• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Neonatus 1. Pengertian Masa Neonatus - Restu Nurjanah BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Neonatus 1. Pengertian Masa Neonatus - Restu Nurjanah BAB II"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

A. Neonatus

1. Pengertian Masa Neonatus

Bayi baru lahir umur 0 - 4 minggu sesudah lahir. Terjadi penyesuaian

sirkulasi dengan keadaan lingkungan, mulai bernafas dan fungsi alat

tubuh lainya. Berat badan dapat turun sampai 10 % pada minggu pertama

kahidupan yang dicapai lagi pada hari ke empat belas (Fitramaya, 2010).

2. Periode neonatus

a. Periode Transisional

Peride transisional ini dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode

pertama reaktivitas, fase tidur dan periode kedua reaktivitas.

Karakteristik masing-masing periode memperlihatkan kemajuan bayi

baru lahir ke arah mandiri.

1) Periode pertama reaktivitas

Periode pertama reaktivitas berakhir pada 30 menit pertama

setelah kelahiran. Karakteristik pada periode ini, antara lain:

denyut nadi apikal berlangsung cepat dan irama tidak teratur,

frekuensi pernafasan mencapai 80 kali permenit, irama tidak

teratur dan pada beberapa bayi baru lahir, tipe pernafasan cuping

hidung, ekspirasi mendengkur dan adanya retraksi. Terjadi

fluktuasi warna dari merah jambu pucat ke sianosis. Tidak ada

bising usus dan bayi tidak berkemih. Bayi mempunyai sejumlah

(2)

mata bayi terbuka lebih lama dari hari-hari sesudahnya, sehingga

merupakan waktu yang tepat untuk memulai proses perlekatan,

karena bayi dapat mempertahankan kontak mata dalam waktu

lama.

Pada periode ini, bayi membutuhkan perawatan khusus,

antara lain mengkaji dan memantau frekuensi jantung dan

pernafasan setiap 30 menit pada 4 jam pertama setelah kelahiran,

menjaga bayi agar tetap hangat (suhu aksila 36,5-37,5 ฀C),

menempatkan ibu dan bayi bersama-sama kulit ke kulit untuk

memfasilitasi proses perlekatan, menunda pemberian tetes mata

profilaksais 1 jam pertama.

2) Fase Tidur

Fase ini merupakan interval tidak responsif relatif atau fase

tidur yang dimulai dari 30 menit setelah periode pertama

reaktivitas dan berakhir pada 2-4 jam. Karakteristik pada fase ini,

adalah frekuensi pernafasan dan denyut jantung menurun kembali

ke nilai dasar, warna kulit cenderung stabil, terdapat akrosianosis

dan bisa terdengar bising usus.

Bayi tidak banyak membutuhkan asuhan, karena bayi tidak

memberikan respon terhadap stimulus eksternal pada fase ini.

Meskipun demikian, orang tuanya tetap dapat menikmati fase ini

dengan memeluk atau menggendong bayi.

3) Periode Kedua Reaktivitas

Periode kedua reaktivitas ini berakhir sekitar 4-6 jam setelah

(3)

tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap stimulus internal dan

lingkungan. Frekuensi nadi apikal berkisar 120-160 kali permenit,

frekuensi pernafasan berkisar 30-60 kali permenit. Terjadi fluktuasi

warna kulit dari warna merah jambu atau kebiruan ke sianosis

ringan disertai bercak-bercak. Bayi sering berkemih dan

mengeluarkan mekonium pada periode ini. Terjadi peningkatan

sekresi mukus dan bayi bisa tersedak pada saat sekresi. Refleks

mengisap bayi sangat kuat dan bayi sangat aktif.

Kebutuhan asuhan bayi pada periode ini, antara lain:

memantau secara ketat kemungkinan bayi tersedak saat

mengeluarkan mukus yang berlebihan, memantau setiap kejadian

apnea dan mulai melakukan metode stimulasi/ rangsangan taktil

segera, seperti mengusap punggung, memiringkan bayi serta

mengkaji keinginan dan kemampuan bayi untuk menghisap dan

menelan.

b. Periode Pascatransisional

Pada saat bayi telah melewati periode transisi, bayi dipindah ke

ruang bayi normal/ rawat gabung bersama ibunya. Asuhan bayi baru

lahir normal umumnya mencakup: pengkajian tanda-tanda vital (suhu

aksila, frekuensi pernafasan, denyut nadi apikal setiap 4 jam,

pemeriksaan fisik setiap 8 jam, pemberian ASI on demand, mengganti

popok serta menimbang berat badab setiap 24 jam. Selain asuhan

pada periode transisional dan pascatransisional, asuhan bayi baru

lahir juga diberikan pada bayi berusia 2-6 hari, serta bayi berusia 6

(4)

3. Penanganan Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir sangat rentan terhadap komplikasi. Jadi untuk

mengurangi terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan maka dibutuhkan

penanganan yang tepat. Berikut adalah penanganan bayi baru lahir

menurut Mochtar, Rustam. 1998:

a. Mulai melakukan pembersihan lendir pada saat kepala keluar dengan

pembersihan mulut, hidung, dan mata dengan kapas atau kasa steril.

b. Jam lahir dicatat dengan stop-watch.

c. Lendir dihisap sebersih mungkin sambil bayi ditidurkan dengan kepala

lebih rendah dari kaki dalam posisi sedikit ekstensi, supaya lendir

mudah keluar.

d. Tali pusat diikat dengan baik dan bekas luka diberi antiseptik

kemudian dijepit dengan klem jepit plastik atau diikat dengan pita atau

benang tali pusat.

e. Segera setelah lahir, bayi yang sehat akan menangis kuat, bernapas,

serta menggerakkan tangan dan kakinya, kulit akan bewarna

kemerahan.

f. Bayi dimandikan dan dibersihkan dengan air hangat-hangat kuku dari

lumuran darah, air ketuban, mekonium, dan vernik kaseosa. Adapula

yang membersihkannya dengan minyak kelapa atau minyak zaitun.

g. Jangan lupa menilai bayi dengan nilai Apgar.

h. Bayi ditimbang berat badanya dan diukur panjang badan lahirnya

kemudian dicatat dalam status.

i. Perawatan mata bayi : mata bayi dibersihkan, kemudian diberikan

(5)

j. Diperiksa juga anus, genetalia eksterna, dan jenis kelamin pada bayi.

Pada bayi laki-laki, periksa apakah ada femosis dan apakah

descensus testiculorum telah lengkap. Di beberapa Negara barat,

pada bayi laki-laki segera dilakukan sirkumsisi, apalagi jika terdapat

fimosis.

4. Tanda-Tanda Bayi Baru Lahir Normal

Untuk mengetahui apakah bayi baru lahir mengalami penyimpangan,

harus diketahui tanda-tanda bayi baru lahir normal menurut

Prawirohardjo, sarwono. 2002:

a. Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180/menit yang

kemudian turun sampai 140/menit – 120/menit pada waktu bayi

berumur 30 menit.

b. Pernapasan cepat pada menit-menit pertama (kira-kira 80/menit)

disertai dengan pernapasan cuping hidung, retraksi suprastenal dan

intercostals, serta rintihan hanya berlangsung 10 sampai 15 menit.

c. Nilai apgar 7-10 (Lihat tabel Apgar Score).

d. Berat badan 2500 gram- 4000 gram.

e. Panjang badan lahir 48-52 cm.

f. Lingkar kepala 33-35cm.

g. Lingkar dada 30-38 cm.

h. Reflek isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

i. Reflek moro sudah baik, apabila dikagetkan akan memperlihatkan

gerakan memeluk.

j. Grasping reflek sudah baik, apabila diletakan suatu benda di atas

(6)

k. Genatalia : labia mayora sudah menutupi labia minora ( pada

perempuan).

Testis sudah turun di scortum (pada laki-laki).

l. Eliminasi : baik urin, mekonium akan keluar dalam 24 jam

5. Perubahan-Perubahan Yang Segera Terjadi Sesudah Kelahiran

Menurut Prawiroharjo, sarwono. 2002

a. Gangguan metabolisme karbohidrat.

Oleh karena kadar gula darah tali pusat yang 65 mg/100 ml akan

menurun menjadi 50 mg / 100 ml dalam waktu 2 jam sesudah lahir,

energi tambahan yang diperlukan neonatus pada jam pertama

sesudah lahir di ambil dari hasil metabolisme asam lemak sehingga

kadar gula darah dapat mencapai 120 mg/ 100 ml.Bila hal tersebut

tidak terpenuhi, maka kemungkinan besar bayi akan menderita

(7)

b. Gangguan umum.

Sesaat sesudah bayi lahir suhu tubuh akan turun 20 c dalam

waktu 15 menit melalui evaporasi, konvensi dan radiasi. Suhu

lingkungan yang tidak baik ( bayi tidak dapat mempertahankan suhu

tubuhnya sekitar 360 c – 370 c) akan menyebabkan bayi menderita

hipotermi.

c. Perubahan System Pernapasan.

Pernapasan pada bayi normal terjadi dalam 30 detik sesudah

kelahiran. Pernapasan ini timbul sebagai akibat aktivitas normal

susunan saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa

rangsangan lainya. Seperti sentuhan dan perubahan suhu di dalam

uterus dan di luar uterus.

Tekanan rongga dada bayi pada waktu melalui jalan lahir

pervaginam mengakibatkan bahwa paru-paru yang pada janin normal

cukup bulan mengandung 80 sampai 10 ml cairan, kehilangan 1/3 dari

cairan ini. Sesudah bayi lahir cairan yang hilang diganti dengan udara.

Paru-paru berkembang, sehingga rongga dada kembali pada bentuk

semula.

d. Perubahan System Sirkulasi.

Dengan berkembangnya paru-paru, tekanan 02 dalam alveoli

meningkat, co2 turun sehingga aliran darah ke paru meningkat. Ini

menyebabkan darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru dan

duktus arterious menutup. Dengan dipotongnya tali pusat, aliran

darah dari plasenta melalui vena kava inferior dan foramen ovale ke

(8)

paru-paru, tekanan di atrium kiri menjadi lebih tinggi daripada tekanan

di atrium kanan. Ini menyebabkan foramen ovale menutup. Sirkulasi

janin sekarang berubah menjadi sirkulasi bayi yang hidup di luar

badan ibu.

e. Perubahan Lain.

Alat-alat pencernaan, hati, ginjal dan alat-alat lain mulai berfungsi.

6. Penilaian Bayi Untuk Tanda-Tanda Kegawatan.

Menurut Saifudin. 2002 semua bayi baru lahir harus dinilai adanya

tanda-tanda kegawatan / kelainan yang menunjukan suatu penyakit.

Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai salah satu atau

beberapa tanda-tanda berikut:

a. Sesak nafas.

b. Frekuensi pernapasan 60 kali / menit.

c. Gerak retraksi di dada.

d. Malas minum.

e. Panas atau suhu badan bayi rendah.

f. Kurang aktif.

g. Berat lahir rendah ( 1500-2500 gram) dengan kesulitan minum.

7. Konsep Inisiasi menyusui dini.

Inisiasi menyusui dini ( IMD ) merupakan program yang sangat gencar

dianjurkan pemerintah. Menyusu atau bukan menyusui merupakan

gambaran bahwa IMD bukan program ibu menyusui bayi tetapi bayi yang

harus aktif menemukan sendiri putting susu ibu. Program ini dilakukan

(9)

membiarkan bayi ini merayap untuk menemukan putting susu ibu untuk

menyusu. IMD harus dilakukan langsung saat lahir, tanpa boleh ditunda

dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi. Bayi juga tidak boleh

dibersihkan, hanya dikeringkan kecuali tangannya. Proses ini harus

berlangsung skin to skin antara bayi dan ibu.

Tahapanya adalah setelah bayi diletakan, dia akan menyesuaikan diri

dengan lingkungan barunya, maka kemungkinan saat pertama kali di

dada ibu, bayi belum bereaksi. Kemudian berdasarkan bau yang dicium

dari tanganya, ini membantu dia menemukan putting susu ibu. Dia akan

merangkak naik dengan menekankan kakinya pada perut ibu. Bayi akan

menjilati kulit ibunya yang mengandung bakteri baik sehingga kekebalan

bayi dapat bertambah. Dalam IMD ini bayi tidak boleh diberikan bantuan,

bayi dibiarkan menyusu sendiri.

Manfaat inisiasi menyusu dini (Paramita, rahadian.2008)

Untuk ibu :

a. Meningkatkan hubungan khusus ibu dan bayi.

b. Merangsang kontraksi otot rahim sehingga mengurangi resiko

perdarahan sesudah melahirkan.

c. Memperbesar peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan

kegiatan menyusui selama masa bayi.

(10)

Untuk bayi :

a. Mempertahankan suhu bayi agar tetap hangat.

b. Menenangkan ibu dan bayi serta meregulasi pernapasan dan detak

jantung.

c. Kolonisasi bakterial di kulit dan usus bayi dengan bakteri badan ibu

yang normal.

d. Mengurangi bayi menanggis sehingga mengurangi stress dan tenaga

yang dipakai bayi.

e. Memungkinkan bayi untuk menemukan sendiri payudara ibu untuk

mulai menyusu.

f. Mengatur tingkat kadar gula dalam darah dan biokimia lain dalam

tubuh bayi.

g. Mempercepat keluarnya mekonium ( kotoran bayi bewarna hijau agak

kehitaman yang pertama keluar dari bayi karena meminum air

ketuban ).

h. Bayi akan terlatih motoriknya saat menyusu, sehingga menggurangi

kesulitan menyusu.

i. Membantu perkembangan persarafan bayi ( nervous sistem ).

j. Memperoleh kolotrum yang sangat bermanfaat bagi sistem kekebalan

bayi.

k. Mencegah terlewatnya puncak “ reflek menghisap” pada bayi yang

terjadi 20-30 menit setelah lahir. Jika bayi tidak disusui, reflek akan

berkurang cepat, dan hanya muncul kembali dalam kadar secukupnya

(11)

B. Hiperbilirubin

1. Definisi hiperbilirubin

Hiperbilirubin adalah naiknya kadar bilirubin serum normal,

persentasenya pada neonatus muncul dalam salah satu dari dua bentuk

berikut ini yaitu: hiperbilirubin tidak terkonyugasi (indirek) atau

hiperbilirubin terkonyugasi (direk). Gejala paling prevalen dan paling

mudah diidentifikasi dari kedua bentuk tersebut adalah ikterus, dan

diidentifiksikan sebagai “kulit dan selaput lendir menjadi kuning”. Pada

neonatus, ikterus yang nyata jika bilirubin total serum ≥ 5 mg/dl (Eriyati,

2008).

Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50%

neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). (IKA

II, 2002).

Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum

(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat

menimbulkan ikterus (Suzanne C. Smeltzer, 2002).

Hiperbilirubin adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2

standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur

bayi atau lebih dari 90%. Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada

bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat

akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis

akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-6

(12)

2. Metabolisme bilirubin

75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran

hemoglobin ,dan 25%dari mioglobin ,sitokrom ,katalase dan tritofan

pirolase .satu gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin

.bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak satu gram/hari

dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram

albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam

lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk kedalam otak

dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal tersebut ialah

imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram),

infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh

enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air,

kemudian diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus

dan menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar melalui urin

sebagai urobilinogen.

Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek

didalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan

penting terhadap perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali

oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik).

3. Etiologi

Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun

disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi itu dapat

(13)

a. Produksi yang berlebihan, lebih dari pada kemampuan bayi untuk

mengeluarkannya misalnya pada :hemolisis yang meningkat pada

inkopatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim

G-6-PD, piruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.

b. Gangguan dalam proses uptake dan konyugasi hepar. Gangguan ini

dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk

konyugasi bilirubin, ganguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia

dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase

(Criggler Najjar syndrome). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y

dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke

sel-sel hepar.

c. Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh

albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin

ini dapat dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya salisilat,

sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak

terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah

melekat ke sel otak.

d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi

dalam hepar. Kelainan di luar hepar biasanya di sebabkan oleh

kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau

(14)

4. Klasifikasi hiperbilirubin

Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis

a. Ikterus fisiologi

Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari

ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai

potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :

1) Timbul pada hari kedua dan ketiga

2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus

cukup bulan.

3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.

4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

b. Ikterus Patologi

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau

kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

Adapun tanda-tandanya sebagai berikut:

1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau

melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.

3) Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.

4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

(15)

5. Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer

Tabel 2.2 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer

Daerah Luas Ikterus Rata-rata serum

1 Kepala dan leher 5 g/dL

Sumber Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi ш Media

Aesculapius FK UI.2007:504

6. Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin

serumnya kira-kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat

penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan

menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus

obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau

kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang

berat(Nelson, 2007).Gambaran klinis ikterus fisiologis:

a. Tampak pada hari 3,4

b. Bayi tampak sehat(normal)

c. Kadar bilirubin total <12mg%

d. Menghilang paling lambat 10-14 hari

e. Tak ada faktor resiko

f. Sebab: proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis)

(Sarwono et al, 1994).

Gambaran klinik ikterus patologis:

a. Timbul pada umur <36 jam

b. Cepat berkembang

c. Bisa disertai anemia

(16)

e. Ada faktor resiko

f. Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubin dikelompokan menjadi:

a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus

pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum, dan hipotoni.

b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi

hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita

gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan

pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).

Sedangkan menurut handoko (2003) gejalanya adalah warna

kuning (ikterik) pada kulit, membran mukosa dan bagian putih (sclera)

mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern

ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak.

Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain :

bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak

menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher

kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga terjadi

Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.

8. Patofisiologi

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%)

terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari

senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks

(17)

merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai

cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk

menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang

tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena

ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk

diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan

melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan

menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam

glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004).

Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut

masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam

usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen.

Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai

feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur

enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.

Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu

untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi

sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air

bersama urin (Sacher, 2004).

Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan

muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang

baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al,

(18)

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang

melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan

oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang

dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi

saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada

semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika

konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini

akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.

Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).

9. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan bilirubin serum

1) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl

antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl

tidak fisiologis.

2) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12

mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari

14mg/dl tidak fisiologis.

b. Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan

diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau

hepatoma.

c. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan

(19)

d. Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang

sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan

intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti

hepatitis, serosis hati, hepatoma.

e. Peritoneoskopi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto

dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada

penderita penyakit ini.

f. Laparatomi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto

dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada

penderita penyakit ini.

10. Strategi Pencegahan

American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi

praktis dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubin bayi baru lahir

(< 35 minggu atau lebih) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari

neonatal hiperbilirubin berat dan ensefalopati bilirubin serta

meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu,

berkurangnya breastfeeding atau terapi yang tidak diperlukan.

Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin,

sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang

(20)

1. Pencegahan primer

a. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali

perhari untuk beberapa hari pertama.

b. Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau

air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

2. Pencegahan sekunder

a. Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan

rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak

biasa.

1). Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif,

dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan

darah dan tipe Rh (D) darah tali pusat bayi.

2). Bila golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk

dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali

pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan

pengawasan, penilaian terhadap risiko sebelum keluar Rumah

Sakit (RS) dan tindak lanjut yang memadai.

b. Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor

terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap

penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital

bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.

1). Protokol untuk penilaian ikterus harus melibatkan seluruh staf

perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin

(21)

3. Evaluasi laboratorium

a. Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total

harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24

jam pertama setelah lahir. Penentuan waktu dan perlunya

pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum total

tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin total terletak, umur

bayi, dan evolusi hiperbilrubin.

b. Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total

harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat

ikterus meragukan, pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau

bilirubin serum harus dilakukan, terutama pada kulit hitam, oleh

karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkali salah.

c. Semua kadar bilirubin harus diinterprestasikan sesuai dengan umur

bayi dalam jam.

4. Penyebab kuning

Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang

menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan

tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

a. Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi

harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium

tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila

terdapat indikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

b. Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih dari 3 minggu harus

(22)

konjugasi untuk mengidentifikasi adanya kolestatis. Juga

dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia.

c. Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi meningkat,

dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestatis.

d. Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase

dehydrogenase (G6DP) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang

mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal

geografis yang menunjukan kecenderungan defisiensi G6PD atau

pada bayi dengan respon fototerapi yang buruk

5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan

Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai

terhadap risiko berkembangnya hiperbilirubin berat, dan semua

perawatan harus menetapkan protokol untuk menilai risiko ini.

Penilaian ini sangat penting pada bayi pulang sebelum umur 72 jam.

a. Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin

serum total sebelum keluar RS, secara individual atau kombinasi

untuk pengukuran yang sistimatis terhadap risiko.

b. Penilaian faktor risiko klinis.

11. Penatalaksanaan

Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan

Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efe

k dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :

a. Menghilangkan Anemia

(23)

c. Meningkatkan Badan Serum Albumin

d. Menurunkan Serum Bilirubin

e. Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfus

i Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

1) Fototherapi

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan

Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan

neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of

fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan

menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar

Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak

terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan

mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang

disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke

pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah

Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.

Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke

dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses

konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).

Hasil Fotodegradasi terbentukketika sinar mengoksidasi

Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai

peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi

tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat

menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan

(24)

dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi

dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan

mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24

jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat

Badan Lahir Rendah.

2) Tranfusi Pengganti

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya

faktor-faktor :

a) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

b) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

c) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24

jam pertama.

d) Tes Coombs Positif

e) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu

pertama.

f) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam

pertama.

g) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

h) Bayi dengan Hidrops saat lahir.

i) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :

a) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible

(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.

b) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi

(25)

c) Menghilangkan Serum Bilirubin.

d) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan

keterikatan dengan Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O

segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang

dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.

setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus

diperiksa setiap hari sampai stabil.

3) Terapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan

enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan

mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil

untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum

melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih

menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).

Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan

mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus

Enterohepatika.

C. Faktor-faktor yang berpengaruh dengan neonatus hiperbilirubin

1. Faktor risiko major

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin

transkutaneus terletak pada daerah risiko tinggi

(26)

- Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang

positif atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan

ETCO)

- Umur kehamilan 35-36 minggu

- Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi

- Cephalhematom atau memar yang bermakna

- ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat

badan yang berlebihan

- Ras Asia Timur

2. Faktor risiko minor

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin

transkutaneus terletak pada daerah risiko sedang

- Umur kehamilan 37-38 minggu

- Sebelum pulang, bayi tampak kuning

- Riwayat anak sebelumnya kuning

- Bayi makrosomia dari ibu DM

- Umur ibu ≥ 25 tahun

- Laki-laki

3. Faktor risiko kurang

- Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada

daerah risiko rendah

- Umur kehamilan ≥ 41 minggu

- Bayi mendapat susu formula penuh

- Kulit hitam

(27)

D. Kerangka Teori

Menurut Rusepno (2007) faktor penyebab terjadinya hiperbilirubin

diantaranya adalah berat badan lahir, masa gestasi kurang dari 36 minggu,

asfiksia, infeksi, trauma lahir pada kepala. Menurut WHO (2007) proses

persalinan dapat menyebabkan hiperbilirubin pada neonatus akibat

komplikasi dari proses persalinan tersebut. Sedangkan menurut Hanafi

(1994) bayi laki-laki bilirubin lebih cepat diproduksi diandingkan dengan bayi

perempuan.

Ket : ( ) diteliti ( ) tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

( Rusepno 2007, WHO 2007, Hanafi 1994) Faktor maternal

- Komplikasi kehamilan

Faktor perinatal

- Infeksi dan trauma lahir

Faktor neonatus

HIPERBILIRUBIN

- Usia gestasi

- Jenis persalinan

- Berat badan lahir

(28)

Hipotesa

Ha : Ada hubungan antara usia gestasi dengan kejadian hiperbilirubin

pada neonatus di ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr. Margono

Soekardjo Purwokerto.

Ha : Ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian

hiperbilirubin pada neonatus di ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekardjo Purwokerto.

Ha : Ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian

hiperbilirubin pada neonatus di ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekardjo Purwokerto.

Ha : Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hiperbilirubin

pada neonatus di ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr. Margono

Gambar

Tabel 2.1 Nilai Apgar
Gambaran klinik ikterus patologis:
Gambar 2.1 Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Saat pengguna lampu dalam ruangan menjalankan sistem atau menyalakan lampu dengan gerak, maka sensor gerak mengirim sinyal input ke mikrokontroler yang selanjutnya

Keanekaragaman ikan ditemukan lebih tinggi pada padang lamun dengan kerapatan yang tinggi baik itu tersusun oleh satu spesies lamun (monospesifik) maupun oleh

51 susu D-Farm agar memenuhi persyaratan GMP yaitu membatasi ruangan dengan pintu dan tirai plastik, menjaga ruangan agar selalu tertutup rapat selama proses produksi, mencegah

Study on Project Success Factors in Large Construction Projects in Vietnam (Engineering Constructon and Architectural Management,

Melihat pada karya Motzki, penulis sependapat dengan Kamaruddin Amin bahwa bahwa Motzki terlihat tidak sepenuhnya membantah pendapat aliran skeptis tentang common link, sebab,

membentuk lapisan &gt;e(/2 atau hidrksida yang terus menerus bertambah seiring dengan  berjalannya waktu. Piringan pisau menggunakan bahan dasar durall . Bahan dasar durall 

Pelayanan Kedokteran Ditandai dengan cara pengorganisasian yang  bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya untuk

Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal, namun mukosa yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam proses