• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN IKAN RINUAK SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN PATIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN IKAN RINUAK SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN PATIN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH PEMBERIAN IKAN RINUAK SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN PATIN

(Pangasius hypophthalmus, Sauvage)

Ranti Satriani, Mas Eriza dan Abdullah Munzir

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Padang E-mail : ranti_satriani@yahoo.com

ABSTRAK

This study aims to determine the effect of rinuak raw fish and steamed fish rinuak on the survival and growth of larval catfish ( Pangasius hypophthalmus Sauvage ) . This study was conducted for 21 days from the date that is 9 to January 30, 2014 in Freshwater Aquaculture Development Unit Rays Farm Bawal , Lubuk cone . Test fish is catfish larvae aged 8 days to 20 fish stocking density / liter and maintained in a transparent plastic bucket as many as 12 pieces . As a control diet in this study is the silk worms , while the test is a kind of feed raw fish and fish rinuak rinuak steamed . Feeding is done adlibitum and frequency of feeding 3 times a day . Observations were made every day on the mortality of larvae and accompanied by penyifonan daily , while the length of the measurement samples on the growth done every 7 days and growth of the weight at the end of the study . The experiment was conducted with 3 treatments 4 replications . The treatments include treatment A , silk worms , Treatment B , Dough rinuak raw fish and Treatment C , Batter rinuak steamed fish

Analysis of variance of the data showed that larval survival value hit F > F tab , the mean survival was significantly different between treatments , analysis of absolute length growth of catfish larvae also showed the value of the hit F > F tab , which means significantly different between treatments , whereas analysis shows that the growth rate of the weight of the hit F > F tab , also significantly different between treatments . From this research, the highest yield was obtained on treatment A , with an average survival of 92.75 % , the growth of larvae absolute length of 16.3 mm and a weight of 93.5 % growth rate

Keywords : catfish , Pangasius hypophthalmus Sauvage , silk worms , rinuak raw fish , steamed fish rinuak , larvae

I. PENDAHULUAN

Karena sudah cukup lama dikenal masyarakat dan memiliki berbagai kelebihan dibandingkan ikan lainnya, menyebabkan ikan patin termasuk ikan yang mudah diterima masyarakat dan sudah menyebar hampir ke seluruh pelosok tanah air. Namun meskipun demikian, peningkatan konsumsi ikan patin dan peningkatan jumlah pelaku utama pemelihara ikan patin tidak seimbang dengan jumlah pelaku utama produsen benih

ikan patin. Selain faktor SDM, juga dipengaruhi oleh ketersediaan stok pakan alami.

Secara umum, di Sumatera Barat usaha pembenihan ikan patin tidak populer bila dibandingkan dengan usaha pembenihan ikan mas, ikan nila dan lele dumbo. Hal ini terjadi karena permintaan benih ikan patin masih rendah karena usaha pemeliharaannya belum berkembang. Tidak berkembangnya pemeliharaan ikan patin karena konsumsi

(2)

2 ikan patin masyarakat Sumatera Barat

sangat rendah dibanding dengan konsumsi masyarakat di Jambi dan Riau.

Meskipun harga benih ikan patin tergolong lebih mahal dari pada benih ikan lele dumbo, ikan mas dan nila, namun keberadaan pembenih ikan patin di Sumatera Barat hanya beberapa UPR atau lembaga saja. Salah satu penyebabnya adalah tingginya biaya produksi untuk membeli pakan larva seperti artemia. Selain itu, cacing sutera sebagai pakan alami lanjutan sewaktu-waktu sulit untuk mendapatkannya karena kondisi cuaca dan juga jarak tempuh yang jauh untuk membelinya. Untuk menyiasati hal tersebut, penulis ingin mencoba mencarikan solusi bagi calon pembenih ikan patin, khususnya di wilayah kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Agam yang selama ini masih mendatangkan benih ikan patin dari Riau dan Jambi. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menggunakan ikan rinuak (Psilopsis sp) sebagai bahan baku pakan larva ikan patin.

Munculnya ide untuk penggunaan ikan rinuak sebagai pakan alternatif larva ikan patin merupakan solusi dari beberapa masalah yang ditemui pada pelaksanaan KKN-PPM penulis beserta rekan-rekan mahasiswa FPIK Universitas Bung Hatta di Nagari Sungai Batang Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam pada Tahun 2012 lalu.

Sebagaimana hasil penelitian Sihombing (2013), adonan ikan rinuak kukus memiliki kandungan protein 16,3% yang dapat memberikan pertumbuhan mutlak larva lele dumbo 9,1 mm dan kelangsungan hidup 99,4%. Berdasarkan pengamatan atau survey, penulis melakukan lanjutan penelitian untuk jenis ikan berbeda dengan judul : “Pengaruh Pemberian Ikan Rinuak Sebagai Pakan Alternatif Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus, Sauvage)”.

II. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama 21 hari yaitu dari Tanggal 9 s.d 30 Januari 2014 di Unit Pengembangan Budidaya Ikan Sinar Bawal Farm Dusun III, Jorong Ujung Padang, Nagari Kampung Tangah, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat.

Bahan uji yang digunakan adalah larva patin umur 8 hari dengan padat tebar 10 ekor/liter yang diperoleh dari hasil pembenihan di Kabupaten Kampar. Sebagai pakan kontrol adalah cacing sutera, jenis pakan yang diuji adalah ikan rinuak (Psilopsis sp) yang dijadikan adonan ikan rinuak segar dan adonan ikan rinuak kukus. Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan larva adalah ember plastik yang transparan sebanyak 12 buah dan masing-masing mampu menampung air 22 liter.

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode eksperimen menggunakan

(3)

3 rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3

perlakuan dan 4 ulangan. Penempatan perlakuan dilakukan secara acak. Sebagai perlakuan pakan uji adalah :

 Perlakuan A : Cacing sutera hidup.  Perlakuan B: Adonan ikan rinuak

mentah.

 Perlakuan C: Adonan ikan rinuak kukus. Persiapan pakan yang dilakukan antara lain: 1. Menyiapkan ikan rinuak segar:

a. Ikan rinuak segar atau yang masih mentah disiapkan sebanyak 200 gram untuk diblender langsung hingga halus.

b. Hasil blenderan yang berupa adonan ditampung dalam mangkok plastik yang diberi kode lalu disimpan dalam kulkas.

c. Adonan siap untuk diberikan pada larva. Apabila telah habis, disiapkan kembali.

2. Menyiapkan ikan rinuak kukus:

a. Ikan rinuak segar di kukus sebanyak 200 gram selama 5 menit hingga berubah warna menjadi memutih terang.

b. Selanjutnya ditiriskan dan

didinginkan selama 10 menit lalu dilakukan pemblenderan hingga berbentuk adonan. Hasil blenderan ditampung dalam mangkok plastik yang diberi kode dan disimpan dalam kulkas.

c. Adonan siap untuk diberikan pada larva. Apabila habis, disiapkan kembali.

Tahap Pelaksanaan adalah:

a. Menghitung jumlah larva untuk masing-masing ember sebanyak 200 ekor. b. Melakukan pengukuran panjang total

awal dan bobot awal sebanyak 10% dan selanjutnya ditebar secara hati-hati ke dalam wadah.

c. Pemberian pakan pada larva dilakukan setelah 6 jam berada dalam wadah pemeliharaan. Untuk pemberian pakan hari pertama sebanyak 1/4 sendok teh

setiap wadah dan takaran pakan pada hari berikutnya disesuaikan dengan cara pemberian adlibitum.

d. Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari yaitu pagi dan sore.

e. Pengamatan terhadap kelangsungan hidup dilakukan setiap hari dengan cara melakukan pencatatan terhadap larva yang mati dari setiap ember. Pada saat air dalam masing-masing ember dibuang 80%, larva yang mati dikeluarkan dan seterusnya air baru ditambah sesuai volume awal untuk menjaga kualitas air. f. Pengambilan sampel untuk mengetahui pertumbuhan panjang dilakukan setiap 7 hari. Cara pertama, larva diambil satu ekor menggunakan seser halus secara hati-hati hingga hanya berada pada sedikit air, lalu diambil menggunakan sendok kecil untuk diletakkan pada

(4)

4 kertas dan rol penggaris untuk melihat

berapa panjangnya. Setelah diketahui segera larva dimasukkan kedalam baskom penampung sementara yang telah berisi air. Cara kedua, larva diambil dengan seser dan tetap ditempatkan di permukaan air wadah dengan sedikit air. Untuk mengurangi agresif larva dapat dilakukan dengan mengangkat seser diatas permukaan air. Setelah lebih jinak, dapat diambil dan diletakkan satu per satu di telapak tangan dan mengukur panjang totalnya dengan rol penggaris. Hal tersebut dikerjakan pada larva berikutnya hingga seluruh larva sampel selesai diukur.

g. Melakukan penimbangan bobot larva patin pada akhir penelitian dilakukan dengan pengambilan 10 % ikan dari setiap wadah pada akhir penelitian. Cara

yang dilakukan adalah menyiapkan air sebanyak 200 cc lalu dituangkan ke dalam gayung. Selanjutnya, larva sampel dimasukkan kedalam gayung lalu dituangkan kedalam plastik. Sampel larva ditimbang kemudian air dituangkan ke baskom kecil dan ikan patin dipisah menggunakan seser. Air tanpa ikan ditimbang kembali untuk mengetahui bobotnya.

Peubah yang diamati adalah kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan patin. Data tentang tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva dianalisis dengan Analisa Varian (Anava) dan Uji Duncan (DMRT). Setelah data dianalisis maka diperoleh nilai F Hitung dan kemudian dibandingkan dengan F Tabel dengan tingkat kepercayaan 95% dan 99%.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kelangsungan Hidup

Dari pengamatan yang dilakukan terhadap kelangsungan hidup larva ikan patin selama penelitian rata-rata antara

84,75% - 92,75%. Kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan A yaitu 92,75%. Seterusnya adalah perlakuan C yaitu 84,87% dan perlakuan B yaitu 84, 75%. Untuk lebih jelasnya disajikan pada tabel 1 .

Tabel 1. Rata-rata Kelangsungan Hidup Larva Ikan Patin (%)

Ulangan Perlakuan A B C 1 92,5 85,0 83,0 2 93,5 84,0 84,5 3 91,0 86,0 85,0 4 94,0 84,5 86,5 Jumlah 371,0 339,50 339,0 Rata-rata 92,75 a 84,87b 84,75b Keterangan:

Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05), sedangkan huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan tidak berbeda antar perlakuan (p > 0,05)

(5)

5 Hasil analisa sidik ragam

menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan A-B maupun perlakuan A-C, sedangkan perlakuan B-C tidak berbeda nyata. Selengkapnya disajikan pada lampiran 1 dan lampiran 5. Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa kelangsungan hidup rendah pada perlakuan B (84,87%) dan perlakuan C (84,75%), diduga terjadi karena pertukaran selera makan yang drastis dari pemberian akan alami jenis cacing sutera kepada pakan uji berupa adonan ikan rinuak mentah dan adonan ikan rinuak kukus yang menyebabkan larva tidak makan dan

menyebabkan kematian. Pada larva ikan patin yang mati umumnya dengan kondisi perut tidak berisi makanan dan berbeda dengan larva ikan patin pada perlakuan A dengan isi perut penuh dan berwarna merah pertanda cacing sutera dikonsumsi dengan sempurna. Dari pengamatan terhadap mortalitas larva bahwa pada minggu pertama awal pemberian pakan uji memberikan tingkat kematian larva terbanyak dibanding pada minggu kedua dan minggu ketiga. Untuk lebih lengkapnya rata-rata kelangsungan hidup larva ikan patin sebagaimana gambar 1 di bawah ini.

80 82 84 86 88 90 92 94 A B C Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) Gambar 1. Grafik rata-rata kelangsungan hidup larva ikan patin

selama penelitian Respon terhadap pakan yang diberikan juga mempengaruhi kelangsungan hidup larva ikan patin. Dari kedua pakan uji perlakuan B dan perlakuan C dapat dilihat respon untuk segera mencaplok makanan sangat lambat jika dibandingkan dengan respon larva pada perlakuan A yang diberikan cacing sutera. Sehingga pada waktu pemberian pakan berikutnya masih ada terdapat sisa pakan uji untuk

masing-masing perlakuan. Sebagaimana menurut Sihombing (2013), konsumsi terhadap adonan ikan rinuak dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ukuran pakan uji yang disiapkan dengan cara memblendernya hingga halus, aroma, rasa dan tekstur daging ikan rinuak, sedangkan faktor internalnya sebagaimana menurut Torrans ( 1983) dalam Effendi (2002), antara lain: ukuran

92,75

(6)

6 bukaan mulut larva ikan dan pergerakannya

yang aktif.

3.2. Pertumbuhan Panjang Mutlak

Hasil penelitian terhadap pertumbuhan panjang larva ikan patin yang diberikan jenis pakan berbeda memberikan nilai rata-rata pertumbuhan panjang mutlak antara 9,6 mm – 16,3 mm. Pertumbuhan

panjang mutlak tertinggi pada perlakuan A (pakan cacing sutera hidup) yaitu 16,3 mm. Seterusnya perlakuan B (pakan adonan ikan rinuak mentah) yaitu 11,5 mm dan yang terendah adalah pada perlakuan C (pakan adonan ikan rinuak kukus) yaitu 9,6 mm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini

Tabel 2. Rata-rata Pertumbuhan Panjang Mutlak Larva Ikan Patin (mm)

Ulangan Perlakuan A B C 1 16,5 11,5 9,8 2 16,3 11,2 9,3 3 16,4 11,6 9,5 4 16,2 11,5 9,7 Jumlah 65,4 45,8 38,3 Rata-rata 16,3 a 11,5b 9,6b Keterangan:

Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05), sedangkan huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan tidak berbeda antar perlakuan (p > 0,05)

Data grafik rata-rata pertambahan panjang larva ikan patin pada saat pengambilan sampel dapat disajikan dalam

bentuk grafik sebagaimana gambar 2 berikut. 0 5 10 15 20 1 8 15 21 Hari ke-Panj ang M ut lak ( m m ) Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C

(7)

7 Terjadinya perbedaan yang nyata pada

pertumbuhan panjang mutlak larva disebabkan oleh adanya perbedaan

kandungan nutrisi pakan. Untuk lebih jelasnya sebagaimana tabel 5.

Tabel 3. Perbandingan Kandungan Protein Pakan yang digunakan dalam Penelitian

No Parameter Satuan Kode Sampel

A1) B1) C2)

1 Protein % 40,18 21,05 16,30

2 Lemak % 12,57 5,93 4,85

Keterangan:

A : Cacing sutera hidup, B: Adonan ikan rinuak mentah, C: Adonan ikan rinuak kukus

1). Surat Keterangan Analisis Laboratorium Dasar Universitas Bung Hatta, 2). Sihombing (2013)

Meskipun pada semua pakan uji memiliki protein antara 16,30 – 21,05%, namun tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak larva ikan patin karena kandungan protein yang dimilikinya masih ada yang tidak dapat tercerna sepenuhnya oleh sistem pencernaan larva ikan patin. Terkait dengan tidak tercernanya protein yang ada dalam pakan meskipun nilai proteinnya tinggi tapi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dapat dipedomani sebagaimana pendapat Stroband & Dabrowski (1979) dalam Effendi (2004), yang menyatakan bahwa pada kondisi saluran pencernaan yang masih sangat sederhana, produksi enzim-enzim pencernaanpun sangat rendah. Rendahnya aktifitas enzim dan ketiadaan salah satu atau beberapa enzim pencernaan akan sangat mempengaruhi kemampuan cerna larva. Selain itu, aktivitas enzim merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ikan secara umum. Aktivitas enzim pencernaan sendiri secara umum bervariasi menurut umur dan faktor fisiologis ikan (Hepher, 1988 dalam Fachrurrozi, 2000) . Perubahan atau variasi aktivitas enzim berhubungan dengan tingkat perkembangan sistem pencernaan dan perbedaan kebutuhan nutrien dalam setiap stadia kehidupan larva (Cahu dan Infante, 1995 dalam Effendi, 2006).

3.3. Laju Pertumbuhan Bobot

Laju Pertumbuhan bobot larva ikan patin pada akhir penelitian antara 45,9% -93,5%. Laju pertumbuhan bobot larva tertinggi pada perlakuan A yaitu 93,5%, selanjutnya perlakuan B yaitu 55,5% dan terendah pada perlakuan C yaitu 45,9%. Untuk lebih jelasnya sebagaimana pada tabel 4.

(8)

8 Tabel 4. Laju Pertumbahan Bobot Harian Larva Ikan Patin (%)

Ulangan Perlakuan A B C 1 93,5 55,7 46,0 2 93,2 55,4 45,8 3 93,4 55,6 45,9 4 93,9 55,3 45,9 Jumlah 374 222 183,6 Rata-rata 93,5 a 55,5b 45,9b Keterangan:

Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05), sedangkan huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan tidak berbeda antar perlakuan (p > 0,05)

Dari analisa sidik ragam, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan bobot harian larva ikan patin antar perlakuan berbeda nyata (p < 0,05). Untuk lebih

lengkapnya rata-rata laju pertumbuhan bobot harian larva ikan patin disajikan dalam bentuk grafik sebagaimana gambar 3 berikut. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Pertumbuhan Bobot Harian (%) A B C Perlakuan

Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan bobot harian larva ikan patin

Pada gambar 3 di atas menunjukkan bahwa grafik laju pertumbuhan antara perlakuan A dengan perlakuan B maupun perlakuan C. Grafik tersebut sejalan dengan kandungan gizi pakan terutama protein yang

ada dalam pakan uji seperti cacing sutera, ikan rinuak mentah dan ikan rinuak kukus. Kadar protein cacing sutera 40,18% dapat dikonversi menjadi daging sehingga laju pertumbuhan bobot larva ikan patin pada

93,5

55,5

(9)

9 perlakuan A lebih tinggi dibanding dengan

perlakuan B yang mengkonsumsi ikan rinuak mentah dengan kandungan protein 21,05% dan perlakuan C yang mengkonsumsi ikan rinuak kukus dengan kandungan protein 16,30%. Perbedaan kandungan protein pakan yang berbeda membuat konversi pakan ke daging membuat berat bobot juga berbeda.

Sebagaimana pada perlakuan C, dengan bahan yang sama dengan perlakuan B memberikan kandungan protein yang berbeda. Perbedaan yang menyebabkan terjadinya penurunan kandungan protein ikan rinuak dari kondisi mentah (21,05%) menjadi ikan rinuak dengan kondisi di kukus (16,30%) karena proses pemanasan yang menyebabkan hilangnya kandungan protein sebesar 4,75%.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan antara lain:

1. Kelangsungan hidup larva ikan patin tertinggi adalah perlakuan A (Cacing sutera) 92,75%, selanjutnya perlakuan B (adonan ikan rinuak mentah) 84,87% dan perlakuan C (adonan ikan rinuak kukus) 84,75%.

2. Pertumbuhan panjang mutlak tertinggi adalah perlakuan A (Cacing sutera) 16,3 mm, selanjutnya perlakuan B (adonan ikan rinuak mentah) 11,5 mm dan

perlakuan C (adonan ikan rinuak kukus) 9,6 mm.

3. Laju pertumbuhan bobot tertinggi adalah perlakuan A (Cacing sutera) 93,5 %, selanjutnya perlakuan B (adonan ikan rinuak mentah) 55,5 % dan perlakuan C (adonan ikan rinuak kukus) 45,9 %. Adapun saran yang dapat disampaikan sesuai dengan hasil penelitian ini adalah ikan rinuak mentah dan ikan rinuak kukus dapat digunakan untuk pakan alternatif larva ikan patin meskipun tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak maupunj laju pertumbuhan bobot masih dibawah cacing sutera.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi,Irzal & K. Sumawidjaja, 2002. Pemberian Pakan Bagi Larva Ikan Betutu, (Oxyeleotris marmorata, Blkr), pada Dua Minggu di Awal Hidupnya. Jurnal Akuakultur Indonesia, 1(3): 101–107.

Effendi,Irzal, D. Jusadi & A. I. Nirwana, 2004. Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata, Blkr.), yang diberi Rotifer diperkaya Wortel. Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(1): 9-13.

Effendi, Irzal, D.Augustine dan Widanarni, 2006. Perkembangan Enzim Pencernaan Larva Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(1): 41-49. Fachrurrozi, 2000. Pengaruh Perendaman

Larva Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Umur 7 Hari dalam Larutan 17 Methylestoseron Pada Suhu Berbeda Terhadap Rasio Kelamin, Laju Pertumbuhan dan

(10)

10 Kelangsungan Hidup. Skripsi

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Sihombing, Toguan, 2013. Pakan Alternatif Untuk Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Lele Dumbo (Clarias gariepinus, Burchell)

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Kelangsungan Hidup Larva Ikan Patin (%)
Tabel 2. Rata-rata Pertumbuhan Panjang Mutlak Larva Ikan Patin (mm)
Tabel 3. Perbandingan Kandungan Protein Pakan yang digunakan                                 dalam Penelitian
Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan bobot harian larva ikan patin

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut telah menunjukkan adanya implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Struktur Organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Secara umum, pokea awal matang gonad di muara Sungai Pohara dan muara Sungai Lasolo berada pada ukuran yang relatif sama dengan beberapa kerang lainnya (Tabel 2)

Hasil penelitian ini menunjukkan variabel leverage berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, sedangkan ukuran dewan komisaris, ukuran

Tugas Dinas Kesehatan Provinsi  Membuat rencana penyelenggaraan  Membentuk tim penguji provinsi  Membuat surat pengajuan pelaksanaan uji ke unit pembina  Memfasilitasi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui genus bakteri apa yang terdapat pada tempat-tempat penampungan air habitat hidup nyamuk Aedes aegypti..

Model produktivitas yang diperoleh dari regresi dikalikan luas area tanam dan pola tanam yang berdasarkan pola indeks vegetasi dari data penginderaan jauh dalam satu tahun

Dari data di atas dapat peneliti sampaikan bahwa jumlah sampel yang akan peneliti ambil (teliti) adalah sebanyak 61 orang wanita tani yang bekerja sebagai

Sebuah client yang menjalankan method pada remote server object sebenarnya menggunakan stub atau proxy yang berfungsi sebagai perantara untuk menuju remote server object