• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

10

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu

Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian terdahulu, khususnya penelitian yang berkaitan dengan pengkajian feminisme dan objek penelitian penulis, yaitu novel Isinga (2015) karya Dorothea Rosa Herliany.

Penelitian atau jurnal mengenai feminisme yang pertama adalah jurnal yang ditulis oleh Farah Dina, Agus Nuryatin, dan Suseno pada Jurnal Sastra Indonesia No.2 Vol.1 bulan September 2013 yang berjudul Representasi Ideologi Patriarki dalam Novel Tanah Tabu Kajian Feminisme Radikal diterbitkan oleh Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Jurnal ini membicarakan mengenai tokoh-tokoh perempuan dalam novel Tanah Tabu karya Anindhita S. Thayf yang menggambarkan sikap radikal. Penelitian ini mendeskripsikan tentang representasi dan perlawanaan terhadap ideologi patriarkat dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Berdasarkan metode tersebut, kesimpulan dari penelitian ini adalah representasi ideologi patriarkat dalam novel Tanah Tabu mencakup kekerasan, diskriminasi, dan subordinasi terhadap perempuan. Perlawanan yang dilakukan adalah dengan cara meninggalkan rumah dan dengan tidak menikah lagi. Tokoh perempuan yang menjadi tokoh utama dalan novel Tanah Tabu adalah Mabel, yaitu seorang perempuan paruh baya yang menentang penindasan terhadap perempuan. Mabel

(2)

memperjuangkan hak sebagai perempuan untuk menyetarakan haknya dengan laki-laki dan tidak ingin selalu menjadi objek laki-laki dalam hal rumah tangga maupun politik. Mabel dianggap sebagai sosok perempuan yang kuat dan tegas, dia juga dianggap sebagai penggerak feminisme di kampungnya. Selain Mabel, tokoh lain yang pro dengan Mabel adalah Mace, Leksi, Mama Helda, dan Yosi. Setelah suami Mabel meninggal, dia memutuskan untuk tidak menikah lagi dan hidup bersama menantu dan cucunya, tanpa seorang laki-laki satupun. Mabel beranggapan bahwa tanpa seorang laki-laki pun perempuan dapat mengembangkan dirinya untuk berkarier dan mencari nafkah sendiri.

Penelitian feminisme yang kedua adalah penelitian yang ditulis oleh Ferdiana Anggraini Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2012 yang berjudul Citra Perempuan Papua dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf (Kajian Feminisme). Penelitian ini memfokuskan kajian pada citra perempuan yang terdapat dalam novel Tanah Tabu. Penelitian ini lebih mendeskripsikan struktur cerita dalam novel Tanah Tabu, seperti alur, tokoh, latar, tema, dan amanat. Selanjutnya, kajian difokuskan pada representasi citra perempuan dalam novel tersebut yang mendapat kesimpulan tentang tiga kategori citra perempuan, yaitu citra fisik, citra psikis, dan citra sosial.

Penelitian feminis yang selanjutnya adalah penelitian yang ditulis oleh Aulia Nurul Falah jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2014 yang berjudul Ketidakadilan Gender dalam Novel Galaksi Kinanthi Karya Tasaro GK: Tinjauan Kritik Sastra Feminis. Penelitian ini mengkaji mengenai permasalahan ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh Kinanthi dalam novel Galaksi Kinanthi. Ketidakadilan

(3)

gender merupakan salah satu permasalahan dalam ranah feminis yang saat ini banyak diperbincangkan. Membicarakan ketidakadilan gender tidak terlepas dari sistem patriarkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh Kinanthi dan wujud perjuangan Kinanthi dalam menyetarakan gender. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang memfokuskan pada metode analisis isi. Dasar pelaksanaan metode analisis ini adalah penafsiran artinya metode ini memberikan perhatian terhadap isi pesan. Oleh karena itu, metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini melalui kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang lahir sebagai respon atas berkembangnya feminisme di berbagai penjuru dunia.

Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah ketidakadilan gender yang dialami tokoh Kinanthi terjadi dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan fisik dan psikis, dan beban kerja. Wujud perjuangan tokoh Kinanthi dalam menyetarakan gender dilakukan dengan berbagai macam cara agar mendapat pengakuan dari segi pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Skripsi yang ditulis oleh Christina Diah Kumalasari (2011), Fakultas Ilmu Budaya UGM berjudul Perjuangan Perempuan Melawan Ketidakadilan Gender dalam Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari: Analisis Kritik Sastra Feminis. Penelitian ini menggunakan kritik sastra feminis sosialis sebagai teori dasar untuk menganalisis objek kajiannya berupa salah satu novel karya Dewi Linggasari, yaitu novel Ronggeng. Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari diasumsikan

(4)

banyak menampilkan ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh-tokoh perempuan dalam relasi terhadap tokoh laki-laki. Penelitian ini menggunakan kritik sastra feminis sosialis yang bertujuan untuk membongkar ketidakadilan gender yang diterima tokoh perempuan dari kungkungan budaya patriarkat. Alasan dipilihnya kritik sastra feminis sosialis untuk menganalisis novel Ronggeng karena tokoh perempuan dalam novel diperlakukan tidak adil atau tersubordinasi dan ditemukannya ide-ide feminis dalam novel tersebut. Melalui identifikasi tokoh, terdapat tokoh-tokoh yang profeminis dan kontrafeminis.

Selain itu, jurnal penelitian yang ditulis oleh Hosniyeh, Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia dalam NOSI Vol. 3, No. 2 berjudul Tokoh Utama dalam Novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan citra tokoh utama perempuan dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. Sejalan dengan itu, ada tiga pokok yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) untuk mengetahui citra diri tokoh utama perempuan, (2) untuk mengetahui peran sosial tokoh utama perempuan dalam keluarga, dan (3) untuk mengetahui peran sosial tokoh utama perempuan dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kegiatan analisis data dimulai dari pembacaan secara kritis terhadap sumber data, identifikasi data, penyajian data, dianalisis menggunakan teori feminisme sosialis, dan penyimpulan data.

Adapun hasil penelitian tersebut adalah: pertama, citra diri tokoh utama perempuan dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany ini menunjukkan bahwa tokoh utama perempuan rela mengorbankan seluruh hidupnya untuk kepentingan perdamaian kedua perkampungan, walaupun secara fisik dan psikis

(5)

dia selalu tersiksa, dia tetap menjalankannya demi keharmonisan dan kedamaian kedua perkampungan tersebut.

Citra diri direpresentasikan dengan keadaan fisik yang menggambarkan tentang perubahan fisik seorang tokoh cerita sehingga dapat dilihat dari ekspresi dan tingkah laku tokoh dalam alur cerita novel tersebut. Keadaan psikis direpresentasi oleh tokoh perempuan utama yang menggambarkan perasaan dan pikiran yang dialami seperti senang, sedih, dan kerinduan. Citra fisik yang terdiri dari anggota tubuh, sikap dan kebiasaan tokoh utama perempuan, sedangkan citra psikis terdiri dari perasaan dan ingatan dari tokoh utama perempuan.

Kedua, peran sosial tokoh utama perempuan dalam keluarga dan dalam masyarakat. Dalam keluarga berperan sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai ibu rumah tangga. Dalam masyarakat dia selalu aktif dalam masyarakat dan ingin memajukan tempat di mana dia tinggal, baik dari segi ekonomi, dan pendidikan. Dia juga selalu memperjuangkan nasib para perempuan, dan remaja. Hal ini menggambarkan bahwa citra peran tokoh utama perempuan dapat berperan aktif baik dalam keluarga dan dalam masyarakat. Dia dapat menjalankan kedua perannya tersebut tanpa harus mengabaikan salah satunya.

Penelitian selanjutnya berjudul Ketidakadilan Gender dalam Novel Sali Karya Dewi Linggasari yang ditulis oleh Elfa Fithriyana, Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Jember. Penelitian ini difokuskan pada rumusan masalah, yaitu 1) bagaimana keterjalinan unsur-unsur struktural yang terdapat dalam novel Sali karya Dewi Linggasari yang meliputi tema, tokoh dan perwatakan, latar, serta konflik; 2) bagaimana aspek-aspek ketidakadilan gender dalam novel Sali karya Dewi Linggasari meliputi marginalisasi, stereotip,

(6)

subordinasi, kekerasan, dan beban kerja. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif.

Hasil analisis dari penelitian tersebut menunjukkan keadaan atau suasana yang dialami oleh tokoh. Tokoh Liwa mengalami keadaan yang benar-benar berada pada posisi psikis paling rendah. Tema mayor adalah seorang wanita yang putus asa karena terbelenggu adat menyebabkan dirinya menyerah pada kehidupan. Sedangkan tema minor yaitu, bentuk perlawanan kepada adat, kepala keluarga yang tunduk pada adat. Analisis pragmatik yang dititikberatkan pada ketidakadilan gender meliputi: marginalisasi, subordinasi, sterotip, kekerasan, dan beban kerja. Marginalisasi dialami oleh tokoh Liwa. Marginalisasi juga dialami oleh perempuan-perempuan suku Dani. Subordinasi dilakukan oleh Ibarak kepada Liwa. Subordinasi juga dialami oleh Gayatri yang dianggap lemah. Sterotip dilakukan oleh Kugara kepada Lapina. Lapina dianggap sebagai budak setelah dibayar dengan 20 ekor babi. Sterotip juga dilakukan Ibarak kepada Liwa. Kekerasan meliputi bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk dalam rumah tangga yang dilakukan Kugara terhadap Lapina, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi di rumah tangga yang dilakukan Ibarak terhadap Liwa. Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ kelamin tidak terdapat bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin, kekerasan dalam bentuk pelacuran dilakukan Ibarak kepada Liwa, kekerasan dalam bentuk pornografi dilakukan Ibarak kepada Liwa.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang ditulis oleh Endah Susanti (Staff Pengajar di SMP Muhammadiyah Malang) dalam Jurnal Artikulasi Vol. 10, No. 2 yang berjudul Analisis Ketidakadilan Gender Pada Tokoh Perempuan

(7)

dalam Novel Kupu-Kupu Malam Karya Achmad Munif. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini: 1) bagaimana bentuk ketidakadilan gender berupa kekerasan yang dialami tokoh perempuan dalam novel Kupu-kupu Malam karya Achmad Munif? 2) bagaimana bentuk ketidakadilan gender berupa marginalisasi yang dialami tokoh perempuan dalam novel Kupu-kupu Malam karya Achmad Munif?

Kekuasaan perempuan sebagai kekuasaan inferior, memaksa perempuan melakukan apa saja yang diminta oleh kaum laki-laki sebagai kaum patriarkat. Hasil analisis menunjukkan bahwa subordinasi dan stereotip membuat perempuan mendapatkan perlakuan semena-mena, karena adanya anggapan bahwa kekuasaan terbesar ada pada kaum laki-laki dan perempuan harus tunduk terhadap laki-laki. Perempuan yang dianggap lemah dan tidak mampu melakukan segala sesuatunya sendiri, membuat perempuan selalu bergantung dan mengakibatkan anggapan bahwa perempuan tidak layak untuk menjadi seorang pemimpin. Asumsi bahwa perempuan bersolek dalam rangka memancing lawan jenisnya mengakibatkan setiap kasus kekerasan seksual atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan label semakin merendahkan kedudukan perempuan. Maka, akan semakin diindahkannya kesempatan yang dimiliki perempuan di dalam masyarakat karena merasa dinomorduakan dan tidak dianggap penting. Marginalisasi membuat kedudukan perempuan inferior dan berdampak pada pekerjaan perempuan yang tidak terlalu bagus (baik dari gaji, jaminan kerja, status pekerjaaan).

Dwi Purwanti (2009), Fakultas Ilmu Budaya UGM dengan penelitiannya yang berjudul Prosa Lirik Calon Arang: Kisah Perempuan Korban Patriarki karya Toeti Heraty. Berdasarkan hasil dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa dalam prosa lirik Calon Arang terdapat ide-ide feminis yang terbentuk

(8)

karena kehidupan masyarakat patriarkat yang menjadikan laki-laki dan perempuan sebagai oposisi dan relasi, opresi dominasi laki-laki, dan budaya patriarkat yang menyebabkan tindak kekerasan fisik dan psikis terhadap perempuan. Dengan menggunakan kritik sastra feminis Ruthven, dapat disimpulkan bahwa masyarakat patriarkat telah menempatkan perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Ideologi domestikisasi telah membentuk citra perempuan sebagai penghuni rumah. Simpulan penelitian tersebut dapat diperoleh dari hasil identifikasi karakter tokoh perempuan dan tokoh laki-laki terhadap ide-ide feminis, bentuk-bentuk opresi terhadap perempuan, dan citra perempuan dalam prosa lirik.

Penelitian yang berjudul Analisis Ketidakadilan Gender dalam Novel Namaku Hiroko karya N.H. Dini: Sebuah Kajian Sastra Feminis ditulis oleh Siska, Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako. Penelitian ini mengungkap bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Namaku Hiroko karya N.H Dini yang ditinjau melalui pendekatan feminisme. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam novel Namaku Hiroko didapatkan ketidakadilan gender yang termanisfestasikan ke dalam 5 bentuk yakni (1) marginalisasi: proses pemiskinan yang terjadi di rumah tangga yang menimpa Natsuko dan ibu oleh ayahnya, (2) streotype: menganggap bahwa perempuan mudah digoda dengan materi (materialistis), dan perempuan yang berbadan gemuk terlihat jelek, (3) subordinasi: kedudukan perempuan yang lebih lebih rendah dari laki-laki yang terjadi dalam sektor rumah tangga yang menimpa majikan Hiroko, dan keluarga Natuko, (4) kekerasan: kekerasan langsung yakni

(9)

tekanan fisik yang dialami oleh Hiroko berupa pemukulan yang dilakukan oleh suami majikan Hiroko kepada istrinya, pelacuran (prostitution) yang menimpa pelayan di bar, kekerasan terselubung yang menimpa Hiroko yang dilakukan oleh suami majikannya, dan kekerasan tidak langsung yang menimpa para pelayan bar yang dilakukan oleh pelanggan, dan (5) beban ganda: pekerjaan yang ditanggung oleh Hiroko sebagai pembantu, dan Emiko yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang ditulis oleh Fitria dalam jurnal ATAVISME, Vol. 17, No. 2, Desember 2014, Kantor Bahasa Provinsi Jambi. Penelitian tersebut berjudul Perspektif Gender dalam Novel Kapak Karya Dewi Linggasari. Penelitian ini mengkaji perspektif gender yang terdapat dalam novel Kapak (2005) karya Dewi Linggarsari dengan menggunakan kritik sastra feminis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan metode kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah novel Kapak karya Dewi Linggarsari, diterbitkan pada tahun 2005 oleh penerbit Kunci Ilmu, Yogyakarta.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah perspektif gender yang terdapat dalam novel Kapak karya Dewi Linggarsari berupa ketidakadilan gender dan kesetaraan gender yang dialami oleh tokoh-tokoh wanitanya Mika, Yemnen, dan dokter Astrid. Ketidakadilan gender terlihat adanya subordinasi dan tindakan kekerasan terhadap tokoh wanita Yemnen dan Mika. Wanita dianggap rendah karena tidak dapat melepaskan diri dari kesewenangan laki-laki, kecuali anak perempuan kepala perang. Di dalam budaya Asmat kedudukan wanita yang bukan anak kepala perang tidak boleh membantah apa yang dilakukan kaum pria terhadapnya, akibatnya wanita Asmat mengalami kekerasan psikologi dan fisik.

(10)

Kekerasan psikologi terlihat dalam ketidakberdayaan wanita yang dimanfaatkan kaum laki-laki dengan membawa dua sampai tiga istri dalam satu rumah. Hal ini diperlihatkan tokoh Mundus dengan membawa seorang wanita yang bernama Upra yang telah dikawininya ke rumah Mika istri pertamanya. Sementara itu, kekerasan fisik terjadi karena mereka menganggap laki-laki adalah seorang yang kuat dan perkasa, sedangkan wanit adalah kaum yang lemah. Kelemahan perempuan inilah yang telah dimanfaatkan laki-laki untuk melakukan kekerasan berupa tamparan, pukulan, tendangan, cengkeraman, dan injakan terhadap tokoh wanita yang bernama Mika. Sementara itu, kesetaraan gender yang ditemukan dalam novel Kapak menunjukkan adanya persamaan hak bagi kaum wanita yang bisa menghindarkannya dari ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender diperlihatkan dengan adanya aturan adat yang melindungi wanita dan pendidikan untuk wanita. Ada satu upacara adat khusus wanita, pada upacara adat ini wanita bebas melakukan tindak kekerasan terhadap suaminya sebagai aksi balas dendam terhadap perilaku suaminya. Dokter Astrid yang ditampilkan dalam novel ini menunjukkan bahwa wanita bukanlah makhluk lemah yang hanya bisa menjadi korban kekerasan laki-laki, tetapi wanita juga makhluk yang kuat dan pemberani. Ia ingin membantu memperbaiki nasib kaum wanita yang berada di lingkungannya dengan cara mengobati penyakit kelamin yang dialami karena kekerasan dari suaminya.

Perbedaan beberapa penelitian di atas dengan penelitian ini terletak pada objek formal dan teori yang digunakan. Penelitian ini menggunakan kritik sastra feminis untuk mengidentifikasi dan menganalisis bentuk ketidakadilan gender pada perempuan di pedalaman Papua yang terdapat dalam novel Isinga, serta

(11)

mendeskripsikan penolakan perempuan Papua terhadap sistem patriarkat yang masih terjadi di Papua.

2. Landasan Teori

Feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta harus ada usaha untuk mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut (Fakih, 1996: 79). Selanjutnya Fakih (1996: 99-100) menambahkan bahwa hakikat perjuangan feminis adalah demi kesamaan martabat dan kebebasan mengontrol raga dan kehidupan, baik di dalam maupun di luar rumah. Gerakan feminisme merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem struktur yang tidak adil bagi perempuan dan kaum laki laki.

Melalui sudut pandang feminisme dapat diasumsikan bahwa karya sastra merupakan sebuah situs budaya yang memuat berbagai macam bentuk ketimpangan sosial yang terjadi antara laki-laki dengan perempuan. Hakikat feminisme merupakan gerakan transformasi sosial dalam arti tidak memperjuangkan soal perempuan belaka. Feminisme merupakan sebuah gerakan yang berusaha memperjuangkan dan merebut kembali kepentingan serta hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh perempuan karena ketimpangan gender yang terjadi pada dirinya (Fakih, 1996: 79).

Kajian feminisme harus mampu mengungkap aspek-aspek ketertindasan atau ketidakadilan perempuan dari laki-laki. Sebelum melakukan kajian terhadap feminisme dan yang berhubungan dengan perempuan, konsep utama yang perlu dipahami terlebih dahulu adalah membedakan antara konsep patriarkat, konsep seks, dan konsep gender. Patriarkat menurut Bhasin (1995: 25) merupakan sebuah

(12)

sistem dominasi dan superioritas laki-laki, sistem kontrol terhadap perempuan, yang perempuan dikuasai. Dalam budaya patriarkat melekat ideologi yang menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi daripada perempuan; perempuan merupakan bagian dari milik laki-laki. Patriarkat membentuk laki-laki sebagai superordinat dan perempuan sebagai subordinat.

Kata patriarkat mengacu pada sistem budaya di mana sistem kehidupan diatur oleh sistem “kebapakan”. Patriarkat merujuk pada susunan masyarakat menurut garis “Bapak”. Kemunculan ideologi patriarkat sering dihubungkan dengan ketidakadilan gender. Patriarkat merupakan sistem pengelompokan sosial yang sangat mementingkan garis keturunan bapak, dunia dibangun dengan cara berpikir dan dalam dunia laki-laki. Walby (dalam www.jurnalperempuan.org, diakses pada 8 Agustus 2015) menggarisbawahi patriarkat sebagai sebuah sistem tempat di mana laki-laki mendominasi, melakukan opresi, dan melakukan eksploitasi atas perempuan.

Konsep penting lain yang harus dipahami adalah konsep seks dan konsep gender. Seks merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakala, dan memproduksi sperma. Dengan kata lain, seks merupakan pemberian yang diberikan Tuhan kepada manusia dengan perbedaan bentuk atau wujud masing-masing atau ciri khas sesuai ketentuan Tuhan (Fakih, 1996: 8). Gender membedakan laki-laki (maskulin) dengan perempuan (feminin) secara sosial, mengacu pada unsur emosional, kejiwaan, bukan kodrat, tetapi sebagai proses belajar.

(13)

Fakih (1996: 12-13) mengungkapkan bahwa perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan berbagai ketidakadilan gender. Namun, dalam perkembangannya banyak menjadi persoalan sosial yang serius karena dalam penerapannya perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi kaum perempuan. Dalam hal ini, ketidakadilan gender dan sistem patriarkat mendorong lahirnya feminisme yang mengupayakan peningkatan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan laki-laki.

Hal yang menjadi faktor penting dari adanya ketidakadilan gender adalah perbedaan gender yang dilakukan berdasarkan kepentingan-kepentingan tertentu, seperti golongan tertentu, agama, ras, dan lain sebagainya. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam beberapa bentuk:

1) Marginalisasi perempuan

Menurut Fakih (1996: 13), marginalisasi merupakan proses pengabaian hak-hak yang seharusnya didapat oleh pihak yang termarginalkan. Namun, hak tersebut diabaikan dengan berbagai alasan dan tujuan tertentu. Marginalisasi adalah bentuk pemiskinan yang terjadi pada jenis kelamin tertentu, dalam hal ini adalah perempuan. Marginalisasi disebabkan oleh perbedaan pendapat mengenai gender. Beberapa faktor yang menyebabkan adanya marginalisasi perempuan, yaitu kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi, dan kebiasaan bahkan asumsi ilmu pengetahuan.

2) Gender dan subordinasi

Subordinasi adalah anggapan atau penilaian bahwa suatu peran yang dilakukan salah satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain, khususnya

(14)

perempuan. Salah satu contohnya adalah saat seorang laki-laki diperbolehkan untuk sekolah tinggi, sedangkan perempuan pada akhirnya hanya di dapur. Kedudukan laki-laki yang dianggap lebih tinggi juga akan berimbas pada pendidikan yang rendah untuk perempuan (Fakih, 1996: 15).

3) Gender dan stereotip

Stereotip dimaknai dengan pelabelan atau penandaan terhadap kelompok tertentu yang menimbulkan ketidakadilan, dalam hal ini adalah perempuan. Salah satu jenis stereotip itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan (stereotip) yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, stereotip juga diartikan sebagai pandangan negatif masyarakat yang dilekatkan terhadap perempuan sehingga sangat merugikan kaum perempuan (Fakih, 1996: 16). Adanya stereotip perempuan dan laki-laki disebabkan oleh pandangan yang salah kaprah terhadap jenis kelamin dan gender. Jenis kelamin adalah pembagian jenis laki-laki dan perempuan berdasarkan perbedaan biologis, misalnya laki-laki mempunyai penis, kalamenjing (jakala), dan memproduksi sperma, sedangkan perempuan mempunyai vagina, rahim, alat menyusui, serta memproduksi sel telur. Adapun gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial budaya, misalnya laki-laki dianggap kuat, jantan, perkasa, dan rasional, sedangkan perempuan dianggap lembut, cantik, keibuan, dan irasional. Penyifatan gender tersebut dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan tempat dan pergeseran waktu. Namun dewasa ini terjadi peneguhan yang tidak pada tempatnya, apa yang disebut gender

(15)

dianggap sebagai kodrat sehingga muncul anggapan bahwa kodrat perempuan adalah mendidik anak dan mengelola rumah tangga (Fakih, 1996: 7-11).

4) Gender dan kekerasan

Kekerasan gender adalah kekerasan yang diterima oleh jenis kelamin tertentu, yaitu perempuan. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan dalam masyararakat. Adapun dalam hal kekerasan gender, dibedakan atas dua jenis, yaitu kekerasan fisik dan kekerasan psikis. Kekerasan fisik dibagi menjadi dua hal, yaitu seksual dan nonseksual. Kekerasan fisik seksual adalah kekerasan yang terkait mengenai masalah seksual, seperti pemerkosaan dan pelecehan seksual, sedangkan kekerasan nonseksual adalah kekerasan yang dilakukan dengan cara memukul, menampar, meninju, dan sebagainya. Kekerasan psikis adalah kekerasan yang menyangkut mental seseorang (Fakih, 1996: 17).

5) Gender dan beban kerja

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dari mengepel, mencuci, memasak, mencari air, hingga merawat anak.

Bias gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut sering kali diperkuat dengan adanya pandangan masyarakat bahwa pekerjaan domestik yang dilakukan perempuan adalah lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang dikerjakan laki-laki (Fakih, 1996: 21).

(16)

Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang lahir sebagai respons atas berkembangnya feminisme di berbagai penjuru dunia. Kritik sastra feminisme merupakan aliran baru dalam sosiologi sastra. Kritik sastra feminisme berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis-penulis perempuan di masa silam dan untuk menunjukkan citra perempuan dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan perempuan sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkat yang dominan (Djajanegara, 2000: 27).

Kritik sastra feminis yang paling banyak diterapkan adalah kritik ideologis. Kritik sastra feminis ini melibatkan wanita, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca dan yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita adalah citra serta stereotip wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra (Djajanegara, 2000: 28).

Kritik sastra feminis ragam lain adalah kritik yang mengkaji penulis-penulis wanita. Dalam ragam ini termasuk penelitian tentang sejarah karya sastra wanita, gaya penulisan, tema, genre, dan struktur tulisan wanita. Jenis kritik sastra ini dinamakan ginokritik dan berbeda dari kritik ideologis, karena yang dikaji di sini adalah masalah perbedaan. Ginokritik mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar, seperti: apakah penulis-penulis wanita merupakan kelompok khusus, dan apa perbedaan antara tulisan wanita dan tulisan laki-laki (Djajanegara, 2000: 29-30).

Pada dasarnya, dominasi merupakan penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah. Dalam kaitannya dengan relasi antara laki-laki

(17)

dan perempuan, laki-laki diposisikan sebagai pihak yang kuat, sedangkan perempuan sebagai pihak yang lemah. Akibatnya, perempuan sering sekali menerima ketidakadilan. Ketidakadilan gender yang diterima perempuan dan budaya patriarkat yang tumbuh di masyarakat menimbulkan sikap dan pemikiran perempuan-perempuan yang ingin membela dan mempertahankan haknya. Berawal dari pemikiran ingin membela dan mempertahankan hak perempuan, muncul berbagai cara untuk mengkritisi ketidakadilan gender.

Masalah-masalah mengenai perempuan pada umumnya dikaitkan dengan emansipasi gerakan kaum perempuan untuk menuntut persamaan hak dengan kaum laki-laki, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun gerakan sosial budaya. Kondisi fisik perempuan yang lemah secara alamiah hendaknya tidak digunakan sebagai alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisinya yang lebih rendah. Pekerjaan perempuan selalu dikaitkan dengan memelihara, laki-laki selalu dikaitkan dengan bekerja (Ratna, 2007: 190-191).

Menurut ideologi Marx-Engels para feminis yang berorientasi sosialisme. Mereka mencoba membebaskan para wanita melalui perubahan struktur patriarkat, perubahan ini bertujuan agar kesetaraan gender dapat terwujud. Gerakan feiminis ini menganut teori penyadaran pada kelompok tertindas agar para wanita sadar bahwa mereka merupakan kelas yang tidak diuntungkan. Proses penyadaran ini adalah upaya untuk membangkitkan rasa emosi pada para wanita agar mereka bangkit untuk mengubah keadaannya (Nugroho, 2008: 75). Rasa emosi yang bangkit dalam diri perempuan akan memunculkan suatu konflik langsung dengan kelompok dominan (pria). Semakin tinggi tingkat konflik antara kelas wanita dengan kelas dominan diharapkan dapat meruntuhkan sistem

(18)

patriarkat dan menciptakan masyarakat yang egaliter. Aksi perempuan dalam menentang tradisi patriarkat dapat diartikan sebagai gerakan atau tindakan yang dilakukan oleh perempuan untuk melawan tradisi, adat, atau kebiasaan yang cenderung berpihak kepada laki-laki dan menempatkan perempuan dalam posisi inferior.

B. Kerangka Pikir

Deskripsi penelitian ini dapat dijelaskan dalam kerangka berpikir sebagai berikut.

1. Pada tahap awal penulis menentukan objek material dan objek formal sebagai bahan penelitian. Karya sastra sebagai hasil refleksi manusia dapat menjadi media yang strategis untuk dijadikan alat kritik sistem patriarkat. Novel Isinga dapat dipandang sebagai suatu gerakan emansipasi dari pembebasan perbudakan dan perjuangan persamaan hak di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Melalui novel ini pengarang mewakili suara perempuan-perempuan Papua dengan menarasikan kisah hidup Irewa.

2. Tahap kedua penulis mulai menentukan latar belakang masalah dan perumusan masalah. Penulis menemukan permasalahan mengenai ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan-perempuan Papua dalam novel Isinga. Ketidakadilan gender yang dialami perempuan suku Aitubu menggambarkan realitas kehidupan masyarakat suku Aitubu yang menilai perempuan sebagai jenis kelamin kedua setelah jenis kelamin laki-laki (the second sex).

3. Tahap ketiga adalah menentukan teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut. Penelitian mengenai ketidakadilan gender yang

(19)

dialami oleh Irewa dalam novel Isinga dikaji menggunakan teori kritik sastra feminis.

4. Tahap keempat penulis menentukan metode dan teknik analisis data. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis wacana, yaitu mengungkap bagaimana kekuasaan, dominasi, dan ketidaksetaraan dipraktikkan, direproduksi atau dilawan oleh teks tertulis maupun perbincangan dalam konteks sosial dan politis.

5. Tahap kelima analisis permasalahan dengan cara mendeskripsikan bentuk-bentuk ketidakadilan gender, yaitu marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan fisik dan psikis, dan beban kerja. Kemudian, mendeskripsikan perlawanan perempuan terhadap sistem patriarkat yang masih berlaku di pedalaman Papua.

6. Tahap akhir adalah penarikan kesimpulan, yaitu menyimpulkan hasil analisis permasalahan dari penelitian ini.

(20)

Bagan Kerangka Pikir

Novel Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany

Ketidakadilan Gender pada Tokoh Irewa

Kritik Sastra Feminis

Upaya Penolakan Perempuan Papua terhadap

Budaya Patriarkat Ketidakadilan Gender:

1. Marginalisasi 2. Subordinasi 3. Stereotip

4. Kekerasan Fisik dan Psikis 5. Beban Kerja

Referensi

Dokumen terkait

Fraksi etil asetat menunjukkan aktivitas antioksidan paling tinggi daripada fraksi heksana, fraksi butanol, fraksi etanol, fraksi akuades, dan Ekstrak etanol lamun

Isi modul ini : Ketakbebasan Linier Himpunan Fungsi, Determinan Wronski, Prinsip Superposisi, PD Linier Homogen Koefisien Konstanta, Persamaan Diferensial Linier Homogen

Hasil dari pengujian sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan yaitu memiliki nilai maksimum pada waktu 60 menit yaitu memiliki massa dalam persentase sebesar

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli kapsul cacing menurut Fatwa MUI Perspektif BPOM studi kasus di desa 15 Polos

Ketidakbermaknaan korelasi tingkat gejala adiksi internet dengan aktivitas yang dilakukan jika tidak tersedia dana, dapat dijelaskan karena sebagian besar

Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup, sekitar 59,91% sampah dibuang ke TPA, sisa sebesar 40,09% dikelola dengan dtimbun (7,54%), dijadikan kompos dan dimanfaatkan