• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintah Daerah dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) adalah penyelenggara pemerintahan daerah menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18.

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipilih secara demokratis. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Secara historis, asal-usul struktur pemerintahan daerah di Indonesia yang ada sampai saat ini, berakar dari Eropa pada abad 11 dan ke 12, yang dalam perkembangannya dipandang sebagai suatu organisasi pemerintahan yang berbasis geografis tertentu yang ada dalam suatu

(2)

negara berdaulat.1

Dengan demikian, sistem pemerintahan daerah di Indonesia yang berlaku hingga sekarang ini sangat banyak dipengaruhi oleh cara-cara yang ada di Belanda, yaitu dengan adanya Undang-Undang Desentralisasi (Decentralisatie Wet) yang membentuk daerah otonom yang terbatas jumlahnya dan merupakan perkembangan paling awal dalam sejarah perkembangan pemerintahan daerah di Indonesia. Setelah kemerdekaan, melalui penetapan UUD 1945 sebagai dasar negara Indonesia, pemerintah Indonesia mendapatkan pengakuan secara institusional.

Perkembangan pemerintahan daerah di Indonesia dapat ditelusuri mulai dari zaman penjajahan Hindia Belanda.

2

Kemudian setelah disesuaikan dengan amanat yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 18, daerah di Indonesia dibagi atas daerah besar dan kecil, yang bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang. Adapun konsep dan pengertian daerah di Indonesia yang terakhir diberlakukan terdapat dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, bahwa konsep “pemerintahan daerah” adalah mengacu pada suatu organisasi pemerintahan berbasis wilayah dan penduduk tertentu yang berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan-urusan yang telah diserahkan kepadanya oleh pemerintahan di atasnya.

Dengan kata lain, bahwa pengertian pemerintahan daerah adalah segenap penyelenggaraan wewenang suatu daerah otonom berikut kewajibannya, tugas, dan

1

S. H. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Tinjauan Khusus

Pemerintahan Daerah di Indonesia : Perkembangan, Kondisi, dan Tantangan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997, hal. 12.

2

(3)

tanggung jawabnya.3

Sebagian dari wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah Daerah Tingkat II, termasuklah Kabupaten Tapanuli Selatan yang dalam perjalanan sejarahnya telah melalui berbagai perubahan dalam perkembangan struktur pemerintahan daerah mulai dari masa pemerintahan tradisional yang biasa disebut dengan huta, masa kolonialisme, masa pendudukan Jepang, hingga pada masa orde baru. Kesemuanya memiliki peranan yang sangat besar dalam pembangunan masyarakat di wilayah Tapanuli Selatan pada khususnya dan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada umumnya.

Pemerintah daerah dalam penyelenggaraannya dibantu oleh staf yang membantu kepala daerah yaitu sekretariat daerah dan dinas-dinas daerah. Sebab, dengan adanya keragaman penduduk, keadaan alam dengan potensi serta permasalahan yang satu sama lain memiliki kekhususan tersendiri yang kesemuannya akan lebih efektif dan efisien apabila dibantu oleh perangkat pemerintah yang perlu diwujudkan di masing-masing wilayah.

Sebelum masa kolonial masyarakat Batak-Toba hampir tidak mengenal negara. Penduduk tinggal di kampung-kampung yang disebut huta.4

3

The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan di Negara Republik Indonesia, Jilid III (Edisi diperlengkap), Liberty, Yogyakarta, 1995, hal. 191.

Begitu juga dengan di Tapanuli Selatan, jauh sebelum masuknya pengaruh asing sekitar abad ke-19, sudah terdapat banyak komunitas kecil yang disebut sebagai huta. Setiap huta (village) dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Raja Pamusuk (RP). Setiap huta ini mempunyai sistem pemerintahan sendiri yang secara tradisional berdiri secara

4

Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatera: Tapanuli 1915-1940, Penerjemah Maurits Simatupang, Jakarta: Gramedia, 2001, hal. 6.

(4)

otonom. Pada tahun 1834, Belanda memulai pemerintahan sipil di Tanah Batak, diawali dari selatan dengan didirikannya Onder Afdeeling Mandailing yang dipimpin Controleur Douwes Dekker yang kemudian lebih dikenal dengan Multatuli, berkedudukan di Natal. Pemerintahan sipil ini kemudian dipindahkan ke Panyabungan, lalu ditingkatkan menjadi Afdeeling Mandailing/Angkola yang dipimpin Asistent Resident T.J. Willer yang berkoordinasi Gouverneur van Sumatra Westkust (Gubernur Pantai Barat Sumatera) yang berkedudukan di Sibolga. Antara tahun 1885 sampai dengan 1906, Padang Sidimpuan menjadi ibukota Residen Tapanuli.

Pada masa pendudukan Belanda, wilayah Tapanuli bagian Selatan disebut Afdeeling Padang Sidimpuan dikepalai oleh seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Padang Sidimpuan. Afdeeling Padang Sidimpuan pada akhirnya dibagi atas tiga onder afdeeling. Setiap onder afdeeling dikepalai oleh seorang Contreleur yang dibantu oleh seorang Demang. Tiga onder afdeeling tersebut, yaitu: 1. Onder Afdeeling Angkola-Sipirok ibukota di Padang Sidimpuan, 2. Onder Afdeeling Padang Lawas ibukota di Sibuhuan, dan 3. Onder Afdeeling Mandailing-Natal ibukota di Kotanopan.

Seiring dengan masa pendudukan Jepang di Tapanuli, Pimpinan Pendudukan Jepang di Tanah Batak segera memindahkan kantor Residen Tapanuli dari Sibolga ke Tarutung. Istilah Resident peninggalan pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh Jepang diganti menjadi Cokan; Asistent Resident yang memimpin Afdeeling diganti menjadi Gunseibu; Controleur yang mengepalai Onder afdeeling dihilangkan tetapi posisi Demang yang sebelumnya memimpin Distrik ditingkatkan untuk memimpin

(5)

onder afdeeling yang disebut Gunco; Asisten Demang yang mengepalai Onder distrik diganti menjadi Huku Gunco; Kepala Kampung diganti menjadi Kuco, sedangkan Kepala Polisi disebut Keibi.

Pasca kemerdekaan yaitu pada masa datangnya agresi militer Belanda sekitar tahun 1948, di Tapanuli bagian Selatan dibentuk tiga kabupaten untuk menggantikan istilah onder afdeeling yang dipimpin Asisten Residen/Cokan yang digunakan sebelumnya. Tiga kabupaten yang dibentuk tersebut adalah Kabupaten Angkola-Sipirok, Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Mandailing Natal. Selama masa perang pada masa agresi Belanda di Tapanuli Bagian Selatan kedudukan pemerintahan kabupaten berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain yang lebih aman di luar jangkauan tentara kolonial Belanda.

Setelah Republik Indonesia mendapatkan kedaulatan penuh pada akhir tahun 1949, maka pembagian daerah administrasi pemerintahan mengalami perubahan. Semenjak awal tahun 1950 terbentuklah Daerah Tapanuli Selatan dan seluruh pegawai yang ada pada kantor Bupati Angkola-Sipirok, Padang Lawas dan Mandailing Natal ditetapkan menjadi pegawai Kantor Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan yang berkedudukan di Padang Sidimpuan. Pada tahun 1956, Daerah Tapanuli Bagian Selatan dibentuk menjadi kabupaten dengan nama Kabupaten Tapanuli Selatan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956.5

5

Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 2012, Kerja sama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, hal. xlix.

(6)

batas-batas yang meliputi wilayah Afdeeling Padang Sidimpuan sesuai Staatsblad 1937 No.563.

Kabupaten Tapanuli Selatan yang memiliki 18 kecamatan dalam waktu yang lama, maka pada tanggal 30 Nopember 1982, wilayah Kecamatan Padang Sidimpuan dimekarkan menjadi empat kecamatan yakni Kecamatan Padang Sidimpuan Timur, Kecamatan Padang Sidimpuan Barat, Kecamatan Padang Sidimpuan Utara dan Kecamatan Padang Sidimpuan Selatan. Nama Kecamatan Padang Sidimpuan dihapus. Selanjutnya Kecamatan Padang Sidimpuan Utara dan Padang Sidimpuan Selatan menjadi bagian dari Kota Administratif Padang Sidimpuan yang dibentuk (PP No. 32 Tahun 1982). Kota administrasi bukanlah daerah otonom sebagaimana Kabupaten atau Kota. Kota administrasi tidak memiliki DPRD. Kota administrasi hanya dipimpin oleh seorang walikota dan dibantu oleh wakil walikota yang diangkat oleh gubernur dari kalangan Pegawai Negeri Sipil. Perangkat daerah kota administrasi terdiri atas Sekretariat Kota Administrasi, Suku Dinas, lembaga teknis lain, kecamatan, dan kelurahan.

Setelah 10 tahun tidak terjadi pemekaran kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, maka pada tahun 1992 dilakukan lagi pemekaran. Berdasarkan PP No. 35 Tahun 1992, Kecamatan Natal dimekarkan menjadi tiga kecamatan dan Kecamatan Siais dibentuk. Kemudian pada tahun 1996 sesuai dengan PP No.1 Tahun 1996 tanggal 3 Januari 1996 dibentuk Kecamatan Halongonan dengan ibukota Hutarimbaru yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Padang Bolak.

Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai kabupaten tunggal di wilayah Tapanuli Bagian Selatan berlangsung selama 42 tahun sampai akhirnya harus dimekarkan.

(7)

Dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1998 dan disahkan pada tanggal 23 Nopember 1998 tentang pembentukan Kabupaten Mandailing Natal, maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi dua kabupaten yakni Kabupaten Mandailing Natal (ibukota Panyabungan) dengan jumlah daerah administrasi 8 kecamatan dan Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukota Padang Sidimpuan) dengan jumlah daerah administrasi 16 kecamatan.

Dalam proses perkembangannya, pemerintahan daerah di Tapanuli Selatan berlangsung secara bertahap, yang ditandai dengan adanya perubahan maupun peningkatan dalam berbagai segi kehidupan masyarakatnya, seperti pendidikan, ekonomi, sarana dan prasarana, sosial budaya, sistem pemerintahan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan tuntutan hidup masyarakat yang juga semakin meningkat. Berbagai proses yang dijalani dalam roda pemerintahan daerah di wilayah Tapanuli Selatan sebagai pelimpahan wewenang dari pusat (dalam hal ini pemerintah pusat Tingkat I Propinsi Sumatera Utara) merupakan kewajiban yang harus dijalankan secara nyata dan bertanggung jawab sebagai prinsip dasar pemberian otonomi daerah dengan tujuan agar pelayanan terhadap masyarakat dapat lebih ditingkatkan serta mampu memenuhi aspirasi masyarakat tersebut.

Dalam penelitian ini, penulis akan membicarakan masalah perkembangan pemerintahan daerah Tapanuli Selatan yang menyangkut perubahan pemerintahan daerah Tapanuli Selatan dalam pembangunan daerah serta hal-hal yang mempengaruhi perubahan pemerintahan tersebut mulai tahun 1950 sampai dengan tahun 1999. Perubahan pemerintahan yang dimaksud adalah mengenai perubahan sistem kepemimpinan, kebijakan politik, struktur organisasi sampai dengan

(8)

pembentukan atau penghapusan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran daerah dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Dalam hal ini yang cukup penting adalah perubahan bentuk pemerintahan yang dapat memberikan perkembangan yang penting bagi masyarakatnya. Sebab seiring berkembangnya suatu sistem pemerintahan ke arah yang lebih baik akan memberikan dampak yang baik juga bagi masyarakatnya. Maka sangat penting untuk memberikan perhatian pada pembentukan sistem pemerintahan, dengan demikian akan tercipta suatu bentuk pemerintahan yang serasi dengan masyarakatnya demi terciptanya pembangunan nasional dan cita-cita bangsa.

Studi tentang pemerintahan di Tapanuli Selatan sangat menarik dikaji karena perkembangan pemerintahan yang ditandai dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan daerah dan kehidupan masyarakat. Sebab, maju mundurnya suatu daerah juga ditentukan oleh bagaimana kinerja dari aparatur pemerintahan dalam membangun daerahnya. Maksudnya bahwa suatu negara terbentuk oleh pembawaan alami manusia yang menjadi unsur susunannya, maka apabila orang-orang tersebut tidak memiliki kemampuan dalam bidangnya masing-masing, maka tidak dapat diharapkan akan adanya Negara yang lebih baik dan sampai saat itu perubahan yang ada akan tetap sia-sia.6

Studi tentang daerah Tapanuli Selatan sudah sering dikaji, tetapi yang berkenaan dengan pemerintahan daerah dan hal-hal yang mempengaruhi

Jadi ada semacam relasi atau hubungan antara kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, aplikasinya, dan hasilnya di lapangan.

6

(9)

perkembangan pemerintahan tersebut belum pernah diteliti. Maka dari itu penulis merasa perlu melakukan penelitian yang lebih mendalam lagi tentang pemerintahan di Tapanuli Selatan dan mempelajari bagaimana kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah daerah terhadap masyarakat sehingga masyarakat dan pemerintah setempat bisa berjalan bersama dalam meningkatkan kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya serta agama dalam rentan waktu yang telah ditentukan.

Pemerintah merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam suatu daerah, yang mana pemerintah juga bekerja sama dengan masyarakat. Sama halnya dengan yang terjadi di daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan. Akhirnya, kompleksitas masalah di dalam proses perkembangan pemerintahan di daerah Tapanuli Selatan akan menjadi bahan kajian dalam studi ini yang nantinya akan tertuang dalam skripsi yang berjudul “Perkembangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan 1950-1999”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu landasan yang digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang akan dibahas dan menjadi akar permasalahan dalam sebuah penelitian. Maka berdasarkan latar belakang di atas untuk mempermudah penelitian agar objektif dan menjaga sinkronisasi dalam uraian penelitian, perlu diberikan batasan masalah terhadap penelitian ini dengan mengkaji beberapa pokok permasalahan yang dirumuskan terhadap masalah-masalah sebagai berikut:

1. Latar belakang dibentuknya Pemerintahan Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1950.

(10)

2. Perkembangan pemerintahan Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan selama periode tahun 1950-1999.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pemerintahan Daerah Tingkat II Kab. Tapanuli Selatan selama periode tahun 1950-1999.

Penelitian tentang perkembangan maupun perubahan pemerintahan di sebuah daerah mengharuskan adanya sebuah eksplanasi tentang bagaimana sebuah perubahan di pemerintahan mempunyai pengaruh terhadap kondisi masyarakat di daerah tersebut. Hal inilah yang akan dicoba di uraikan pada studi ini. Tahun 1950 dijadikan periodisasi awal penelitian karena, pada tahun inilah awal dimulainya pemerintahan Daerah Tapanuli Selatan yang mana sebelumnya disebut Afdeeling Padang Sidimpuan pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Setelah Republik Indonesia mendapatkan kedaulatan penuh pada akhir tahun 1949, maka pembagian daerah administrasi pemerintahan mengalami perubahan. Dan pada awal tahun 1950 digantilah pemerintahan yang sebelumnya disebut sebagai Afdeeling Padang Sidimpuan menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan, yang mana wilayahnya terdiri dari bekas daerah Afdeeling Padang Sidimpuan yang sebelumnya.

Pada batasan periodisasi penulis membatasi studi tentang pemerintahan daerah Kabupaten Tapanuli Selatan sampai pada tahun 1999, karena pada tahun ini pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang menjelaskan tentang pemekaran terhadap daerah administrasi kabupaten Tapanuli Selatan, yang mana kabupaten Tapanuli Selatan yang sebelumnya masih mencakup seluruh wilayah dari bekas Afdeeling Padang Sidimpuan dimekarkan menjadi beberapa kabupaten baru.

(11)

Dengan keluarnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1998 dan disahkan pada tanggal 23 November 1998 tentang pembentukan Kabupaten Mandailing Natal maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Mandailing Natal (Ibukota Panyabungan) dan Kabupaten Tapanuli Selatan (Ibukotanya Padang Sidimpuan).

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setelah memperhatikan apa yang menjadi permasalahan yang akan dikaji oleh penulis, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini serta manfaat yang didapatkan dari hasil penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui latar belakang dibentuknya Pemerintahan Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1950.

2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pemerintahan Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan selama periode tahun 1950-1999.

3. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pemerintahan Dati II Kabupaten Tapanuli Selatan selama periode tahun 1950-1999.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan pengetahuan dan informasi yang baru dalam penelitian pemerintahan terutama pemerintahan daerah melalui pendekatan ilmu sejarah. 2. Sebagai suatu bahan perbandingan dalam penelitian pemerintahan yang ada di

Indonesia khususnya di Sumatera Utara tentang sejauh mana suatu sistem pemerintahan memiliki pengaruh terhadap masyarakatnya.

(12)

3. Menambah literatur kepustakaan bagi ilmu sejarah untuk penelitian selanjutnya tentang pemerintahan.

4. Menambah wawasan pembaca mengenai sejarah pemerintahan daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

5. Menjadi sebuah karya tulis (skripsi), sebagai persyaratan untuk menjadi Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah.

1.4. Tinjauan Pustaka

Penelitian merupakan masalah yang harus dipahami sehingga diperlukan beberapa referensi yang dapat dijadikan panduan penulisan nantinya dalam bentuk tinjauan pustaka. Bagian ini berisi sistematis tentang hasil-hasil penelitian terdahulu dan yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan dan harus direview terlebih dahulu. Di dalam proposal penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku sebagai bahan referensi yang menimbulkan gagasan, konsep, teori, dan mengarah pada pembentukan hipotesa, dan sumber informasi atau pendukung yang berkaitan dengan pemerintahan daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Dalam buku terbitan Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berjudul “Sumatera Utara dalam Lintasan Sejarah” Tim Peneliti menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan peraturan Pemerintah Daerah Sumatera Utara dari satu periode ke periode lainnya, hubungan kausalitas dari setiap perubahan yang terjadi dengan masyarakat daerah setempat, latar belakang historis, kondisi dan situasi sosio-kultural maupun keagamaan masyarakat setempat. Dalam buku tersebut juga dapat dilihat gambaran umum tentang bagaimana

(13)

suku-suku bangsa di kawasan Sumatera Utara pada masa lampau telah menerapkan demokrasi dan hak azasi manusia yang khas di Indonesia, jauh sebelum mereka berkenalan (diperkenalkan) dengan demokrasi ala Barat yang dipasok oleh kolonialisme Belanda. Dalam buku tersebut didapati data tentang gambaran umum kondisi sosial Tapanuli Selatan, juga tentang perjalanan singkat pemerintahan daerah Dati II Kab. Tapanuli Selatan pada masa tradisional dan masuknya Kolonial Belanda.

Penulisan tentang pemerintahan daerah di Indonesia belum banyak mendapat perhatian dalam penulisan sejarah. Seperti yang dikatakan oleh S. H. Sarundajang dalam bukunya yang berjudul “Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara” menjelaskan tentang perkembangan, kondisi dan tantangan dalam pemerintahan daerah di berbagai negara di dunia terutama di Indonesia yang dibagi sejak zaman penjajahan hingga zaman orde baru serta prospek perkembangannya pada masa yang akan datang. Sebelum menuliskan tentang Pemerintahan Dati II Kab. Tapanuli Selatan perlu adanya referensi tentang bagaimana pemerintahan daerah di daerah lain sebagai bahan perbandingan. Dan bahwa pentingnya pemerintahan daerah adalah merupakan suatu konsekuensi yang logis dari adanya perbedaan etnis, bahasa, agama, dan institusi sosial berbagai kelompok masyarakat lokal dalam suatu negara. Maka untuk itu didistribusikan fungsi pelayanan dan pengaturan umum di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara lokal dan sentral, agar benar-benar menjadi aspiratif yang baik untuk kepentingan nasional maupun terhadap tuntutan heterogenitas lokal yang dimaksud.7

7

S. H. Sarundajang, op. cit., hal. 20.

(14)

Dengan adanya pemerintahan daerah akan lebih memperbesar akses setiap warga negara atau masyarakat untuk berhubungan langsung dengan pemimpinnya dan juga sebaliknya sebagai pemimpin daerah akan memperoleh kesempatan untuk mengetahui potensi sumber daya, masalah, kendala, dan kebutuhan daerahnya dan menghilangkan mekanisme pembuatan keputusan yang kurang efisien. Bagaimana seharusnya kepala daerah di Pemerintahan Dati II Kab. Tapanuli Selatan dalam berhubungan dengan masyarakatnya, dan apa saja pokok-pokok dalam Pemerintahan Dati II Kab. Tapanuli Selatan, untuk mengetahuinya dibutuhkan kerja sama yang baik dari kalangan masyarakat maupun kalangan pemerintah daerah demi terwujudnya pembangunan daerah dalam menciptakan stabilitas nasional dan pemerintahan yang terpusat, sebagaimana yang tercermin dalam UU No. 5 tahun 1974. Seperti yang tertanam dalam buku yang berjudul “Pokok-pokok Pemerintahan Daerah” (2005) yang ditulis oleh I. Widarta terbitan Pondok Edukasi.

Dalam disertasi Lence Castle yang berjudul “The Political Life of A Sumatran

Residency 1940 (Kehidupan Politik suatu Keresidenan di Sumatera 1915-1940)” memaparkan tentang peta politik kolonial di Tapanuli, yang mencakup

deskripsi dan analisis tekanan-tekanan pemerintah kolonial terhadap masyarakat Batak, gerakan perlawanan sekte-sekte agama Batak, tanggapan umat Islam, tanggapan umat Kristen, hubungan antara puak Toba dan Angkola-Mandailing, politik harajaon (kekuasaan) di Tapanuli Utara dan politik pergerakan di Tapanuli Selatan selama periode tahun 1915 sampai 1940. Dari buku disertasi ini dapat dilihat bagaimana pemerintahan di Tapanuli Selatan sebelum tahun 1950-an.

(15)

Hukum Pemerintahan Daerah tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan di tanah air. Apalagi dengan adanya upaya mewujudkan otonomi daerah persoalan hukum pemerintahan daerah semakin luas, kompleks dan banyak hal yang perlu dikaji. Salah satu hal yang sangat mendasar untuk dikaji adalah masalah hubungan kewenangan antara DPRD dengan Kepala Daerah. Bagaimana hukum pemerintahan daerah tersebut mengatur pemerintahan daerah Tapanuli Selatan dan bagaimana tentang pola hubungan kewenangan melalui hukum-hukum perundang-undangan yang pernah dikeluarkan serta pemberlakuannya di Tapanuli Selatan, semuanya coba disesuaikan dengan yang dideskripsikan oleh Juanda dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pemerintahan Daerah: Pasang Surut

Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah”.

R. Joeniarto dalam bukunya “Perkembangan Pemerintah Lokal” menjelaskan tentang aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum yang terkandung dalam peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan yang bertalian dengan struktur organisasi pemerintah lokal, baik yang dulu pernah berlaku maupun yang sekarang masih berlaku. Yang dalam perkembangannya bisa memberikan penjelasan tentang perjalanan pemerintahan lokal (daerah) di Indonesia termasuk pemerintahan daerah Dati II Kab. Tapanuli Selatan sesuai dengan peraturan-peraturan yang diberlakukan. Perkembangan Pemerintahan Dati II Kab. Tapanuli Selatan akan coba dinarasikan sesuai dengan peraturan perundang-undangn tentang pemerintahan daerah di Indonesia sesuai dengan yang dinarasikan oleh R. Joeniarto dalam bukunya.

(16)

1.5. Metode Penelitian

Dalam penulisan sejarah terdapat metode penulisan yang penting dalam merekonstruksi peristiwa masa lampau dari obyek yang sedang diteliti. Namun sebelum mengolah fakta analisa kritis terhadap sumber-sumber sejarah adalah hal yang paling penting untuk mengetahui kebenaran dari permasalahan yang akan diteliti.8 Untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam penulisan sejarah dilakukan langkah-langkah atau metode yang lebih dikenal dengan heuristik/pengumpulan sumber, kritik, interpretasi dan historiografi.9

Dalam pengumpulan sumber, penulis menggunakan metode kepustakaan/dokumen pemerintah, buku-buku dan bahan tulisan baik dari perpustakaan maupun dari instansi pemerintahan yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan maupun di Medan. Di samping itu, penulis juga menggunakan metode wawancara mendalam/bebas terhadap beberapa informan untuk mendapatkan sumber lisan terhadap obyek yang dibahas dan juga untuk mendapatkan kebenaran data.

Setelah mendapatkan sumber dan data tentang Tapanuli Selatan yang diperlukan selanjutnya penulis melakukan kritik eksternal dan internal terhadap sumber sejarah. Kritik eksternal digunakan untuk mengetahui asli atau tidaknya sumber dengan meneliti bagian luar dari sumber, seperti bentuk dokumen, bahasa, dan lain-lain. Sedangkan kritik internal dilakukan untuk mendapatkan fakta sejarah dari sebuah sumber dengan meneliti isi sumber tersebut. Setelah itu dilakukan

8

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1981, hal. 63.

9

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah , Penerjemah Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1975, hal. 18.

(17)

interpretasi, dalam tahap ini data-data yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya dianalisa oleh peneliti untuk menghasilkan sebuah sintesis atau kesimpulan tentang perkembangan Pemerintahan Dati II Kab. Tapanuli Selatan dan yang terakhir adalah penulisan sejarah historiografi dengan merangkum semua hasil penelitian menjadi sebuah skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat kuat antara self-efficacy aspek strength dengan prokrastinasi akademik, yang

Penyusunan usulan perencanaan anggaran kegiatan BPTP Maluku untuk tahun anggaran 2019 yang didalamnya sudah tertuang secara rinci sejumlah kegiatan yang sifatnya

Hasil penelitian dapat memberikan informasi untuk masyarakat tentang perspektif pemuka agama terhadap Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama dalam sebauh forum

Perancangan OWC dibuat sedemikian rupa, sehingga memiliki fungsi ganda, selain dapat mengubah energi gelombang menjadi energi listrik dengan efisiensi tang tinggi

Meskipun cara yang digunakan beragam, namun keenam narasumber secara umum sudah dapat dikatakan telah merefleksikan nilai-nilai pengajaran Konfusius dalam bidang “qǐ fǎ

dengan ruang lingkup penelitian sebagai berikut: model yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada JST recurrent tipe Elman, optimasi pembelajaran yang dilakukan

This research is conducted to investigate the impact of institutional ownership, managerial ownership, audit quality, and firm size towards earnings management through

1) Melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bagian Analisis Informasi berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi kebijakan tentang perencanaan program dan kegiatan SETDA