• Tidak ada hasil yang ditemukan

J U R N A L I L M I A H KOMPUTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "J U R N A L I L M I A H KOMPUTASI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 10 No : 1 ISSN Nomor : 1412-9434

2011

J U R N A L I L M I A H

KOMPUTASI

Komputer & Sistem Informasi

1-6

Aplikasi Ticketing Helpdesk Kantor Dengan PHP dan MySql

Moh. Saefudin

7-18

Bometrik : Pengenalan Individu Berdasarkan Warna Pupil Iris Mata

Sarifuddin Madenda, Ramadona Nilawati, Karmilasari

19-26

Arsitektur Mikroprosesor Berbasiskan Perangkat Lunak NIOS II

Sunny Arief Sudiro, Dhany Bahariawan Hidayat dan Nurmalasari

27-34

Stopwatch Digital

Nenny Anggraini

35-46

Aplikasi Perhitungan Bangun Matematika pada Operating System Berbasis Mobile

Ristyawati, Wratsongko Giri P.

47-57

Rancang Bangun Sistem Informasi Akademik denganMenggunakan Short Message Service

(SMS)

Desy Diana, Munich Heindari Ekasari

58-63

Studi tentang Cube Mapping untuk Pemetaan Tekstur pada Objek 3D

Bheta Agus Wardijono

STMIK JAKARTA

(2)

KOMPUTASI

Komputer & Sistem Informasi

DAFTAR ISI

Pelindung:

Prof. ES. Margianti, SE., MM Prof. Suryadi H.S., SSi., MM Drs. Agus Sumin, MMSI

Penanggung Jawab:

Prof. Dr. Sarifuddin Madenda

Dewan Redaksi/Reviewer:

1. Prof. Dr. Didin Mukhodim 2. Drs. Tjahjo Dwinurti T., MM 3. Prof. Dr. Sarifuddin Madenda 4. Dr. Lussiana ETP

5. Hj. Latifah, SSi., MMSI 6. Rosalina Lokolo, SE., MM 7. Eko Hadiyanto, SSi., MMSI 8. Dr. Pipit Dewi Arnesia

Pimpinan Pelaksana Redaksi :

Ire Puspa Wardhani, SKom., MM

Editor dan Layout:

1. Dr. Sunny Arief Sudiro 2. Dr. Bheta Agus Wardijono

3. Yudi Irawan Chandra, SKom., MMSI

Sekretariat Redaksi

1. Sahni Damerianta P, SKom., MMSI (Koordinator)

2. Don Elsyafitra, SKom (Pj. Web) 3. Maria Sri Wulandari, (Pj. Adm)

Adm dan Sirkulasi :

1. Edi Pranoto, SE., MM 2. Fitri Sjafrina, SKom., MMSI 3. Sunarto Usna, Drs., MMSI

Alamat Redaksi :

Kampus STMIK Jakarta STI&K Jln. BRI Radio Dalam

Kebayoran Baru Jakarta Selatan Telp. (021) 7397973, 7210722

Fax. (021) 7210720 Email : info@ stmik-jakarta.ac.id

ISSN Nomor 1412-9434

Volume 10 Nomor 1 Tahun 2011

Redaksi menerima sumbangan

naskah berupa artikel, hasil

penelitian, atau karya ilmiah yang

belum pernah dan tidak akan

dipublikasikan di media lain.

Naskah sudah diterima redaksi

selambat-lambatnya tanggal 10

1-6

Aplikasi Ticketing Helpdesk Kantor Dengan PHP dan

MySql

Moh. Saefudin

7-18

Bometrik : Pengenalan Individu Berdasarkan Warna

Pupil Iris Mata

Sarifuddin Madenda, Ramadona Nilawati, Karmilasari

19-26

Arsitektur Mikroprosesor Berbasiskan Perangkat

Lunak NIOS II

Sunny Arief Sudiro, Dhany Bahariawan Hidayat dan

Nurmalasari

27-34

Stopwatch Digital

Nenny Anggraini

35-46

Aplikasi Perhitungan Bangun Matematika pada

Operating System Berbasis Mobile

Ristyawati, Wratsongko Giri P.

47-57

Rancang Bangun Sistem Informasi Akademik

denganMenggunakan Short Message Service (SMS)

Desy Diana, Munich Heindari Ekasari

Studi tentang Cube Mapping untuk Pemetaan Tekstur

pada Objek 3D

Bheta Agus Wardijono

(3)

Studi tentang Cube Mapping untuk Pemetaan Tekstur pada

Objek 3D

Bheta Agus Wardijono

STMIK Jakarta STI&K

bheta@jak-stik.ac.id

Abstract

Tulisan ini menjelaskang studi tentang teknik-teknik Cube Mapping yang telah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Cube Mapping merupakan Environment Mapping, selain Spherical Mapping dan Parabolic Mapping, yaitu suatu teknik pemberian tekstur pada suatu model 3D. Cube Mapping yang merupakan bagian dari Environment Mapping dengan memproyeksikan lingkungan sekitar melalui enam buah gambar yang berbeda kedalam enam sisi kubus dan disimpan sebagai enam tekstur persegi. Teknik Cube Mapping memiliki kelebihan dibandingkan dengan teknik mapping yang lainnya dalam hal kemampuan memberikan data visual yang baik untuk membuat reeksi pada setiap permukaan sudut. Disamping itu teknik cube mapping dapat menghasilkan background yang realistik untuk suatu virtual environment.

Kata Kunci: Cube Mapping, Texture, Model 3D

1 Pendahuluan

Dalam komputer grak, mapping adalah meru-pakan cara untuk memetakan tekstur ke dalam objek. Teknik-teknik mapping secara umum di-namakan dengan texture mapping, yaitu suatu metode untuk menambahkan detail, tekstur per-mukaan (bitmap atau raster image), atau warna untuk model komputer yang dihasilkan gras atau 3D. Pemberian texture adalah merupakan upaya untuk mendapatkan efek realitas pada objek 3D. Gambar 1 adalah contoh objek yang belum men-dapatkan texture dan sudah diberi tekstur.

Selain penambahan texture, adanya efek penc-ahayaan akan menambah realistis dari objek 3D. Dengan demikinan metode penambahan texture perlu ditambahkan dengan metode pencahayaan. Secara umum, metode yang telah dikembangkan untuk menambahkan efek texture berikut dengan pencahayaannya adalah dengan reection map-ping. Reection Mapping adalah merupakan su-atu cara yang esien pencahayaan berdasarkan gambar (image-based lighting) untuk mendekati penampilan suatu reektif/pemantulan dari per-mukaan melalui penghitungan/penerapan gambar

tekstur. Tekstur digunakan untuk menyimpan citra dari sekitar objek yang diberikan.

Figure 1: Objek yang tanpa textur (1) dan Objek yang bertekstur (2)

Pemanfaatan teknik environment mapping dalam Komputer grak mampu melakukan hal tersebut efek relistis pada objek 3D. Environ-ment mapping melakukan reeksi lingkungan sek-itar pada suatu objek sehingga dihasilkan su-atu animasi yang terlihat realistis. Pada Envi-ronent Mapping terbagi menjadi 3 metode, yaitu

Jurnal Komputasi, Volume 10 Nomor : 1 Juni 2011 ISSN : 1412-9434

(4)

Sphere Mapping, Paraboloid Mapping dan Cube Mapping. Cube Mapping yang merupakan salah satu teknik dari environment mapping merep-resentasikan lingkungan sekitarnya dengan cara memetakan enam buah gambar 2 dimensi pada enam sisi objek (kubus).

2 Dasar Teori

2.1 Texture Mapping

Penjelasan matematis dari texture map adalah dengan menggunakan forward mapping, dimana koordinat image (u,v) pada suatu image input dipetakan ke koordinat (x,y) pada suatu image output melalui suatu sepasang fungsi

x − X(u, v), y − Y (u, v),

dan dapat diiversikan dengan mendenisikan fungsi-fungsi

u − U (x, y), v − V (x, y),

sehingga dapat dikatakan bahwa U dan V telah menginversikan peta dari X dan Y melalui:

u − U [X(u, v), Y (u, v)], v − V [X(u, v), Y (u, v)],

Persamaan tersebut memungkinkan suatu algoritma inverse mapping, dimana dapat memenuhi suatu warna output untuk setiap piksel output. f o r ( x=0; x <= xmax ; x += Dx) f o r ( y = 0 ; y <= ymax ; y += Dy){ u = U( x ; y ) ; v = V ( x ; y ) ; Out [ x ] [ y ] = In [ u ] [ [ v ] ; }

Untuk mencari solusi texture map idenya adalah disediakan pemetaan antara model dan gambar tekstur, sehingga dimanapun suatu sinar (ray) mengenai model, maka dapat dipulihkan ko-ordinat tekstur yang memberitahu dimana un-tuk menempatkan gambar tekstur unun-tuk menda-patkan warna titik pada model. Warna tekstur kemudian digunakan dalam shader untuk mem-berikan warna bagi pixel di pixmap tempat be-rasalnya sinar.

Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa sebenarnya hal yang dilakukan merupakan peta

terbalik, karena apa yang ingin dilakukan (yaitu dengan forward mapping) adalah untuk menyalin warna dalam gambar tekstur ke pixmap, namun sebaliknya dimulai dengan pixel di pixmap dan ke-mudian menentukan apa warna dalam peta gam-bar tekstur untuk itu.

Raytracer ini memberikan bagian dari peta ter-balik invers map yang berlangsung dari pixmap pixel ke titik pada model. Ada beberapa cara untuk memasok sisa invers peta dari titik pada model ke peta tekstur. Yang paling populer ada dua adalah:

1. Melalui Parameterize permukaan sehingga dapat dihitung (u; v) dari titik x.

2. Untuk permukaan poligonal, memiliki cara untuk menciptakan model permukaan pada koordinat tekstur eksplisit (ui, vi)untuk se-tiap vertex i ke dalam model. Kemudian menghitung (u,v) dengan interpolasi tekstur koordinat dekatnya simpul.

Gambar 2 berikut memperlihatkan mekanisme pemberian texture seperti yang telah diuraikan se-belumnya.

Figure 2: Proses Texture Mapping

2.2 Environment Maping

Teknik environment mapping pertama kali diperkenalkan ke gras komputer oleh Blinn dan Newell (1976). Metode ini adalah untuk meningkatkan obyek dengan reeksi tanpa se-cara eksplisit melacak sinar sekunder. Hal ini dilakukan dengan memproyeksikan lingkungan 3D ke peta lingkungan 2D yang mengelilingi obyek.

(5)

Dengan demikian Envinronment Mapping meru-pakan sebuah teknik dalam computer grak untuk mensimulasikan suatu objek agar dapat mereek-sikan lingkungan sekitarnya.

Gambar 3 memperlihatkan suatu objek, po-sisi mata, dan tekstur cube map yang menangkap lingkungan sekitar objek. Gambar tersebut tentu saja, menggambarkan scene 3D di dalam 2D, di-mana objek tersebut diperlihatkan suatu trape-sium dan lingkungan ditampilkan sebagai daerah sekitarnya, daripada suatu kubus yang sebe-narnya.

Figure 3: Environment Maps

Objek yang disimulasikan biasanya memiliki permukaan reektif seperti air atau logam. Envi-ronment mapping merupakan satu tahapan pem-berian tekstur dimana dilakukan untuk meng-hasilkan objek yang sangat nyata. Konsep dari environment mapping cukup sederhana yaitu se-buah peta tekstur biasa yang digunakan untuk mengkodekan reeksi untuk objek tertentu. En-vironment mapping secara konsep dibagi menjadi 3 bagian yaitu sphere mapping, paraboloid map-ping, dan cube mapping.

Terdapat berbagai jenis permukaan (kayu, plastik, dan lain-lain) dengan berbagai jenis sifat reeksi, maka harus diperhitungkan sifat-sifat re-freksi ini saat membuat suatu pemetaan lingkun-gan (environment mapping) [2]. Sifat reeksi da-pat dibagi menjadi tiga parameter: difus (diuse), mengkilap (glossy) dan cermin (mirror). Gambar 4 berikut ini memperlihatkan efek reeksi pada environment mapping.

Untuk permukaan metalik istilah Fresnel da-pat digunakan. Semua sifat tersebut diterapkan pada pemetaan lingkungan dalam tahap prelter-ing. Untuk permukaan mengkilap (glossy) da-pat dijelaskan dengan menggunakan model Phong.

Model ini secara sik tidak benar, karena dibuat dengan memanfaatkan beberapa penyederhanaan. Namun demikian, hal ini sederhana dan memiliki kualitas yang cukup baik untuk sebagian besar ap-likasi gras.

Figure 4: Reeksi dalam Environment Mapping [2]

3 Pembahasan

3.1 Tentang Cube Mapping

Semua GPU (Graphical Processing Unit ) terbaru mendukung jenis penggunaan tekstur cube map. Sebuah cube map terdiri dari tidak satu, tapi enam gambar tekstur persegi yang cocok sama seperti wajah kubus. Secara bersama-sama, enam gambar membentuk gambar omnidirectional yang digunakan untuk mengkodekan lingkungan peta. Gambar 5 berikut memperlihatkan contoh cube map yang mengcapture suatu lingkungan yang meliputi awan, langit dan pegunungan.

Figure 5: Tekstur Image pada suatu Cube Map

Jurnal Komputasi, Volume 10 Nomor : 1 Juni 2011 ISSN : 1412-9434

(6)

Dalam sebagian besar kasus, pemetaan kubus (cube mapping) lebih disukai daripada metode yang lebih terdahulu yaitu pemetaan lingkup (sphere mapping) karena menghilangkan banyak masalah yang melekat dalam shpere map seperti distorsi gambar, ketergantungan sudut pandang, dan inesiensi komputasi. Juga, cube mapping menyediakan kapasitas yang lebih besar untuk mendukung real-time rendering reeksi relatif ter-hadap sphere maping karena kombinasi dari in-esiensi dan ketergantungan sudut pandang san-gat membatasi kemampuan sphere mapping yang akan diterapkan ketika ada sudut pandang yang konsisten berubah.

3.2 Pengembangan Cube Mapping

Dari teknik cube mapping yang ada, terdapat se-jumlah penelitian yang mengembangkan teknik ini, antara lain: continuous cube mapping [4], polycube mapping [5, 1] dan ellipsoidal cube map-ping [3]. Penelitian-penelitian ini meningkatkan pemetaan cube mapping untuk sejumlah keper-luan, antara lain penyempurnaan keakuratan tek-stur pada bentuk-bentuk lengkungan suatu objek, mengurangi distorsi pada daerah batasan, serta pemetaan pada lingkungan planetary terrain. 3.2.1 Continuous Cube Mapping

Continuous cube map diperkenalkan untuk menawarkan parameterisasi penyempurnaan dari tekstur sekitarnya sementara hanya membutuhkan peningkatan minimal dalam perhitungan waktu [4]. Continuous cube map menggabungkan kon-sep dasar sphere map dan cube map saat men-geluarkan ketidakakuratan mereka. Ide dasarnya adalah untuk melipat kubus kedalam bola. Hasil-nya adalah bola dibagi menjadi enam face, yang mana masing-masing dibatasi oleh sebuah lingkaran besar, sehingga menghasilkan lebih baik parameterisasi dari kubus. Seperti dalam cube map, vektor tercermin akan berpotongan salah satu dari enam face dari bola, sehingga menggu-nakan penerapan tekstur pada face. Ini adalah continuous map, berarti parameterisasi yang dari satu face dapat diperpanjang ke setiap face yang berdekatan. Hal ini membuat metode ini pilihan yang lebih baik untuk menangkap dan memanip-ulasi data yang bulat.

(a) (b)

(c)

Figure 6: (a) Cube Mapping, (b) Continuous Cube Mapping, (c) Perbandingan Contoh Silang (Cross) antara Cube Mapping dan Continuous Cube Map-ping [4]

Gambar 6 tersebut, menunjukkan contoh pemetaan kubus dengan sejumlah bentuk salib yang memperlihatkan perbandingan antara cube mapping dan continuous cube mapping.

3.2.2 Polycube Mapping

Cube map menyediakan sebuah metode untuk pemetaan tekstur mulus. Penelitian [1, 5] menjelaskan tentang polycubemaps yang dapat mematahkan pembatasan ini dan mengurangi dis-torsi. Namun, pengguna perlu lebih terlibat un-tuk membangun polycubes yang membutuhkan waktu lebih lama. Oleh karena itu, pengemban-gan teknik untuk menentukan polycubes otoma-tis sesuai tanpa intervensi pengguna sangat pent-ing. Bentuk polycube kira-kira mendekati model 3D. melengkung dengan perkiraan model. Simpul dari model yang diproyeksikan ke polycube terse-but. Akhirnya, polycube yang melengkung terba-lik dan proyeksi dioptimalkan.

Gambar 7 berikut memperlihatkan polycube yang berisi 10 kubus.

(7)

Contoh dari implementasi polycube untuk su-atu model apel diperlihatkan pada gambar berikut ini. Gambar 8 (a) memperlihatkan bentuk apel asal serta pemetaannya dengan menggunakan cube map, sedangkan gambar (b) memperlihatkan penerapan polycube map dari model apel se-belumnya.

(a)

(b)

Figure 8: (a) Model Apel dan cube mapnya, (b) Polycube dari model Apel [5]

3.2.3 Ellipsoid Cube Mapping

Ellipsoidal Cube Mapping merupakan pengemban-gan dari cube mapping untuk dipergunakan dalam hal keakuratan data visual suatu environments (lingkungan) [3]. Sebagai contoh adalah ellipsoid yang mengelilingi suatu scene langit dapat digu-nakan sebagai suatu environment map. Demikian pula dengan pengunungan yang jauh dari hori-zon. Tekstur dari lingkungan (environment) ini diproyeksikan ke dalah suatu permukaan ellipsoid. Ilustrasinya dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

Figure 9: Ilustrasi ellipsoid texturing

Pada gambar tersebut, ilustrasi digambarkan dalam bentuk 2 dimensi. Dalam bentuk 3 dimensi, segi empat (square) menjadi kubus dan ellips men-jadi ellipsoid. Dalam ilustrasi tersebut diasum-sikan bahwa peta langit dan lingkungan berada di tengah origin. Kemudian untuk memberikan tek-stur suatu titik dalam permukaan ellipsoid, maka dapat digunakan suatu vektor dari origin ke titik-titik pada permukaan sebagai lookup vector ke dalam suatu cube map. Hal ini akan memproyek-sikan cube map ke dalam ellipsoid.

3.3 Kelebihan

dan

Kekurangan

Cube Mapping

Cube Mapping memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode environment mapping yang lain. Cube Mapping lebih disukai daripada metode environment mapping yang lain karena relatif sederhana. Juga, pemetaan kubus menghasilkan hasil yang mirip dengan yang diperoleh dengan ray tracing, tapi jauh lebih esien dalam kom-putasi, dimana penurunan kualitas dapat dikom-pensasikan dengan keuntungan besar yaitu dalam hal esiensi.

Cube Mapping hanya membutuhkan pass ren-der tunggal, dan karena sifatnya seren-derhana maka sangat mudah bagi para pengembang untuk memahami dan menghasilkannya. Cube Map-ping juga menggunakan resolusi seluruh tekstur gambar, dibandingkan dengan Sphere mapping Paraboloid mapping, yang juga memungkinkan untuk menggunakan gambar resolusi yang lebih rendah untuk mencapai kualitas yang sama. Meskipun penanganan kelim (seaming) cube map-ping kadang menimbulkan masalah, sejumlah al-goritma telah dikembangkan untuk menangani masalah kelim ini sehingg dapat menghasilkan re-eksi mulus.

Jurnal Komputasi, Volume 10 Nomor : 1 Juni 2011 ISSN : 1412-9434

(8)

Sedangkan kekurangan dari Cube Mapping adalah jika objek baru atau pencahayaan baru diperkenalkan ke scene atau jika beberapa ob-jek yang tercermin di dalamnya bergerak atau berubah dalam beberapa cara, maka perubahan reeksi dan cube mapping harus kembali di-render. Ketika cube mapping ditempelkan pada suatu ob-jek dalam scene yang bergerak maka peta kubus juga harus kembali di-render dari posisi baru.

Aplikasi-aplikasi Cube Mapping

Sejumlah aplikasi yang memenfaatkan teknik cube mapping antara lain:

1. Stable Specular Highlights; merupakan titik terang dari cahaya yang muncul pada objek mengkilap ketika diterangi. Specular high-lights penting dalam komputer gras 3D, karena mereka memberikan isyarat visual yang kuat untuk bentuk obyek dan lokasinya sehubungan dengan sumber cahaya di dalam scene.

2. Skyboxes; cube mapping dapat digunakan untuk menciptakan pre-rendered gambar panorama langit yang kemudian diberikan oleh mesin gras sebagai wajah dari sebuah kubus yang secara praktis berada pada jarak yang hampir tak terbatas dengan sudut pan-dang yang terletak di pusat kubus. Teknik ini telah digunakan secara luas dalam video game karena memungkinkan desainer untuk menambah kompleksitas lingkungan untuk permainan dimana hampir tanpa biaya kin-erja (no performace cost).

3. Skylight Illumination; Cube map dapat berguna untuk pemodelan pencahayaan di luar ruangan secara akurat. Cukup den-gan pemodelan sinar matahari sebagai ca-haya yang tunggal tak terbatas, maka dapat menyederhanakan pencahayaan outdoor dan menghasilkan pencahayaan realistis.

4. Dynamic Reection; Pada environment map dasar digunakan cube map yang statis -meskipun objek dapat dipindahkan dan ter-distorsi, pemantulan lingkungan (reected environment) tetap konsisten. Namun, tekstur cube map dapat diperbarui secara konsisten untuk mewakili lingkungan yang berubah secara dinamis (misalnya, pohon-pohon bergoyang dalam angin).

5. Global Illumination; Iluminasi global (global illumination) adalah nama umum un-tuk sekelompok algoritma yang digunakan dalam komputer gras 3D yang dimaksud-kan untuk menambah pencahayaan yang lebih realistis untuk adegan 3D. Algoritma tersebut mempertimbangkan tidak hanya cahaya yang datang langsung dari sumber cahaya (pencahayaan langsung), tetapi juga kasus-kasus berikutnya di mana sinar cahaya dari sumber yang sama tercermin (reected) oleh permukaan lain dalam scene, apakah re-ektif atau tidak (iluminasi tidak langsung) .

6. Projection Texture; pemetaan tekstur proyektif (projection texture) bergantung pada cube map untuk memproyeksikan gam-bar dari lingkungan ke scene sekitarnya. Pemetaan tekstur proyektif adalah metode pemetaan tekstur yang memungkinkan gam-bar bertekstur yang akan diproyeksikan ke scene seolah-olah dengan proyektor slide. Pemetaan tekstur proyektif berguna dalam berbagai teknik pencahayaan dan itu adalah titik awal untuk pemetaan bayangan. Pemetaan tekstur proyektif pada dasarnya adalah sebuah transformasi matriks khusus yang dilakukan per-vertex dan kemudian di-interpolasi secara linier sebagai pemetaan tekstur standar.

4 Simpulan

Telah dibahas tentang salah satu environment mapping, yaitu cube mapping yang merupakan teknik pemetaan tekstur yang banyak digunakan untuk diimplementasikan pada GPU. Pemetaan kubus ini lebih disukai daripada pemetaan yang lain yaitu sphere mapping dan paraboloid map-ping. Sejumlah penelitian telah dilakukan un-tuk pengembangan cube mapping, yaitu continu-ous cube mapping untuk penyempurnaan tekstur dengan meminimalkan waktu perhitungan, poly-cube mapping untuk mengatasi masalah di per-batasan dan distorsi, serta ellipsoidal cube map-ping untuk keperluaan rendering yang lebih aku-rat dengan contoh implementasi pada planetary terrain.

(9)

Daftar Pustaka

[1] Chin-Chen Chang and Chen-Yu Lin. Texture tiling on 3d models using automatic polycube-maps and wang tiles. Journal of Information Science and Engineering, 26:291305, 2008. [2] Simone Kriglstein and Günter Wallner.

Envi-ronment mapping. 2001.

[3] Frank D. Luna. Intoduction to 3D Program-ming with Direct X. Wordware Publishing, Inc, 2008.

[4] Bill Niebruegge and Cindy M. Grimm. Con-tinuous cube mapping. Journal of Graphics Tools, 12(4):2534, 2007.

[5] Marco Tarini, Kai Hormann, Paolo Cignoni, and Claudio Montani. Polycube-maps. ACM Trans. Graph., 23(3):853860, August 2004.

Jurnal Komputasi, Volume 10 Nomor : 1 Juni 2011 ISSN : 1412-9434

Gambar

Gambar 1 adalah contoh objek yang belum men- men-dapatkan texture dan sudah diberi tekstur.
Gambar 2 berikut memperlihatkan mekanisme pemberian texture seperti yang telah diuraikan  se-belumnya.
Figure 4: Reeksi dalam Environment Mapping [2]
Gambar 6 tersebut, menunjukkan contoh pemetaan kubus dengan sejumlah bentuk salib yang memperlihatkan perbandingan antara cube mapping dan continuous cube mapping.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tampilan login ini adalah interface pertama yang akan di jumpai oleh admin dan personil jika membuka sistem absensi online dan halaman ini diperbolehkan siapapun

Berdasarkan hasil dari nilai statistik pada hasil memprediksi harga pembukaan Bitcoin model tersebut memperoleh ni- lai koesien determinasi (R 2 ) sebesar 0.968 dan nilai error

Dari latar belakang peneli an tersebut maka yang menjadi masalah utama adalah bagaimana menciptakan perencanaan strategis SI/TI yang baik dan dapat diterapkan pada

Informasi terkait adanya penambahan informasi terbuka pada Daftar Informasi Publik (Kepala) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian (Kepala) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Maret

Sistem kerja lampu lalu lintas terpadu otomatis ini adalah ditampilkannya penampil waktu pada saat lampu merah, hijau, dan kuning menyala untuk setiap jalur pada empat

Sejalan dengan itu, ada tiga pokok yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) untuk mengetahui citra diri tokoh utama perempuan, (2) untuk mengetahui peran

Analisis, Anava, dan DMRT Kadar Protein Non Flaky Crackers dengan Substitusi Tepung Sukun dan Tepung Ikan Teri Nasi. Tabel

• Science  pengetahuan yang diperoleh manusia berdasarkan metode ilmiah sehingga pengetahuan yang diperoleh membentuk suatu konsep mengenai sesuatu, yang kemudian dikenal