• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena pekerja anak merupakan tantangan di setiap Negara. Anak merupakan anugerah yang begitu besar dari Tuhan yang selayaknya dirawat dan dijaga hak-haknya dalam lingkungan keluarga (Sukmana, 2010). Permasalahan pekerja anak selama ini selalu menjadi permasalahan yang kompleks. Anak merupakan salah satu aset bagi keluarga di masa yang akan datang, namun karena faktor kemiskinan dalam keluarga yang terjadi mendorong anak harus ikut turut serta dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Masa kanak-kanak seharusnya dihabiskan untuk bermain dan belajar namun seringkali karena faktor kondisi keluarga yang tidak mampu mengharuskan anak untuk ikut bekerja. Melatih anak sejak dini dengan bekerja sebenarnya hal yang positif agar anak tidak terbiasa bergantung kepada orang tua seperti di Negara-negara maju contohnya Jepang banyak anak melakukan pekerjaan sambilan di luar jam sekolah untuk menambah uang saku pribadi. Namun yang menjadi permasalahan adalah ketika umur anak yang terlalu muda dipekerjakan, bekerja dengan jam terlalu lama, bekerja dengan upah yang sedikit, bekerja dengan kondisi yang berbahaya, dan bekerja di bawah tekanan atau menyerupai perbudakan atau istilah saat ini Human Trafficking (Fyfe, 1993).

DIY merupakan daerah dengan kondisi tingkat kemiskinan tinggi. Jumlah penduduk miskin di DIY tercatat pada bulan September tahun 2013 rata-rata presentasinya sebesar 15,03 persen (BPS, 2014). Ukuran garis kemiskinan yang sering digunakan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2.100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (Depsos, 2005). Catatan hasil survei terahir mengenai penduduk miskin di DIY tercatat seperti (pada Tabel 1.1).

(2)

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/ Kota di DIY Tahun 2012-2013 Kabupaten/ Kota September 2012 September 2013 Garis Kemiskinan Penduduk Miskin Garis Kemiskinan Penduduk Miskin (Rp/ kap/ bln) ∑(000) % (Rp/ kap/ bln) ∑(000) % Kulonprogo 250.854 93,2 23,62 256.945 86,5 21,39 Bantul 277.792 159,2 17,28 292.639 156,6 16,48 Gunungkidul 228.754 157,8 23,03 238.056 152,4 21,70 Sleman 281.644 118,2 10,61 297.170 110,8 9,68 Yogyakarta 333.232 37,4 9,62 353.602 35,6 8,82 DIY 270.110 565,57 15,88 303.843 541,90 15,03 Sumber: BPS, 2014

Kemiskinan merupakan alasan utama keterlibatan anak dalam usaha mencari nafkah untuk membantu pendapatan rumah tangga. Keterlibatan tenaga kerja dalam keluarga tidak hanya terbatas pada anggota keluarga dewasa (15 tahun ke atas) tetapi juga termasuk anak-anak. Mereka tidak hanya terbatas pada kegiatan di sekitar pekerjaan orang tua mereka (rumah tangga), tetapi juga memasuki berbagai pekerjaan di luar rumah tangga. Bahkan ada yang ditemui pekerjaan yang tidak untuk anak-anak dan membahayakan mereka. Dalam kehidupan sehari-hari di perkotaan terdapat berbagai jenis pekerjaan yang digeluti oleh anak-anak yang bersekolah, putus sekolah, bahkan ada yang tidak sempat bersekolah (Soeprapto, 1992).

Jumlah penduduk miskin di DIY dari tahun 2012 sampai 2013 menurun dari 15,88 persen menjadi 15,03 persen seperti (pada Tabel 1.1). Kemiskinan rumah tangga merupakan faktor pendorong terbesar anak untuk bekerja, namun DIY sebagai Kota Pariwisata mengalami peningkatan jumlah sarana/ usaha dari tahun 2007 sampai 2013 seperti (pada Gambar Grafik 1.3). Dengan bertambahnya jumlah sarana/ usaha di DIY seperti (pada Tabel 1.2) memberikan dampak terhadap pekerja anak salah satunya adalah anak-anak yang seharusnya masih dalam usia sekolah akhirnya memiliki banyak kesempatan untuk bekerja.

(3)

Jumlah Usaha dan Sarana Pariwisata di DIY Tahun 2013

Usaha/ Sarana Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta

Biro Perjalanan Wisata 4 34 6 208 247

Pramuwisata 0 62 152 196 225

Restoran dan Rumah Makan 18 134 78 277 298

Industri 20 56 40 5 770

Total 42 286 276 686 1.540

Sumber: BPS, 2014

Gambar 1.1 Grafik Perubahan Jumlah Usaha di DIY Tahun 2007-2013 Sumber: BPS, 2014

Upaya pengurangan pekerja anak di DIY telah dilaksanakan mulai tahun 2010 melalui program PPA-PKH (Program Pengurangan Pekerja Anak dalam rangka mendukung Program Keluarga Harapan). Program PPA-PKH tersebut merupakan salah satu solusi untuk mengurangi jumlah pekerja anak dan program ini didesain sebagai bagian dari PKH (Program Keluarga Harapan). Program Pengurangan Pekerja Anak juga merupakan salah satu prioritas dalam pencapaian target tujuan 1 Millenium Development Goals (MDG’s), yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Selain itu, PPA-PKH merupakan bagian dari upaya percepatan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk

(4)

Pekerjaan Terburuk untuk Anak (RAN-PBPTA) yang telah ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002.

PPA-PKH di DIY dilaksanakan mulai tahun 2010 dengan sasaran 240 anak. Sasaran untuk tahun 2011 juga sebanyak 240 anak. Pada tahun 2012 terdapat peningkatan sasaran, yaitu menjadi 390 anak. Dan sasaran untuk tahun 2013 juga berkurang menjadi 120 anak (Disnakertrans, 2013). Meskipun upaya dalam pengurangan pekerja anak di DIY telah direalisasikan namun fakta di lapangan masih terdapat anak di bawah umur bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya pengurangan pekerja anak bukanlah hal yang sederhana. Melainkan suatu permasalahan yang sulit untuk dihilangkan karena sampai saat ini pekerja anak tetap ada. Masalah ini berawal dari kemiskinan orang tua yang berimbas pada masalah pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya yang dipikul oleh anak. Data yang telah dipaparkan sebelumnya seperti (pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2) data kemiskinan di DIY dan peluang anak bekerja berdasarkan sektor usaha yang terus meningkat di DIY menandakan kemiskinan masih menjadi faktor utama seorang anak bekerja. Pengaruh tersebut juga akan memberikan gambaran bahwa seberapa besar anak-anak di DIY yang ikut bekerja untuk membantu perekonomian keluarga dan bertahan hidup.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan pekerja anak timbul karena beberapa faktor, salah satunya adalah kemiskinan. Kondisi rumah tangga yang miskin akan menyebabkan seorang anak harus bekerja. Persentase penduduk miskin di perkotaan pada September 2013 sebesar 13,73 persen mengalami kenaikan jika dibandingkan September 2012 yang besarnya mencapai 13,10. Berbeda dengan di perdesaan tingkat kemiskinan pada September 2013 sebesar 17,62 persen mengalami penururna jika dibandingkan September 2012 sebesar 21,29 persen (BPS, 2013). Selain kemiskinan ada beberapa faktor utama munculnya pekerja anak yaitu kepala rumah tangga wanita, hubungan keluarga yang bermasalah, jumlah angota keluarga, peristiwa traumatis dalam

(5)

keluarga, dan persepsi orang tua terhadap kesediaan anak untuk bekerja (Irwanto, 1996). Selain itu permasalahan pekerja anak seperti di DIY usia 10 sampai 17 tahun adalah usia sekolah dan mereka seharusnya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk sekolah daripada bekerja.

Pemanfaatan pekerja anak yang tinggal di perdesaan dengan anak yang tinggal di perkotaan akan berbeda bidang pekerjaannya. Anak-anak di perdesaan mulai bekerja sejak usia dini dan jam kerja mereka lebih panjang daripada jam kerja ladang milik keluarga atau lahan sewaan dan tidak menutup kemungkinan di dalam satu keluarga anak-anak dipekerjakan sebagai unit oleh perusahaan pertanian.

Batas usia anak yang merujuk pada Undang Undang No.20 Tahun 1999 tentang Konvensi ILO 1973/ 138/ artikel 3/ paragraph 1 menetapkan batas usia minimum diperbolehkan untuk bekerja yaitu sekitar 15 tahun. Pada kenyataannya di lapangan, masih banyak anak di bawah usia 10 tahun yang telah bekerja. Sehingga dengan adanya pekerja anak di bawah 15 tahun menjadi permasalahan karena bertolak belakang dengan keputusan ILO. Kemudian Undang-undang No.13 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjelaskan ketentuan larangan anak bekerja di bawah 18 tahun dikecualikan yang berumur 13 tahun sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Hal itu menunjukkan bahwa apabila ada anak yang bekerja di bawah umur 18 tahun dan mengalami tekanan mental yang menyebabkan perkembangan anak menjadi terganggu sudah melanggar aturan Undang-undang.

Walaupun sudah ada undang perlindungan anak dan Undang-undang ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan anak agar memberikan kebebasan anak dalam tumbuh dan berkembang, namun fenomena tersebut cukup memprihatinkan dan menjadi suatu masalah yang harus segera dicari jalan keluarnya. Dan meskipun program pengurangan pekerja anak PPA-PKH (Program Pengurangan Pekerja Anak dalam rangka mendukung Program Keluarga Harapan) sudah berjalan di DIY mulai tahun 2010 namun fakta di lapangan masih banyak ditemui anak-anak yang bekerja baik anak-anak yang bekerja tercatat pada

(6)

survei sensus maupun anak-anak yang bekerja dan tidak tercatat dalam survei sensus seperti anak jalanan, pengemis, pengamen, dan anak-anak yang dijual (human

trafficking). Terkait dengan kondisi tersebut, maka muncul pertanyaan peneliti

sebagai berikut:

1. Bagaimana distribusi dan karakteristik pekerja anak di DIY menurut kondisi demografi, sosial, ekonomi, dan jumlah jam kerja (berlebih dan tidak berlebih)?

2. Bagaimana hubungan variabel kondisi sosial dan ekonomi pekerja anak, yaitu antara jumlah jam kerja dan jumlah upah?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui distribusi dan karakteristik individu kondisi demografi, sosial, ekonomi dan jumlah jam pekerja anak di DIY menurut Kabupaten/ Kota. 2. Mengetahui hubungan variabel jumlah jam kerja pekerja anak dengan jumlah

upah pekerja anak. 1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan gambaran umum mengenai karakteristik individu pekerja anak berdasarkan kondisi demografi dan sosial ekonomi pekerja anak, jumlah jam kerja pekerja anak (berlebih dan tidak berlebih), dan karakteristik pekerja anak berdasarkan kondisi demografi dan kondisi ekonomi rumah tangga pekerja anak.

2. Memberikan informasi kepada pemerintah/ pembuat kebijakan terkait pengumpulan data mengenai karakteristik pekerja anak di DIY tahun 2013.

Gambar

Gambar 1.1 Grafik Perubahan Jumlah Usaha di DIY Tahun 2007-2013  Sumber: BPS, 2014

Referensi

Dokumen terkait

Pesta Laut Bontang Kuala adalah acara adat yang digelar sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat nelayan bontang kuala kepada Tuhan atas hasil laut yang berlimpah, serta doa

Berdasarkan kondisi permasalahan diatas dan betapa pentingnya peran auditor internal di sebuah organisasi guna menjaga keberlanjutan organisasi itu sendiri dalam

IV.6 Teknis Teknis Pelaksanaan Pelaksanaan Program Program Mahasiswa Mahasiswa Peduli Peduli Pendidikan Pendidikan (PMPP) (PMPP) Institusi pendidikan bekerjasama dengan

Sedangkan di Tiongkok, warna motif naga pada kain batik lebih memilih warna biru, karena bahan pewarna yang digunakan merupakan pewarna alami, dimana untuk memperoleh

Hasil penelitian ini memberikan kontribusi bagi standard-setters untuk me mper tim bang kan dalam penetapan standar mengenai dampak yang ditimbulkan dari suatu stan dar yang

Berdasar jenis-jenis adapter yang disajikan di atas, dikenal pula beberapa jenis layar tampilan untuk bisa dipakai bersama-sama dengan salah satu dari adapter tampilan di atas.

Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah biaya produksi,penerimaan dan keuntungan usaha pupuk organik CV Agroniaga Mandiri Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang

ANAK USIA