RANCANGAN STRATEGIS PENGUKURAN KINERJA
BERBASIS
BALANCED SCORECARD
PADA INSPEKTORAT
JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN
Oleh
PRIMA PANJI MULYA PERMANA
H24087030
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
PRIMA PANJI MULYA PERMANA. H24087030. Rancangan Strategis
Pengukuran Kinerja Berbasis Balanced Scorecard Pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan. Di bawah bimbingan LINDAWATI KARTIKA.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai dokumen pengukuran kinerja harus memuat indikator keberhasilan kinerja Instansi dalam mencapai sasaran strategi yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Pada LAKIP Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan tidak menggambarkan indikator keberhasilan kinerja secara keseluruhan sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Menurut Peraturan Kepala BAPENAS Nomor 5 Tahun 2014 menjelaskan dalam proses penyusunan Rencana Strategi Kementerian/Lembaga mekanisme atau alur kegiatan yang harus dilalui salah satunya proses teknokratik. Balanced Scorecard metode yang mampu mengubah perencanaan strategis dari sebuah proses teknokratik menjadi pusat syaraf sebuah organisasi, sehingga lebih mudah pemahaman anggota organisasi terhadap visi, misi dan sasaran. Penerapan Balanced Scorecard pada organisasi pemerintah juga sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang penerapan anggaran berbasis prestasi kerja yang menuntut perlunya suatu sistem pengukuran yang dapat mencerminkan adanya akuntabilitas kinerja serta adanya aturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 20 Tahun 2008 agar Kementerian dan Lembaga pemerintah membuat Indikator Kinerja Utama (IKU) berbasis BSC. Tujuan penelitian ini adalah (1) membuat rancangan Indikator Kinerja Utama yang menjawab sasaran Rencana Strategi 2010 – 2014, (2) membuat rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan menggunakan pendekatan BSC, (3) menganalisa perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan berdasarkan BSC.
Penelitian dilakukan di Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan pada bulan Februari hingga April 2014. Data menggunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara dan studi pustaka. Penarikan responden untuk wawancara menggunakan teknik judgment sampling dimana responden merupakan pakar dari pihak Akademik, Sekretaris Inspektorat Jenderal, Kepala Sub Bagian Program, Auditor Utama dan Muda. Metode penelitian merupakan deskriptif evaluative. Pengolahan data dilakukan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan melakukan perbandingan berpasangan dengan bantuan perangkat lunak expert choice.
Indikator kinerja utama dalam LAKIP tidak selaras dengan Rencana Strategi Inspektorat Jenderal. Hal tersebut diperoleh setelah melakukan alignment terhadap visi ke misi, misi ke tujuan dan diagnosa dengan parameter
ABSTRACT
The performance accountability of government agencies report (LAKIP) as performance measurement document it has to contain the successful of the agencies performance in achieving the strategy that have been legitimated on the strategic plan. In the LAKIP Inspectorate General Ministry of Forestry it is not describe as the successful of the whole performance as it set out in the strategic plan. The drafting process of the strategic plan ministry or agencies the technocratic process is one of activity that must be passed into the central nervous of an organization, so the members of organization will be easier to understand the vision, mission and target. Based on these problems, we need to do a design that includes performance indicator measuring the success of the aligned with the strategic plan, that is balanced scorecard. Research purposes are 1) To make design of key performance indicators that answer the target of Strategic Plan 2010 – 2014; 2) To make design strategy map from Inspectorate General Ministry of Forestry using balanced scorecard approach; 3) To analyze the performance’s design of measurement at Inspectorate General Ministry of Forestry based on Balanced Scorecard. The Reseacrh result are : 8 strategies and 12 key performance indicator that has been classified in 4 perspective balanced scorecard. Key words : Balance Scorecard, performance measurement, strategy map
ABSTRAK
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai dokumen pengukuran kinerja harus memuat indikator keberhasilan kinerja Instansi dalam mencapai sasaran strategi yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Pada LAKIP Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan tidak menggambarkan indikator keberhasilan kinerja secara keseluruhan sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Proses penyusunan Rencana Strategi Kementerian/Lembaga mekanisme kegiatan yang harus dilalui salah satunya proses teknokratik. balanced scorecard metode yang mampu mengubah perencanaan strategis dari sebuah proses teknokratik menjadi pusat syaraf sebuah organisasi, sehingga memudahkan anggota organisasi memahami visi, misi dan sasaran. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan perancangan pengukuran kinerja yang memuat indikator kinerja keberhasilan yang selaras dengan Rencana Strategi, yaitu dengan balanced scorecard.
RANCANGAN STRATEGIS PENGUKURAN KINERJA
BERBASIS
BALANCED SCORECARD
PADA INSPEKTORAT
JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI
pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
PRIMA PANJI MULYA PERMANA
H24087030
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Februari 1985 di kota Bogor. Penulis
adalah anak pertama dari 4 bersaudara dari bapak Mulyana Syarief AS (alm) dan
ibu Wati Purnawati.
Riwayat pendidikan penulis antara lain TK Al Ghazaly (1990 – 1991), SD Negeri Sindang Barang 1 (1991 -1997), SMP Negeri 6 Bogor (1997 – 2000), SMA Negeri 6 Bogor (2000 -2003). Diploma Program Studi Teknologi
Perlindungan Sumberdaya Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor (2003 – 2006).
Riwayat pekerjaan penulis antara lain bekerja pada PT Karvak Nusa
Geomatika (2006 – 2008) sebagai Assistance Site Coordinator, PT Asuransi Bumiputera Muda 1967 (2008 -2010) sebagai Staf Bond dan Kredit, Sejak 2010
penulis bekerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan sebagai
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat kasih sayang dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Tema skripsi adalah pengukuran kinerja, dengan judul Perancangan
Pengukuran Kinerja Di Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan Dengan
Pendekatan Balanced Scorecard.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Lindawati Kartika, SE., M.Si
selaku pembimbing. Selain itu karyawan Inspektorat Jenderal Kementerian
Kehutanan atas ketersediaan waktu dalam mendukung penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juli 2014
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis dalam penyusunan skripsi dibantu oleh berbagai pihak, baik secara
moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis menyampaikan banyak
terimakasih kepada :
1. Ibu Lindawati Kartika, SE, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, saran, dan pengarahan
kepada penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc selaku penguji sidang yang bersedia
meluangkan waktunya dan memberikan arahan dan saran kepada penulis
3. Ibu Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM selaku penguji sidang yang bersedia
meluangkan waktunya dan memberikan arahan dan saran kepada penulis
4. Bapak Ir. Prie Supriadi MM selaku Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan
yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Inspektorat
Jenderal.
5. Semua dosen dan karyawan/wati di Program Sarjana Alih Jenis IPB yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan dan memberikan pahala atas semua bantuan yang telah diberikan
vi
DAFTAR ISI
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Manajemen Strategi ... 6
2.2 Penilaian Kinerja ... 6
2.3 Konsep Balanced Scorecard ... 6
2.4 Analytical Hierachy Process ... 7
2.5 Hasil Penelitian Relevan ... 7
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 9
3.1 Kerangka Pemikiran ... 9
3.2 Tahapan Penelitian ...11
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ...12
3.4 Jenis dan Sumber Data ...12
3.5 Metode Pengumpulan Data ...13
3.6 Metode Pengambilan Contoh ...13
3.7 Metode Analisa Data ...13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...17
4.1 Gambaran Umum Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan ...17
4.1.1 Visi Inspektorat Jenderal ...20
4.1.2 Misi Inspektorat Jenderal ...20
4.2 Alignment ...20
4.2.1 Alignment Visi ke Misi Inspektorat Jenderal ...21
4.2.2 Alignment Misi ke Tujuan Inspektorat Jenderal ...21
4.2.3 Alignment Tujuan ke Sasaran Inspektorat Jenderal ...22
vii
4.3 Penentuan Ukuran Kinerja dan Sasaran Strategi ...27
4.4 Penetapan Target ...30
4.5 Perancangan Balanced Scorecard ...36
4.6 Peta Strategi Inspektorat Jenderal ...39
4.7 Inisiatif Strategi ...41
KESIMPULAN DAN SARAN ...47
1. Kesimpulan ...47
2. Saran ...48
DAFTAR PUSTAKA ...49
LAMPIRAN ...50
viii
DAFTAR TABEL
NO Halaman
1. Tabel Pengukuran Capaian Kinerja Inspektorat Jenderal ... 2
2. Model penilaian SMART-C ... 14
3. Model penjabaran strategi kedalam Balanced Scorecard ... 15
4. Matrik perbandingan berpasangan ... 15
5. Skala pembobotan ... 16
6. Bagan menguji keselarasanVisi ke Misi Inspektorat ... 21
7. Bagan menguji keselarasan Misi ke Tujuan Inspektorat ... 22
8. Bagan menguji keselarasan Tujuan Inspektorat ke Sasaran Inspektorat ... 23
9. Diagnosa SMART-C Indikator Kinerja Inspektorat ... 24
10. Ukuran kinerja pencapaian strategi BSC Inspektorat Jenderal ... 30
11. Target kinerja Inspektorat Jenderal dengan BSC ... 35
12. Dashboard perspektif keuangan ... 37
13. Dashboard perspektif pelanggan ... 37
14. Dashboard perspektif manajemen internal ... 38
15. Dashboard perspektif pertumbuhan dan pembelajaran ... 39
16. Inisiatif strategi perspektif keuangan ... 42
17. Inisiatif strategi perspektif pelanggan ... 43
18. Inisiatif strategi perspektif manajemen internal ... 44
ix
DAFTAR GAMBAR
NO Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ...10
2. Tahapan Penelitian ...11
3. Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal ...18
x
DAFTAR LAMPIRAN
NO Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah merupakan salah satu
cara untuk mendorong pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan dan akuntabel. Untuk mencapai hal tersebut instansi pemerintah
diwajibkan membentuk Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dengan
tujuan memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan
efisiensi pencapaian dan tujuan penyelenggaraan pemerintah negara, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Pelaksanaan SPIP dilakukan oleh Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP), yang terdiri atas Badan Pengawasan Keuangan
Pemerintah (BPKP), Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat
Kabupaten/Kota.
Peraturan Menteri Kehutanan No.P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan menjelaskan bahwa Inspektorat Jenderal
Kementerian Kehutanan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengawasan
intern di lingkungan Kementerian Kehutanan. Inspektorat Jenderal terdiri atas
Sekretariat Inspektorat Jenderal, Inspektorat I, Inspektorat II, Inspektorat III,
Inspektorat IV dan Inspektorat Investigasi.
Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan selaku APIP di lingkup
Kementerian Kehutanan merupakan unsur manajemen yang penting dalam
mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih. Pengukuran kinerja instansi
pemerintah terangkum dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan
Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
menjelaskan fokus pelaporan kinerja dalam LAKIP. Hasil pengukuran kinerja
Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan untuk periode 2011 sampai dengan
2
Tabel 1. Pengukuran Capaian Kinerja Inspektorat Jenderal
No
Indikator Kinerja
Utama
2012 2013
Target Realisasi Capaian Target Realisasi Capaian
1 Menurunnya
Sumber : LAKIP Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan, 2013
Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan telah menetapkan Indikator
Kinerja Utama (IKU) yaitu menurunnya persentase temuan kelemahan
administrasi, menurunnya persentase temuan pelanggaran terhadap peraturan
perundangan dan menurunnya persentase temuan pelanggaran terhadap
pelaksanaan tugas ketiga IKU tersebut dinilai semakin tinggi realisasi
menunjukkan semakin rendahnya pencapaian kinerja. IKU persentase tindak
lanjut potensi kerugian negara dinilai semakin tinggi realisasi menggambarkan
pencapaian indikator kinerja yang semakin baik.
LAKIP merupakan dokumen pengukuran kinerja yang menilai tingkat
kinerja yang dicapai dengan standar, rencana atau target dengan menggunakan
indikator kinerja yang telah ditetapkan. Kinerja Instansi Pemerintah adalah
gambaran pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai
penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan
tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan
3
pengukuran kinerja harus memuat indikator keberhasilan kinerja Instansi dalam
mencapai sasaran strategi yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Pada
LAKIP Inspektorat Jenderal tidak menggambarkan indikator keberhasilan kinerja
secara keseluruhan sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategi.
Sesuai Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
BAPENAS Nomor 5 Tahun 2014 menjelaskan dalam penyusunan Rencana
Strategi Kementrian/Lembaga (Renstra-K/L) harus berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019, salah satu
mekanisme atau alur kegiatan yang harus dilalui adalah proses teknokratik. Proses
teknokratik adalah proses perencanaan yang dilakukan dengan menggunakan
metode dan berpikir ilmiah untuk menganalisis kondisi obyektif dengan
mempertimbangkan beberapa skenario pembangunan selama periode rencana
berikutnya. Inspektorat Jenderal merupakan salah satu unit organisasi
Kementerian Kehutanan pada level esselon I yang bertanggungjawab
melaksanakan program unit esselon I serta kebijakan Kementerian Kehutanan.
Atas dasar tersebut dalam penyusunan Rencana Strategi Inspektorat Jenderal
Kementerian Kehutanan wajib berpedoman pada RPJMN.
Balanced scorecard (BSC) adalah sebuah sistem manajemen yang memberdayakan organisasi untuk memperjelas visi dan strategi serta
menjabarkannya ke dalam tindakan. BSC metode yang mampu mengubah
perencanaan strategis dari sebuah proses teknokratik menjadi pusat syaraf sebuah
organisasi, sehingga lebih mudah pemahaman anggota organisasi terhadap visi,
misi dan sasaran.
Penerapan Balanced Scorecard pada organisasi pemerintah juga sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang penerapan
anggaran berbasis prestasi kerja yang menuntut perlunya suatu sistem pengukuran
yang dapat mencerminkan adanya akuntabilitas kinerja serta adanya aturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 20 Tahun 2008 agar Kementerian
4
1.2 Perumusan Masalah
Pengukuran kinerja sangat penting kaitannya dalam mengukur penerapan
strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada Instansi pemerintah yang menjadi
alat pelaporan atas kinerja adalah Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
yang dilaporkan secara periodik. Pada Inspektorat Jenderal Kementerian
Kehutanan antara LAKIP dengan Rencana Strategi adalah Indikator Kinerja
Utama (IKU) yang dilaporkan dalam LAKIP tidak sesuai dengan IKU yang telah
ditetapkan dalam Rencana Strategi. Menurut Peraturan Kepala BAPENAS Nomor
5 Tahun 2014 menjelaskan dalam proses penyusunan Rencana Strategi
Kementrian/Lembaga (Renstra-K/L) mekanisme atau alur kegiatan yang harus
dilalui salah satunya proses teknokratik. Balanced Scorecard (BSC) metode yang mampu mengubah perencanaan strategis dari sebuah proses teknokratik menjadi
pusat syaraf sebuah organisasi, sehingga lebih mudah pemahaman anggota
organisasi terhadap visi, misi dan sasaran.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperoleh rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana keselarasan Indikator Kinerja Utama dalam LAKIP dengan
Rencana Strategi 2010 – 2014 ?
2. Bagaimana rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian
Kehutanan menggunakan pendekatan BSC ?
3. Bagaimana perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal
Kementerian Kehutanan berdasarkan BSC ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan di Inspektorat Jenderal Kementerian
Kehutanan adalah:
1. Membuat rancangan Indikator Kinerja Utama yang menjawab sasaran
Rencana Strategi 2010 – 2014.
2. Membuat rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian
Kehutanan menggunakan pendekatan BSC.
3. Menganalisa perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal
5
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dilakukan di Jenderal Kementerian Kehutanan
adalah:
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Inspektorat Jenderal
Kementerian Kehutanan dalam pengukuran kinerja.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi mengenai perancangan
pengukuran kinerja.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perancangan sistem pengukuran
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Strategi
Strategi merupakan program luas untuk menetukan dan mencapai tujuan
organisasi serta respon organisasi pada lingkungannya sepanjang waktu (Stoner,
Freeman dan Gilbert, 1996). Strategi menunjukkan pola tindakan yang dipilih
oleh organisasi dalam mewujudkan visi melalui misi (Wright, Pringle dan Kroll
1992 dalam Mulyadi 2001).
Menurut Mulyadi (2001) manajemen strategi adalah suatu proses yang
digunakan oleh manajer dan karyawan untuk merumuskan dan
mengimplementasikan strategi dalam penyediaan nilai terbaik bagi pelanggan
untuk mewujudkan visi organisasi.
2.2 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dilakukan terhadap segenap sumber daya manusia maupun
organisasi secara periodik, untuk mengukur, menilai dan mengevaluasi tentang
seberapa jauh kemampuan sumberdaya manusia dalam melaksanakan tugasnya
(Wibowo, 2009). Menurut Nawawi (2005) penilaian kinerja merupakan suatu
usaha mengidentifikasi, mengukur atau menilai dan mengelola pelaksanaan
pekerjaan oleh pegawai.
2.3 Konsep Balanced Scorecard
Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton 2000) merupakan alat analisis pengukuran kinerja yang mampu menterjemahkan misi dan strategi kedalam
berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun kedalam 4 perspektif : finansial,
pelanggan, proses bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran. Scorecard
memberi kerangka kerja, bahasa, untuk mengkomunikasikan misi dan strategi
serta menggunakan pengukuran untuk memberi informasi kepada para pekerja
tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan masa yang akan datang.
Kerangka Balanced Scorecard tidak hanya terbatas untuk organisasi bisnis, akan
tetapi organisasi publik juga dapat menggunakannya dengan penempatan tumpuan
7
keuangan, maka dalam organisasi sektor publik tumpuannya adalah perspektif
pelanggan. Tujuan utama organisasi publik adalah bukan maksimalisasi hasil
finansial, tetapi keseimbangan pertanggungjawaban finansial (anggaran) melalui
pelayanan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) sesuai dengan
visi misi organisasi pemerintah dengan pertimbangan organisasi pemerintah cenderung menekankan “pelayanan publik” yang berkualitas (Gasperz 2006).
2.4 Analytical Hierachy Process
Metode Analytical Hierachy Process (AHP) merupakan metode untuk mencari ranking atau urutan prioritas dari berbagai alternative dalam pemecahan
suatu permasalahan.
Menurut Saaty (2004) tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP
meliputi:
1. Mendefinisikan masalah dan menetukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama.
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat
diatasnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen dari matrik
berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data perlu diulangi.
6. Mengulangi langkah 3,4 dan 5 untuk seluruh hierarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matrik perbandingan berpasangan.
8. Menguji konsistensi hierarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,1 maka
penilaian harus diulang kembali.
2.5 Hasil Penelitian Relevan
Nugroho (2009) mengemukakan pengukuran kinerja Inspektorat Khusus
pada Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan tahun 2007 dan 2008 dengan
8
terendah adalah 7 dan skor tertinggi adalah 35. Dengan demikian, kinerja
Inspektorat Khusus secara keseluruhan dengan menggunakan pendekatan
Balanced Scorecard dapat dikualifikasikan baik.
Akbar (2011) melakukan penelitian dengan judul pengukuran kinerja
perusahaan jasa dengan pendekatan Balanced Scorecard pada PT. Pandu Siwi Sentosa. Hasil dari penelitian ini adalah perancangan sistem pengukuran kinerja
serta hasil dari pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard adalah sebesar 91,57 persen.
Rivaldi (2011) dalam penelitian berjudul rancangan pengukuran kinerja di
Yogya Bogor Junction dengan pendekatan Balanced scorecard mengemukakan Yogya Bogor Junction dan pusat harus menyamakan persepsi dengan fokus pada perwujudan visi dan misi perusahaan guna mempertajam strategi dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Okviyesha (2014) melakukan penelitian dengan judul analisis pengukuran
kinerja organisasi menggunakan Balanced Scorecard (studi kasus Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI). Hasil penelitian tersebut adalah peta strategi menunjukkan
hubungan sebab akibat antar sasaran strategis pada setiap perspektif. Perspektif
pelanggan berada di posisi teratas pada peta strategi Balitfo menyusul dibawahnya
perspektif manajemen internal dan pada posisi paling bawah terdapat perspektif
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan mendapat peran sebagai APIP
di Kementerian Kehutanan. Atas dasar peran tersebut, Inspektorat Jenderal
memiliki tanggung jawab dan posisi strategis sebagai institusi yang mendorong
terselenggaranya pembangunan dan pelayanan masyarakat di bidang kehutanan
berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Atas kondisi tersebut evaluasi
kinerja perlu dilakukan, sehingga dari hasil evaluasi didapat informasi sebagai
masukan serta pertimbangan bagi pihak manajemen dan pengambil keputusan
dalam pengukuran kinerja organisasi.
Balanced Scorecard merupakan salah satu alat manajemen untuk merancang strategi dan mengukur kinerja secara komprehensif melalui empat perspektif,
yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan untuk mencapai tujuan organisasi
berdasarkan visi dan misi organisasi.
Langkah pertama dalam penelitian ini adalah menganalisa visi, misi, tujuan
dan sasaran serta indikator kinerja utama dari Inspektorat Jenderal Kementerian
Kehutanan apakah sudah sesuai dan saling adanya keterkaitan. Berdasarkan hasil
analisa tersebut disusun menjadi sebuah rancangan sasaran strategi dan indikator
kinerja utama Inspektorat Jenderal Kementerian kehutanan berdasarkan empat
10
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Visi, Misi dan Tujuan Inspektorat Jenderal pada Renstra 2010 - 2014
Alignment Visi , Misi, Tujuan dan Sasaran Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan
Diagnosa Indikator Kinerja Utama dengan prinsip SMART - C Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan
Pendekatan Balanced Scorecard
Perumusan Sasaran Strategi dan Indikator Kinerja Utama
Insiatif Strategi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan Rancangan Peta Strategi
Perspektif Keuangan
Perspektif Pelanggan
Perspektif Manajemen
Internal
Perspektif Pertumbuhan dan
Pembelajaran
11
3.2 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar 2 di
bawah.
Gambar 2 Tahapan Penelitian
Penentuan tema penelitian : merancang pengukuran kinerja
Rumusan Masalah
1. Bagaimana keselarasan Indikator Kinerja Utama dalam LAKIP dengan Rencana Strategi 2010 – 2014 ?.
2. Bagaimana rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan menggunakan pendekatan BSC.
3. Bagaimana perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan berdasarkan BSC
Menentukan Tujuan Penelitian
1. Membuat rancangan Indikator Kinerja Utama yang menjawab sasaran Rencana Strategi 2010 – 2014.
2. Membuat rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan menggunakan pendekatan BSC.
3. Menganalisa perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan berdasarkan BSC.
4.
Merumuskan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran menjadi sasaran strategi pada empat perspektif BSC
Melakukan pembobotan untuk setiap perspektif BSC dan IKU dengan AHP
Merancang Peta Strategi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan
Rancangan Pengukuran Kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan dengan pendekatan BSC
Kesimpulan dan Saran Pengumpulan Data
Data Primer Data Sekunder
12
Pada tahap awal penelitian adalah menentukan tema yaitu pengukuran
kinerja. Tahapan berikutnya membuat perumusan masalah, yang kemudian
dilanjutkan dengan melakukan kajian pustaka guna mengumpulkan teori – teori
yang relevan dengan tema penelitian dan tujuan sebagai batasan dari penelitian.
Setelah batasan dari penelitian telah ditetapkan maka ditentukan rancangan
pengumpulan dan analisa data. Pada tahapan dilakukan pengumpulan data. Data
yang diambil adalah data primer yang berasal dari observasi dan wawancara. Data
sekunder diperoleh dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan maupun
sumber lainnya. Hasil dari data primer dan sekunder tersebut menjadi bahan untuk
melakukan alignment antara visi ke misi, misi ke tujuan , dan tujuan ke sasaran. Untuk menilai Indikator Kinerja Utama yang telah ada dilakukan dengan prinsip
SMART-C. Hasil analisa tersebut digunakan untuk merumuskan Visi, Misi,
Tujuan dan Sasaran empat perspektif Balanced Scorecard (BSC). Setelah membuat rumusan baru maka dilakukan pembobotan menggunakan metode
analytic hierarchy process (AHP), hasil pembobotan menjadi dasar menyusun peta strategi berdasarkan empat perspektif BSC. Setelah selesai membuat peta
strategi, berikutnya membuat rancangan pengukuran kinerja dan pada tahap
terakhir penetapan inisiatif strategi.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Inspektorat Jenderal Inspektorat Jenderal
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia yang terletak di Jalan Gatot Subroto
Gedung Manggala Wanabakti Senayan Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama 3
bulan, yaitu dilakukan mulai bulan Februari hingga April 2014.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan pihak
manajemen, sedangkan data sekunder diperoleh melalui buku, majalah, jurnal,
13
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Wawancara, yaitu metode pengumpulan data cara mengajukan pertanyaan
secara langsung kepada responden.
2. Kuesioner, yaitu pengambilan data dengan memberikan form kepada pihak
tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti.
3. Observasi, yaitu pengamatan terhadap penerapan kebijakan di Inspektorat
Jenderal Kementerian Kehutanan.
4. Teknik kepustakaan, yaitu memperoleh informasi melalui buku, majalah,
jurnal, laporan penelitian terdahulu, internet dan laporan yang diterbitkan
instant terkait.
3.6 Metode Pengambilan Contoh
Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam memilih responden
adalah metode expert sampling. Metode expert sampling adalah sampel yang berasal dari orang yang memiliki pengetahuan atau keahlian dalam suatu bidang.
Yang dipilih sebagai responden adalah pihak akademisi (Dosen), pejabat
struktural (Sekretaris Inspektorat Jenderal dan Kepala Sub Bagian Program) dan
auditor senior (Auditor Muda dan Utama) lingkup Inspektorat Jenderal
Kementerian Kehutanan.
3.7 Metode Analisa Data
Data yang diperoleh akan diolah agar menjadi informasi yang diterapkan
secara konseptual dengan manajemen strategi, teknik analisa yang digunakan
adalah:
1. Metode Alignement
Proses identifikasi dari keselarasan antara visi, misi, sasaran strategis dan
Indikator Kinerja Utama (IKU) sudah selaras. Untuk memperoleh gambaran
sebuah keadaan secara ojektif mengenai keselarasan tersebut maka dilakukan
14
2. Diagnosa SMART-C
Diagnosa ini adalah cara untuk mengetahui karakteristik indikator kinerja
yang baik dan cukup memadai guna pengukuran kinerja unit organisasi yang
bersangkutan yaitu memenuhi prinsip SMART-C, yaitu : Specific (S);
Measureable (M); Achievable (A); Relevant (R);Time Bound (T); dan
Continuously improve (C). Masing-masing Indikator Kinerja Utama dinilai, model penilaian SMART-C terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Model penilaian SMART-C
No Sasaran Strategi
Indikator Kinerja Utama
Kriteria
Nilai Skor Ket
S M A R T C
Indikator Kinerja Utama (IKU) tersebut dinilai dengan menggunakan
prinsip SMART-C apabila dinyatakan sesuai kriteria maka diberi nilai 1 apabila
tidak diberi 0. Untuk penetapan skor berdasarkan rentang nilai 0 – 25 masuk
kategori rendah, 26 – 50 masuk kategori sedang, 51 – 75 masuk kategori baik dan
76 – 100 masuk kategori sangat baik.
3. Perhitungan Bobot Perspektif Balanced Scorecard
Analisa penilaian kinerja dengan membuat kerangka guna menerjemahkan
visi dan misi organisasi dengan tujuan kemudian dilakukan pembobotan,
pengukuran lag indicator (ukuran hasil) dan lead indicator (ukuran pemicu) serta penetapan target. Langkah – langkah yang dilakukan yaitu:
a. Merancang peta strategi
Peta strategi disusun berdasarkan perspektif BSC dan
memepertimbangkan hubungan sebab akibat dari setiap strategi. Dalam
tahapan ini terdiri dari beberapa tahapan, yakni penentuan sasaran strategi,
ukuran strategi dan target yang diharapkan organisasi.
b. Penjabaran strategi
Strategi yang telah dirumuskan, selanjutnya strategi dijabarkan kedalam
masing – masing perspektif BSC. Model penjabaran strategi terlihat pada
15
Tabel 3. Model penjabaran strategi kedalam Balanced Scorecard
Perspektif Sasaran Ukuran Target
Hasil Pemicu
Keuangan Pelanggan Proses Manajemen Internal Pertumbuhan dan
Pembelajaran
c. Penentuan prioritas
Tahapan ini adalah menentukan proses penentuan prioritas dari masing
indikator – indikator yang telah ditetapkan. Proses ini menggunakan metode
pairwise comparison.
d. Konsistensi logika
Tahapan ini bertujuan menentukan kesesuaian antar definisi dari
jawaban responden. Penilaian dari pairwise comparison dilanjutkan dengan mengunakankan software expert choice.
e. Pembobotan pada setiap indikator menggunakan pairwisecomparison
Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun
perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk
berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Contoh, terdapat n
objek yang dinotasikan (A1,A2,… ,An) yang dinilai berdasarkan pada nilai kepentingannya. Berikut contoh matrik perbandingan berpasangan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Matrik perbandingan berpasangan
A1 A2 … An
A1 A11 A12 … A1n
A2 A21 A22 … A2n
… … … … …
An An1 An2 … Ann
Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan
besaran-besaran yang mampu mencerminkan perbedaan antara faktor dengan faktor
16
pendekatan AHP dengan skala Saaty mulai dari bobot 1 sampai 9, seperti
terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Skala pembobotan
Tingkat Kepentingan Definisi
1 Kedua elemen sama pentingnya.
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari lainnya.
5 Elemen yang satu jelas lebih penting dibandingkan elemen lainnya.
7 Satu elemen sangat jelas lebih penting dibandingkan elemen lainnya.
9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya.
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara kedua pertimbangan diatas.
Pada pengisian judgement pada tahap matrik banding berpasangan terdapat kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam membandingkan
elemen satu dengan elemen lainnya, sehingga diperlukan uji konsistensi.
Dalam AHP penyimpangan ditoleransi dengan rasio inkonsistensi dibawah
10%. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi harus bernilai
kurang dari atau sama dengan 10%. Rasio inkonsistensi diperoleh setelah
matrik diolah dengan software computer Expert Choice 2000. Jika rasio yang dihasilkan memiliki nilai diatas 10% maka mutu informasi harus
ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki pertanyaan
ketika melakukan pengisian ulang kuesioner serta mengarahkan responden
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan.
Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan adalah unsur pengawas yang
dipimpin oleh Inspektur Jenderal dan berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Menteri Kehutanan.
Berdasarkan peraturan tersebut, Inspektorat Jenderal Kementerian
Kehutanan mempunyai tugas untuk melaksanakan pengawasan intern di
lingkungan Kementerian Kehutanan. Dalam melaksanakan tugas Inspektorat
Jenderal mempunyai fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian
Kehutanan.
2. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kehutanan
terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan
kegiatan pengawasan lainnya.
3. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri
Kehutanan.
4. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Kehutanan.
5. Pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal.
Inspektorat Jenderal terdiri atas Sekretariat Inspektorat Jenderal, Inspektorat
I, Inspektorat II, Inspektorat III, Inspektorat IV dan Inspektorat Investigasi.
18
Gambar 3 Struktur organisasi Inspektorat Jenderal Sumber : Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan, 2014
Sekretariat Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan
pelayanan teknis administrasi kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan
Inspektorat Jenderal, dipimpin oleh Sekretaris Inspektorat Jenderal. Sekretariat
Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi :
1. Pelaksanaan koordinasi dan penyusunan rencana dan program kerja
pengawasan, serta pelaporan. Dilaksanakan oleh bagian program dan pelaporan
yang dipimpin seorang Kepala Bagian.
2. Pelaksanaan analisis laporan hasil pengawasan. Dilaksanakan oleh bagian
analisis laporan hasil pengawasan yang dipimpin seorang Kepala Bagian.
3. Pelaksanaan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan. Dilaksanakan oleh
bagian pemantauan tindak lanjut yang dipimpin seorang Kepala Bagian.
4. Pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, organisasi dan tata laksana; dan
pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Inspektorat Jenderal.
Dilaksanakan oleh bagian umum dipimpin seorang Kepala Bagian.
Inspektorat I mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern terhadap
kinerja, keuangan, dan administrasi melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan
kegiatan pengawasan lainnya, pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan
19
Alam, Inspektorat Jenderal, serta instansi kehutanan di Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung dan Lampung. Inspektorat I terdiri
atas Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor serta
dipimpin oleh Inspektur I.
Inspektorat II mempunyai tugas tugas melaksanakan pengawasan intern
terhadap kinerja, keuangan, dan administrasi melalui audit, reviu, evaluasi,
pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya, pengawasan untuk tujuan tertentu
atas penugasan Menteri pada Unit Kerja Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, Badan Penyuluhan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan, serta instansi kehutanan di
Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Jogyakarta, Jawa
Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Inspektorat II terdiri
atas Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor serta
dipimpin oleh Inspektur II.
Inspektorat III mempunyai tugas tugas melaksanakan pengawasan intern
terhadap kinerja, keuangan, dan administrasi melalui audit, reviu, evaluasi,
pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya, pengawasan untuk tujuan tertentu
atas penugasan Menteri pada Unit Kerja Direktorat Jenderal Bina Usaha
Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, serta instansi
kehutanan di Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Tengah, Papua dan Papua Barat. Inspektorat III terdiri atas Subbagian
Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor serta dipimpin oleh
Inspektur III.
Inspektorat IV mempunyai tugas tugas melaksanakan pengawasan intern
terhadap kinerja, keuangan, dan administrasi melalui audit, reviu, evaluasi,
pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya, pengawasan untuk tujuan tertentu
atas penugasan Menteri pada Unit Kerja Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan,
Sekretariat Jenderal serta instansi kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara,
Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi
20
Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor serta dipimpin oleh Inspektur
IV.
Inspektorat Investigasi mempunyai tugas melaksanakan pengawasan,
pengumpulan bahan meneliti, menganalisis, dan mengevaluasi atas kasus
pelanggaran yang berindikasi praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme,
pelanggaran administrasi, menindak lanjuti pengaduan masyarakat, serta
melaksanakan tugas lain berdasarkan instruksi khusus Menteri, dan cakupan yang
ditetapkan oleh Inspektur Jenderal. Inspektorat Investigasi terdiri atas Subbagian
Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor serta dipimpin oleh
Inspektur Investigasi.
4.1.1 Visi Inspektorat Jenderal
Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam
produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi,
kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan
cita-cita masa depan.
Pernyataan visi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan tahun 2010 -
2014 : Menjadi Instansi Pengawas Internal Yang Profesional Guna Mendukung
Pembangunan Sektor Kehutanan.
4.1.2 Misi Inspektorat Jenderal
Misi adalah merupakan langkah – langkah dan strategi untuk mencapai visi
organisasi. Pernyataan misi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan adalah :
1. Menguatkankelembagaan pengawasan Inspektorat Jenderal.
2. Meningkatkanperanan pengawasan.
3. Mengawalpenerapan Reformasi Birokrasi.
4.2 Alignment
Alignment merupakan proses identifikasi dari keselarasan antara visi, misi, sasaran strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) sudah selaras. Sehingga
untuk mengetahui keselarasan antara visi, misi, sasaran strategis dan IKU yang
21
alignment tersebut dilakukan validitas oleh pihak manajemen sebagai objektivitas penilaian dari alignment.
4.2.1 Alignment Visi ke Misi Inspektorat Jenderal
Visi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan adalah Menjadi Instansi
Pengawas Internal Yang Profesional Guna Mendukung Pembangunan Sektor
Kehutanan
Misi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan antara lain:
1. Menguatkan kelembagaan pengawasan Inspektorat Jenderal
2. Meningkatkan peranan pengawasan
3. Mengawal penerapan Reformasi Birokrasi
Untuk menunjukkan keselarasan antara visi dan misi Inspektorat Jenderal
seperti ditunjukan oleh Tabel 6.
Tabel 6 Bagan menguji keselarasan Visi ke Misi Inspektorat Jenderal
Visi Inspektorat Jenderal Inline Misi Inspektorat Jenderal
Menjadi Instansi Pengawas Internal Yang Profesional Guna Mendukung Pembangunan Sektor Kehutanan
Menguatkankelembagaan pengawasan Inspektorat Jenderal.
Meningkatkanperanan pengawasan.
Mengawalpenerapan Reformasi Birokrasi. Keterangan :
- Kata-kata yang digarisbawahi dan ditebalkan menunjukan kesamaan arti - : menunjukan keselarasan
Sumber : Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014
Visi Inspektorat Jenderal inline dengan misi Inspektorat Jenderal. Misi pertama dan kedua menunjukan penjabaran dari poin menjadi intansi pengawas
internal yang professional. Misi ketiga yaitu mengawal penerapan Reformasi
Birokrasi merupakan pendukung guna mencapai pemerintahan yang baik (good governance), hal ini tidak selaras dengan visi.
4.2.2 Alignment Misi ke Tujuan Inspektorat Jenderal
Tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan visi dan misi sebagai hasil
akhir yang akan dicapai, tujuan ditetapkan dengan mengacu pada pernyataan visi
22
dicapai pada masa akan datang. Misi dan tujuan Inspektorat Jenderal dijabarkan
pada Tabel 7.
Tabel 7. Bagan menguji keselarasan Misi ke Tujuan Inspektorat Jenderal
No Misi Line No Tujuan
1 Menguatkan kelembagaan
pengawasan Inspektorat
Jenderal.
1 Meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaporan
2 Menyempurnakan norma,
standar dan prosedur
3 Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM pengawasan
4 Meningkatkan sarana prasarana pengawasan
5 Memantapkan pelayanan
administrasi dan kepegawaian
2 Meningkatkan peranan
pengawasan.
6 Meningkatkan kualitas audit
7 Meningkatkan peranan reviu, evaluasi dan kegiatan pengawasan lainnya
8 Meningkatkan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan
9 Meningkatkan sinergi pengawasan dengan Aparat Pengawasan Internal (APIP) lainnya
3 Mengawal penerapan Reformasi Birokrasi.
10 Melakukan pemantauan
pelaksanaan reformasi birokrasi Keterangan :
- Kata-kata yang digarisbawahi dan ditebalkan menunjukan kesamaan arti - : menunjukan keselarasan
Sumber : Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014
Secara keseluruhan misi dan tujuan Inspektorat Jenderal selaras, dalam hal
ini sepuluh tujuan Inspektorat Jenderal menggambarkan dari misi yang telah
ditetapkan. Tujuan pertama hingga kelima merealisasikan dari misi pertama,
sedangkan tujuan keenam sampai kesembilan merealisasikan dari misi kedua.
Tujuan kesepuluh merealisasikan dari misi ketiga.
4.2.3 Alignment Tujuan ke Sasaran Inspektorat Jenderal
Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai rumusan yang spesifik, terukur
dalam jangka waktu tertentu secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang
23
Tabel 8. Bagan menguji keselarasan Tujuan ke Sasaran Inspektorat Jenderal
No Tujuan Inline No Sasaran
1 Meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaporan
1 Tersedianya rencana pengawasan yang mantap.
2 Tersedianya laporan yang lengkap dan akurat. ()
3 Tersedianya informasi pengawasan.
2 Menyempurnakan norma, standar dan prosedur
4 Tersedianya norma, standar dan prosedur yang lengkap.
3 Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM pengawasan
5 Tersedianya kualitas SDM pengawasan sesuai kualifikasi. 6 Tersedianya kuantitas SDM
pengawasan sesuai kebutuhan. 4 Meningkatkan sarana
prasarana pengawasan
7 Terpenuhinya sarana pengawasan.
8 Terpenuhinya sarana rumah tangga dan perkantoran.
9 Terpenuhinya sarana mobilitas.
5 Memantapkan pelayanan administrasi dan kepegawaian
10 Tercukupinya kebutuhan pelayanan administrasi.
11 Tercukupinya kebutuhan pelayanan kepegawaian.
6 Meningkatkan kualitas audit 12 Termanfaatkannya hasil audit kinerja.
13 Termanfaatkannya hasil audit investigasi.
7 Meningkatkan perananreviu, evaluasi dan kegiatan pengawasan lainnya
14 Termanfaatkannya hasil reviu, evaluasi dan pengawasan lainnya.
8 Meningkatkan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan
15 Termanfaatkannya hasil
penyelesaian tindak lanjut laporan hasil audit.
9 Meningkatkan sinergi pengawasan dengan Aparat Pengawasan Internal (APIP) lainnya
16 Termanfaatkannya hasil koordinasi bidang pengawasan.
10 Melakukan pemantauan pelaksanaan reformasi birokrasi
17 Termanfaatkannya hasil pemantauan pelaksanaan reformasi birokrasi.
Keterangan :
- Kata-kata yang digarisbawahi dan ditebalkan menunjukan kesamaan arti - : menunjukan keselarasan
Sumber : Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014
Tujuan dan sasaran Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan saling
berkesinambungan, artinya sasaran yang dibuat selaras dengan tujuan yang telah
24
4.2.4 Penilaian Sasaran dan Indikator Kinerja Utama Inspektorat Jenderal dengan SMART-C
Indikator kinerja utama adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan
sasaran strategis organisasi.
Pemilihan dan penetapan indikator kinerja utama harus memenuhi
karakteristik indikator kinerja yang baik dan cukup memadai guna pengukuran
kinerja unit organisasi yang bersangkutan, sesuai dengan prinsip SMART-C yaitu:
a. Specific (S); b. Measureable (M); c. Achievable (A); d. Relevant (R);
e. Time Bound (T); dan f. Continuously improve (C).
Indikator kinerja merupakan penjabaran tingkat keberhasilan dari suatu
tujuan dan sasaran organisasi, sehingga indikator kinerja harus selaras dengan
sasaran yang telah ditetapkan. Berikut Tabel 9 yang menggambarkan sasaran dan
indikator kinerja Inspektorat Jenderal berdasarkan Rencana Strategis 2010 – 2014.
Tabel 9 Diagnosa SMART-C Indikator Kinerja Inspektorat
26
Rata – Rata Nilai Persentase 49 Sedang
27
Berdasarkan hasil analisa sasaran dan indikator kinerja Inspektorat Jenderal
dengan menggunakan syarat SMART-C dan menggunakan skor dengan penetapan
skor berdasarkan rentang nilai 0 – 25 masuk kategori rendah, 26 – 50 masuk
kategori sedang, 51 – 75 masuk kategori baik dan 76 – 100 masuk kategori sangat
baik. Berdasarkan penilaian terhadap indikator kinerja Inspektorat Jenderal
dengan menggunakan prinsip SMART-C (spesific, measurable, achievable, relevant, time bound dan continuously improve). Didapat nilai skor 49 sehingga masuk kategori sedang dan indikator kinerja utama secara umum masih bersifat
output bukan berbasis outcome dan belum memenuhi syarat SMART-C sehingga perlu dilakukan perbaikan.
Ada perbedaan antara Indikator Kinerja Utama (IKU) yang disampaikan
pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dengan
Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014. Seharusnya IKU yang
tercantum dalam LAKIP harus selaras dengan rencana strategi, karena LAKIP
merupakan sarana bagi Instansi Pemerintah untuk melaporkan kinerja sesuai
dengan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam rencana strategi.
Atas kondisi tersebut perlu dirancang IKU yang sesuai dengan rencana
strategi dan dilaporkan pula dalam LAKIP sehingga terdapat keselarasan antara
rencana strategi dan LAKIP. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No. PER/20/MENPAN/11/2008 dalam Petunjuk Penyusunan
Indikator Kinerja Utama, IKU pada unit kerja setingkat Eselon I adalah indikator
hasil (outcome).
4.3 Penentuan Ukuran Kinerja dan Sasaran Strategi
Ada dua ukuran untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategi,
yaitu ukuran hasil dan ukuran pemacu kinerja. Ukuran hasil (outcomes measures
atau lag indikator) adalah ukuran yang menunjukkan keberhasilan pencapaian sasaran strategi. Ukuran pemicu kinerja (performance driver measure atau lead indicator) adalah ukuran yang menunjukan penyebab atau pemacu ketercapaian ukuran hasil.
Ukuran-ukuran strategi untuk mengukur pencapaian sasaran strategi
28
1. Perspektif Keuangan
Sasaran pertama dalam perspektif keuangan adalah peningkatan
pengelolaan anggaran yang optimal, hal tersebut dipicu dengan meningkatkan
daya serap anggaran Inspektorat Jenderal, diterapkan dengan persentase
penyerapan Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Inspektorat Jenderal.
Sasaran kedua adalah peningkatan kualitas opini laporan keuangan
Kementerian Kehutanan, sasaran ini dipicu oleh pemeringkatan kinerja dan
audit laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan hasil
berupa rating audit BPK.
2. Perspektif Pelanggan
Pelanggan merupakan pengguna jasa tugas dan fungsi Inspektorat
Jenderal. Tugas utama dari Inspektorat Jenderal adalah melaksanakan
pengawasan di lingkungan Kementerian Kehutanan. Sasaran strategi pada
perspektif ini adalah peningkatan peran Inspektorat Jenderal dalam
pengawasan pengelolaan keuangan negara, dengan ukuran pemicu kinerja
pertama meningkatnya kualitas pengawasan Inspektorat Jenderal. Hal
tersebut diterapkan dengan hasil nilai kepuasan pengguna jasa pengawasan
melalui kegiatan survey. Ukuran pemicu kedua adalah meningkatnya
penanganan pengaduan masyarakat yang diukur dengan persentase
pengaduan masyarakat yang selesai ditindaklanjuti. Ukuran pemicu ketiga
membangun sistem pengendalian intern Pemerintah di Satuan Kerja, dengan
ukuran hasilnya berupa persentase Satuan Kerja yang melaksanakan SPIP.
3. Perspektif Manajemen Internal
Sasaran strategi dalam perspektif manajemen internal pada Inspektorat
Jenderal adalah meningkatkan kualitas perencanaan kegiatan dan anggaran.
Ukuran hasil dari sasaran strategi tersebut adalah persentase sasaran dalam
rencana strategis Inspektorat Jenderal yang diprogramkan dalam Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA K/L). Hal ini
ditujukan agar kegiatan yang dilaksanakan dalam satu periode anggaran
selaras dengan rencana strategi yang telah ditetapkan, sehingga rencana
29
Sasaran strategi peningkatan kualitas pengawasan, pendampingan dan
konsultasi dalam melakukan sistem penjaminan mutu pengawasan internal
diukur dengan ukuran pemicu kinerja meningkatnya nilai SAKIP dengan
menerapkan persentase Satuan Kerja dengan nilai Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) kategori A. Nilai SAKIP mencerminkan keberhasilan
pelaksanaan akuntabilitas kinerja di Instansi Pemerintah. Ukuran pemicu
berikutnya yang digunakan adalah konsistensi antara kegiatan, penggunaan
anggaran dan tugas fungsi Satuan Kerja dan meningkatnya kualitas, dengan
ukuran hasil persentase Satuan Kerja yang telah melaksanakan kegiatan
dalam DIPA sesuai tugas dan fungsi. Ukuran pemicu terakhir adalah
meningkatnya kualitas pendampingan dan konsultasi Inspektorat Jenderal
dalam pembuatan laporan keuangan dengan ukuran hasil kinerja persentase
Satuan Kerja yang memenuhi standar laporan keuangan.
Sasaran strategi lainnya adalah membangun Instansi yang bebas korupsi,
kolusi dan nepotisme. Meningkatnya upaya Satuan Kerja pencegahan
korupsi, kolusi dan nepotisme diterapka sebagai ukuran pemicu kinerja dari
sasaran strategi tersebut. Hal ini diterapkan dengan meningkatkan nilai
implementasi Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK), dan bertujuan agar
menciptakan lingkungan yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme pada
Satuan Kerja lingkup Kementerian Kehutanan.
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Inspektorat Jenderal memfokuskan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran pada peningkatan kapasitas aparat pengawas intern pemerintah
di lingkungan Inspektorat Jenderal. Ukuran pemicu kinerja dari sasaran
strategi tersebut adalah meningkatkan aparat pengawas intern pemerintah
sesuai dengan standar kompetensi jabatan dengan ukuran hasil persentase
pengawas intern pemerintah yang telah memenuhi standar kompetensi
jabatan. Ukuran-ukuran hasil dan ukuran-ukuran pemicu kinerja dari empat
30
Tabel 10. Ukuran kinerja pencapaian strategi BSC Inspektorat Jenderal
Sasaran Strategi Ukuran Strategi
Ukuran Pemicu Ukuran Hasil
Keuangan
Peningkatan Pengelolaan Anggaran Yang Optimal
Meningkatkan daya serap anggaran Inspektorat Jenderal
Pemeringkatan kinerja dan audit laporan keuangan oleh BPK
Nilai kepuasan pengguna jasa pengawasan
Meningkatnya penanganan pengaduan masyarakat
Persentase pengaduan masyarakat yang selesai ditindaklanjuti program Inspektorat Jenderal yang terealisasikan dalam RKA/KL
Persentase sasaran dalam Rencana Strategis Inspektorat Jenderal yang diprogramkan dalam
Meningkatnya nilai SAKIP Persentase Satker dengan nilai LAKIP kategori A Konsistensi antara kegiatan,
penggunaan anggaran dan tugas fungsi Satker
Persentase Satker yang telah melaksanakan kegiatan dalam DIPA sesuai tugas dan fungsi
Meningkatnya kualitas pendampingan dan konsultasi Itjen dalam pembuatan laporan keuangan
Persentase Satker yang memenuhi standar laporan keuangan
Membangun Instansi Yang Bebas KKN
Meningkatkan upaya Satker pencegahan KKN
Aparat Pengawas Intern Pemerintah di Lingkungan Inspektorat Jenderal
Meningkatkan Aparat Pengawas Intern Pemerintah sesuai dengan standar kompetensi jabatan
Persentase Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan
Sumber : Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014
4.4 Penetapan Target
Dalam pencapaian visi dan misi Inspektorat Jenderal diperlukan target guna
31
berguna sebagai pemicu kinerja maksimal bagi Inspektorat Jenderal dan
pegawainya untuk mencapai keberhasilan. Penetapan target tersebut didasarkan
atas pertimbangan tersendiri sesuai dengan strategi yang ditetapkan. Penetapan
target ini berdasarkan hasil wawancara dengan pihak yang kompeten di
Inspektorat Jenderal. Penetapan target Inspektorat Jenderal berdasarkan perspektif
BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
Salah satu penilaian keberhasilan pengelolaan anggaran adalah besarnya
penyerapan DIPA pada satu tahun anggaran. Pedoman yang digunakan untuk
penilaian terhadap penyerapan anggaran adalah pedoman LAKIP tersebut
menyebutkan skala penilaian terdiri dari 4 (empat) kategori, yaitu kurang
baik, yaitu apabila penyerapan anggaran di bawah 55 %, skala sedang apabila
tingkat penyerapan anggaran adalah 55 % - 70 %, skala baik yaitu apabila
tingkat penyerapan anggaran adalah 70% - 85% dan dianggap sangat baik
apabila tingkat penyerapan anggaran adalah 85 % - 100 %. Inspektorat
Jenderal menetapkan target untuk penyerapan anggaran sebesar 97%.
Pemeriksaan keuangan yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan dimaksudkan untuk memberikan opini apakah laporan keuangan
yang telah disajikan oleh Instansi Pemerintah secara wajar sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). BPK dapat memberikan empat jenis
opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified opinion), Tidak Memberikan Pendapat (TMT/Disclaimer opinion) dan Tidak Wajar (TW/Adverse opinion).
Opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal
memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan
keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara
wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
Opini WDP diberikan dengan kriteria antara lain: sistem pengendalian
internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos
laporan keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan,
32
diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak
mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan.
Opini TMP diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material
tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh
manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian
intern yang sangat lemah.
Opini TW diberikan jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan
terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang material. Dengan
demikian secara keseluruhan penyajian laporan keuangan tidak sesuai dengan
SAP. Inspektorat Jenderal menetapkan target yaitu hasil pemeriksaan laporan
keuangan Kementerian Kehutanan oleh BPK mendapat opini WTP.
2. Perspektif Pelanggan
Pelanggan dalam organisasi Pemerintah adalah masyarakat dan para
pemilik kepentingan. Sehingga penilaian terhadap pelayanan atau jasa
pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal perlu dilakukan.
Inspektorat Jenderal menetapkan nilai 3 dalam penilaian kepuasan pengguna
jasa Inspektorat Jenderal.
Masyarakat merupakan salah satu pelanggan dari Inspektorat Jenderal,
salah satu bentuk pelayanan Inspektorat Jenderal terhadap masyarakat adalah
menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang disampaikan pada Inspektorat
Jenderal. Sebagai wujud tanggung jawab kepada masyarakat merupakan suatu
kewajiban bagi Inspektorat Jenderal untuk menindaklanjuti seluruh
pengaduan masyarakat yang masuk. Inspektorat Jenderal menetapkan target
seluruh atau 100% pengaduan masyarakat yang disampaikan pada Inspektorat
Jenderal untuk ditindaklanjuti hingga tuntas.
Tujuan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah mencapai
keandalan laporan keuangan, pengamanan aset dan ketaatan terhadap
peraturan yang berlaku. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menyebutkan Menteri
selaku pengguna anggaran dan atau pengguna barang wajib
menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern dibidang pemerintahan
33
Untuk menindaklanjuti dari hal tersebut maka Inspektorat Jenderal
membangun Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di satuan kerja sehingga
terwujud efektifitas pengawasan dan pengendalian mulai dari satuan kerja.
Inspektorat Jenderal menargetkan 40% dari jumlah satuan kerja di lingkup
Kementerian Kehutanan telah melaksanakan SPIP.
3. Perspektif Manajemen Internal
Kualitas perencanaan kegiatan dan anggaran merupakan aspek penting
dalam mewujudkan pengelolaan anggaran yang optimal, sehingga
program-program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategi Inspektorat Jenderal
dapat direalisasikan. Inspektorat Jenderal menetapkan target 70% program
yang ada dalam Rencana Strategi Inspektorat Jenderal dan direalisasikan pada
RKA K/L Inspektorat Jenderal.
Tujuan pelaksanaan evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) adalah memperoleh informasi tentang implementasi
SAKIP, menilai akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, memberikan saran
perbaikan untuk peningkatan kinerja dan penguatan akuntabilitas instansi
pemerintah, dan memonitor tindak lanjut rekomendasi hasil evaluasi
sebelumnya. Hasil dari evaluasi tersebut berupa kategori yang dibedakan
skala nilai tertentu sebagai berikut, kategori AA nilai angka >85 – 100
(memuaskan), kategori A nilai angka >75 – 85 (sangat baik), kategori B nilai
angka >65 – 75 (baik), kategori CC nilai angka >50 – 65 (cukup), kategori C
nilai angka >30 – 50 (kurang) dan kategori D nilai angka 0 – 30 (sangat
kurang). Dalam hal ini Inspektorat Jenderal menetapkan target untuk evaluasi
SAKIP Kementerian Kehutanan mendapat kategori A.
Sasaran strategi peningkatan kualitas pengawasan, pendampingan dan
konsultasi dalam melakukan sistem penjamin mutu pengawasan internal,
sasaran ini memiliki 2 (dua) ukuran hasil kinerja, yaitu: persentase satuan
kerja yang telah melaksanakan kegiatan dalam DIPA sesuai tugas dan fungsi
satuan kerja, dan persentase satuan kerja yang memenuhi standar laporan
keuangan pemerintah. Satuan kerja diharapkan melaksanakan tugas dan
fungsi sesuai aturan yang berlaku, salah satunya menerapkan pengelolaan