LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP
Oleh:
dr. Artamty Sastry A.
ILMU KESEHATAN BEDAH
RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU
BANGKALAN
BAB I
IDENTITAS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 47 th
Alamat : Bandoran Bangkalan
Agama : Islam
MRS : 15 Februari 2013 Tanggal Pemeriksaan : 15 Februari 2013
Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RS. Syarifah Amabami Rato Ebu dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak dua hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan dirasakan makin lama makin memberat. Nyeri dirasakan memberat saat perut ditekan dan pasien bergerak, sehingga pasien susah beraktivitas. Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah semakin memberat hebat sejak tadi pagi Sebelum Masuk Rumah Sakit.
Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan sejak 2hari yang lalu, mual, muntah (1x,isi makanan, air dan lendir keputihan) dan perut terasa kembung. Pasien mengalami demam sejak satu hari Sebelum Masuk Rumah Sakit, demam dirasakan terus-menerus sepanjang hari.
Pasien tidak BAB selama 2 hari , tidak flatus, BAK normal. Pola makan pasien tidak teratur dan jarang mengkonsumsi serat.
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah berobat ke manapun terkait dengan keluhannya saat ini
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit paru, ginjal, kencing manis, darah tinggi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Psikososial (Pendidikan dan Sosial Ekonomi) Pendidikan : Sekolah Menengah Atas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan : sudah menikah
Kebiasaan : pasien jarang makan sayuran karena tidak suka
Pemeriksaan Fisik Vital sign
Nadi : 90 x/menit, teratur, kuat
Suhu : 38,1oC
Respiratory rate : 20x/menit Tekanan Darah : 130/80 mmHg Status gizi : cukup
Keadaan umum Pasien tampak lemah
KU : Tampak Sakit Sedang Kesadaran : Compos mentis
Pemeriksaan generalis
Kepala : a/i/c/d -/-/-/-, mata cowong (-), edema palpebral (-), pupil isokor +3/+3 Leher : PKGB (-), JPV (-)
Thorax : Bentuk dada simetris (+), gerak pernapasan simetris (+) Cor : S1S2 tunggal, m (-), g (-)
Pulmo : ves/ves, RH (-), Wh (-) Abdomen : St.lokalis
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”
Status lokalis (Abdomen)
Inspeksi : Bentuk simetris, sedikit membuncit. Auskultasi : Bising usus (+) menurun
Palpasi : Dinding perut simetris, buncit, supel , Massa (-), Nyeri tekan (+) kuadran kanan bawah (Mc.Burney sign).
Nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+), Rovsing sign (+), defans muskular (+) di kuadran kanan bawah.
Rectal toucher
Tonus sphinter ani baik, ampula tidak prolaps, mukosa licin, nyeri tekan(+) jam 9-12, massa(-). Pada handscoon feses(+), darah(-).
Pemeriksaan Laboratorium DL => 15 Februari 2013 ( 07.00 PM ) WBC 9.95 (3.6-11.0) LYM 3.17 (1.0-4.4) NEU 5.47 (0.0-1.5) MONO 1.01 (1.8-7.7) RBC 4.42 (3.80-5.20) HGB 13.7 (11.7-15.5) HCT 39.9 (35.0-47.0) PLT 247 (150-440)
Diagnosis Kerja : Appendicitis Acute Planning
1. Diagnosa :
Pemeriksaan laboratorium: UL Pemeriksaan radiologis : USG 2. Terapi : 1. Inf. RL 20 tpm 2. Inj. Ceftriaxon 2x1gr IV 3. Inj. Ranitidin 50mg IV 4. Inj. Ondansetron 4mg IV 5. Kaltrofen supp. 6. Pro Appendiktomy 7. Puasa pre operasi
3. Monitoring : Vital sign, keluhan
4. Edukasi : Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, tindakan yang akan dikukan, prognosa dan pengobatan setelah operasi
5. Konsultasi : Konsul dokter spesialis bedah umum
BAB II PENDAHULUAN
Latar Belakang
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden apendisitis memiliki rasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%),
subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri
apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaeca.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum. Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika
apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya yang sedikit sekali.
B. Etiologi Apendisitis Akut
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
C. Patofisiologi Apendisitis Akut
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
Mekanisme terjadinya apendisitis dapat diliat pada bagan di bawah ini.
D. Penegakan Diagnosa Apendisitis Akut Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
Fekalit
Obstruksi lumen appendiks
Edema >> Obstruksi arteri (a.
terminalis appendikularis) Peningkatan
tekanan intraluminal
Gangguan aliran mucus dari Appendik - sekum
Obstruksi vena Gangguan aliran limfe Appendisitis Supuratif akut edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa apendisitis akut Nyeri daerah epigastrium Penyumbatan secret mukus Mukus >> bakteri akan menembus dinding apendiks. Bendungan mukus Nyeri perut kanan bawah Peradangan peritoneum gangren infark dinding apendiks apendisitis ganggrenosa
Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.
Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan
Pemeriksaan Fisik Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
-Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler.
-Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas. - defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. - pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Perkusi
- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus. Auskultasi
- biasanya normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata
Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik - ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses). Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
Alvarado Score
Characteristic Score
M = Migration of pain to the RLQ 1
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1 T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Pemeriksaan Penunjang 1.Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
-pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat. b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak - 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix (appendectomy).
E. Penatalaksanaan Apendisitis Akut Perawatan Kegawatdaruratan
Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau septicemia.
Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan pengukuran kadar hCG
Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif
Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob diindikasikan.
Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan. Tindakan Operasi
Apendiktomi, pemotongan apendiks.
Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
BAB IV KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Lebih dari 10% kasus dengan keluhan nyeri abdomen merupakan kasus kegawatdaruratan.
2. Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit dengan gejala nyeri abdomen yang paling sering dijumpai dan merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan.
3. Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada seikum
4. Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica.
5. Apendiks mendapat persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus dan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
6. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A.
7. Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
8. Faktor-faktor pencetus terjadinya apendisitis adalah obstruksi, bakteri, kecenderungan familiar dan faktor ras serta diet.
9. Proses penegakan diagnose pada kasus apendicitis yaitu meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
10. Penatalaksanaan pada kasus apendisitis akut sebenarnya lebih mengarah pada penanganan operatif yaitu dengan appendectomy.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo .
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.2008
2. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
3. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical
Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies.2002
4. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill companies.2005
5. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1995