibandingkan dengan ayam broiler yang dipelihara pada suhu normal (± 23 oC). Pada umur 33 hari, ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi cenderung telah dapat beradaptasi dengan tingkat cekaman panas sehingga suhu tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku panting. Suhu normal ayam broiler pada umur 15 hari adalah erkisar 23 oC (Charles, 2002).

Frekuensi panting meningkat seiring dengan bertambahnya umur ayam broiler. Pada umur 33 hari, sekitar 14-15% ayam broiler pada suhu normal melakukan panting dan masih lebih sedikit dibandingkan ayam broiler pada suhu tinggi. Hal ini menandakan bahwa kecepatan pertumbuhan tinggi yang ditandai dengan bobot badan tinggi akan mengonsumsi pakan lebih banyak untuk kebutuhan maintenance sekaligus menghasilkan panas yang harus dilepaskan ke lingkungan, salah satunya melalui mekanisme panting.

Persentase ayam broiler melakukan panting cenderung meningkat dengan pertambahan umur yang berasosiasi dengan pertambahan bobot badan dan produksi panas tubuh. Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah.

Tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Ayam betina akan mulai panting pada suhu lingkungan 29 ºC atau ketika suhu tubuh ayam mencapai 42 ºC. Menurut European Comission (2000), kondisi suhu optimal ayam pedaging berkisar antara 21-29 ºC untuk ayam pedaging umur

(11)

3-6 minggu. Bell and Weaver (2002) menyatakan bahwa suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara 18-23 ºC.

Ayam tidak dapat menoleransi suhu lingkungan tinggi. Kejadian ini sering terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara (Ilyas, 2004). Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi aspek pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman (optimum) dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cekaman dingin (cold shock).

Tingkah Laku Lokomosi

Lokomosi didefinisikan sebagai pergerakan ayam untuk melakukan aktivitas yang berpindah tempat. Lokomosi yang dilakukan ayam broiler bertujuan untuk menaikkan panas tubuhnya (Jahja, 2000). Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam (Renden et al., 1996). Cahaya yang masuk melalui retina mata unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan dapat mengurangi resiko kanibalisme. Secara keseluruhan, ayam yang dipelihara pada suhu dan warna cahaya yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan persentase lokomosi kecuali ayam broiler yang dipelihara pada umur 21 hari.

Lokomosi yang dilakukan ayam broiler adalah bagian dari ekspresi tingkah laku berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya seperti mendapatkan makanan ataupun minuman. Tingkah laku lokomosi juga dapat dilihat saat ayam broiler bermain dengan ayam broiler lainnya (Pitchard, 1995). Intensitas tingkah laku makan dan minum ayam broiler pada suhu tinggi yang lebih sedikit, dapat diasumsikan bahwa ayam lebih sering bergerak melakukan aktivitas lain selain makan dan minum. Aktivitas lainnya tersebut dapat berupa tingkah laku bermain, investigasi, atau bahkan hanya bergerak atau berpindah tempat dari satu sisi kandang ke sisi kandang yang lainnya seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

(12)

Gambar 5. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Lokomosi

Ayam broiler pada suhu tinggi umumnya akan lebih banyak beristirahat untuk mengurangi produksi panas. Tetapi pada umur 21 hari ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi melakukan lokomosi lebih sering dibandingkan ayam broiler pada suhu normal. Hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa lokomosi yang dilakukan oleh ayam broiler berhubungan erat dengan tingkah laku, yaitu tingkah laku makan dan minum. Hal ini dapat diasosiakan dengan pergerakan mencari air minum untuk menurunkan suhu tubuh.

Tingkah Laku Istirahat

Ayam broiler termasuk ke dalam hewan diurnal. Fase aktif dan istirahat diatur ritme circadian secara hormonal. Ayam broiler melakukan aktivitas pada siang hari dan beristirahat pada malam hari. Ayam broiler termasuk hidup diurnal yang beraktivitas bila adanya cahaya yang diterima oleh retina mata. Hal ini diatur oleh hormon melatonin yang dirangsang oleh keberadaan cahaya. Tingkah laku istirahat pada ayam broiler dimanfaatkan oleh peternak dalam manajemen pemeliharaan. Peternak biasanya mengurangi lama pencahayaan pada umur tertentu di malam hari sehingga ayam broiler lebih banyak melakukan istirahat. Pada keadan lingkungan yang nyaman, broiler lebih banyak melakukan istirahat karena merasa aman dari ancaman musuh (Cornetto dan Esteves, 2001).

(13)

Gambar 6. Tingkah Laku Ayam Broiler Saat Istirahat

Periode gelap harian diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin secara normal. Melatonin yang disintesis dalam kelenjar pineal dan retina pada unggas, disekresikan selama periode gelap sebagai respon terhadap aktivitas enzim serotonin-N-acetyltranspherase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis sintesa melatonin baik pada retina maupun kelenjar pineal.

Pencahayaan yang terus-menerus dapat menyebabkan melatonin dikatalisis dengan tidak semestinya, sehingga cahaya yang diterima retina tidak direspon sebagaimana mestinya. Hal inilah yang memungkinkan hasil penelitian ini tidak ada interaksi antara suhu dan warna cahaya terhadap tingkah laku ayam broiler karena pemeliharaan yang dilakukan menggunakan periode pencahayaan selama 24 jam atau terus menerus.

Pengamatan tingkah laku istirahat dilakukan selama hari terang, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Selama beberapa hari sebelum dilakukan pengambilan data, pengamatan dilakukan pada malam hari dan ayam broiler dominan melakukan istirahat atau tidur. Pada pengamatan di kondisi hari terang, tidak ditemukan adanya perbedaan tingkah laku istirahat pada ayam broiler yang dipelihara pada suhu tinggi dan normal. Secara keseluruhan, ayam lebih banyak melakukan aktivitas istirahat dengan poisisi duduk atau berbaring dengan bagian dada menempel pada alas lantai (litter) (Gambar 5). Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan cepat dan bobot badan tinggi yang mengakibatkan kecenderungan untuk malas bergerak dan lebih banyak

(14)

beristirahat. Frekuensi istirahat yang lebih tinggi pada ayam broiler dapat menyebabkan bobot badan tinggi dikarenakan energi yang dhasilkan oleh tubuh ayam broiler tidak banyak terbuang untuk melakukan aktivitas lainnya selain untuk maintenance tubuhnya.

 

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Interaksi antara suhu dan warna cahaya pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap tingkah laku makan, minum, panting, lokomosi dan istirahat ayam broiler. Perlakuan suhu sebagai faktor tunggal pada penelitian ini berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkah laku panting pada umur 15, berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkah laku panting pada umur 21 dan 27 hari, tingkah laku minum dan lokomosi pada umur 21 hari.

Saran

Perlu dilakukan pengukuran intensitas cahaya untuk mengetahui secara akurat besaran intensitas cahaya yang diberikan. Pemberian perlakuan suhu yang ekstrim lebih rendah dan lebih tinggi dari penelitian ini dapat dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap tingkah laku ayam broiler yang diakibatkan perlakuan suhu dan warna cahaya.

Referensi

Dokumen terkait

Dari Manusia Berjalan” ini bermaksud menambah referensi dan mereview yang sebelumnya sudah ada agar dapat diketahui perilaku struktur jembatan penyeberangan orang akibat

〔商法三四四〕 株式会社の取締役辞任後も商法二五八条一項に基づ き取締役としての権利義務を有する者の対第三者責任

Sedangkan dari hasil uji Chi-Square dapat diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara cara melakukan hubungan seks dengan penyakit IMS, karena nilai P value

Menurut Hani Handoko (2002) pengukuran kinerja adalah usaha untuk merencanakan dan mengontrol proses pengelolaan pekerjaan sehingga dapat dilaksanakan sesuai tujuan

Sesuai latar belakang dan segmentasi karya ini sendiri yaitu untuk anak-anak sekolah dasar, dalam hal ini penulis berupaya mewujudkan karya dengan pengemasan yang

Penerapan manajemen risiko telah sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku, dengan memperhatikan pilar-pilar pengawasan, antara lain dalam pengawasan aktif Dewan Komisaris

y Dibuat dari bakteri atau virus liar penyebab penyakit yang dilemahkan di laboratorium y A gar menimbulkan respon imun, vaksin live attenuated harus bereplikasi dalam sel host y

Pada tahap pelaksanaan, tim PENGABDIAN MULTI TAHUN 2020 akan melakukan pembuatan pestisida nabati, pembuatan pupuk produktif keong mas, desain alat pencacah keong mas,