• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posisinya sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posisinya sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawat

2.1.1 Pengertian Perawat

Secara sederhana, perawat adalah orang yang mengasuh dan merawat orang lain yang mengalami masalah kesehatan. Namun pada perkembangannya, defenisi perawat semakin meluas. Kini, pengertian perawat merujuk pada posisinya sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada mayarakat secara profesional. Perawat merupakan tenaga profesional mempunyai kemampuan, tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan/atau memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan (Rifiani dan Sulihandari, 2013).

2.1.2 Falsafah Keperawatan

Falsafah keperawatan adalah keperawatan yang mengkaji penyebab dan hukum-hukum yang mendasari realitas, serta keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang lebih berdasarkan pada alasan logis daripada metoda empiris. Falsafah keperawatan memiliki tujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Rifiani dan Sulihandari, 2013).

2.1.3 Standar dan Kriteria dalam Keperawatan

Menurut Kamus Collins yang dikutip oleh Johani (2003) mendefinisikan standart sebagai ―suatu tingkat kesempurnaan atau kualitas‖ dan ―sebuah contoh yang diterima atau yang disetujui tentang sesuatu yang menjadi dasar penilaian atau pengukuran‖. Standart adalah suatu tingkat kinerja yang secara umum

(2)

dikenal sebagai sesuatu yang dapat diterima adekuat, atau memuaskan dan digunakan sebagai tolak ukur dan titik acuan yang dapat digunakan sebagai pembanding. Mendefenisikan standar sebagai suatu pengukur yang lebih akurat merupakan alternatif lainnya. Standar, seringkali berupa numeric, merupakan pengukuran kuantitatif yang spesifik sedangkan kriterianya hanya merupakan bagian atau atribut dari kualitas mutu pelayanan. Standar dan kriteria dalam mutu pelayanan dibentuk dengan mengidentifikasi dan menyepakati elemen-elemen dari praktik yang baik.

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat diukur melalui standar pelayanan di rumah sakit yang berfungsi untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan apakah pelayanan/asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit sudah mengikuti dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut.

2.1.4 Fungsi Perawat

Fungsi utama perawat adalah membantu pasien/klien baik dalam kondisi sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui layanan keperawatan. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi yaitu: fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen.

1. Fungsi Independen.

Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia.

(3)

2. Fungsi Dependen.

Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.

3. Fungsi Interdependen.

Fungsi Interdependen merupakan fungsi yang dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan lain (Rifiani dan Sulihandari, 2013).

2.1.5 Peran Perawat

Menurut Rifiani dan Sulihandari (2013), keperawatan memiliki peran-peran pokok dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Peran pokok perawat antara lain sebagai berikut:

1. Caregiver (pengasuh).

2. Client advocate (advokat klien). 3. Counselor.

4. Educator (pendidik). 5. Coordinator (coordinator) 6. Collaborator (kolaborator). 7. Consultan (konsultan).

(4)

2.2 Shift Kerja

2.2.1 Pengertian Shift Kerja

Menurut Riggio yang dikutip oleh Kodrat (2009) shift kerja adalah bentuk penjadwalan dimana kelompok kerja mempunyai alternatif untuk tetap bekerja dalam perpanjangan operasi yang terus-menerus. Pada mulanya jadwal kerja sering disebut jadwal internasional dimulai pukul 08.00 atau 09.00 pagi sampai dengan 16.00 atau 17.00 sore, kemudian tidak ada lagi jadwal kerja lain pada hari itu. Shift kerja merupakan pola waktu kerja yang diberikan kepada pekerja untuk mengerjakan sesuatu dan biasa dibagi kepada pekerja pagi, sore dan malam. Shift kerja terjadi bila dua atau lebih pekerja bekerja secara berurutan pada lokasi pekerjaan yang sama. Bagi seorang pekerja, shift kerja berarti berada pada lokasi kerja yang sama, teratur pada saat yang sama (shift kontinu) atau pada waktu yang berlainan (shift kerja rotasi).

Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, dimana pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya, sedang shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam per hari. Menurut Suma‘mur (2009) dalam bukunya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja waktu kerja meliputi lamanya seseorang mampu bekerja secara baik, hubungan diantara waktu bekerja dengan istirahat, dan waktu bekerja selama sehari menurut periode.

2.2.2 Pembagian Karakterisitik Shift Kerja

Shift kerja mempunyai dua macam, yaitu shift berputar (rotation) dan shift tetap (permanent). Menurut Knauth (1988) terdapat 5 faktor shift kerja :

(5)

1. Jenis shift (pagi, siang, malam). 2. Panjang waktu tiap shift.

3. Waktu dimulai dan berakhir satu shift. 4. Distribusi waktu istirahat.

5. Arah transisi shift.

Monk da Folkrad (1983) mengkategorikan tiga tipe sitem shift kerja, yaitu sistem shift permanen, sistem rotasi shift cepat dan sistem rotasi shift lambat.

1. Sistem Shift Permanen.

Dalam sistem shift ini setiap individu tetap bekerja hanya pada satu bagian dari 3 shift kerja setiap 8 jam. Biasanya digunakan di rumah sakit terutama kepada perawat, namun sebagian negara tidak menggunakannya oleh karena tidak meratanya distribusi beban kerja setap hari. Namun beberapa studi melaporkan bahwa pekerja shift malam tidak jauh berbeda keadaannya dengan pekerja shift pagi.

2. Sistem Rotasi Shift Cepat.

Tenaga kerja secara bergilir bekerja dengan periode rotasi kerja 2-3 hari. Sistem shift ini lebih banyak disukai karena dapat mengurangi kebosanan kerja, kerugiannya menyebabkan kinerja shift malam terganggu dan waktu tidur bertambah sehingga diperlukan 2-3 hari libur setelah kerja malam. Berdasarkan faktor sosial dan fisiologis diusulkan sistem rotasi shift cepat yaitu sistem 2-2-2, yaitu: rotasi shift kerja pagi, siang dan malam dilaksanakan masing-masing 2 hari, dan pada akhir periode shift kerja malam diberi libur 2 hari dan kembali lagi ke siklus shift kerja semula.

(6)

Sistem rotasi shift 2-2-3, yaitu: rotasi shift kerja dimana salah satu shift dilaksanakan 3 hari bergiliran setiap periode shift dan dua shift lainnya dilaksanakan masing-masing 2 hari. Pada akhir perode shift kerja diberi libur 2 hari.

3. Sistem Rotasi Shift Lambat.

Sistem shift ini merupakan kombinasi antara sistem shift permanen dan sistem rotasi shift cepat. Rotasi shift kerja berbentuk mingguan, dua mingguan atau bulanan. Sistem shift ini menyebabkan circadian rhythm terganggu pada shift malam dan tidak dapat menyesuaikan perubahan siklus tidur atau bangun.

De la Mare dan Walker menyatakan bahwa umumnya shift kerja tidak disukai walaupun ada individu dengan positif menyukainya. Studi awal shift kerja ditemukan bahwa shift kerja permanen lebih disukai (61%) dibandingkan shift kerja rotasi (12%) dan shift malam permanen (27%). Penelitian terakhir cenderung sistem rotasi shift cepat lebih disukai.

Menurut International Labour Organization (2012) sistem shift kerja dapat dibagi atas:

1. Sistem 3 shift 4 kelompok (4x8 hours continuous shift work), yaitu 3 kelompok shift bekerja setiap 8 jam sedang 1 kelompok lagi istirahat. Sistem ini digunakan bagi aktivitas produksi terus-menerus dan tidak ada hari libur. Rotasi shift 2-3 hari.

2. Sistem 3 shift 3 kelompok (3x8 hours semi continuous shift work), yaitu 3 kelompok shift bekerja setiap 8 jam dan pada akhir minggu libur.

(7)

Menurut Coleman yang dikutip oleh Kodrat (2009) terdapat empat jenis dampak shift, yaitu :

1. Job Performance

Perubahan jadwal shift kerja yang terus-menerus menyebabkan pekerja harus terus beradaptasi dengan perubahan tersebut.

2. Job Related Attitude

Karyawan yang bekerja pada shift malam sering menunjukkan sikap dan emosi.

3. Personal Health

Pekerjaan yang menggunakan sistem shift dapat mengganggu kesehatan secara fisik dan mental, karena situasi dan kondisi pada setiap shift berbeda. Pekerja harus menyesuaikan kondisi fisik setiap kali bekerja di shift yang berbeda.

4. Social and Domestic Factor

Pembagian shift kerja dapat menyebabkan pekerja yang sudah berkeluarga atau pekerja wanita mengalami kesulitan dalam membagi waktu bersosialisasi, berkomunikasi dengan anggota keluarga lain dan melakukan aktivitas religius.

Menurut Suma‘mur (2009) dalam bukunya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja dalam soal periode waktu kerja siang atau malam, sangat menarik adalah sistem kerja bergilir, terutama masalah kerja malam. Sehubungan dengan kerja malam dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut :

(8)

1. Irama faal manusia sedikit atau banyak terganggu oleh system kerja malam- tidur siang. Fungsi-fungsi fisiologis tenaga kerja tidak dapat disesuaikan sepenuhnya dengan irama kerja demikian.

2. Demikian pula metabolisme tubuh tidak sepenuhnya dapat, bahkan banyak yang sama sekali tidak dapat diadaptasikan dengan kerja malam-tidur siang.

3. Kelelahan pada kerja malam relatif sangat besar.

4. Jumlah jam kerja yang dipakai untuk tidur bagi pekerja malam pada siang harinya relatif jauh lebih dari seharusnya, dikarenakan gangguan suasana siang hari seperti kebisingan, suhu, keadaan terang, dan lain-lain dan oleh karena kebutuhan badan yang tidak dapat diubah seluruhnya menurut kebutuhan yaitu terbangun oleh dorongan lapar atau buang air kecil yang relatif banyak pada siang hari.

5. Kurangnya tidur dan kurang berfungsinya alat pencernaan berakibat antara lain penurunan berat badan.

Selain faktor-faktor di atas, kerja malam juga dapat mengganggu kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat karena terbatasnya waktu berkumpul dengan keluarga dan masyarakat.

2.2.3 Efek Shift Kerja

Menurut Fish (2000) efek shift kerja yang dapat dirasakan tenaga kerja yaitu:

1. Efek fisiologis

(9)

1. Kualitas tidur yang terganggu. Tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja malam.

2. Menurunnya kapasitas kerja fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah.

3. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan. 2. Efek Psikososial

Efek menunjukkan masalah lebih besar dari efek fisiologis, antara lain adanya gangguan kehidupan keluarga, hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat. Demikian pula adanya pandangan di suatu daerah yang tidak membenarkan pekerja wanita bekerja pada malam hari, mengakibatkan tersisih dari masyarakat.

3. Efek Kinerja

Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjan seperti kualitas control dan pemantauan.

3. Efek Terhadap Kesehatan

Efek shift kerja menyebabkan gangguan gastrointensitinal berupa dyspepsia atau ulcus ventriculi dimana masalah ini kritis pada umur 40-45 tahun. Sistem shift kerja dapat menjadi masalah keseimbangan kadar gula dalam darah dengan insulin bagi penderita diabetes.

(10)

4. Efek Terhadap Keselamatan Kerja

Survei pengaruh terhadap shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan Smith et.al, melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi shift kerja (malam) dengan rata-rata jumah kecelakaan 0,69% per tenaga kerja. Tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift pagi dan lebih banyak terjadi pada shift malam (Adiwardana, 1989).

2.2.4 Irama Sirkadian ( Circadian Rhythm)

Jika tubuh bergerak selama 24 jam, akan mengalami fluktuasi dalam hal-hal tertentu seperti temperatur, kemampuan untuk bangun, aktivitas lambung, denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormon. Pola aktivitas tubuh akan terganggu bila bekerja malam dan maksimum terjadi selama shift malam (Singleton, 1972).

Winarsunu (2008) mengatakan bahwa manusia mempunyai ‗circadian rhythm’, yaitu fluktuasi dari berbagai macam fungsi tubuh selama 24 jam. Dimana manusia berada pada 2 fase, diantaranya:

1. Fase ergotrophic

Pada siang hari manusia berada pada fase ergotrophic yaitu fase dimana semua organ dan fungsi tubuh siap untuk melakukan tindakan.

(11)

2. Fase trophotropic

Pada malam hari manusia berada pada fase trophotropic yaitu fase dimana tubuh melakukan pembaharuan cadangan energi atau penguatan kembali.

2.3 Kelelahan Kerja

Istilah kelelahan selalu mengarah kepada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala. Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue (A.M Sugeng Budiono, dkk 2003).

Suma‘mur dalam bukunya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (2009) kelelahan menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja.

Secara psikologis, kelelahan yaitu keadaan mental dengan ciri menurunnya motivasi, ambang rangsang meningi, menurunnya kecermatan dan kecepatan pemecah persoalan. Secara fisiologis, kelelahan yaitu penurunan kekuatan otot yang disebabkan karena kehabisan tenaga dan sisa-sisa metabolisme, misalnya asam laktat dan karbon dioksida. Kelelahan diterapkan berbagai macam kondisi merupakan suatu perasaan bagi setiap orang mempunyai arti tersendiri dan bersifat subjektif (Kodrat, 2009).

(12)

2.3.1 Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja dibedakan berdasarkan: 1. Proses dalam otot yang terdiri atas;

a. Kelelahan otot ditandai oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya koordinasi serta otot menjadi gemetar (Suma‘mur, 2013).

b. Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja, yang penyebabnya adalah keadaan persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis (Suma‘mur, 2013). Perasaan adanya kelelahan secara umum dapat ditandai dengan berbagai kondisi antara lain: lelah pada organ penglihatan atau mata, mengantuk, stress (pikiran tegang) dan rasa malas bekerja circadian fatigue (Nurmianto, 2004).

2. Waktu terjadinya kelelahan.

a. Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan

b. Kelelahan kronis terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan.

3. Penyebab terjadinya kelelahan

a. Faktor fisiologis, yaitu akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam darah, penurunan waktu reaksi.

(13)

b. Faktor psikologi, yaitu konflik yang mengakibatkan stress yang berkepanjangan, ditandai dengan menurunya prestasi kerja, rasa lelah dan ada hubungannya dengan faktor psikososial (Schultz, 1982). 2.3.2 Gejala Kelelahan Kerja

Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptons) secaa subjektif dan objektif antara lain sebagai berikut (Ramandhani, 2003).

a. Perasaan lesu, ngantuk, dan pusing. b. Tidak atau kurang mampu berkonsentrasi. c. Berkurangnya tingkat kewaspadaan. d. Persepsi yang buruk dan lambat.

e. Tidak ada atau berkurangnya gairah untuk bekerja. f. Menurunnya kinerja jasmani dan rohani.

Beberapa gejala ini dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja. Beberapa bentuk kelelahan yang terjadi pada dunia kerja merupakan suatu kondisi kronis ilmiah. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti selalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Apabila keadaan seperti ini berlarut-larut maka akan muncul tanda-tanda memburuknya kesehatan yang lebih tepat disebut kelelahan klinis atau kronis.

Pada keadaan seperti ini, gajalanya tidak hanya muncul selama periode stress atau sesaat setelah masa stress tetapi cepat atau lambat akan sangat

(14)

mengancam setiap saat. Perasaan lelah kerapkali muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja misalnya berupa perasaan yang bersumber dari terganggunya emosi. Sejumlah orang kerapkali menunjukkan gejala-gejala seperti meningkatnya ketidakstabilan jiwa, depresi, kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja, dan meningkatnya sejumlah penyakit fisik (Ramandhani, 2003). 2.3.3 Penyakit Berhubungan dengan Kelelahan

Kelelahan berkepanjangan adalah yang dilaporkan sendiri, persisten (konstan) kelelahan yang berlangsung setidaknya satu bulan. Kelelahan kronis adalah kelelahan yang dilaporkan sendiri berlangsung setidaknya enam bulan berturut-turut. Kelelahan kronis dapat berupa persisten atau kambuh. Kelelahan kronis adalah gejala dari banyak penyakit dan kondisi. Menurut Kuswana (2014), beberapa kategori utama penyakit yang berhubungan dengan kelelahan antara lain sebagai berikut.

a. Gangguan darah seperti anemia dan hemochromatosis. b. Kanker dalam hal ini disebut kelelahan kanker.

c. Sindrom kelelahan kronis (CFS).

d. Gangguan makan yang dapat menghasilkan kelelahan karena gizi yang tidak memadai.

e. Depresi dan gangguan mental lainnya yang menampilkan perasaan depresi.

f. Penyakit jantung.

g. Kurang tidur atau gangguan tidur. h. Sroke.

(15)

2.3.4 Penyebab Kelelahan Kerja

Akar masalah kelelahan umum terjadi karena monotonnya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja yang bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. Pengaruh dari keadaan yang menjadi sebab kelelahan tersebut seperti berkumpul dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma‘mur, 2013).

2.3.5 Proses Terjadinya Kelelahan

Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi kelangsungan aktivasi otot. Suma‘mur (2013) menjelaskan keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaraan yaitu otak (cortex ceberi) yang dipengaruhi atas dua sistem saraf antagonis yaitu sistem penghambat dan sistem penggerak. Sistem penghambat bekerja terhadap thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia beraksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh ke arah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain-lain.

Dengan demikian, keadaan seseorang pada suatu saat bergantung pada hasil kerja kedua sistem ini. Apabila sitem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya, apabila sistem penghambat lebih kuat dari system penggerak

(16)

maka orang akan mengalami kelelahan. Itulah sebabnya, seseorang yang sedah lelah dapat melakukan aktivitas secara tiba-tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak terduga dengan ketegangan emosi. Demikian juga kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa.

2.3.6 Cara Mengatasi Kelelahan

Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai cara yang ditujukan kepada aneka hal yang bersifat umum dan pengelolaan kondisi pekerjaan dan lingkungan di tempat kerja. Misalnya, banyak hal dapat dicapai dengan cara menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketetentuan yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelenggaraan tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan keharmonisan mental-psikologis, pemanfaatan masa libur dan peluang untuk rekreasi. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan perlengkapan dan peralatan kerja, cara kerja serta pengolahan lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan fisiologi dan psikologi merupakan upaya yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan (Suma‘mur, 2013).

2.3.7 Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran yang dilakukan peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Menurut Tarwaka et.al. (2004), mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut :

(17)

1. Kualitas dan Kuantitas kerja yang dilakukan pada metode ini, kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.

2. Uji Psikomotor (psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu , denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan.

3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusio test) dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan, disamping itu untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Uji beban kerja mental secara Fisiologis/Biomekanis

Seseorang tenaga kerja dapat dianggap fit untuk sesuatu pekerjaan tertentu, bila orang itu dapat melakukan pekerjaan tersebut secara

(18)

terus-menerus tanpa merasa lelah dan mempunyai kapasitas cadangan bila harus menghadapi beban kerja yang lebih berat tanpa terjadi gangguan keseimbangan fisiologis setelah menyelesaikan pekerjaannya.

5. Pengukuran kelelahan secara subjektif A.Subjective self rating test

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi, dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik. Skor yang diberikan pada masing-masing frekuensi yaitu tidak pernah merasakan diberi nilai 1, kadang-kadang merasakan diberi nilai 2, sering merasakan diberi nilai 3, dan sering sekali merasakan diberi nilai 4. Hasil akhir penilaian terdiri dari 4 tingkatan kelelahan yaitu tingkat kelelahan rendah (30-52), tingkat kelelahan sedang (53-75), tingkat kelelahan tinggi (76-98), dan tingkat kelelahan sangat tinggi (99-120).

B.Nordic Body Map

Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot-otot skeletal. Dalam aplikasinya, metode ini menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map) yang sangat sederhana dan mudah dipahami, serta hanya memerlukan waktu yang sangat singkat sekitar 5 menit.

(19)

2.4 Hubungan Shift Kerja dengan Kelelahan

Menurut Grandjean yang dikutip oleh Winarsunu (2008) mengemukakan bahwa pekerja shift malam umumnya mempunyai kesehatan yang kurang baik. Mereka biasanya menderita gangguan pencernaan dan merasa gelisah atau gugup. Hal ini disebabkan oleh kronik dan kebiasaan makan dan minum yang tidak sehat. Kelelahan kronik tersebut adalah antara lain kehilangan vitalitas, perasaan depresi, perasaan mudah marah dan keletihan meskipun mereka sudah tidur. Keadaan ini biasanya disertai dengan gangguan psikosomatik, antara lain kehilangan nafsu makan, gangguan tidur dan gangguan pencernaan. Jadi kegelisahan yang dialami pekerja shift malam adalah dari kelelahan kronik yang jika dikombinasikan dengan kebiasaan makan yang tidak sehat dapat menyebabkan penyakit-penyakit pencernaan.

Pada kenyataannya, kelelahan pada kerja malam relatif sangat besar. Sebabnya antara lain karena sangat kuatnya kerja saraf parasimpatis dibanding dengan persyarafan simpatis pada malam hari. Padahal seharusnya untuk bekerja, bekerjanya saraf simpatis harus melebihi kekuatan parasimpatis. Selain itu jumlah jam kerja yang dipakai untuk tidur bagi pekerja malam pada siang harinya relatif jauh lebih besar dari seharusnya, dikarenakan gangguan suasana siang hari seperti kebisingan, suhu dan lainnya. Juga aktivitas dalam keluarga atau masyarakat menjadi penyebab kurangnya tidur pada siang hari padahal sangat penting artinya bagi tenaga kerja yang bekerja malam hari (Suma‘mur, 2013).

(20)

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Depe dddddDepe Shift Kerja : 1. Shift pagi (08.00-15.00 WIB) 2. Shift malam (20.00-08.00 WIB) Kelelahan : 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 4. Sangat Tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Keragaman jenis ikan di perairan gambut yang diteliti sebanyak 39 jenis adalah lebih tinggi dibandingkan perairan kawasan penambangan gambut di Perawang-Riau yang hanya

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, serta hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Tingkat minat siswa terhadap ekstrakurikuler permainan hoki di SMA Negeri

Pada pilar ini direkomendasikan agar operator perawatan melakukan perawatan mandiri pada komponen gearbox aus yang disebabkan karena lifetime habis dengan

Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Untuk menjadi stasiun televisi Indonesia yang berbeda dengan peringkat nomor satu untuk berita, dengan menawarkan kualitas hiburan dan program lifestyle. Memberikan

(2) Perusahaan Menengah, Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang atau jasa dengan modal disetor dan mempunyai kekayaan bersih (netto) seluruhnya di

Bila kita analogikan negara di dalam penelitian Bin Xu (2000) kedalam konteks perusahaan di dalam penelitian ini, maka dapat kita lihat bahwa perusahaan besar yang memiliki

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pendekatan saintifik dengan model Project, Activity, Cooperative and Exercise (PACE) yang efektif untuk mengembangkan