• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN BUDAYA TRADISIONAL UNTUK MEMBANTU KEGIATAN INVESTIGASI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN BUDAYA TRADISIONAL UNTUK MEMBANTU KEGIATAN INVESTIGASI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN BUDAYA TRADISIONAL UNTUK MEMBANTU KEGIATAN INVESTIGASI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK Chairunisah

Dosen Matematika FMIPA Unimed Medan Email: denisa0105@yahoo.com

Abstract

Various studies present students’ difficulties in mathematization. in learning process, the using of formula tend to be provided quickly without involving the conceptual basis and children’s daily experiences in investigating problem solving. For this reason, the teaching and learning was designed linking to a set of students’ experience-based activities. This study presents the students’ activities framework in using local culture activities as a context to encourage the guided reinvention in mathematization. The study is situated in the context of implementing an Indonesian version of Realistic Mathematics Education, labeled as PMRI in Indonesia. This situation brings the students to investigative mathematization.

Keyword: local culture activities, investigation, PMRI

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Banyak upaya yang telah dilakukan oleh ahli pendidikan dan ahli pendidikan matematika agar matematika dapat dikuasai siswa dengan baik. Perubahan paradigma dengan berbagai pembaharuan telah banyak dilakukan, salah satunya dengan pendekatan pendidikan matematika realistic Indonesia (PMRI). Pembaharuan yang ditawarkan oleh PMRI merubah pandangan yang semula memandang matematika sebagai momok dan ilmu yang ketat ke pandangan bahwa matematika adalah aktivitas manusia

(Freudenthal, 1991). Matematika yang diajarkan seharusnyalah merangsang siswa untuk menemukan sendiri, melakukan penyelidikan sendiri dan membuktikan sendiri dan tentunya dengan pendampingan guru (guided reinvention). Aktivitas siswa yang dibangun hendaknya dikondisikan dimana matematika bukan sekedar penyampaian rumus, hukum, konsep, prosedur dan algortima yang siap pakai (readymade mathematics).

Pentingnya transformasi pembelajaran yang melibatkan siswa aktif, beberapa kajian menunjukkan kesulitan siswa dalam pemahaman konsep pada

(2)

matematika dan proses penyelesaian masalahnya yang melibatkan konsep matematika itu sendiri. Van den Heuvel-Panhuizen (1996) dan Fauzan (2000) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika tidak hanya pada penggunaan rumus saja tetapi juga keterhubungan konsep matematika itu sendiri dengan pengalaman siswa sehari-sehari. Armanto (2000) mengatakan bahwa guru lebih dominan mengajar dan menerangkan matematika dengan metode ceramah sedangkan siswa lebih dominan bersifat datang, duduk, dan diam serta mencatat apa yang diminta guru. Problema tersebut melatarbelakangi tulisan ini untuk mengkaji suatu desain aktivitas pembelajaran untuk membantu memahami konsep dasar matematika.

Gravemeijer (2009) mengemukakan bahwa pada pembelajaran matematika perangsangan terhadap siswa untuk melakukan penyelidikan sendiri (investigation) dan membuat suatu dugaan (conjecture) untuk suatu gagasan dalam menyelesaikan permasalahan perlu dilakukan. Pembelajaran matematika dapat dikondisikan sebagai pembelajaran yang menyenangkan dengan melibatkan konteks yang bermakna dan berguna bagi siswa. Dari konteks tersebut dapat mendorong

penemuan terbimbing (guided reinvention) dengan bentuk model siswa (emergent modelling) dalam pembelajaran matematika. Dengan kegiatan melibatkan konteks siswa terkondisikan dalam matematika yang investigatif untuk menemukan berbagai solusi berdasarkan pengamatan dan penyelidikan yang siswa lakukan.

Untuk itu perlu suatu upaya penjelajahan berbagai situasi atau konteks yang disesuaikan dengan kemampuan kognitif siswa dalam pembelajaran matematika. Salah satu konteks yang dapat ditawarkan adalah dengan melibatkan budaya lokal. Tulisan ini mengambil konteks kerajinan tradisional anyaman sebagai salah satu contoh framework pemanfaatan budaya lokal dalam pembelajaran awal bermatematika pada materi penngukuran luas.

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana potensi pemanfaatan aktivitas berdasarkan budaya tradisional dapat membantu kegiatan investigasi pada pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan matematika realistik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pengembangan dalam bentuk

(3)

design research. Design research adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan teori instruksional lokal atau local instruction theory melalui kerja sama antara peneliti dan guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Gravemeijer & Van Eerde, 2009). Sederetan aktivitas siswa terdiri dari konjektur strategi dan pemikiran siswa akan dikembangkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini akan didesain aktivitas yang berdasarkan pengalaman siswa yaitu aktivitas yang akrab bagi siswa sebagai suatu pendekatan untuk memahami konsep luas.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap,, yakni: preliminary design, experiment, dan retrospective analysis yang dapat dilakukan secara berulang-ulang sampai ditemukannya teori baru yang merupakan hasil revisi dari teori pembelajaran yang dicobakan (Gravemeijer &Cobb, 2006).

a. Preliminary design (desain Permulaan) Pada tahap ini dilakukan suatu kajian literatur mengenai materi luas dan pendidikan matematika realistik sehingga dapat dibentuk suatu konjektur strategi dan berpikir siswa. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan diskusi antara peneliti dan guru mengenai kondisi kelas, keperluan penelitian, jadwal dan cara pelaksanaan

penelitian dengan guru yang bersangkutan. Pada tahap ini juga didesain learning trajectory dan hypothetical learning trajectory. Konjektur dari local instructional theory diformulasikan yang terdiri dari tujuan pembelajaran, aktivitas pembelajaran, dan perangkat untuk membantu proses pembelajaran. Konjektur ini bertujuan sebagai pedoman (guide) untuk mengantisipasi strategi dan berpikir siswa yang muncul dan berkembang pada aktivitas pembelajaran. Konjektur bersifat dinamis dan dapat diatur dan direvisi selama proses pembelajaran (teaching experiment).

b. Experiment

Pada tahap kedua ini adalah mengujicobakan kegiatan pengajaran yang telah didesain pada tahap pertama di kelas. Ujicoba ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menghipotesa strategi dan pemikiran siswa selama proses pembelajaran. Selama proses berjalan, konjektur dapat dimodifikasi sebagai revisi dari local instructional theory untuk aktivitas berikutnya.

c. Retrospective analysis (analisis tinjauan) Setelah uji coba, data yang diperoleh dari aktivitas pembelajaran di kelas dianalisa dan hasil analisa ini digunakan untuk merencanakan kegiatan ataupun untuk

(4)

mengembangkan desain pada kegiatan pembelajaran berikutnya. Tujuan dari retrospective analysis secara umum adalah untuk mengembangkan local instructional theory. Pada tahap ini HLT dibandingkan dengan pembelajaran siswa yang sebenarnya.

PEMBAHASAN

1. Aktivitas investigasi pada pembelajaran matematika

Aktivitas siswa yang dibangun hendaknya dikondisikan dimana matematika bukan sekedar penyampaian rumus, hukum, konsep, prosedur dan algortima yang siap pakai (readymademathematics). Namun, matematika dapat dikondisikan sebagai pembelajaran yang menyenangkan dengan melibatkan konteks yang bermakna dan berguna bagi siswa. Dari konteks tersebut dapat mendorong penemuan terbimbing (guided reinvention) dengan bentuk model-model siswa (emergent model-modelling) dalam pembelajaran matematika. Dengan kegiatan melibatkan konteks siswa terkondisikan dalam matematika yang investigative dan mencari jawaban atas pengamatan dan penyelidikan yang siswa lakukan.

Istilah investigasi dalam pembelajaran matematika pertama sekali oleh Cockroft tahun 1982. Cockroft

menyatakan bahwa gagasan investigasi merupakan dasar yang baik untuk belajar matematika itu sendiri maupun dalam hal kegunaan matematika untuk memperluas pengetahuan dan masalah-masalah di segala bidang (Setiawan 2006 : 7).

Pendekatan investigasi merupakan cara atau strategi siswa menjawab dimana permasalahannya belum terformulasikan dengan jelas sehingga bisa saja hasil atau perolehan siswa sifatnya beragam (divergen). Bastow, et.al. (1984) mengemukakan pendekatan ini mendorong penuh pada aktivitas eksperimen (experiment) yang dikuti dengan pengumpulan data (data collection), melakukan observasi (observation), mengidentifikasi (identification) dan membuat suatu dugaan (conjecture), serta diharapkan dapat membuat suatu generalisasi (generalize).

Investigasi memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan memberikan makna serta menuntun siswa untuk dominan berfikir mengenai suatu persolan. Dalam prosesnya siswa juga dituntut mencari sendiri cara penyelesaiannya sedemikian hinggga mereka akan lebih terlatih untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuannya sehingga pengetahuan dan

(5)

pengalaman belajar mereka akan lebih kuat tertanam untuk jangka waktu yang lebih lama.

2. Pendidikan Matematika Realistik Pendidikan Matematika Realistik memiliki pilosopi dan prinsip tersendiri. Hal tersebut meliputi apa matematika itu, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan (Zulkardi, 2002). Karakteristik ini merupakan pedoman untuk proses desain aktivitas pembelajaran.

Emergent modelling merupakan salah satu prinsip pendidikan matematika realistik. Gravemeijer (1994) menggambarkannya sebagai suatu proses peralihan antara model dari situasi tertentu (model-of) menjadi model untuk level formal (model-for). Dalam pendidikan matematika realistik, beberapa model muncul dari aktivitas siswa sendiri. Artinya adalah bahwa siswa mendapatkan kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan model mereka sendiri ketika menyelesaikan atau menginterpretasikan suatu permasalahan. Berikut gambaran level dari situasional ke formal.

Gambar 1. Level emergent modelling 3. Konteks

Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika merupakan arah bagi pendekatan pendidikan matematika realistik. Hal ini terlihat pada karakteristik pendidikan matematika realistik yaitu the use of context. Karakteristik ini juga sesuai dengan kurikulum matematika sekolah yang menganjurkan penggunaan konteks atau situasi yang pernah dialami siswa sebagai titik awal bagi siswa untuk mengembangkan pemahamannya tentang topik tertentu pada matematika.

Konteks merupakan sebuah situasi di mana pada situasi tersebut dapat dilekatkan suatu permasalahan dan pada situasi tersebut juga terdapat informasi-informasi yang dapat dijadikan solusi terhadap permasalahan tersebut (van den Heuvel-Panhuizen, 1996).

Siswa perlu membangun suatu pemahaman dari situasi melalui pengalaman

(6)

dan pengetahuan mereka sehari-hari, dan disinilah peranan konteks yang dapat memberikan kontribusi dalam memberikan pengetahuan (insight) terhadap apa yang akan siswa lakukan (Armanto, 2002).

4. Konteks budaya kerajinan tradisional Aktifitas dengan pemanfaatan konteks ini sebagai alternatif dari pemanfaatan teknologi komputer dan informasi yang sudah ditekankan sejak tingkat sekolah dasar. Masih banyaknya keterbatasan fasilitas dan prasarana komputer di daerah pedesaaan turut kurang mendukung penerapannya. Walaupun kita tahu begitu banyak piranti-piranti lunak yang dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran khusunya dalam kegiatan investigasi pada pembelajaran matematika. Oleh karena itu, pemanfaatan konteks budaya tradisional seperti permainan, kesenian (anyaman), dan konteks public bisa menjadi solusi alternatif pengembangan pembelajaran matematika.

Di tulisan ini mengulas salah satu konteks kerajinan tradisional yaitu anyaman sebagai salah satu framewok pemanfaatan konteks budaya lokal dalam kegiatan investigasi pada pembelajaran matematika. Pemanfaatan kerajinan tradisional ini sangat

sesuai dengan pendekatan pendidikan matematika realistik yaitu phenomenological exploration dimana fenomena dunia siswa sekolah dasar yang tidak terlepas dengan aktivitas bermain maupun aktivitas lain yang berhubungan dengan kesenian seperti menggambar, menari, menyanyi, merajut dan menganyam. Berikut framework pada aktivitas pembelajaran luas dengan konteks kerajinan tradisional anyaman.

(7)

Gambar 2. Framework aktivitas pada pembelajaran pengukuran luas

Karakteristik Phenomenological exploration dipusatkan pada penggunaan konteks sebagai dasar aktivitas matematika. Kerajinan tradisional anyaman pada penelitian ini digunakan sebagai aktivitas berdasarkan pengalaman siswa yaitu pengalaman siswa menganyam di mata pelajaran kesenian. Anyaman ini memiliki potensi untuk awal pembelajaran luas. Kerajinan tradisional ini dilekatkan suatu

permasalahan untuk membangun dasar pemahaman (sense) pengukuran luas. Setiap aktivitas akan diikuti oleh diskusi kelas.

Aktivitas pengukuran pada tahap ini merupakan aktivitas informal. Harapannya siswa akan memahami dan mengunakan unit sebagai benchmark untuk menghitung luas suatu objek. Untuk menstimulasi ide dan strategi siswa sebagai presisi mereka dalam

(8)

mengukur, guru dan peneliti merancang beberapa permasalahan atau konflik.

Pada tahap preliminary design, pendesainan aktivitas pembelajaran dan pengembangan HLT merupakan bagian yang penting untuk diamati dan dikaji. Desain aktivitas pembelajaran tidak terlepas dari learning trajectory yang mengandung rencana perjalanan materi pembelajaran. Learning trajectory merupakan peta konsep yang akan dilalui siswa selama proses pembelajaran. Sebelum mendesain aktivitas pembelajaran, terlebih dahulu dilakukan hipotesa learning trajectory untuk topik luas. Selanjutnya learning trajectory, aktivitas pembelajaran dan konteks yang digunakan dalam membantu pembelajaran luas akan menjadi suatu local instructional theory dalam proses pembelajaran tersebut.

Kerajinan tradisional anyaman memiliki potensi untuk pembelajaran luas yang mencakup membandingkan, mengurutkan dan menghitung luas. Implementasi PMRI dalam desain riset ini mencerminkan bagaimana karakteristik PMRI menjadi dasar untuk tiap aktivitas pembelajaran luas. Karakteristik PMRI pertama, the use of context , merupakan dasar dan awal aktivitas pembelajaran.

Pengembangan pengetahuan siswa dari informal ke konsep formal matematika merupakan sebuah proses yang bertahap dari proses matematisasi. Proses ini dapat menggunakan berbagai strategi, model, skema, diagram dan simbol sebagai transisi dari konteks yang kongkrit ke pengetahuan yang lebih formal (Emergent Modelling). Pada aktivitas megukur sendiri yang terdiri dari aktivitas transparansi dan anyaman, membuat unit sendiri, dan papan berpaku merupakan aktivitas yang menjembatani siswa untuk menemukan model dari level kongkrit ke level formal.

Kerajinan tradisional anyaman merupakan situasi alami dalam interaksi sosial, seperti siswa saling membantu untuk menganyam, dan kesepakatan siswa untuk menentukan ukuran anyaman yang besar dan kecil. Situasi ini terbangun dengan bantuan diskusi kelas dan guru memberikan peranan penting dalam mengatur interaksi sosial ini, seperti memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan idenya, menstimulasi siswa dengan pertanyaan sehingga membantu siswa untuk mengkomunikasikan dan mengembangkan ide dan strateginya serta menanyakan atau melibatkan siswa lain untuk mengklarifikasi suatu alasan.

(9)

Penggunaan konteks ini dapat memberikan dampak penting sebagai bantuan, percepatan, dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar menginvestigasi pada materi luas.

PENUTUP

Penggunaan konteks kerajinan tradisional anyaman memberikan dampak penting sebagai bantuan dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar luas. Dari praktik pembelajaran di kelas, penggunaan konteks kerajinan tradisional anyaman membawa siswa ke situasi untuk menginvestigasi sebagai upaya menemukan kembali (reinvent) dan memahami beberapa konsep luas. Konteks anyaman dan permasalahannya menuntun siswa untuk mengeksplorasi dan menggunakan berbagai informasi untuk menyelesaikan masalah luas.

Salah satu hasil yang sangat krusial dalam penelitian desain riset ini adalah local instruction theory pada pembelajaran pengukuran luas. Penelitian ini menunjukkan konjektur learning trajectory dengan konteks kerajinan tradisional sebagai cikal bakal local instruction theory untuk pembelajaran matematika. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan siswa dapat belajar sesuai dengan learning trajectory

yang didesain. Oleh karena itu, untuk desain pembelajaran lebih lanjut pada tingkat sekolah dasar, learning trajectory untuk pembelajaran dan pengajaran topik matematika yang lain perlu untuk dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Armanto, D. (2002). Teaching Multiplication and division realistically in Indonesian primary schools: A prototype of local instructiona theory. University of Twente, Enschede: Doctoral dissertation.

Bastow, B. Hughes, J. Kissane, B. & Randall, R. (1986). Another 20

Mathematical Investigational

Work. Perth: The Mathematical Association of Western Australia (MAWA).

Fauzan, A. (2002). Applying Realistic Mathematics Education (RME) in Teaching Geometry in Indonesian Primary Schools. Doctoral Dissertation. Enschede: University of Twente.

Freudenthal, H. (1991). Revisitting Mathematics Education. China Lectures. Dordrecht: Kluwer

Academic Publisher.

Gravemeijer, K. (1994). Developping Realistic Mathematics Education. Utrech: CD-β Press/ Freudenthal Institute.

Gravemeijer, K., & Van Eerde,D. (2009). Design Research as a Means for Building a Knowledge Base for

(10)

Teaching in Mathematics Education. The Elementary School Journal Volume 109 Number 5.

Setiawan. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi. Modul Paket Pembinaan Penataran, Yogyakarta.

van den Heuvel-Panhuizen. (1996). Assessment and Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD β Press/ Freudenthal Institute.

Zulkardi. (2002). Developing a Learning Environment on Realistic Mathematics Education for Indonesian Student Teachers. Doctoral Dissertation. Enschede: University of Twente.

Gambar

Gambar 1.  Level emergent modelling  3.  Konteks
Gambar 2.  Framework aktivitas pada pembelajaran pengukuran luas

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Harga dan Kualitas Produk terhadap keputusan pembelian Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antara harga

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan penanganan pascapanen kakao di Desa Tarobok Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara digunakan tabel frekuensi

Uji sensitivitas model pada penelitian ini menggunakan parameter yang berpengaruh tinggi terhadap kinerja sistem, yaitu fraksi zona pemanfaatan mangrove (submodel

Padahal hasil pertanian terbesar dari tembakau, masyarakat sangat mengantungkan dari hasil pertanian tersebut, imbasnya secara ekonomi, sosial dan pendidikan akan berdampak buruk

Metode seismik pasif ini dapat memberikan hasil berupa anomali frekuensi rendah, yang akan muncul diatas suatu reservoir hidrokarbon, dan dapat digunakan sebagai

Dalam kegiatan ini juga memungkinkan berkembangnya kemampuan siswa untuk membuat, memperhalus, dan mengeksplorasi dugaan-dugaan ( conjecture ) sehingga memantapkan

Yang menjadi tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan Computer Vision Syndrome pada Mahasiswa Program

Bagi memperkasakan pendidikan dalam menghadapi ekonomi global, penulis telah menyarankan empat strategi yang perlu dilakukan iaitu pertama, negara