• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang

Media sosial merupakan salah satu elemen di era globalisasi yang paling berkembang berdasarkan segi fitur dan populasi pemakai. Berdasarkan data dari US

Census Bureau (2014), jumlah pengguna aktif media sosial di dunia mencapai 2,03

trilliun. Keaktifan dalam menggunakan media sosial menghasilkan adiksi yang kuat terhadap dunia maya (Griffiths, 2000). Ada begitu banyak peristiwa yang terjadi dari hasil adiksi pada media sosial dan bahkan di antara peristiwa-peristiwa tersebut ada yang berakhir dengan kehilangan nyawa.

Dalam situs berita Liputan6, Lathiani (2014) menuliskan berita tentang Goswami, seorang remaja perempuan dari India yang ditemukan tewas gantung diri di kamarnya. Saat ditemukan, matanya melotot dan lidahnya terjulur keluar. Badannnya berputar-putar karena tali yang digunakan untuk gantung diri diikat di kipas angin kamarnya. Orang tuanya mengaku bahwa sebelumnya mereka menegur Goswami karena terlalu sibuk bermain Facebook. Mereka khawatir anak mereka kecanduan dan sering lalai dengan pekerjaan rumah. Meski kerap dimarahi, Goswami membandel. Akhirnya suatu kali orang tuanya mengancam akan mengambil ponsel Goswami dan tak dikembalikan. Setelah mendapat ancaman tersebut, ia masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Beberapa saat kemudian, ia ditemukan gantung diri di kamarnya.

Dalam situs berita FajarPendidikan, Edwin (2015) menuliskan berita tentang Putra, pemuda berumur 21 tahun berasal dari Indonesia. Berulang kali ia melirik ke arah ponselnya, bahkan saat sedang sibuk dengan pekerjaanya, Putra tetap menyempatkan diri mengecek gadgetnya untuk melihat apakah ada update di sosial media miliknya. Padahal, Putra tidak sedang menunggu kabar apapun. Dia hanya merasa menengok ponselnya merupakan suatu kewajiban. Jika tidak, mahasiswa STIEM Bongaya ini akan merasa “bersalah”. “Saya takut kalau ada pesan atau pemberitahuan baru yang telat saya baca,” ucapnya.

Perilaku gantung diri tersebut didorong oleh penyitaan ponsel yang menjadi akses media sosial dimana media sosial berperan sebagai pusat aktivitas dan investasi waktu Goswami. Perilaku Putra yang mengecek gadgetnya secara kompulsif juga tidak

(2)

jauh berbeda dengan Goswami dimana media sosial menjadi pilihan utamanya dalam memenuhi kebutuhan relasi sosial. Perilaku ekstrim remaja dengan dampak utama berasal dari media sosial tidak hanya terjadi satu atau dua kali saja namun sangat banyak. Ada banyak artikel yang membahas kecanduan dan ketergantungan seseorang yang berlebihan pada media sosial dari berbagai negara. Peristiwa tersebut

mengindikasikan potensi media sosial dalam menyita waktu dan total aktivitas khususnya remaja.

Kementrian Komunikasi dan Informasi Indonesia (2014) mencatat jumlah pengguna media sosial usia remaja di Indonesia mencapai kurang lebih 30 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan makin banyaknya smartphone dan jaringan internet yang menyebar di kota. Aktivitas yang meliputi media sosial sangat populer di kalangan remaja. Hanya dengan melakukan posting di media sosial, ratusan bahkan ribuan lebih orang lain dapat menyaksikan apa konten dari postingan tersebut. Timbul kemudian pertanyaan apa yang menimbulkan begitu banyak pemakai media sosial terutama para remaja.

Streep (2013) dalam Psychology Today menyatakan ada empat alasan mengapa remaja masa kini tidak bisa lepas dari media sosial. Alasan pertama adalah untuk memperoleh perhatian. Hasil penelitian dari Madden, dkk (2006) dalam Pew Research

Center Study, menunjukkan bahwa sebagian besar remaja berbagi informasi di media

sosial. Berbagi informasi menjadi kunci bagi mereka untuk mendapatkan perhatian bagi diri mereka sendiri. Mereka seringkali mengeluhkan tentang oversharing yang

dilakukan pengguna media sosial lain. Padahal, mereka sendiri juga terjebak di dalamnya. Contohnya, mereka sering menggunggah foto untuk sekedar melihat bagaimana komentar rekan-rekannya. Semakin banyak pujian atau sekadar “Like” di

Facebook akan membuat mereka merasa populer. Dengan kata lain, media sosial

menjadi indikator kepopuleran mereka. Ada "kepuasan intrinsik" pada remaja jika mereka populer di media sosial.

Alasan yang kedua adalah untuk bertukar pikiran. Remaja seringkali meminta pendapat dan persetujuan rekan-rekannya untuk memutuskan sesuatu. Itu wajar jika di dunia nyata. Namun, dengan adanya media sosial, mereka menjadi meminta pendapat untuk hal yang tidak penting. Bukan hanya lewat foto,remaja seringkali menulis status yang berisikan permintaan saran pada rekan-rekan mereka.

(3)

Alasan yang ketiga yaitu untuk membangun citra diri. Media sosial tidak akan mampu mendeskripsikan pribadi seorang pengguna secara utuh. Oleh sebab itu, remaja menjadikan media sosial sebagai penumbuh citra positif mereka. Remaja akan

cenderung memberikan kesan yang baik saat di media sosial. Mereka berharap orang lain melihat mereka seperti apa yang mereka harapkan.

Alasan keempat adalah adiksi atau kecanduan. Media sosial membuat remaja adiksi atau kecanduan. Mereka akan sulit mengalihkan pandang dari situ. Mereka "terjebak" dalam lingkaran drama media sosial. Meskipun mereka terus mengeluh tentang "drama" dalam media sosial, kenyataannya mereka juga pelaku drama tersebut.

Remaja atau adolescence merupakan periode perubahan besar secara fisik, psikologi, dan sosial (Subrahmanyam & Smahel, 2011). Menurut Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009), usia fisik fase remaja berada di antara 13 - 19 tahun. Secara fisik, remaja memiliki pertumbuhan yang dikenal dengan istilah pubertas yang ditandai dengan peningkatan hormon dan tinggi badan.

Secara psikologis, remaja memiliki tugas perkembangan yang ditandai dengan pencarian identitas diri (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Tugas perkembangan adalah hal-hal yang muncul pada periode tertentu pada suatu individu yang dapat menentukan kebahagiaan dan kesuksesan dalam perkembangan periode berikutnya (Havighurst, dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011). Dalam tugas perkembangan remaja yang dideskripsikan Havighurst, elemen yang mendominasi dalam tugas-tugas perkembangan tersebut adalah pembentukan identitas. Contoh tugas perkembangan yang memiliki elemen identitas adalah memiliki perilaku yang membentuk ideologi, mencapai keinginan akan tanggung jawab sosial, dan memiliki emosi independen.

Erikson (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011) menjelaskan identitas sebagai perasaan subjektif terhadap diri sendiri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu. Erikson meyakini bahwa tugas utama dalam fase perkembangan remaja adalah membentuk identitas yang merepresentasikan dirinya yaitu identitas ego. Menurut Erikson (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011), identitas ego adalah kesadaran akan diri sendiri yang terbentuk melalui interaksi sosial. Identitas ego terbentuk dari integrasi pengalaman , kemampuan, bakat, dan kesempatan yang berasal dari suatu peranan sosial, menjadi satu identitas individu yang kompleks (Subrahmanyam & Smahel, 2011). Dalam menjalani tugas perkembangan membentuk identitas ego, remaja cenderung

(4)

mengeksplorasi serta mempelajari berbagai alternatif pengalaman dalam peran dan identitas diri.

Marcia (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011) melihat adanya dua dimensi yang menjadi kunci utama dalam mengidentifikasi posisi ego development remaja yaitu

Exploration dan Commitment. Exploration merupakan kecenderungan remaja untuk

mencari dan mencoba hal-hal baru tanpa harus terikat oleh satu jenis figur identitas sedangkan Commitment merupakan kecenderungan remaja untuk memegang satu jenis identitas dan memiliki tanggung jawab dalam setiap keputusan yang diambil.

Menurut Vygotsky (dalam Collin dkk, 2012), alat yang paling efektif dalam menunjang pembelajaran pengalaman pada anak dan remaja adalah relasi sosial. Jati diri dan identitas manusia terbentuk melalui relasi dengan orang lain. Mengobservasi

perilaku orang lain dan umpan balik dari orang lain adalah contoh interaksi dari aktivitas sosial.

Di era internet sekarang ini, berinteraksi dapat dilakukan juga melalui media sosial. Dalam situs berita Tekno Kompas, Nistanto (2014) menuliskan data dari lembaga survey dunia Taylor Nefson Sofres / TNS (2014) menunjukkan bahwa media sosial yang paling populer di Indonesia sekarang ini adalah Social Networking Service

online seperti Facebook, Google Plus, dan Twitter. Ketiga media sosial tersebut

mencapai deretan teratas di antara paparan media sosial lainnya dengan fitur-fiturnya yang saling menyerupai namun memiliki keunikan tersendiri. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh TNS Insight Report (2014) tersebut, yang menjadi nomor satu di Indonesia dari ketiga media sosial peringkat atas tersebut adalah Facebook dengan pangsa pasar 98% diikuti dengan Google Plus dengan perolehan 54%, dan Twitter menempati posisi ketiga dengan 44%. Berdasarkan data dari situs analitik online Social

Bakers (2013), populasi pengguna Facebook di Indonesia memasuki peringkat 4 di

dunia dengan total 51,6 juta pengguna. Berdasarkan data-data tersebut, maka topik pembahasan yang paling relevan dengan perilaku remaja menggunakan media sosial adalah Facebook yang mendominasi populasi pengguna media sosial jauh di atas saingan lainnya.

Facebook merupakan Social Networking Service yang paling populer di

Indonesia (Safko, 2012). Debut Facebook dimulai pada tahun 2004 sebagai media sosial khusus Harvard dan terus berkembang hingga mendunia sekarang. Salah satu alasan

(5)

mengapa Facebook menjadi media sosial paling populer adalah fitur-fitur khusus yang tersedia di dalamnya. Fitur-fitur dalam Facebook dikembangkan untuk membantu pengguna untuk melakukan interaksi sosial dengan pengguna Facebook lainnya. Berdasarkan kemungkinan untuk melakukan interaksi sosial, yang menjadi fitur dalam

Facebook adalah upload foto, posting, gaming, add friend, chatting, serta like dan comment.

Posting merupakan salah satu fitur dimana pengguna Facebook dapat

mempublikasikan tulisan dan link situs lain yang ada di pikiran yang kemudian dipajang di halaman wall Facebook diri sendiri dan pengguna Facebook lain (Safko, 2012). komunikasi dua arah yang terjadi dengan orang lain melalui konten atau isi dari posting dan feedback berupa like dan comment dari orang lain terhadap posting tersebut. Komunikasi tersebut menciptakan interaksi sosial dalam dunia maya (Ayres, 2015). Hal tersebut menjelaskan mengapa aplikasi yang disebut Facebook merupakan media sosial.

1.2. Rumusan Masalah

Fitur posting di dalam Facebook memfasilitasi komunikasi dua arah antara pengguna dengan pengguna lainnya. Remaja pengguna Facebook, melalui fitur posting, akan mampu berinteraksi dan membina relasi dengan orang lain. Mengingat bahwa interaksi dengan orang lain mampu menunjang proses exploration dan commitment, maka pertanyaan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan posting di

Facebook dengan dimensi exploration pada remaja di Jabodetabek?

2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan posting di

Facebook dengan dimensi commitment pada remaja di Jabodetabek?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari bukti secara ilmiah akan adanya hubungan yang signifikan antara perilaku penggunaan Facebook dengan pembentukan identitas ego remaja di Jabodetabek

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Logo merupakan lambang yang dapat memasuki alam pikiran/suatu penerapan image yang secara tepat dipikiran pembaca ketika nama produk tersebut disebutkan (dibaca),

Seperti halnya dengan pengetahuan komunikasi terapeutik perawat, kemampuan perawat yang sebagian besar pada kategori cukup baik tersebut kemungkinan karena adanya

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan