• Tidak ada hasil yang ditemukan

120281423 Laporan Kasus Internship

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "120281423 Laporan Kasus Internship"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 Borang Portofolio Kasus Bedah

Topik : Appendisitis Akut

Tanggal (kasus) : 7 September 2012 Presenter : dr. Putri Dewita Sari Tanggal Presentasi : November 2012 Pendamping : dr. Deni Wiryulisda Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Solok Selatan

Objektif Presentasi :

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil □ Deskripsi : Laki-laki, usia 34 th, nyeri perut kanan bawah, leukosit 18.900 / mm3

□ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas. Bahan

Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit Cara

Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos Data Pasien : Nama : Mawardi, ♂ , 34 tahun,

BB : ±55 kg, TB : ± 160cm No. Registrasi : 03.38.33 Nama Klinik : RSUD Solok Selatan Telp : Terdaftar sejak : Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Appendisitis Akut / Nyeri perut kanan bawah sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat demam (+), mual (+), muntah (-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas di titik McBurney, Rovsing sign (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+). Pada pemeriksaan rectal toucher ditemukan nyeri tekan pada arah jam 9 dan jam 11.

2. Riwayat Pengobatan : Pasien sering mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang dijual bebas di warung bila timbul gejala sakit perut atau sakit kepala.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. 4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien. 5. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai seorang buruh tani.

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan. 7. Riwayat Imunisasi : Pasien lupa

(2)

2 Daftar Pustaka :

1. De Jong, Wim. 2004. Apendisitis Akut, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi II. Hal 640- 645. Jakarta: EGC.

2. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Apendisitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, jilid II. Hal 307-313. Jakarta: Media Aesculapius.

3. Rudi Ali Arsyad. 2006. Pemakaian Sistem Skor dalam Menegakkan Diagnosis Apendisitis Akut pada Anak Usia 6-14 Tahun di Bagian Bedah Anak RS. DR. Sardjito Tahun 2004-2006. Diunduh dari http://arc.ugm.ac.id

4. Modul Kepaniteraan Klinik Bedah. Appendisitis Akut. Bagian Ilmu Bedah FK Unand. 2002.

Hasil Pembelajaran : 1. Appendisitis Akut

2. Penegakan diagnosa appendicitis 3. Tatalaksana appendicitis

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio 1. Subjektif :

• Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu.

• Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati lalu berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri terasa semakin hebat sejak 1 hari ini.

• Demam ada sejak 3 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak terus menerus, dan tidak berkeringat.

• Nafsu makan berkurang semenjak sakit. • Mual tidak ada, muntah tidak ada. • Riwayat sakit maag tidak ada.

• BAB tidak ada sejak 2 hari yang lalu. • BAK tidak ada kelainan.

(3)

3 2. Objektif :

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : tampak sakit sedang

 Kesadaran : CMC

 Tekanan Darah : 110/70 mmHg

 Nadi : 88x/menit

 Frekuensi Nafas : 22 x/ menit

 Suhu : 37,90 C

Status Internus

 Kepala : Tidak ada kelainan

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik  Kulit : Turgor kulit baik

 Thoraks o Paru

Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/- o Jantung

Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat

Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada  Abdomen

Inspeksi : Tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di titik McBurney dan epigastrium, nyeri lepas (+), rovsing (+),

(4)

4 Psoas sign (+), obturator sign (+), defans muskuler (-),

Tidak teraba massa di perut kanan bawah Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal  Ekstremitas : Refilling capiller baik

 Rectal Toucher :

- Anus : tenang - Sfingter : menjepit - Mukosa : licin

- Ampula : tidak teraba massa, nyeri pada arah jam 9 dan 11 - Handschoen : darah (-), feses (+)

Laboratorium: Tanggal 7 September 2012  Hb : 15,1 gr/dl  Leukosit : 18.900/mm3  Trombosit : 270.000/mm3  Hematokrit : 51, 6%  CT : 4 ‘  BT : 2’  Ureum : 8 mg/dl  Kreatinin : 1,1 mg/dl  GDR : 112 mg/dl  Gol. Darah : A  Urinalisa : - Warna : kuning - Glukosa : normal - Protein : (+) - Reduksi : (-) - Bilirubbin : (-) - Urobilin : (-)

(5)

5 3. Assesment (penalaran klinis) :

Definisi

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks vermiformis, penyebab sumbatan lumen yang paling sering adalah fecolit, diikuti hiperplasia jaringan limfoid submukosa yang dikenal dengan gut associate limphoid tissue (GALT), tumor, parasit usus atau benda asing seperti biji buah-buahan atau bubur barium dari pemeriksaan radiologi sebelumnya. Faktor lain yang sangat berperan dalam perjalanan penyakit appendisitis akut adalah kuman dalam lumen appendiks. Kuman yang ada dalam lumen apendiks sama dengan kuman yang ada di dalam kolon, seperti kuman E.coli, Klebsiella, Pseudomonas, Peptostrepcoccus, dll.

Setelah terjadi obstruksi lumen, appendiks akan menyerupai suatu kantong tertutup yang disebut closed loop, di dalam lumen akan terjadi penumpukan sekret appendiks dan pada saat bersamaan terjadi perkembangbiakan kuman-kuman dalam lumen, yang mengakibatkan terjadinya reaksi peradangan dan distensi appendiks. Distensi ini mengakibatkan bendungan aliran limfe, aliran vena dan arteri, yang pada akhir proses peradangan ini akan mengenai seluruh dinding appendiks.

Patogenesis

Pada tahap awal terjadinya reaksi peradangan appendiks, yang mengalami iritasi baru mukosa dari appendiks sehingga pada saat ini keluhan nyeri semata hanya akibat distensi dari appendiks atau akibat kontraksi otot polos appendiks dalam usaha menghilangkan sumbatan lumen tadi. Secara patologi stadium ini disebut stadium kataral atau akut fokal. Jika reaksi peradangan telah sampai ke serosa disertai adanya proses supuratif akibat ekspansi kuman ke dinding disebut appendisitis supurativa. Stadium selanjutnya bila telah terdapat daerah yang mengalami gangren makan disebut appendisitis akut stadium gangrenosa, yang jika tidak dilakukan pertolongan akan menjadi appendisitis perforasi.

Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal, namun mukosa yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam proses penyembuhannya, sehingga hal ini akan mengakibatkan keluhan nyeri sekitar pusar berulang, secara patologi stadium ini disebut appendisitis kronis. Pada stadium supuratif – gangrenosa atau mikroperforasi akibat adanya daya tahan tubuh yang baik yang salah satu tandanya adanya proses pendindingan dari appendiks yang meradang oleh omentum (walling off) makan akan terbentuk suatu infiltrasi di kanan bawah yang disebut appendisitis infiltrat.

Manifestasi Klinis

Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah

(6)

6 umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.

Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Penderita apendisitis juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 – 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

Pemeriksaan Fisik

Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney. Nyeri lepas muncul karena rangsangan peritoneum, sementara rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Dengan pemeriksaan Rectal Toucher akan ditemukan nyeri tekan pada arah jam11. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Rigiditas psoas dapat ditemukan bila appendiks letak retrocaecal, terutama bila appendiks melekat pada otot psoas.

Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebannyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.

Diagnosis

Gejala dan pemeriksaan fisik appendisitis bisa dinilai untuk menegakkan diagnosa appendisitis dengan menggunakan Alvarado Score.

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan

(7)

7 hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Keterangan:

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini, dapat dilakukan penilaian Alvarado score:

Migration of pain : 1 Anorexia : 1 Nausea/vomiting : - RLQ tenderness : 2 Rebound : 1 Elevated temperatur : 1 Leukocytosis : 2 Left shift : - Total points : 8

Dari penilaian Alvarado score dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini kemungkinan besar menderita Appendisitis akut.

(8)

8 Penatalaksanaan

Bila diagnosis appendisitis telah ditegakkan, maka tindakan yang paling tepat adalah appendektomi dan merupakan pilihan terbaik. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada appendisitis yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi, maka dianjurkan melakukan pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi

Penatalaksanaan pasien yang dicurigai Appendicitis : - Puasakan

- Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala.

Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.

- Pertimbangkan KET terutama pada wanita usia reproduksi.

- Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy

- Perawatan appendicitis tanpa operasi

Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi

- Rujuk ke dokter spesialis bedah. - Antibiotika preoperative

Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob. Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

Prognosis

Kematian dari appendisitis di Amerika Serikat telah terus menurun dari tingkat 9,9 per 100.000 pada tahun 1939, dengan 0,2 per 100.000 pada 1986. Diantara faktor-faktor yang bertanggung jawab adalah kemajuan dalam anestesi, antibiotik, cairan intravena, dan produk darah. Faktor utama dalam kematian adalah apakah pecah terjadi pengobatan sebelum bedah dan usia pasien. Angka kematian keseluruhan untuk anestesi umum adalah 0,06%. Angka kematian keseluruhan dalam apendisitis akut pecah adalah sekitar 3%-peningkatan 50 kali lipat. Tingkat kematian appendisitis perforasi pada orang tua adalah sekitar 15% peningkatan lima kali lipat dari tingkat keseluruhan.

(9)

9 4. Plan : DIAGNOSIS KERJA Appendisitis Akut TERAPI - IVFD Tutofuchsin 28 tts/mnt - Inj Ceftriaxone 2x1 gr IV - In Ranitidin 2x1 amp IV RENCANA Appendectomy emergency

Follow Up Pukul 11.30 WIB

Selesai dilakukan appendectomy emergency dalam spinal anestesi tanggal 7 September 2012. Anjuran post op sbb:

- Immobilisasi - Sementara puasa - Awasi VS

- Jika BU(+)  test minum - Rawat bangsal bedah

Terapi :

 IVFD Tutofuchsin 28 gtt/i  Inj Ceftriaxone 2x1 gr IV  Inj. Ranitidin 2x1 amp IV  Inj. Ketorolac 2x1 amp drip

Follow up, Tanggal 8 September 2012 (Hari Rawatan I) : S / Demam tidak ada

Muntah tidak ada

Nyeri pada luka bekas operasi Flatus (+)

(10)

10 Kulit : teraba hangat

Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal. Abdomen : distensi (-), pain LBO (+), BU (+) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-)

A/ Post Appendectomy H+1

P/ Mobilisasi miring kiri miring kanan Boleh minum  kembung (-) Diet ML

IVFD Tutofuchsin 28 gtt/i Inj Ceftriaxone 2x1 gr IV Inj Ranitidin 2x1 amp IV Inj Ketorolac 2x1 amp drip

Follow up, Tanggal 9 September 2012 (Hari Rawatan II) : S / Demam tidak ada

Muntah tidak ada

Nyeri pada luka bekas operasi Kembung (-)

O/ KU = sedang, Kes = CMC Kulit : teraba hangat

Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal. Abdomen : distensi (-), pain LBO (+), BU (+) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-)

A/ Post Appendectomy H+2 P/ Mobilisasi

Diet ML

IVFD Tutofuchsin 28 gtt/i Inj Ceftriaxone 2x1 gr IV Inj Ranitidin 2x1 amp IV Inj Ketorolac 2x1 amp drip

(11)

11 Follow up, Tanggal 10 September 2012 (Hari Rawatan III) :

S / Demam tidak ada Muntah tidak ada

Nyeri pada luka bekas operasi O/ KU = sedang, Kes = CMC

Kulit : teraba hangat

Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal.

Abdomen : distensi (-), pain LBO (+), BU (+) Normal Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-)

A/ Post Appendectomy H+3 P/ Mobilisasi aktif

Diet MB Boleh pulang

Obat pulang : Ciprofloxacin 2x500 mg Ranitidin 2x50 mg

Asam Mefenamat 3x500 mg

Pendidikan :

Kepada pasien dan keluarganya dijelaskan penyebab timbulnya penyakit yang dideritanya dan menjelaskan tindakan yang seharusnya diambil jika anggota keluarga yang lain mengalami gejala-gejala awal appendisitis akut.

Konsultasi : Pada saat ini belum dibutuhkan konsultasi. Kontrol :

Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan

Kontrol post-operasi Tiga hari setelah pulang dari rumah sakit, dan jika diperlukan kunjungan lagi tiga hari berikutnya

Hasil operasi sesuai yang diharapkan dan tidak ada komplikasi yang timbul

Nasihat Setiap kali kunjungan Kualitas hidup pasien

Referensi

Dokumen terkait

Morbili atau dengan Campak, Measles, Rubeola merupakan penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang pada umumnya menyerang anak..

Anemia tersebut sering terjadi pada stadium awal penyakit ginjal kronis stage 3.Penyebab utama terjadinya anemia pada pasien dengan penyakit ginjal

1) Definisi : Kerusakan kulit ( dermis dan atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul dan atau ligament). 2)

Hepatitis akut adalah penyakit infeksi akut dengan gejala utama yang berhubungan erat dengan adanya nekrosis pada jaringan hati (Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I)..

$ Pertumbuhan kompensasi0 3ilangnya jaringan ginjal pada penyakit ginjal stadium akhir mempromosikan hipertroi sel tubular dan hiperplasia. 3ipertroi dan

Myelitis transversalis adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik akut atau sub akut

Klasifikasi HIV/AIDS Stadium Klinis Kondisi Klinis atau Gejala Infeksi primer HIV  Asimptomats  Sindrom retrovirus akut Infeksi stadium I  Asimptomats  Limfadenopat

Mycostatin juga tidak diabsorpsi signifikan apabila digunakan pada kulit dan membran mukosa, sedangkan Stomatitis Apthous Ulcer SAR yang dialami pasien pada kasus ini adalah penyakit