• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF. Available online

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSPEKTIF. Available online"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keterpilihan Perempuan

di Dewan Pewakilan Rakyat Daerah Kota Medan pada

Pemilu 2019

Factors Affecting the Election of Women in the Medan City

Regional House of Representatives in the 2019 Election

Sri Rahayu, M. Arif Nasution* & Arifin Saleh

Prodi atau Jurusan Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Indonesia

Diterima: 15 Desember 2020; Direview: 15 Desember 2020; Dipublish: 10 Mei 2021

Abstrak

Keterpilihan perempuan sebagai Anggota DPRD Kota Medan pada Pemilu 2019 masih belum sesuai harapan yaitu hanya mencapai 12% dari ketentuan minimal 30% yang telah diatur oleh Undang – Undang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi keterpilihan perempuan di Daerah Pemilihan 3 DPRD Kota Medan pada Pemilu 2019. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode penentuan sampel menggunakan rumus Slovin. Metode penarikan sampel menggunakan teknik acak stratifikasi proporsional

(startified propotional random sampling), diperoleh 100 sampel dari 192.315 populasi. Metode pengumpulan data

dilakukan dengan menyebarkan kuisioner kepada responden. Metode analisis data menggunakan regresi linear berganda dengan menggunakan software SPSS 25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin

(gender), suku (ethnicity) dan penampilan fisik (physical appearance) berpengaruh signifikan terhadap keterpilihan

perempuan di daerah pemilihan 3 DPRD Kota Medan. Berdasarkan hasil uji analisis regresi linear berganda dan uji parsial, variabel penampilan fisik (physival appearance) menjadi faktor dominan dalam meningkatkan keterpilihan perempuan dibandingkan dengan variabel jenis kelamin (gender) maupun suku (ethnicity) yaitu sebesar 0,622. Kata Kunci: Perilaku Memilih; Keterpilihan Perempuan; Pemilu 2019; Kota Medan

Abstract

The electability of women as Members of the Medan City DPRD in the 2019 Election is still not as expected, namely only reaching 12% of the minimum 30% stipulated by law. This study aims to determine what factors influence the electability of women in the Electoral District 3 DPRD Medan City in the 2019 Election. This research uses quantitative methods. The method of determining the sample using the Slovin formula. The sampling method used was proportional stratification random technique (startified proportional random sampling), obtained 100 samples from 192,315 populations. The data collection method is done by distributing questionnaires to respondents. The data analysis method used multiple linear regression using SPSS 25 software. The results showed that the variables of gender, ethnicity and physical appearance had a significant effect on women's electability in the election area 3 DPRD Medan City. Based on the results of multiple linear regression analysis tests and partial tests, the physical appearance variable (physival appearance) became the dominant factor in increasing the electability of women compared to the gender (gender) and ethnicity (ethnicity) variables which were 0.622.

Keywords: Voting Behavior; Women's Election; 2019 General Election; Medan City

How to Cite: Rahayu, S., Nasution, M.A., Saleh, A., (2021). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Keterpilihan

Perempuan Di Dewan Pewakilan Rakyat Daerah Kota Medan Pada Pemilu 2019. PERSPEKTIF, 10(2):

424-440

*Corresponding author:

(2)

PENDAHULUAN

Proses pengambilan keputusan dan proses politik sebuah negara membutuhkan partisipasi penuh perempuan dan laki-laki baik sebagai pemilih, calon, pejabat terpilih, dan penyelenggara pemilu. Gagasan bahwa politik dan kekuasaan bukan wilayah bagi perempuan adalah gagasan yang lumrah dipraktekkan selama berabad-abad, sehingga membatasi perempuan untuk tidak memasuki wilayah ini. Padahal Perempuan dan laki-laki sama kedudukannya di mata hukum sesuai dengan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara yang menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".

Perempuan selalu menjadi objek pembangunan dimana hak-hak dan kebutuhan kesejahteraan perempuan diabaikan. hal tersebut disebabkan oleh rendahnya keterlibatan perempuan pada proses pengambilan keputusan sebagai akibatnya berdampak terhadap pembangunan kesejahteraan perempuan. Kebijakan-kebijakan yang didapatkan berdasarkan proses politik tidak memihak pada kepentingan dan kebutuhan perempuan. Akhirnya yang terjadi perempuan selalu berada dalam posisi termarjinalkan (Rasyidin & Aruni, 2016).

Berbagai instrumen hukum internasional menjadi dasar tercapainya partisipasi penuh perempuan, maka banyak negara terdorong untuk ikut membuat dasar hukum guna menjamin peningkatan pemberdayaan perempuan oleh semua pihak. Melalui berbagai gerakan perempuan, banyak perkembangan positif yang sudah terjadi dan memiliki pengaruh yang lebih besar dalam menentukan nasib sebuah negara. Namun kenyataannya, posisi perempuan dalam berbagai bidang, termasuk pemerintahan belum begitu signifikan (Kusmanto, 2013; Kusmanto, 2014; Suharyanto, 2014).

Salah satu organisasi dunia yang berperan aktif dalam memajukan partisipasi politik perempuan adalah Perserikatan Antar Parlemen atau Inter Parliamentary Union (IPU). Data IPU menjelaskan bahwa kursi parlemen atau dewan perwakilan diseluruh dunia hanya diisi oleh sekitar 23,4 persen perempuan pada tahun 2017. Kurangnya

keterwakilan perempuan di parlemen merupakan tantangan bagi demokratisasi di seluruh dunia. Parlemen seharusnya mewakili semua lapisan masyarakat tetapi kenyataannya hampir semua parlemen di dunia didominasi oleh laki-laki. Diperlukan langkah-langkah tertentu guna meningkatkan keterwakilan perempuan sehingga dapat membawa andil yang besar dalam pemberdayaan perempuan (Kurniaty, 2015; Susi dan Lubis, 2015; Adela, et al., 2019).

International Institute for Democracy and Electoral Assistance /International IDEA (2002)

menyebutkan salah satu hal yang dapat meningkatkan besarnya keterlibatan perempuan dalam pemilu adalah kebijakan dan program yang disusun oleh pembuat kebijakan serta penyelenggara pemilu. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan penyelenggara pemilu wajib menyadari dan agresif mengikutsertakan gender ke dalam analisis, perencanaan, implementasi dan berinteraksi langsung dengan pemangku kepentingan lain yang terlibat pada proses kepemilu-an. Seperti kebanyakan negara di Asia, Indonesia termasuk salah satu negara yang berkembang secara bertahap dalam hal keterwakilan perempuan.

Norris dalam penelitiannya menunjukkan dari sistem pemilihan proporsional di negara-negara dengan demokrasi yang mapan, terbukti memfasilitasi perempuan untuk duduk di Parlemen dibandingkan dengan sistem pemilihan yang lain. Peluang perempuan terpilih di parlemen dengan sistem mayoritas sebesar 10,8 persen, 15,1 persen dalam sistem campuran atau semi-proporsional, dan 19,8 persen dalam sistem pemilihan proporsional (Norris, 1985). Sistem proporsional dipengaruhi oleh faktor sistemik khususnya pada proses rekrutmen didalam partai serta aturan formal maupun informal partai sehingga mempengaruhi peluang keterpilihan perempuan lebih besar (Lovenduski, Joni, & Pippa, 1993).

Sistem pemilihan berfungsi sebagai mekanisme fasilitasi, yang mempercepat implementasi langkah-langkah di dalam partai, seperti tindakan afirmatif bagi kandidat perempuan. Strategi tindakan afirmatif seperti ini juga dapat melayani minoritas politik berdasarkan perpecahan regional, linguistik, etnis atau agama, meskipun efeknya tergantung pada ukuran dan konsentrasi spasial kelompok tersebut. Dahlerup menjelaskan tentang

(3)

tindakan afirmatif atau strategi diskriminasi positif telah umum diperkenalkan melalui aturan partai untuk mempromosikan pelatihan, pendanaan atau seleksi kandidat perempuan (Drude, 1998; Darmila et al., 2019; Manurung, 2019; Ladini & Yuwanto, 2019).

Di Indonesia terkait upaya peningkatan keterwakilan perempuan dilakukan dengan cara memberikan ketentuan agar partai politik peserta Pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen di dalam mengajukan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD. Ketentuan tersebut termaktub dalam pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 bahwa “Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen“.

Pasal ini menjadi starting point dalam upaya meningkatkan keterwakilan perempuan di Parlemen. Namun penafsiran partai politik terhadap kata “dapat” menjadi sesuatu hal yang tidak wajib dalam “memperhatikan” keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen. Pemerintah berusaha mengupayakan peningkatan jumlah perempuan di Parlemen namun tidak linier dengan pengaturan sanksi terhadap partai politik peserta pemilu yang melanggar ketentuan tersebut.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menjadi dasar hukum penyelenggaraan Pemilu DPR, DPD, DPRD dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 yang diselenggarakan secara serentak. Konsekuensi kuota 30 persen keterwakilan perempuan pada setiap daerah pemilihan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2019 jika tidak terpenuhi oleh partai politik peserta pemilu maka partai tersebut dinyatakan tidak memenuhi persyaratan pengajuan bakal calon tersebut. Artinya, seluruh bakal calon dari partai politik yang bersangkutan yang berada pada setiap daerah pemilihan yang tidak memenuhi syarat 30 persen keterwakilan perempuan akan dinyatakan gugur dan tidak dapat maju mengikuti pemilu.

Selain kebijakan kuota minimal 30 persen, kemudian muncul zipper system yang sejak Pemilu 2009 sudah diterapkan. Zipper

system pada pasal 55 ayat 2 UU 10 Tahun 2008

disebutkan bahwa di dalam daftar calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam setiap 3 (tiga) bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1(satu) orang perempuan bakal calon. (Wiwi & Yuliawati, 2018) menyebutkan bahwa zipper system memaksa partai politik agar bertindak serius dalam memperbesar kesempatan keterpilihan caleg perempuan dengan cara menempatkan caleg perempuan dengan nomor urut kecil dalam pemilihan di pusat maupun di daerah.

Tabel 1 Persentase Caleg Terpilih DPR RI Berdasarkan Nomor Urut.

Periode Nomor Urut 1 (%) Nomor Urut 2 (%) Nomor Urut 3 (%) Keterangan

2009 64,9 19,3% 6,3 Terpilih Nomor Urut 1 – 3 sebanyak 90%

2014 62,2 16,9 4,4 Terpilih Nomor Urut 1 – 3 sebanyak 83%

Sumber: Juwita Hayyuning Prastiwi, Jurnal Wacana Politik, 2018.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada Pemilu 2009 dan 2014, unsur nomor urut tetap memengaruhi peluang keterpilihan caleg perempuan. Faktanya bahwa caleg perempuan berada pada nomor urut tiga sedangkan caleg laki-laki mendominasi nomor urut satu. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dikutip dari medcom.id juga mengatakan bahwa keterpilihan perempuan pada Pemilu 2019 terganjal oleh proses internal partai politik yang menempatkan caleg perempuan

tersebar di nomor urut tiga, lima dan enam. Tidak dapat dipungkiri bahwa dibutuhkan inisiatif partai dalam meningkatkan peluang keterpilihan peremuan melalui penempatan nomor urut kecil dibawah zipper system.

Walaupun sudah diatur dalam Undang-Undang namun catatan faktual menunjukkan proporsi anggota legislatif perempuan yang terpilih gagal mencapai kuota 30% pada Pemilu 2014. Proporsi itu justru mengalami penurunan dari 18,03% pada 2009 menjadi 17,32% di 2014. Padahal, kandidat perempuan

(4)

yang mencalonkan diri dan masuk dalam daftar pemilih dari parpol mengalami peningkatan dari 34,59% tahun 2009 menjadi 37,34% pada 2014. Sedangkan Pemilu yang baru saja berlalu, kandidat perempuan mengalami peningkatan dari 37,34% menjadi 38,26% serta keterpilihan perempuan di DPR RI juga mengalami

peningkatan menjadi 20.5%. Komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi dikutip dari cnnindonesia.com mengatakan bahwa keterwakilan perempuan di DPR RI menjadi yang tertinggi sepanjang pemilu pasca reformasi. Seperti yang terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 2. Keterwakilan Perempuan Di DPR

Tahun Pemilihan Kandidat Perempuan (%) Keterpilihan (%)

2004 32,32 11,09

2009 34,59 18,03

2014 37,34 17,32

2019 38,26 20,5

Sumber: Data diolah, 2019.

Tak jauh berbeda jumlah perempuan di tingkat DPR dan DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Kota Medan juga mengalami hal serupa. Pada Pemilu Tahun 2009, jumlah perempuan yang duduk di DPRD Kota Medan sebanyak 4 orang

yaitu mencapai 8%. Tahun 2014 menurun menjadi 3 orang yaitu mencapai 6%. Sedangkan pemilihan di tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi 6 orang atau 12%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Jumlah Anggota DPRD kota Medan Periode 2009 – 2019

Tahun Pemilihan Jumlah Kursi Jenis Kelamin

Laki-Laki % Perempuan

2009 50 46 4

2014 50 47 3

2019 50 44 6

Sumber: Data KPU Medan diolah, 2019.

Padahal partai politik peserta Pemilu Tahun 2019 di Kota Medan memenuhi persyaratan dalam pencalonan keterwakilan perempuan, bahkan melebihi dari ketentuan kuota yang ditetapkan yaitu sebesar 30%. Ketua KPU Medan yang dikutip dari www.medanbisnisdaily.com mengatakan dari 729 caleg, 475 laki-laki dan 254 lainnya perempuan dengan persentase rata-rata kuota perempuan 34%. Namun keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan jauh dari apa yang diharapkan, seperti yang terlihat pada tabel berikut.

Persentase kandidat perempuan terbanyak diraih oleh Partai Demokrat yakni mencapai 38%. Kemudian diikuti oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebanyak 36,73%. Sedangkan Partai Garuda mencalonkan kandidat perempuan hingga mencapai 36,36 %. Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia (PKPI) menyusul dengan persentase sebanyak 36%.

Partai Persatuan Indonesia (Perindo) sebanyak 34,69% diikuti oleh Partai yang lain

dengan pesrsentase 34%. Walaupun Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hanya mencapai 33,33% yang merupakan Partai dengan persentase terendah, namun tetap memenuhi syarat minimal 30% keterwakilan perempuan. Sementara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak mengajukan daftar calon anggota legislatif baik laki-laki maupun perempuan disebabkan kesalahan teknis internal partai. Pernyataan Divisi Teknis Penyelenggara Pemilu KPU Kota Medan Pandapotan Tamba seperti yang dilansir dari medan.tribunnews.com mengatakan bahwa ketidasiapan PKB dalam melengkapi berkas membuat PKB gugur dalam proses pencalonan anggota DPRD Kota Medan periode 2019 – 2024.

Jumlah pemilih perempuan pada Pemilu 2019 di Kota Medan lebih dari separuh jumlah data pemilih yang telah ditetapkan oleh KPU Kota Medan. Begitu juga halnya dengan jumlah pemilih perempuan yang menggunakan hak suaranya pada saat hari pemilihan. Namun jumlah partisipasi perempuan tersebut tidak

(5)

memengaruhi jumlah keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan secara signifikan.

Tabel 4. Jumlah Persentase Pemilih Tahun 2019 di Kota Medan

Kabupaten/

Kota Tahun Pemilihan

Persentase Partisipasi (%)

Laki-Laki Perempuan Kota Medan 2019 70,70 76,52

Sumber: KPU Kota Medan, 2019.

Murdiono menyatakan pelibatan perempuan sebagai pengambil kebijakan khususnya dapat mengatasi permasalahan terkait isu perempuan dan anak ataupun lingkungan sosial yang menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Murdiono, 2009). Dimana perempuan memiliki perspektif yang luas dan berbeda serta lebih berpengalaman dibandingkan laki-laki. Keterpilihan 6 (enam) orang kandidat perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilu 2019 tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang memengaruhi keterpilihan calon/kandidat perempuan oleh masyarakat (pemilih) khususnya pemilih perempuan.

Gender menurut (Lawless & Jennifer L.,

2009) dimaknai sebagai konstruksi sosial dalam suatu Negara yang dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, budaya, ekonomi, agama maupun lingkungan etnis. Politik dan kegiatan politik masih dianggap sebagai domain laki-laki dan dengan demikian, mengesampingkan perempuan. Feminitas menempatkan perempuan keluar serta mengusir mereka dari konteks politik. Sedangkan pemilih menganggap politik sebagai domain maskulin. Pemilih lebih memilih sifat maskulin yang ada pada kandidat untuk menjalankan jabatan politik tertentu. Berbanding terbalik terhadap kandidat perempuan yang mengalami diskriminasi dalam memasuki dunia politik (Smith J, Paul D, & Paul R, 2007). Perempuan dinilai, tidak tertarik dan kurang efektif pada pemilihan di Amerika Serikat. Hal ini dapat mengancam tradisi demokrasi dan pembangunan berkelanjutan di negara mana pun (Verba S, Burns N, & Schlozman KL , 1997). Representasi perempuan diperlukan untuk memprioritaskan isu perempuan yang mampu melahirkan kebijakan sensitif gender. Jadi representasi perempuan tak hanya sekedar menyeimbangkan jumlah kandidat di Parlemen (gender balance). Menganggap bahwa

perempuan secara umum dianggap kurang kompeten daripada laki-laki, setidaknya beberapa masalah kebijakan, yang mungkin membuat pemilih cenderung memilih mereka (Huddy, L & Terkildsen, N, 1993).

Partisipasi perempuan merupakan salah satu indikator penting dalam sistem demokrasi. Kehadiran perempuan dalam dunia politik menunjukkan adanya pengakuan terhadap eksistensi dan kepentingan perempuan sebagai warga negara. Selain itu jumlah perempuan merupakan setengah dari populasi sebuah negara. Demi terwujudnya demokrasi yang inklusif, menurut kehadiran perempuan di parlemen akan mendorong perempuan lain untuk terlibat dalam politik, mencapai kesetaraan gender, memperjuangkan kepentingan perempuan, dan memberikan warna yang berbeda dalam politik. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik meneliti tentang faktor-faktor yang memengaruhi keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilu 2019.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dengan pendekatan kuantitatif yang dilakukan di Daerah Pemiilihan/Dapil III Kota Medan yang terdiri dari Kecamatan Medan Tembung, Kecamatan Medan Perjuangan dan Kecamatan Medan Timur. Pertimbangan pemilihan dapil tersebut dikarenakan Dapil III menjadi salah satu daerah pemilihan dengan keterpilihan perempuan sebagai anggota DPRD Kota Medan lebih banyak dibanding Dapil yang lain yaitu sebanyak 2 (dua) orang.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pemilih di Dapil III berdasarkan data dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU Kota Medan yaitu sebanyak 192.315 pemilih yang menggunakan suaranya dengan rincian sebagai berikut:

(6)

Tabel 5. Jumlah Pemilih di Dapil III berdasarkan data DPT KPU Kota Medan pada Pemilu 2019

Kecamatan Jumlah Pemilih

MEDAN TEMBUNG 73.118 MEDAN PERJUANGAN 56.118 MEDAN TIMUR 63.079

Jumlah 192.315

Sumber: KPU Kota Medan, 2019 Berdasarkan Tabel 5, jumlah populasi penelitian ini adalah 192.315 orang. Maka penentuan jumlah sampel yang dijadikan responden dengan menggunakan rumus Slovin dengan nilai e sebesar 10%, diperoleh nilai maka jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 100 responden.

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan Teknik acak stratifikasi proporsional (stratified

proportional random sampling) dimana

sebelum sampel diambil dari populasi, peneliti melakukan stratifikasi populasi terlebih dahulu berdasarkan karakteristik tertentu.

Instrumen penelitian angket atau kuisioner yang berupa pernyataan-pernyataan yang relevan dengan variabel penelitian. Pernyataan dalam angket atau kuisioner menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, maupun persepsi seseorang atau kelompok tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2014).

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) variabel, yaitu variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat). Variabel independen (X) adalah variabel yang memengaruhi secara postif maupun negatif terhadap variabel dependen. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Jenis Kelamin (Gender)/X1, Suku (Etnicity)/X2 dan Penampilan Fisik (Physical Appearance)/X3. Variabel dependen (Y) adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilu 2019.

Analisis data menggunakan uji statistik dengan validitas dilakukan terhadap 30 responden di luar sampel yang akan diteliti menggunakan Software SPSS 25 for Windows. Kemudian uji reliable yaitu Pertanyaan yang sudah valid baru secara bersama-sama diukur reliabilitasnya. Uji asumsi klasik analisis

tersebut dengan menggunakan paket program

SPSS. Analisis data dilakukan dengan bantuan

Metode Regresi Linear Berganda, tetapi sebelum melakukan analisis regresi linear berganda digunakan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas.

Data uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel bebas dan variabel terikat keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Ghozali, 2011). Mendeteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normal P-P Plot.

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Multikolinearitas menunjukkan bahwa antara variabel independen memiliki korelasi yang sangat kuat.

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Uji hipotesis penelitian, Penelitian ini terdiri dari tiga hipotesis yang diuji dengan analisis regresi linear berganda yaitu untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Pengujian hipotesis dengan analisis regresi linear berganda ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahapan pengujian secara parsial (uji statistik t), pengujian secara simultan (uji statistik F) dan pengujian koefisien determinasi (R2) dengan menggunakan software SPSS

(Statistical Package for Social Science)

Analisis regresi linear berganda (multiple

regression) untuk menguji hipotesis yang

diajukan. Adapun model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian melalui tiga tahapan pengujian sebagai berikut:

(7)

Uji Statistik t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh masing-masing (secara parsial) variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y).

Hipotesis untuk uji statistik t adalah sebagai berikut:

H0: β = 0, Jenis Kelamin/Gender, Suku/Etnicity, dan Penampilan Fisik/Physical

Appearance tidak berpengaruh secara parsial

terhadap keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilu Tahun 2019.

Ha: β ≠ 0, Jenis Kelamin/Gender, Suku/Etnicity, dan Penampilan Fisik/Physical

Appearance berpengaruh secara parsial

terhadap keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilu Tahun 2019.

Kriteria pengambilan keputusan atas hasil uji statistik t adalah:

- Jika thitung < ttabel dan (Sig) > α = 0,05 maka,

H0 diterima (tidak berpengaruh).

- Jika thitung>ttabel dan (Sig) < α = 0,05, maka Ha

diterima (berpengaruh).

Uji Statistik F dilakukan untuk melihat apakah variabel independen (X) secara bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Y).Hipotesis untuk uji statistik F adalah sebagai berikut:

H0: β = 0, Jenis Kelamin/Gender,

Suku/Etnicity, dan Penampilan Fisik/Physical

Appearance tidak berpengaruh secara simultan

terhadap keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilu Tahun 2019.

Ha: β ≠ 0, Jenis Kelamin/Gender,

Suku/Etnicity, dan Penampilan Fisik/Physical

Appearance berpengaruh secara simultan

terhadap keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilu Tahun 2019.

Uji F dengan α (alpha) 5% dengan kriteria sebagai berikut:

- Jika Fhitung > Ftabel maka hipotesis 1 yang

diajukan dapat diterima.

- Jika Fhitung < Ftabel maka hipotesis 1 yang

diajukan ditolak.

Uji koefisien determinasi (R2) merupakan kemampuan variabel-variabel bebas dalam menerangkan variabel tidak bebas yang diukur dengan besarnya koefisien determinasi. Rumus:

Dimana :

R2 = koefisien determinasi

r = korelasi parsial

R2 mengukur besarnya jumlah reduksi

dalam variabel terikat yang diperoleh dari penggunaan variabel bebas. R2 mempunyai

nilai antara 0 sampai 1 atau (0 < R² < 1). R2 yang

digunakan adalah nilai adjusted R2 yang

merupakan

R2 yang telah disesuaikan. Adjusted R2

merupakan indikator untuk mengetahui pengaruh penambahan suatu variabel independen ke dalam persamaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilihan Umum Tahun 2019.

Pemilihan Umum Tahun 2019 yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 kemarin dapat dikatakan baik dan lancar. Khususnya Kota Medan tingkat partisipasi pemilih untuk pemilihan DPRD Kota Medan sebesar 73,67% seperti yang diuraikan oleh Komisioner KPU Kota Medan Edy Suhartono yang dikutip dari laman kpud-medankota.go.id. Keterwakilan perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilu yang lalu cenderung meningkat bila dibandingkan dengan Pemilu Tahun 2014. Perbandingannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Keterpilihan Perempuan di DPRD Kota Medan Periode 2014 - 2019

No. Daerah Pemilihan Nama Calon Terpilih Partai Politik Suara Sah

1 Dapil I - -

-2 Dapil II - -

-3 Dapil III Dame Duma Sari Hutagalung Gerindra 4.816

4 Ratna Sitepu Hanura 3.893

5 Dapil IV Modesta Parpaung Golkar 3.535

6 Hj. Hamidah PPP 2.137

7 Dapil V Umi Kalsum PDIP 3.732

Sumber: KPU Kota Medan Tahun 2014

(8)

Tabel 7. Keterpilihan Perempuan di DPRD Kota Medan Periode 2019 - 2024 No. Daerah Pemilihan Nama Calon Terpilih Partai Politik Suara Sah

1 Dapil I Dame Duma Sari Hutagalung Gerindra 5.250

2 Dapil II Margaret MS PDIP 8.737

3 Siti Suciati, SH Gerindra 5.318

4 Dapil III Netti Yuniati Gerindra 5.120

5 Modesta Marpaung Golkar 6.622

6 Dapil IV - -

-7 Dapil V Dhiyaul Hayati, S.Ag., M.Pd PKS 8.843 Sumber: KPU Kota Medan Tahun 2019

Tabel 6 dan 7 menunjukkan bahwa dari hasil Pemilu pada dua periode diatas, terjadi peningkatan jumlah perempuan di DPRD Kota Medan atau peningkatan sebesar 2% dari Pemilu 2014. Terlihat adanya perkembangan jumlah keterwakilan perempuan di DPRD Kota medan walaupun pada dasarnya mencapai kuota yang ditetapkan yaitu sebesar 30%. Keterpilihan perempuan di DPRD tentunya memiliki dampak terhadap pembangunan serta pelayanan sosial di masyarakat.

Menurut (Asmaeny, 2013.) kurangnya keterwakilan perempuan di sektor publik dipengaruhi oleh masih kuatnya peran dan pembagian gender antara laki-laki dan perempuan sehingga membatasi perempuan sekaligus menghambat peran perempuan di bidang kepemimpinan dan pembuat kebijakan. Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif sangat diperlukan untuk mendorong kebijakan yang memiliki nuansa perspektif gender.

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Gambar 1 berikut: Gambar 1 Karakteristik Responden Berdasakan

Jenis kelamin

Sumber: Hasil olahan, 2020.

Pada Gambar 1 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dari 100 responden, yang berjenis kelamin perempuan yaitu 62,00 % dan berjenis kelamin laki-laki yaitu 38,00%. Ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki.

Karakteristik responden berdasarkan usia disajikan dalam Gambar 2 berikut:

Gambar 2 Karakteristik Responden Berdasakan Usia 0 20 40 60 80 38 62 38.00% 62.00% Jumlah Responden Persentase

(9)

Sumber: Hasil olahan, 2020.

Gambar 2 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan usia, responden berumur 17-24 tahun sebanyak 18 %, yang berumur 25-34 tahun sebanyak 40%, yang berumur 35-44 tahun sebanyak 30%, yang berumur 45-54 tahun sebanyak 12 orang dan tidak ada responden yang berumur diatas 55 tahun. Ini menunjukkan bahwa dalam pemilihan calon anggota DPRD khususnya di Dapil III Kota Medan pada 2019 didominasi oleh pemilih yang berumur dibawah 44 tahun.

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan disajikan dalam Gambar 4.6 berikut:

Gambar 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan.

Sumber: Hasil olahan, 2020.

Pada Gambar 3 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan pekerjaan yaitu 11% responden merupakan PNS, 18% responden bekerja sebagai karyawan swasta, 6% responden bekerja sebagai guru non PNS, 5% responden bekerja sebagai pegawai BUMN/BUMD, 13% responden merupakan mahasiswa/ pelajar yang telah memiliki umur diatas 17 tahun dan 47% bekerja pada

pekerjaan lainnya seperti buruh, wiraswasta, dll.

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan disajikan dalam Gambar 4 berikut:

Gambar 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Sumber: Hasil olahan, 2020.

Gambar 4 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan pendidikan mayoritas berpendidikan sarjana (S1) yaitu 53%, 29% responden tamatan SMA, 9% responden tamatan Diploma I/II/III dan 9% responden berpendidikan strata 2 (S2). Ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini adalah pemilih yang memiliki pendidikan yang dikategortikan tinggi yang mampu memutuskan pilihannya dengan baik pada pemilihan calon anggota DPRD khususnya di Dapil III Kota Medan tahun 2019.

Karakteristik responden berdasarkan agama disajikan dalam Gambar 4.8 berikut:

Gambar 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama

Sumber: Hasil olahan, 2020.

Gambar 5 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan agama mayoritas responden yang menjadi sampel penelitian ini

0 5 10 15 20 25 30 35 40 18 40 30 12 0 18% 40% 30% 12% 0% Jumlah Responden Persentase 0 10 20 30 40 50 11 18 6 5 13 47 11%18% 6% 5% 13% 47% Jumlah Responden Persentase 0 10 20 30 40 50 60 29 9 53 9 0 29% 9% 53% 9% 0% JumlahResponden Persentase 0 20 40 60 80 100 91 6 2 1 0 0 91%6% 2% 1% 0% 0% Jumlah Responden Persentase

(10)

adalah beragama islam sebanyak 91% dan hanya 9% responden beragama kristen, buddha, hindu.

Pengujian tabel silang dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

hubungan atau tingkat toleran karakteristik terhadap keputusan responden dalam memilih calon anggota DPRD khususnya di Dapil III Kota Medan tahun 2019.

Tabel. 8 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Keterpilihan Perempuan

Pilihan Calon Anggota DPRD Kota Medan Tahun 2019

Total Tidak Memilih \Calon

Anggota DPRD Perempuan Memilih Calon Anggota DPRD Perempuan Jenis_Kelami

n Perempuan Laki-laki 15 32 47 6 62 38

Total 47 53 100

Sumber: Hasil olahan SPSS 25, 2020

Tabel 8 menjelaskan bahwa responden pada penelitian ini terdiri dari 62 orang berjenis kelamin perempuan dan 38 orang berjenis kelamin laki-laki. Pada pemilihan calon anggota DPRD Kota Medan Tahun 2019 dari 62 responden berjenis kelamin perempuan, 47 responden memutuskan memilih calon anggota DPRD kota medan berjenis kelamin perempuan dan 15 responden memilih calon anggota DPRD Kota Medan berjenis kelamin laki-laki. Demikian juga dengan responden berjenis kelamin laki-laki dimana dari 38 responden laki-laki hanya 6 orang yang memilih calon

anggota DPRD Kota Medan berjenis kelamin perempuan, 32 respondennya memilih sebaliknya yaitu calon anggota DPRD Kota Medan berjenis kelamin laki-laki. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa jenis kelamin berhubungan terbalik dengan keterpilihan perempuan dalam pemilihan calon anggota DPRD Kota Medan Tahun 2019.

Untuk melihat hubungan antara jenis kelamin dengan terpilihnya calon anggota DPRD khususnya di Dapil III Kota Medan maka dapat dijelaskan berikut ini dalam Tabel 9: Tabel 9 Hubungan Usia terhadap Keterpilihan Perempuan

Pilihan Calon Anggota DPRD Kota Medan Tahun 2019

Total Tidak Memilih Calon Anggota

DPRD Perempuan Memilih Perempuan Calon Anggota DPRD

Usia 17-24 Tahun 7 11 18

25-34 Tahun 15 25 40

35-44 Tahun 19 11 30

45-54 Tahun 6 6 12

Total 47 53 100

Sumber: Hasil olahan SPSS 25, 2020. Tabel 9 menjelaskan hubungan antara usia responden dengan keterpilihan perempuan dalam pemilihan calon anggota DPRD khususnya di Dapil III Kota Medan Tahun 2019 dimana responden yang berumur kisaran 25-34 yang memilih calon anggota DPRD perempuan yang paling banyak yaitu sebanyak 25 responden. Lainnya terdiri dari 11 orang usia 17-24 tahun, 11 orang usia 34-44 tahun

dan 6 orang usia 45-54 tahun. Ini menunjukkan bahwa seluruh kategori usia memilih calon anggota DPRD perempuan meskipun didominasi oleh umur 25-34 Tahun.

Untuk melihat hubungan antara pekerjaan dengan terpilihnya calon anggota DPRD khususnya di Dapil III Kota Medan maka dapat dijelaskan berikut ini dalam Tabel 10:

Tabel 10 Hubungan Pekerjaan terhadap Keterpilihan Perempuan

Pilihan Calon Anggota DPRD Kota Medan Tahun 2019 Total Tidak Memilih Calon

Anggota DPRD Perempuan Memilih Calon Anggota DPRD Perempuan

(11)

Karyawan Swasta 8 10 18 Guru 3 3 6 Pegawai BUMN/BUMD 3 2 5 Mahasiswa/Pelajar 7 6 13 Lainnya 22 25 47 Total 47 53 100

Sumber: Hasil olahan SPSS 25, 2020.

Tabel 10 menjelaskan bagaimana hubungan antara pekerjaan responden dengan keterpilihan perempuan. Dari data diatas dapat dilihat bahwa dari 100 responden yang mendominasi pilihannya calon anggota DPRD perempuan yaitu yang memiliki pekerjaan lainnya seperti petani, wiraswasta, dll. Sedangkan jenis pekerjaan lain yang memilih

calon anggota DPRD perempuan, PNS berjumlah 7 orang, karyawan swasta 10 orang, guru non PNS 3 orang, pegawai BUMN/BUMD 2 orang, mahasiswa/pelajar 6 orang.

Untuk melihat hubungan antara pendidikan dengan terpilihnya calon anggota DPRD khususnya di Dapil III Kota Medan maka dapat dijelaskan berikut ini dalam Tabel 11: Tabel 11 Hubungan Pendidikan terhadap Keterpilihan Perempuan

Sumber: Hasil olahan SPSS 25, 2020.

Tabel 11 menjelaskan bagaimana hubungan antara pendidikan responden dengan keterpilihan perempuan di pemilihan DPRD khususnya di Dapil III Kota Medan Tahun 2019. Tabel tersebut menunjukkan bahwa pendidikan paling banyak memilih calon perempuan yaitu yang berpendidikan sarjana (S1) sebanyak 25 orang. Tabel 4.14 juga dapat menjelaskan tingkat pendidikan yang memilih calon perempuan paling banyak yaitu tingkat pendidikan SMA dan Diploma I/II/III walaupun selisihnya hanya sedikit.

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), nilai standar deviasi, dan varians dari variabel suku (Etnicity), penampilan fisik (physical appearance) dan keterpilihan perempuan.

Gambar 6 Diagram Rata-Rata skor Jawaban Responden Atas Variabel Suku (Etnicity)

Sumber: Hasil olahan SPSS 25, 2020

Berdasarkan Gambar 6 dapat disimpulkan bahwa responden di Dapil III Kota Medan secara keseluruhan setuju bahwasannya suku (etnicity) dapat memengaruhi keputusan dalam menentukan pilihan dalam pemilihan calon anggota DPRD Kota Medan, hal ini dapat dilihat berdasarkan dari total rata-rata skor sebesar 3,28 artinya berada pada kategori setuju.

Dari 8 (delapan) pernyataan/pertanyaan, 6 diantaranya jawaban responden sering

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 Total Scor 8. Merekomendasikan… 7. Memilih calon… 6. Meyakini calon… 5. Meyakini calon… 4. Merekomendasikan… 3. Memilih calon… 2. Meyakini calon… 1. Meyakini calon… 3.28 2.94 2.85 3.02 2.98 3.63 3.46 3.82 3.53 Rata-rata Skor Jawaban Responden

Pilihan Calon Anggota DPRD Kota Medan Tahun 2019

Total Tidak Memilih Calon Anggota DPRD

Perempuan Memilih Calon Anggota DPRD Perempuan

Pendidikan SMA 11 18 29

Diploma I/II/III 3 6 9

S1 28 25 53

S2 5 4 9

(12)

muncul setuju dan 2 jawaban sering muncul tidak setuju. Dari penjelasan sebelumnya yaitu pada pernyataan/pertanyaan yang meyakini calon anggota DPRD yang memiliki kesamaan marga/suku pilihan yang terbaik jika dilihat secara rata-rata responden menjawab ragu-ragu dengan pernyataan/ pertanyaan tersebut tetapi secara jawaban yang sering muncul responden sebaliknya setuju bahwa calon anggota yang memiliki marga/ suku yang sama adalah pilihan terbaik.

Gambar 7 Diagram Rata-Rata Skor Jawaban Responden Atas Variabel Penampilan Fisik

(Physical Appearance)

Sumber: Hasil olahan SPSS 25, 2020.

Berdasarkan gambar 7 dapat disimpulkan bahwa responden di Dapil III Kota Medan secara keseluruhan setuju bahwa penampilan fisik (physical appearance) mampu memengaruhi keputusan dalam menentukan calon anggota DPRD Kota Medan, hal ini dapat dilihat berdasarkan dari total rata-rata skor sebesar 3,67 artinya berada pada kategori setuju.

Gambar 8 Diagram Rata-Rata skor Jawaban Responden Atas Variabel Keterpilihan

Perempuan

Sumber: Hasil olahan, SPSS 25, 2020.

Berdasarkan Gambar 8 dapat disimpulkan bahwa responden di dapil III Kota Medan secara keseluruhan menyetujui bahwa calon anggota DPRD perempuan layak diberikan kesempatan untuk berkiprah di dunia politik dengan segala harapan yang telah diberikan oleh para warga yaitu kiranya calon anggota DPRD perempuan mampu membawa perubahan, menampung aspirasi perempuan, meningkatkan harkat dan martabat perempuan, dan menurunkan tingkat korupsi di Kota Medan.

Berdasarkan hasil uji statistik analisis regresi linear berganda, dan uji parsial (uji statistik t) dapat disimpulkan bahwa variabel jenis kelamin (gender) dalam model penelitian ini memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap keterpilihan perempuan pada pemilihan calon anggota DPRD di Dapil III Kota Medan Tahun 2019, Berdasarkan uji analisis regresi linear berganda nilai koefisien jenis kelamin (gender) bernilai negatif yaitu -0,131 sehingga dapat diketahui bahwa jenis kelamin (gender) memiliki pengaruh yang negatif terhadap keterpilihan perempuan. Kemudian berdasarkan nilai signifikansi jenis kelamin (gender) sebesar 0,039 yang lebih kecil dari 0,05 (Sig. < α) dan nilai thitung 2.090 > nilai

ttabel1,983.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa jenis kelamin (gender) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap keterpilihan perempuan pada pemilihan calon anggota DPRD Kota Medan Pemilihan Umum Tahun 2019 artinya, semakin tinggi tingkat partisipasi pemilih laki-laki maka akan menurunkan kesempatan terpilihnya calon anggota DPRD

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Total Scor 8. Menyukai calon… 7. Menyukai calon… 6. Calon anggota DPRD… 5. Memilih calon anggota… 4. Calon anggota DPRD… 3. Memilih calon anggota… 2. Menyukai calon… 1. Calon anggota DPRD… 3.67 2.85 2.99 3.61 4.37 4.48 3.29 4.12 3.68

Rata-rata Skor

Jawaban Responden

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 Total Scor 8. Calon anggota DPRD… 7. Merekomendasikan… 6. Calon anggota DPRD… 5. Calon anggota DPRD… 4. Anggota DPRD… 3. Perempuan boleh… 2. Faktor jenis kelamin… 1. Kesempatan yang… 3.90 3.71 4.12 3.38 3.96 4.01 4.46 3.09 4.44

Rata-rata Skor

Jawaban Responden

(13)

perempuan di Kota Medan dan sebaliknya semakin tinggi tingkat partisipasi pemilih perempuan maka akan meningkatkan dan hanya 15 orang (24,2%) responden perempuan memilih calon anggota kesempatan terpilihnya calon anggota DPRD perempuan di Kota Medan.

Hasil penenlitian ini juga didukung oleh hasil deskriptif dimana dijelaskan bahwa dari 38 orang pemilih laki-laki yang menjadi responden sebanyak 32 orang (84,2%) memilih calon anggota DPRD laki-laki dan hanya 6 orang (15,7%) responden laki-laki yang memilih calon anggota DPRD perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemilih laki-laki belum yakin perempuan untuk menduduki anggota DPRD Kota Medan. Berbanding terbalik dengan pemilih perempuan dimana dari 62 orang pemilih perempuan yang menjadi responden sebanyak 47 orang (75,8%) memilih calon anggota DPRD perempuan DPRD laki-laki.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis kelamin berhubungan terbalik dengan keterpilihan perempuan dalam pemilihan calon anggota DPRD Kota Medan Tahun 2019. Artinya pemilih laki-laki lebih yakin dengan calon anggota DPRD laki-laki dibandingkan dengan calon anggota DPRD perempuan. Adapun beberapa pemilih laki-laki memilih calon anggota DPRD perempuan disebabkan oleh faktor lain seperti karena kesamaan daerah, kesamaan suku, marga dan diakibatkan hubungan saudara. Sedangkan pemilih perempuan di Dapil III Kota Medan lebih yakin dengan dengan calon anggota DPRD perempuan dibandingkan dengan calon anggota DPRD laki-laki. Adapun beberapa pemilih perempuan memilih calon anggota DPRD laki-laki disebabkan oleh faktor lain seperti karena kesamaan daerah, kesamaan suku, marga, hubungan saudara dan agama.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang bahwa pemilih Indonesia berusia muda cenderung lebih memilih kandidat laki-laki dibandingkan kandidat perempuan. Penelitian ini juga menemukan bahwa pemilih muda maupun pemilih yang non-muda tidak memiliki perbedaan secara signifikan dalam perilaku memilih dalam memilih kandidat laki-laki untuk mewakili konstituen karena dipengaruhi oleh stereotip gender.

Gender adalah sebutan yang digunakan untuk membedakan antara laki-laki dan

perempuan yang berdasarkan pada aspek sosialkultural. Gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksikan secara social maupun cultural. Misalnya secara umum perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan sedangkan laki-laki dikenal kuat, rasional, jantan dan perkasa (Mansour, 1999).

Sifat dan ciri-ciri tersebut sering dihubungkan kedalam dunia politik yang berdampak munculnya ketidakadilan antara kelompok laki-laki dengan perempuan. Seperti kelompok perempuan menjadi pihak yang paling dirugikan dengan keberadaan nilai tersebut dan tidak jarang kelompok perempuan berhadapan dengan peran ganda saat menjalankan kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut akan semakin mempersempit gerak perempuan dalam dunia patriarki yaitu budaya yang meninggikan derajad laki-laki dan menyatakan bahwa perempuan adalah kelompok lemah yang harus selalu dibawah perlindungan kaum laki-laki.

Jika hal tersebut dikaitkan kedunia politik maka tak jarang pemilih laki-laki hanya memilih calon laki-laki dengan alasan bahwa perempuan adalah kelompok yang lemah yang selalu dibawah perlindungan kaum perempuan. Sedangkan pemilih perempuan berbagi pilihan, ada yang memilih laki-laki ada yang memilih perempuan dengan tujuan agar dapat menampung aspirasi para perempuan.

Hal ini juga sebanding dengan jumlah pemilih di Dapil III dimana jumlah pemilih perempuan sebesar 127.642 orang (51,3%) lebih besar dari jumlah pemilih laki laki sebesar 121.012 orang (48,6%). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang menemukann pengaruh negatif yang berarti jika semakin banyak pemilih laki-laki maka keterpilihan perempuan akan semakin kecil sebaliknya jika jumlah pemilih perempuan semakin besar maka keterpilihan perempuan akan semakin besar. Dari hasil tersebut juga terbukti dengan jumlah pemilih perempuan yang lebih besar di Dapil 3 maka jumlah calon yang terpilih sebanyak 2 orang.

Berdasarkan hasil uji statistik analisis regresi linear berganda, dan uji parsial (uji statistik t) dapat disimpulkan bahwa variabel suku (etnicity) dalam model penelitian ini memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keterpilihan perempuan,

(14)

berdasarkan uji analisis regresi linear berganda nilai koefisien variabel suku (etnicity) bernilai positif yaitu 0,223 sehingga dapat diketahui bahwa suku (etnicity) memiliki pengaruh yang positif terhadap keterpilihan perempuan. Kemudian berdasarkan nilai signifikansi suku (ethnicity) sebesar 0,003 yang lebih kecil dari 0,05 (Sig. < α) dan nilai thitung 3,030 > nilai

ttabel1,986.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa suku (ethnicity) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterpilihan perempuan pada pemilihan calon anggota DPRD di Dapil III Kota Medan Pemilihan Umum Tahun 2019, artinya jika masyarakat dan calon DPRD perempuan memiliki asal daerah yang sama dan memiliki marga yang sama maka akan mampu meningkat kesempatan terpilihnya calon anggota DPRD perempuan di Kota Medan.

Kesamaan suku (etnicity) menjadi salah satu yang penting untuk pemilih dalam menentukan keputusan pemilihan calon anggota DPRD di Dapil III Kota Medan. Dengan menggunakan 2 (dua) indikator dalam menentukan pengaruh suku (etnicity) terhadap keterpilihan perempuan yaitu menggunakan indikator (1) marga/suku, (2) asal daerah. Dari kedua indikator tersebut yang paling dominan memengaruhi keputusan pemilih dalam menentukan pilihannya adalah indikator yang kedua yaitu asal daerah. Dari 4 (empat) pernyataan yang dikembangkan dari indikator asal daerah responden rata-rata setuju dengan pernyataan calon yang berasal dari daerah pemilih adalan pilihan terbaik, akan membawa perubahan dan akan memilih calon tersebut serta merekomendasikannya.

Hasil tersebut mengindikasikan kepercayaan pemilih terhadap calon yang memiliki asal daerah yang sama dengan harapan calon tersebut akan mampu membawa perubahan di daerah pemilih kearah yang lebih maju. Selain itu pemilih juga akan merasa bangga jika dari daerah pemilih ada yang diamanahkan menjadi anggota DPRD yang akan menampung aspirasi daerah mereka.

Indikator kesamaan suku dan marga dari 4 (empat) pernyataan hanya 1 pernyataan yang rata-rata responden menyetujuinya yaitu calon yang memiliki suku/marga yang sama akan membawa perubahan sedangkan 3 (tiga) pernyataan masih dianggap ragu-ragu. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat yakin bahwa calon yang memiliki kesamaan

suku/ marga akan membawa perubahan tetapi pemilih masih ragu mengakui bahwa calon tersebut adalah pilihan terbaik sehingga pemilih merasa ragu-ragu untuk memilih serta merekomendasikannya. Hal tersebut terjadi bisa diakibatkan oleh faktor-faktor lain, dengan temuan strategi etnis dapat mempermudah dalam hal melakukan kampanye karena akan mempermudah pemahaman mayarakat (Ammar, 2016).

Penelitian ini mendukung faktor kelas sosial, yang meliputi pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan; agama dan tingkat relijiusitas; ras, etnik, atau sentimen kedaerahan; domisili, yaitu antara perdesaan dan perkotaan; jenis kelamin; dan usia sebagai faktor-faktor sosiologis yang dianggap memengaruhi pilihan pemilih dalam pemilu. Teori tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini dimana suku (etnicity) berpengaruh signifikan terhadap keterpilihan perempuan pada pemilihan calon anggota DPRD kota Medan tahun 2019. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan keterpilihan perempuan pada pemilihan calon anggota DPRD kota Medan dipengaruhi oleh kesukuan diantaranya kesamaan daerah/lingkungan dan kesamaan marga/suku.

Berdasarkan hasil uji statistik analisis regresi linear berganda, dan uji parsial (uji statistik t) dapat disimpulkan bahwa variabel penampilan fisik (physical appearance) dalam model penelitian ini memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keterpilihan perempuan, berdasarkan uji analisis regresi linear berganda nilai koefisien penampilan fisik (physical appearance) bernilai positif yaitu 0,622 sehingga dapat diketahui bahwa penampilan fisik (physical appearance) memiliki pengaruh yang positif terhadap keterpilihan perempuan. Kemudian berdasarkan nilai signifikansi penampilan fisik (physical appearance) sebesar 0,003 yang lebih kecil dari 0,05 (Sig. < α) dan nilai thitung 8,376 >

nilai ttabel1,986.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa penampilan fisik (physical appearance) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterpilihan perempuan pada pemilihan calon anggota DPRD Khususnya di Dapil III Kota Medan Pemilihan Umum Tahun 2019, artinya jika calon anggota DPRD perempuan di di Dapil III Kota Medan memiliki penampilan fisik (physical appearance) yang menarik akan

(15)

mampu meningkat kesempatan terpilihnya calon anggota DPRD perempuan di Kota Medan.

Penampilan fisik (physical appearance) juga menjadi salah satu yang penting untuk pemilih dalam menentukan keputusan pemilihan calon anggota DPRD Kota Medan. Dengan menggunakan 3 (tiga) indikator dalam menentukan penampilan fisik (physical

appearance) terhadap keterpilihan perempuan

yaitu menggunakan indikator (1) cara berbusana, (2) cara berkomunikasi dan (3) aktualisasi fisik. Dari ketiga indikator tersebut yang paling dominan memengaruhi keputusan pemilih dalam menentukan pilihannya adalah indikator cara berbusana dan cara berkomunikasi.

Indikator cara berbusana dari 3 (tiga) pernyataan yang diberikan kepada responden rata-rata setuju dengan ketiga pernyataan tersebut yang mengatakan bahwa pemilih menyukai calon anggota DPRD yang berbusana menarik/ berpakaian rapi, berpenampilan mengikuti perkembangan zaman dengan harapan bahwa calon DPRD terpilih akan menghargai busana dalam melakukan perkerjaan dan responden juga setuju akan memilih calon anggota DPRD yang berpenampilan menarik. Indikator cara berkomunikasi dari 2 (dua) pernyataan yang diberikan responden setuju dengan kedua pernyataan tersebut yang mengatakan calon anggota DPRD sebaikknya memiliki cara komunikasi yang baik terhadap masyarakat sehingga visi-misi yang akan disampaikan mudah dimengerti oleh masyarakat tersebut.

Indikator aktualisasi fisik dari 3 (tiga) pernyataan responden rata-rata responden setuju bahwa mereka menyukai calon anggota DPRD yang dibawah usia 45 tahun. Jika dihubungkan dengan jumlah masyarakat Kota Medan berdasarkan usia maka jawaban tersebut tidak disangsikan lagi karena jumlah penduduk berdasarkan usia, terbanyak adalah usia 20-24 tahun sebanyak 255.921 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemilih di Kota Medan mayoritas masih berjiwa muda. Sedangkan 2 (dua) pernyataan responden rata-rata masih ragu-ragu terhadap pernyataan yang mengatakan menyukai calon anggota DPRD yang memiliki wajah rupawan dan badan atletik karena keberhasilan seseorang bukan dilihat dari paras wajah maupun badannya.

Hal ini terkait dengan penampilan fisik (physical appearance) yang menjadi faktor

untuk menentukan pilihan politik sejalan dengan penelitian Klofstad (2017) dengan temuan penelitian penampilan fisik dan nada suara adalah informasi pertama yang diterima oleh pemilih terhadap kandidat sehingga memengaruhi penilaian pemilih selanjutnya.

Dalam mencalonkan diri menjadi anggota DPRD, kualitas figur merupakan salah satu faktor penting bagi masyarakat dalam menentukan sosok wakil rakyat yang mereka kehendaki. Figur dalam hal ini bukan hanya mencakup popularitas calon anggota DPRD melainkan figur yang terbentuk dari perilaku sosial, integritas, pendidikan dan karakter pribadi. Penampilan diri merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Calon legislatif harus mampu menjadi orang yang disukai masyarakat dalam memuluskan langkahnya menjadi calon anggota DPRD terpilih karena orang yang berpenampilan menarik biasanya akan dinilai orang yang berkepribadian baik. Dalam halnya penelitian ini yang hanya menggunakan penampilan fisik dari sekian citra kandidat yang menemukan bahwa penampilan fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterpilihan perempuan pada pemilihan calon anggota DPRD kota Medan 2019.

Berdasarkan hasil uji statistik analisis regresi linear berganda, dan uji simultan (uji statistik F) dapat disimpulkan bahwa variabel Jenis Kelamin (gender), suku (ethnicity) dan Penampilan Fisik (Physical Appearance) secara bersama-sama terhadap Keterpilihan Perempuan sebesar 8,376 > dari nilai Ftabel

2,690 dengan nilai signifikansi sebesar 0,003 yang lebih kecil dari 0,05 (Sig. < α).

Berdasarkan nilai koefisien determinasi sebesar Adjusted R2 = 0,618. Nilai tersebut

berarti variabel keterpilihan perempuan sebagai variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel jenis kelamin (gender), suku/

ethnicity dan penampilan fisik (physical appearance) sebagai variabel independen

secara simultan atau bersama-sama sebesar 61,8%, sisanya sebesar 38,2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa jika seorang calon anggota DPRD perempuan memiliki ketiga variabel tersebut dalam dirinya maka akan mampu meningkat kesempatan terpilihnya calon anggota DPRD perempuan di Kota Medan sebesar 61,8%.

(16)

SIMPULAN

Hasil penelitian ini mengkaji tentang pengaruh jenis kelamin (gender), suku (etnicity), penampilan fisik (physical

appearance) terhadap keterpilihan perempuan

pada pemilihan calon anggota DPRD di Dapil III Kota Medan Tahun 2019 dengan kesimpulan bahwa jenis kelamin (gender) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilihan Umum Tahun 2019 Sehingga Ha

hipotesis 1 diterima. Suku (etnicity) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilihan Umum Tahun 2019 Sehingga Ha

hipotesis 2 diterima. Penampilan fisik (physical

appearance) memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap keterpilihan perempuan di DPRD Kota Medan pada Pemilihan Umum Tahun 2019 Sehingga Ha hipotesis 3 diterima.

Ditinjau dari segi jenis kelamin (gender) diharapkan kepada calon anggota DPRD Kota Medan yang berjenis kelamin perempuan untuk lebih menekankan kampanye kepada pemilih perempuan karena pemilih perempuan merasa yakin dan menaruh harapan kepada calon anggota DPRD perempuan untuk menampung aspirasi pemilih perempuan serta akan meningkatkan harkat dan martabat perempuan. Ditinjau dari segi suku (etnicity) diharapkan kepada calon anggota DPRD Kota Medan yang berjenis kelamin perempuan untuk lebih meningkatkan kampanye didaerah asal seperti kepada kerabat-kerabat satu kampung. Karena masyarakat memiliki harapan untuk adanya perwakilan pemilih dari daerah pemilih yang mampu membawa perubahan didaerah tersebut. Ditinjau dari segi penampilan fisik (physical appearance) diharapkan kepada calon anggota DPRD Kota Medan yang berjenis kelamin perempuan untuk memperhatikan tata cara berpenampilan dan berkomunikasi terhadap masyarakat. Karena semakin baik calon anggota DPRD mengkomunikasikan visi dan misi maka akan meningkatkan kesempatan anda untuk terpilih. DAFTAR PUSTAKA

Adela, F.P. Zakaria, Nurlela, & Arifin, A. (2019). Politik Gender dan Otonomi Daerah: Upaya Pemenuhan Hak Perempuan Nelayan di Desa Sei Nagalawan. JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political Social UMA), 7 (1): 19-29

Ammar, Z. (2016). Etnisitas dalam politik (studi tentang strategi calon legislatif etnis batak dalam pemilihan umum legislatif di daerah pemilihan siak 4 kabupaten siak tahun 2014). . JOM FISIP, VOL. 3 No. 1 – Februari 2016. Asmaeny, A. (2013.). Dilema Keterwakilan

Perempuan Dalam Parlemen Suatu Pendekatan Hukum yang Perspektif Gender.

Yogyakarta: Rangkang Education.

Darmila, L. Ivanna, J. & Iqbal, M. (2019) Perilaku Partisipasi Politik Masyarakat Desa Gunung Tua Tonga pada Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Tahun 2013. PERSPEKTIF, 8 (2): 58-71.

Drude, D. (1998). Using Quotas to increase women’s

political representation.’ In Women in Parliament: Beyond Numbers. Edited by Azza Karam. Stockholm: IDEA.

Huddy, L, & Terkildsen, N. (1993). Gender stereotypes and the perception of male and female candidates. Am. J. Pol. Sci., 37 (1), 119– 147.

Kurniaty E.Y., (2015). Affirmative Action: Reservation Seats untuk Perempuan di Parlemen India, JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political UMA), 3 (2): 187-197.

Kusmanto, H, (2014). Partisipasi Masyarakat dalam Demokasi Politik, JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political UMA), 2 (1): 77-89

Kusmanto, H., (2013). Peran Badan Permusyawaratan Daerah dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat, JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political UMA), 1 (1): 41-47.

Ladini, M. & Yuwanto (2019). Perilaku Memilih Pemegang Kartu Tani Pada Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2018 Kabupaten Semarang. JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political Social UMA), 7 (1): 106-111

Lawless, & Jennifer L. (2009). Sexism and gender bias in election 2008: a more complex path for women in politics. Politics Gend., 5 (1), 70– 80.

Lovenduski, J, & Pippa, N. (1993). Gender and Party

Politics. London: Sage.

Mansour, F. (1999). Analisis Gender dan

Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Manurung. E.M (2019). Kecenderungan Perilaku Narsistik Pada Calon Legislatif. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS). 1 (3): 196-201.

(17)

Murdiono, M. (2009). Perempuan Dalam Parlemen:

Studi Analisis Kebijakan Kuota Perempuan Dalam Pemilu Legislatif 2009 Di Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri

Yogyakarta.

Norris, P. (1985). Women in European Legislative Elites. West European Politics, 90-101. Rasyidin, & Aruni, F. (2016). Gender dan Politik,

Keterwakilan Wanita dan PolitiK.

Lhoksemauwe: Unimal Press.

Smith J, Paul D, & Paul R. (2007). No place for a woman: evidence for gender bias in evaluations of presidential candidates. Basic

and Applied Social Psychology, 29

(3):225-233.

Suharyanto, A., (2014). Partisipasi Politik Masyarakat Tionghoa dalam Pemilihan Kepala Daerah, JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political UMA), 2 (2): 166-175

Susi S dan Adelita L., (2015). Partisipasi Politik Perempuan pada Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan, JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political UMA), 3 (1): 1-3.

Verba S, Burns N, & Schlozman KL . (1997). Knowing and caring about politics: Gender and political engagement. The Journal of Politics, 59 (4):1051-1072.

Wiwi, W., & Yuliawati , F. (2018). Resistensi Pemilih Perempuan Terhadap Caleg Perempuan Di Kota Banjar Pada Pemilu Legislatif Periode 2014-2019. Journal of Politics and Policy, 1(1), 10-20.

Gambar

Tabel 1 Persentase Caleg Terpilih DPR RI Berdasarkan Nomor Urut.
Tabel 3. Jumlah Anggota DPRD kota Medan Periode 2009 – 2019  Tahun Pemilihan  Jumlah Kursi  Jenis Kelamin
Tabel 4. Jumlah Persentase Pemilih Tahun 2019 di Kota Medan  Kabupaten/ Kota  Tahun  Pemilihan  Persentase Partisipasi (%) Laki-Laki  Perempuan  Kota Medan  2019  70,70  76,52
Tabel 6. Keterpilihan Perempuan di DPRD Kota Medan Periode 2014 - 2019
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data produksi pertanian Provinsi Papua Barat maka dapat ditentukan daerah/ kabupaten yang merupakan sentra produksi tanaman pangan.. Sentra produksi

Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap besar pendapatan petani kopi rakyat di Kabupaten Jember adalah besar biaya pupuk dan biaya tenaga kerja

Sapping morphology is found in the Valles Marineris chasma walls that have formed between the early Hesperian and Amazonian (Lucchitta et al., 1992) with most recent

[r]

Unlike the bound on the average mutual information, the value of the upper bound on the pointwise mutual information and the number of bits by which the secret key is compressed

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar PSK melakukan pencegahan dengan menggunakan kondom yaitu 75,0%, frekuensi tindakan pencegahan yang digunakan oleh PSK

As the sites for coffee plantations and cultivated lands were located at lower positions in the same toposequence compared with the respective primary and

parameter kualitas air di Perairan Samudera Hindia bagian Barat Daya menunjukkan bahwa nilai suhu berkorelasi positif dengan plankton yaitu sebesar (0,146) yang