• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

99

BAB V

DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 DISKUSI

Berdasarkan hasil analisis pada bab IV, maka hipotesis yang menyatakan bahwa empati dan pola asuh demokratis sebagai prediktor perilaku prososial pada remaja PPA Solo diterima. Hal ini terlihat dari nilai F hitung sebesar 149,801dengan tingkat signifikansi 0,000; p<0,05. Sedangkan nilai R square (R2) sebesar 0,728 yang menunjukkan bahwa 72,8 % dari variable perilaku prososial (Y) dapat dijelaskan oleh kedua variabel independen yaitu empati (X1) dan pola asuh demokratis (X2).

Empati merupakan salah satu faktor yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial remaja. Hal ini terbukti dari hasil uji t pada tabel 4.25 (β=0,512) dan ternyata empati memberi pengaruh yang lebih besar dari pada pola asuh demokratis. Ini berarti bahwa perilaku prososial remaja lebih disebabkan oleh rasa empati seseorang. Hal ini senada dengan Walgito (2002), yang mengungkapkan bahwa empati sebagai tanggapan afeksi seseorang terhadap suatu hal yang dialami orang lain seolah-olah mengalami sendiri hal tersebut dan diwujudkan dengan bentuk perilaku prososial yaitu menolong, menghibur, berbagi dan bekerjasama dengan orang lain.

Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agnes Permatasari (2008) dalam jurnalnya yang berjudul hubungan antara empati dengan kecenderungan perilaku prososial pada perawat di RSU Kardinah Tegal, menunjukkan hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel empati dengan variabel kecenderungan perilaku prososial pada perawat dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,790 peluang kesalahan (p) sebesar 0,000 (p< 0,01). Hal senada juga diungkapkan oleh Agustin Pujiyanti (2000)

(2)

100 mengenai kontribusi empati terhadap perilaku prososial pada siswa siswi SMA negeri 1 Setu Bekasi dan hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 69,183 dan p = 0,000 dimana p < 0,05; dengan nilai R diperoleh sebesar 0,710 dan R square sebesar 0,504. Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya kontribusi empati secara signifikan terhadap perilaku prososial pada siswa siswi, dan empati memberikan kontribusi terhadap prososial sebesar 50,4 %. Kontribusi empati pada penelitian Agnes sangat besar dibandingkan dengan penelitian ini, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan sampel dalam penelitian ini serta adanya perbedaan jumlah variabel bebas dalam penelitian tersebut.

Empati dalam hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam perilaku prososial remaja, karena dalam empati ada kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan orang lain dan ini sejalan dengan pendapat ahli di atas Johnson, Check, dan Smither (1983). Juga dijelaskan oleh Chaplin (2000) bahwa empati adalah realisasi dan pengertian terhadap perasaan, kebutuhan dan penderitaan pribadi lain. Dalam hal ini sebelum ada tindakan prososial, faktor empati berperan terlebih dahulu untuk dapat merasakan apa yang dialami oleh seseorang kemudian baru akan diwujudkan dalam perilaku yang nyata, seperti berbagi, kerjasama, menyumbang, menolong, kejujuran, dan kedermawanan.

Rose (dalam Hogan, 1980) mengemukakan lima aspek yang merupakan karakterstik orang yang berempati tinggi (highly empathic concern), salah satunya adalah mempunyai rasa pengertian sosial. Pengertian sosial ini dapat diartikan memahami pandangan orang lain, kebutuhan-kebutuhannya serta pemikiran dan tindakan orang lain, Higgins (1982) serta mampu mengerti dan memahami respon emosional, berasal dari pemahaman terhadap keadaan keadaan emosi dan keadaan orang lain, dan sangat sesuai dengan pengalaman yang diterima oleh orang lain (Eisenberg, 1994).

(3)

101 Selain empati, pola asuh demokratis juga berpengaruh terhadap perlaku prososial remaja. Hasil uji t pada tabel 4.25 memperlihatkan bahwa pola asuh memberi pengaruh lebih kecil dari empati (β=0,476), namun pengaruh pola asuh demokratis terhadap perilaku prososial ini juga tidak dapat diabaikan. Pola asuh demokratis ini didapat dari pengalaman sosialisasi menurut Eissenberg dan Mussen (1989). Pengalaman sosialisasi yang dimaksud adalah banyaknya interaksi anak dengan agen-agen sosialisasi seperti orang tua yang merupakan agen sosialisasi utama. Pengalaman sosialisasi ini penting dalam membentuk kecenderungan prososial anak. Sebagian besar perilaku prososial anak dipelajari individu dari orang tua pada masa kanak-kanak dalam pola pengasuhan setiap hari.

Baumrind (1991) mengemukakan bahwa pola asuh yang dapat menumbuhkan perilaku prososial adalah pola asuh demokratis, karena dalam pola asuh ini terdapat beberapa prinsip : pertama, kebebasan dan pengendalian merupakan prinsip yang saling mengisi, dan bukan suatu pertentangan. Kedua, hubungan orang tua dengan anak memiliki fungsi bagi orang tua dan anak. Ketiga, adanya kontrol yang diimbangi dengan pemberian dukungan dan semangat. Keempat, adanya tujuan yang ingin dicapai yaitu kemandirian, sikap bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan tanggung jawab terhadap lingkungan masyarakat. Baumrid dan Black (dalam Kusjamilah, 2001), dari hasil penelitiannya menemukan bahwa teknik-teknik asuhan orang tua yang demokratis akan menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan prososial, mandiri serta mampu membuat keputusan sendiri yang akan berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab. Selain itu pola asuh demokratis ini ditandai dengan sikap terbuka dan jujur antara orang tua dan anak. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat,

(4)

102 perasaan dan keinginannya. Jadi, dalam pola asuh ini terdapat komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.

Berdasarkan aspek-aspek dalam empati, yang paling menonjol dalam memberikan pengaruh terhadap perilaku prososial adalah aspek distress pribadi yaitu sebanyak 25,33 %, ini sejalan apa yang diungkap Sears, Freedman, dan Peplau (1994) mendefinisikan personal Distress sebagai kepedulian terhadap ketidaknyamanan diri sendiri dalam menghadapi kesulitan orang lain, dan motivasi untuk mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Dalam skala pengukur distress pribadi, reaksi-reaksi yang dianggap mencerminkan hal ini adalah ketakutan, kegelisahan, cemas, khawatir kalau tidak menolong, terganggu, dan terkejut atau bingung dalam menghadapi orang lain yang kesulitan.

Kemudian aspek fantasi menempati urutan kedua dalam fungsinya memengaruhi perilaku prososial yaitu sebanyak 14,77 %. Aspek fantasi merupakan daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dsb) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang. Fantasi berdasarkan penelitian Stotland, dkk (Davis1983) berpengaruh pada reaksi emosi terhadap orang lain dan menimbulkan perilaku menolong.

Sedangkan urutan ketiga yaitu aspek pengambilan perspektif yaitu sebanyak 9,88 %, ini sejalan apa yang diungkap Eissenberg dan Mussen (1989) mengenai salah satu factor yang memengaruhi prososial dari sudut pandang kognitif yaitu Role taking yang merupakan kemampuan untuk memahami dan menarik kesimpulan dari perasaan, reaksi emosi, pemikiran, pandangan , motivasi dan keinginan orang lain. Pengambilan perspektif dari empati inilah yang paling menentukan seseorang mampu berperilaku prososial, karena pengambilan perspektif yang tinggi berhubungan dengan baiknya fungsi sosial seseorang. Kemampuan ini, seiring dengan antisipasi seseorang terhadap

(5)

103 perilaku dan reaksi emosi orang lain, sehingga dapat dibangun hubungan interpersonal yang baik dan penuh penghargaan. Pengambilan perspektif juga berhubungan secara positif dengan reaksi emosional dan perilaku menolong pada orang dewasa.

Namun ada satu aspek yang memberi pengaruh sangat kecil yaitu perhatian empatik sebesar 7,71%. Perhatian empatik meliputi perasaan simpatik, belas kasihan dan peduli (lebih terfokus pada orang lain). Orientasi seseorang terhadap orang lain yang ditimpa kemalangan. Aspek ini berpijak pada penelitian Coke (dalam Davis, 1983) yang berhubungan positif dengan reaksi emosional dan perilaku menolong pada orang dewasa. Selanjutnya (Davis, 1983) menyatakan bahwa perhatian empatik merupakan cermin dari perasaan kehangatan dan simpati yang erat kaitannya dengan kepekaan serta kepedulian terhadap orang lain. Dan aspek ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji selanjunya.

Selanjutnya aspek dalam variabel pola asuh demokratis yang paling menonjol dalam memberikan pengaruh terhadap perilaku prososial adalah aspek kebebasan yang terkendali yaitu sebesar 21,15 %. Aspek kebebasan yang terkendali sangat tinggi kontribusinya dalam memengaruhi perilaku prososial, karena dalam kebebasan yang terkendali ada kebebasan dalam berpendapat, dalam menyampaikan keinginan anak, serta berusaha mendengarkan keluhan, penjelasan dengan segala pertimbangan yang bijaksana dalam bertingkah laku di sekolah, masyarakat ataupun keluarga.

(6)

104

5.2 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara simultan antara empati dan pola asuh demokratis terhadap perilaku prososial remaja PPA Solo. Dengan kata lain, empati dan pola asuh demokratis dapat dijadikan prediktor terhadap perilaku prososial remaja PPA Solo.

Berdasarkan hasil analisa tersebut, maka berikut ini adalah beberapa saran yang dapat penulis berikan, baik kepada orang tua, remaja, PPA dan peneliti selanjutnya.

5.3 SARAN 5.3.1 Orang tua

1. Mampu mengajak anak remajanya untuk sering berdikusi atau membicarakan sekaligus memecahkan masalah-masalah yang dihadapi remaja khususnya masalah yang menyangkut lingkup sosial.

2. Memberikan contoh nyata dalam berperilaku prososial seperti berbagi, mau bekerjasama, bersedia menyumbang, tulus dalam menolong, jujur dalam berperilaku serta berderma bagi orang lain.

3. Memberikan pengarahan dan bimbingan mengenai pentingnya memahami perasaan, kondisi, keadaan orang lain terutama yang sedang membutuhkan.

5.3.2 Remaja

1. Belajar untuk meningkatkan perilaku prososial seperti berbagi, mau bekerjasama, bersedia menyumbang, tulus dalam menolong, jujur dalam berperilaku serta berderma bagi orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

(7)

105 2. Mampu lebih lagi memahami perasaan, kondisi, keadaan orang lain

terutama yang sedang membutuhkan.

5.3.3 Pusat Pengembangan Anak (PPA) Solo

1. Menambah pengajaran yang bermuatan budi pekerti mengenai perilaku empati dan prososial.

2. Mengadakan program kebersamaan dalam rangka meningkatkan perilaku prososial dan empati seperti kunjungan ke panti asuhan, panti wreda, yayasan anak-anak cacat, peduli kasih bagi anak jalanan, dsb. 3. Memberi pemahaman bagi para pengajar agar mampu menjadi teladan

dalam berperilaku empati dan prososial.

5.3.4 Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini masih sangat terbatas, karena hanya meneliti empati dan pola asuh demokratis terhadap perilaku prososial remaja PPA Solo. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisa di bab IV, maka saran bagi peneliti selanjutnya adalah menggunakan variabel lain yang turut memengaruhi perilaku prososial seperti : faktor bystander, faktor atribusi, faktor intensitas desakan waktu, faktor jenis kelamin dan faktor lingkungan tempat tinggal.

Referensi

Dokumen terkait

penulis kumpulkan dari 27 responden yang berstatus mahasiswa yang berwiraswasta di beberapa negara di Asia, mereka memberikan respon yang cukup antusias terhadap

Menurut Firdaus (2007) PHP merupakan singkatan dari Hypertext Preprocessor , adalah sebuah bahasa scripting berbasis server side scripting yang terpasang pada HTML dan

Tabel 8 menunjukkan bahwa sumbangan pendapatan tenaga kerja wanita pada usaha penetasan telur itik yang dihasilkan per bulan atau satu periode penetasan berbanding

Sebelum digunakan, inkubator, wadah dan alat-alat untuk mengambil telur dicuci dengan alkohol 10%, sedangkan air yang digunakan diberi larutan Malachite green dengan

Metode yang digunakan yaitu dengan pengujian minyak atsiri dari daun kacapiring sebagai bahan aktif repellen elektrik cair sebanyak 10 ml terhadap nyamuk dewasa yang telah

Penggunaan media VCD dalam pembelajaran merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang menggunakan media berupa VCD sebagai sarana untuk menyampaikan bahan ajar,

Tidak Menutup Diri dari Potensi Jaringan Dapat dilihat dari sikap terbuka masyarakat dalam menerima masuknya orang luar baik itu sesama orang yang ingin tinggal kampung