• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mangium adalah jenis pohon cepat tumbuh (fasf growing species) yang. banyak digunakan untuk Hutan Tanaman lndustri (HTI) di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mangium adalah jenis pohon cepat tumbuh (fasf growing species) yang. banyak digunakan untuk Hutan Tanaman lndustri (HTI) di Indonesia."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mangium

Mangium adalah jenis pohon cepat tumbuh (fasf growing species) yang banyak digunakan untuk Hutan Tanaman lndustri (HTI) di Indonesia. Pemilihan jenis tersebut didasarkan antara lain pada: (1) pertumbuhannya yang cepat sehingga dalam waktu yang relatif singkat sudah dapat dipanen, (2) rnarnpu beradaptasi dan tumbuh dengan baik pada tanah-tanah marjinal sehingga dengan input yang relatif rendah sudah diperoleh kualitas tegakan yang cukup memuaskan (Bastoni, 1999).

Menurut National Research Council (1983), pohon rnangium dapat rnencapai tinggi 30 cm, dengan batang lurus dan bebas cabang sampai setengah tinggi total. Riap rata-rata tahunan adalah 20-46 m3 per hektar dengan daur 10 tahun. Pada lahan yang terganggu, seperti bekas kebakaran, tanah lempung yang sudah kurus dengan dasar batu vulkanis, tanah gersang bekas perladangan liar, lereng terjal, lahan alang-alang, produksi kayu rata-rata 20 rn3 per hektar per tahun.

Pada tempat tumbuh yang baik, mangium dapat mencapai tinggi 23 m dengan diameter 23 ern pada urnur 9 tahun. Tegakan yang tidak terpelihara pada umur 9 tahun dapat rnenghasilkan 415 m3 per hektar atau dengan riap tahunan 46 rn31ha (Sindusuwarno dan Utomo, 1981).

Hasil percobaan di PT lTCl Balikpapan, tegakan mangium yang berumur 3 tahun bisa mencapai tinggi 14 meter, diameter 11 cm dengan riap rata-rata berkisar antara 27

-

46 rn3 per hektar per tahun (Adisubroto dan Priasukmana, 1985).

Jenis rnangium tidak membutuhkan persyaratan tumbuh yang tinggi, ia mampu untuk turnbuh baik pada lahan yang miskin dan tidak subur, padang alang-

(2)

alang, pada lahan bekas tebangan serta mudah beradaptasi terhadap lingkungan tersebut. Pada lahan yang tidak subur, mangium masih dapat tumbuh lebih baik dari jenis pohon cepat tumbuh lainnya (Sindusuwarno dan Utomo, 1981).

Jenis mangium dapat tumbuh baik pada tanah podzolik, baik di padang alang-alang, bekas penebangan, tanah tererosi, tanah miskin mineral, berbatu-batu dan pada tanah aluvial. Di samping itu jenis ini mampu tumbuh pada tanah dengan pH 4,2. Hal ini sangat penting karena tanah-tanah asam tersebar luas di daerah tropik (Retnowati, 1988).

Menurut Nationai Research Council (1983), kayu mangium adalah salah satu jenis pohon serbaguna dan mempunyai masa depan yang baik. Kayu ini dapat dibuat meubel, kusen, moulding dan veneer, papan parlikel, pulp dengan kualitas yang memuaskan dan kayu bakar. Tanaman jenis ini berguna untuk memperbaiki sifat tanah, sekat bakar, tanaman hias, pelindung angin dan erosi, untuk tanaman campuran dalam sistem agroforestry serta dapat menekan pertumbuhan rumput alang-alang.

B. Pengusahaan Hutan Tanaman

Pengusahaan hutan adalah mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang meliputi kegiatan-kegiatan penebangan kayulpemungutan hasil hutan, permudaan dan pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan. Pengusahaan hutan diselenggarakan berdasarkan asas kelestarian hutan dan asas perusahaan menurut rencana karya atau bagan kerja yang meliputi penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan (Departemen Kehutanan, 1998).

(3)

12 Menurut Davis dan Johnson (1987) menyebutkan bahwa sebuah proyek untuk melaksanakan pengelolaan hutan khususnya kayu, terdapat beberapa kegiatan yang menurut preskripsi silvikultur perlu dipertimbangkan antara lain penyiapan lahan dan penanaman, penyemprotan sernak belukar dengan herbisida, pemupukan dan penjarangan yang tidak menghasilkan, pemupukan dan penjarangan yang menghasilkan, dan pemanenan.

Proses Produksi di bidang kehutanan terdiri dari komponen-komponen pembentuk sistemnya, yaitu (1) proses permudaan, (2) pemeliharaan hutan, (3) perlindungan hutan dan, (4) pernanenan hasil hutan. Kempat kornponen tersebut merupakan kegiatan yang harus utuh, seimbang, dan berulang sepanjang masa sehingga kelestarian pengusahaan hutan bisa tercapai. Apabila salah satu komponen tersebut tidak berada dalam komando sistern pengusahaan hutan pada areal yang bersangkutan, rnaka sistern pengusahaan hutan akan terganggu yang kernudian akan menimbulkan kerusakan hutan itu sendiri (Warsito, 1997).

C. Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman

Biaya adalah pengorbanan surnber ekonomi yang diukur dengan satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi, 1991). Menurut Duerr (1960), biaya adalah nilai uang dari semua input dalarn suatu proses produksi.

Menurut Gregory (1974) dalam Andayani (1998), proses produksi dalarn sektor kehutanan adalah proses pembentukan tegakan sampai dengan menghasilkan kayu bulat yang dapat diperdagangkan, yang memiliki ciri khusus yaitu jangka waktu proses produksi antara investasi awal sampai dengan tegakan siap ditebang (pada

(4)

daur ekonomi tertentu) memerlukan jangka waktu yang sangat panjang (puluhan tahun).

Dalam kaitannya dengan proses produksi di bidang kehutanan, biaya yang digucakan untuk produksi pada suaiu perusahaan dapat digolongkan ke dalam beberapa katagori, salah satunya adalah pembagian biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan, yaitu biaya produksi, biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum (Mulyadi, 1991).

1. Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi atau biaya yang dibebankan dalam proses produksi selama suatu periode dan disebut juga sebagai beban penurunan dalam modal pemilik yang biasanya melalui pengeluaran uang atau penggunaan aktiva yang terjadi dalam usaha untuk memperoleh pendapatan (Soemarsono, 1990).

2. Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam hubungannya dengan usaha untuk memperoleh pesanan atau memenuhi pesanan (Rivai dan Yogie, 1991).

3. Biaya administrasi dan umum adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan kegiatan yang tidak dapat diidentifikasikan dengan aktivitas produksi maupun pemasaran (Rivai dan Yogie, 1991).

Biaya pengusahaan hutan merupakan jumlah nilai seluruh faktor input yang digunakan pengusahaan hutan. Sehingga biaya total pengusahaan hutan mencakup seluruh pembiayaan sejak penanaman sampai tanaman mencapai siap panen (akhir daur), yang disebut dengan biaya tegakan (sfumpage cost). Untuk menghilangkan perbedaan harga yang disebabkan oleh perbedaan lokasi, maka lokasi terakhir

(5)

14 produksi berada di TPK, sehingga biaya pengusahaan hutan meliputi biaya tegakan dan biaya pemungutan hasil sampai dengan produksi mencapai TPK. Biaya pengusahaan hutan yang demikian ini dapat dikatakan sebagai biaya produksi (Warsito,l995).

Dalam pengusahaan hutan sebagai ini it HPH, biaya produksi merupakan biaya dari seluruh kegiatan dari tahap survei sampai kayu tiba di loanding point dan sampai kayu terjual. Jadi pada hakekatnya biaya produksi yang dimaksud, meliputi biaya-biaya dalam pos-pos pengeluaran administrasi, pembinaan dan pengembangan, pemanenan (eksploitasi) dan pemasaran (Mangundikoro, 1973).

Biaya eksploitasi kayu terdiri atas : (1). biaya persiapan, yang terdiri dari pembagian blok tebangan, klem dan penomoran kayu, dan pengadaan sarana dan prasarana tebangan, (2). biaya tebangan, yang meliputi penebangan dan pembagian batang, (3). biaya pengangkutan dari hutan ke TPK (Suparno, 2000).

Dalam analisis biaya, biaya diklasifikasikan atas bermacam-macam biaya, ha1 ini bertujuan untuk : (1). mengetahui besarnya biaya total, biaya dalam bagian-bagian atau sektor-sektor, sehingga memungkinkan untuk mengadakan penekanan- penekanan biaya pada sektor-sektor produksi tertentu apabila dianggap terlalu besar, (2). menghitung harga pokok, sehingga dapat ditentukan harga penjualan untuk menghitung keuntungan dan kerugian (Elias, 1987).

D. Nilai Waktu Dalam lnvestasi

Kehutanan sebagai produsen kayu memiliki sifat khusus yaitu adanya periode waktu yang lebih panjang. Waktu yang dibutuhkan agar suatu tegakan hutan dapat dipanen, atau apa yang disebut daur, biasanya sangat panjang. Dalam waktu yang panjang menyebabkan biaya investasi dalam bentuk bunga atas modal berpengaruh

(6)

sangat besar dan menentukan (Damsman, 1989). Oleh karena itu suku bunga merupakan ha1 yang sangat penting dalam kehutanan karena waktu produksi yang lama.

Karena produksi yang cukup panjang tersebut, maka produksi di bidang kehutanan selalu ada faktor kctidakpastiaan terhadap output yang akan diperoleh, sehingga mengakibatkan orang akan menilai saat sekarang lebih tinggi dari pada nilai waktu yang akan datang (time preference) (Andayani, 1985). Oleh karena itu untuk mengetahui berapa besar penyesuaian yang perlu d~lakukan terhadap nilai benefit di masa datang, Gray, et al., (1992 ) menyatakan gagasan social opportunity cost yang merupakan benefit yang dikorbankan karena sejumlah sumber yang ada telah digunakan untuk kegiatan X, dan bukan kegiatan Y atau yang lainnya. Kemudian Warsito (1995) menyebutkan bahwa kehilangan keuntungan apabila dana yang tidak digunakan untuk investasi pengusahaan hutan, melainkan digunakan untuk investasi di sektor usaha lain yang diandaikan (opportunity cost) maka kehilangan tersebut merupakan biaya, yang penghitungannya didekati dengan biaya bunga atas modal. Biaya tersebut dimasukkan sebagai salah satu komponen biaya dalam penghitungan biaya pengusahaan hutan.

Davis (1966), menyatakaan bahwa biaya-biaya yang digunakan untuk suatu sumber daya yang mempunyai tenggang waktu, sewa, atau harga biaya per unit waktu diukur dengan tingkat bunga. Biaya bunga berpengaruh sekali pada analisis teknik finansial, termasuk dalam ilmu hitung bunga compound.

(7)

E. Pembentukan Harga 1. Penentuan Harga Pokok

Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Berdasarkan cara memproduksi produk, penentuan harga pokok produksi dibedakan menjadi dua macam yaitu metode harga pokok pesanan dan metode penentuan harga pokok proses (Mulyadi, 1991). Metode harga pokok pesanan adalah pengumpulan harga pokok produk di mana biaya dikumpulkan untuk setiap pesanan secara terpisah. Sedangkan metode harga pokok proses adalah metode pengumpulan harga pokok produk di mana biaya dikumpulkan untuk setiap satuan waktu tertentu misalnya bulan, triwulan, semester, tahun. Pada metode harga pokok proses, perusahaan menghasilkan produk yang homogen, bentuk produk bersifat standar tidak tergantung spesifikasi yang diminta pembeli, sehingga produksi dapat dilakukan secara terus-menerus (Supriyono, 1995).

lnformasi harga pokok produksi yang dihitung untu k jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk : (a). menetukan harga jual produk, (b), memantau realisasi biaya produksi, (c). menghitung rugi atau laba periodik, dan (d). menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca (Mulyadi, 1991).

Ada dua kemungkinan yang akan ditemui apabila perusahaan tidak teliti dalam melakukan perhitungan harga pokok (Mulyadi, 1991), yaitu :

a. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah

Harga pokok yang terlalu rendah akan menyebabkan harga yang ditawarkan oleh perusahaan terlalu rendah, dengan sendirinya maka barang atau produk

(8)
(9)

contoh-contoh faktor-faktor yang sulit untuk diramalkan, yang mempengaruhi pembentukan harga jual produk atau jasa di pasar (Mulyadi, 1993).

Faktor yang memiliki kepastian relatif tinggi yang berpengaruh dalam penentuan harga jual adalah biaya. Biaya memberikan informasi batas bawah suatu harga jual harus ditentukan. Biaya penuh (biaya total) rnerupakan total pengorbanan sumber daya untuk menghasilkan produk atau jasa, sehingga pengorbanan tersebut harus ditutup dengan pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk atau jasa (Mulyadi, 1993).

Penentuan harga jual memerlukan informasi biaya penuh sebagai dasar penentuan harga jual produk atau jasa. Metode penentuan harga jual seringkali disebut dengan istilah cost plus pricing, karena harga jual ditentukan dengan menarnbahkan biaya dengan laba yang diharapkan termasuk faktor resiko dan ketidakpastian (Mulyadi, 1993, Garrison, 1988, dan Fess dan Warren, 1990). Menurut Garrison (1988), penentuan harga produk standar dengan formula cost- plus-pricing merupakan pendekatan yang paling banyak. Sedangkan Fess dan Warren (1990) mengatakan bahwa penentuan harga jual normal dengan pendekatan cost-plus merupakan pendekatan yang paling praktis, karena manajer rnenentukan harga produk dengan menambahkan jumlah cost-plus yang dinamakan laba yang diharapkan termasuk faktor resiko dan ketidakpastian.

Menurut Fess dan Warren (1990), penggunaan konsep biaya total dalam penentuan harga jual produk adalah sernua biaya produksi ditambah biaya umum dan administrasi dan pernasaran dimasukkan ke dalam biaya total ditambahkan dengan margin keuntungan termasuk faktor resiko dan ketidakpastian. Jika disederhanakan dalarn formula adalah sebagai berikut :

(10)

serta Ketidakpastian)

Penetapan harga dengan cara cost plus masih banyak digunakan dengan beberapa alasan diantaranya penjual dapat menentukan biaya dengan lebih mudah daripada memperkirakan permintaan. Dengan mengaitkan harga dan biaya maka proses penetapan harga jual dapat lebih disederhanakan (Kotler, 1997).

F. Penentuan Tingkat Keuntungan

Pada umumnya tujuan suatu perusahaan tidak pernah terlepas dari keinginan untuk mendapatkan laba, dan laba yang diharapkan adalah keuntungan maksimum. Menurut Lipsey, et al (1991), apabila perusahaan yang bertujuan memaksimumkan keuntungan mengetahui harga yang dapat ditetapkan untuk penjual produknya, maka akan dapat dihitung penerimaannya. Apabila biaya juga diketahui maka keuntungan yang akan didapat pada tingkat penjualan akan dapat dipisahkan. Perusahaan juga akan dapat menentukan tingkat penjualan yang memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan maksimum.

G. Hubungan Permintaan Kayu dan Harga

Permintaan menunjukkan jumlah suatu barang atau jasa yang dikehendaki oleh pasar pada suatu periode waktu tertentu dalam berbagai kondisi pemasaran. Permintaan merupakan salah satu faktor terpenting selain faktor biaya untuk diperhatikan perusahaan dalam rnenyusun berbagai rencana, termasuk rencana pemasaran (Asri, 1991).

Hubungan antara harga dengan jumlah permintaan adalah "Hukum

(11)

20 periode tertentu berhubungan negatif dengan harganya. Dengan kata lain, jika harga barang atau jasa rneningkat rnaka jurnlah yang dirninta akan berkurang, sebaliknya jika harga barang atau jasa tersebut mengalarni penurunan rnaka jurnlah permintaan akan rneningkat. Dalam istilah ekonorni disebut Hukurn Permirltaan yang sernakin berkurang (the law of deminishing demand) (Asri, 1 991).

Hukurn perrnintaan ini berlaku untuk keadaan di mana seseorang (konsumen! berfikir rasional dan rnernpunyai pengetahuan yang cukup tentang berbagai ha1 seperti: barang-barang pengganti (substitusi), budget yang terbatas, dan rnanfaat rnaksirnurn yang ingin dicapai).

Kebijakan rnenaikkan harga tergantung elasitas perrnintaan. Apabila perrnintaan bersifat elastis, maka menaikkan harga akan rnengakibatkan total penerirnaan rnenjadi berkurang. Karena kenaikan harga sedikit akan rnendatangkan pengaruh penurunan perrnintaan yang besar. Sebaliknya jika perrnintaan bersifat inelastis, dengan rnenaikkan tingkat harga suatu barang justru akan rnenaikkan pula jurnlah penerirnaan meskipun jurnlah perrnintaan rnenurun. Tetapi, pada dasarnya perlu juga diperhatikan bahwa sifat ini berlaku pada range tertentu, sesuai dengan bentuk kurva perrnintaan yang lengkung. Di luar batas tersebut, mungkin barang sudah bersifat elastis sehingga kenaikan harga akan rnengurangi jurnlah penerimaan (Asri, 1991).

Referensi

Dokumen terkait

Kendala yang ditemui di lokasi Praktek Kerja Lapang adalah minimnya pengetahuan terhadap penyakit yang menyerang udang vaname, tidak lengkapnya fasilitas yang sesuai

Dugaan potensi biomassa pada semua jenis tutupan lahan baik secara total maupun pada seluruh tingkat vegetasi yang dihitung menggunakan persamaan W4, menunjukkan hasil

Likuiditas adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang harus segra dibayar dengan harta lancarnya. Bank disebut likuid, apabila bank

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan tahapan pelaksanaan yang meliputi: perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Subjek dalam penelitian

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Pemerintah DKI Jakarta telah menetapkan peraturan bersama tentang Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu, yang

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa data merupakan suatu kejadian yang menggambarkan kenyataan yang terjadi dimasukkan melalui elemen input kemudian data tersebut

Kurikulum Program Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Di Bidang Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dijabarkan oleh Kepala Pusat Pengembangan Sumber

Dalam menentukan harga jual produknya perusahaan mengumpulkan seluruh biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan proses pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Biaya