BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis - Jenis Fan
Fan dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu:
1. Axial Fan memakai gaya poros untuk menggerakkan udara atau gas,
berputar dengan poros utama dengan kipas yang dipasang secara tegak lurus dari diameter luar poros. Axial fan biasa digunakan pada sistem ventilasi. Fan ini terkenal di industri karena murah, bentuknya yang kompak dan ringan [2]. Jenis utama fan dengan aliran aksial diringkas dalam Tabel 2.1.
Gambar 2.1. Axial Fan
Tabel 2.1 Karakteristik Axial Fan
Jenis Fan Keuntungan Kerugian
Propeller Fan
Gambar 2.2
Menghasilkan laju aliran udara yang tinggi pada tekanan rendah Tidak membutuhkan saluran
kerja yang luas sebab tekanan yang dihasilkannya kecil
Murah sebab konstruksinya yang sederhana
Sering digunakan pada ventilasi atap dan dapat menghasilkan aliran dengan arah berlawanan
Efesiensi energinya relatif rendah Agak berisik
yang membantu dalam penggunaan ventilasi
Tube Fan Aksial
Gambar 2.3
Tekanan lebih tinggi dan efesiensi operasinya lebih baik dari pada Propeller Fan
Cocok untuk tekanan menengah, penggunaan laju aliran udara yang tinggi
Menciptakan tekanan yang cukup untuk mengatasi kehilangan di saluran dengan ruangan yang relatif efisiensi yang berguna untuk pembuangan Relatif mahal Kebisingan aliran udara sedang Efesiensi energinya relatif rendah (65%)
Vane Axial Fan
Gambar 2.4
Cocok untuk pengguna tekanan sedang sampai tinggi 500 mmWC seperti induced draft untuk pembuangan boiler
Cocok untuk hubungan langsung ke as motor
Kebanyakan efisiensi energi mencapai 85% jikia di lengkapi dengan fan airfoil dan jaraj ruang yang kecil Relatif mahal jika dibanding dengan fan impeler 2. Centrifugal Fan
Centrifugal Fan mempercepat aliran udara secara linier, merubah arah
aliran biasanya 90o dan dibuat kokoh, relatif tidak berisik, dan dapat beroperasi di berbagai kondisi. Centrifugal Fan lebih murah dan lebih mudah pada pembangunan. Fan sentrifugal digunakan untuk memindahkan gas pada sistem ventilasi di gedung-gedung. Fan sentrifugal juga biasa digunakan sebagai sistem pendingin/pemanas dan juga cocok
untuk proses industri dan sistem kontrol polusi udara. Berbagai jenis centrifugal fan dapat dilihat pada gambar 2.5.
(a) (b)
(c) (d) (e)
Gambar 2.5. Lima jenis blade centrifugal fan
Keterangan gambar :
a. Forward curve fan, memiliki roda-roda yang terdapat didalamnya berukuran kecil dan membelok kedalam searah dengan arah rotasi roda-roda. Fan ini beroperasi pada kecepatan yang relatif rendah. Jenis
fan ini biasa juga disebut sebagai squirrel cage wheel. Tipe ini biasa
digunakan pada kegiatan proses pemanasan dengan tekanan rendah, ventilasi dan pendingin ruangan seperti pada tungku pembakaran domestik dan pada alat pendingin lainnya.
b. Radial blade fan, roda-roda yang terdapat didalamnya berbentuk seperti paddle. Blade yang ada memiliki arah tegak lurus dengan arah rotasi fan. Fan ini cenderung beroperasi pada kecepatan yang sedang. Tipe ini biasa digunakan pada kegiatan material handling, memiliki bentuk yang kokoh serta mudah untuk diperbaiki dilapangan. Jenis fan ini juga digunakan pada industri yang membutuhkan tekanan yang tinggi.
c. Radial tip fan, roda-roda yang terdapat didalamnya memiliki bentuk yang cenderung melengkung ke arah rotasi roda-roda tetapi blade yang terdapat didalamnya bersandar kebawah, sehingga bagian luarnya akan mencapai posisi radial. Fan ini berkerja dengan kecepatan yang hampir sama dengan fan backward inclined. Tipe ini juga dirancang untuk menangani pada kegiatan material handling atau pada kegiatan yang menyebabkan erosive, dan juga lebih efisien daripada blade radial. d. Backward-inclined fan, roda-roda yang terdapat didalamnya berbentuk
rata dan memiliki arah yang condong dan menjauhi arah dari rotasi roda. Fan ini cenderung beroperasi pada kecepatan yang tinggi. Tipe
fan ini lebih efisien daripada kedua jenis fan diatas. Tipe ini biasa
digunakan pada pemanas biasa, ventilasi dan sistem pendingin udara. Digunakan pada berbagai kegiatan di industri, dimana jenis airfoil
blade tidak dapat digunakan karena memiliki kemungkinan terkena
korosi akibat debu halus.
e. Air foil fan, adalah bukan tipe yang umum, namun tipe ini merupakan tipe penyempurnaan pada desain tipe Backward Inclined. Fan ini memiliki efisiensi yang paling tinggi dan cenderung memiliki kecepatan yang lebih cepat. Tipe ini biasa digunakan pada industri yang memiliki keadaan udara yang cukup bersih. Selain itu jenis fan ini dapat dirancang dengan konstruksi khusus pada udara yang berdebu.
2.2 Sistem Transmisi Centifugal Fan (V-belt)
Sabuk di gunakan untuk mentransmisikan tenaga dari satu poros ke poros lain melalui puli yang berputar dengan kecepatan yang sama atau berbeda. Jumlah tenaga yang ditransmisikan tergantung dari beberapa faktor [3]:
1. Kecepatan pada sabuk
2. Kekencangan sabuk pada puli 3. Hubungan antara sabuk dan puli 4. Kondisi pemakaian sabuk.
Transmisi sabuk dapat dibagi atas 3 (tiga) kelompok, yaitu:
1. Sabuk rata (flat belt) dipasang pada puli silinder dan meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya dapat mencapai 10 meter dan mampu bergerak dengan kecepatan sampai 104 m/s dan menerima beban sampai 500 kW.
2. Sabuk-V (v-belt) dipasang pada puli dengan alur dan meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya dapat mencapai 5 meter dengan perbandingan putaran antara 1:1 sampai dengan 7:1 dan Kecepatan putar pada transmisi sabuk pada umumnya direncanakan antara 10 sampai 20 m/detik dan maksimum 25 m/detik.
3. Sabuk dengan gigi (timing belt) yang digerakkan dengan sproket pada jarak pusat sampai 2 meter, dan meneruskan putaran secara tepat dengan perbandingan antara 1:1 sampai 6:1 dan batas maksimum kecepatan sabuk gilir kurang lebih 35 m/s dan daya yang dapat diransmisikan adalah sampai 60 kW.
Sabuk paling umum dijumpai di industri adalah sabuk-V, karena penanganannya mudah serta harga murah. Kecepatan sabuk pada umumnya direncanakan antara 10 – 20 m/s, serta dapat mentransmisikan daya hingga 500 kW. Sabuk-V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Tenunan tetoron atau semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tegangan yang besar, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.6.
2.2.1 Tipe Dan Ukuran Nominal Sabuk-V
Tiap dimensi sabuk-V telah distandarisasi oleh pabrikan dan pada umumnya dapat dibagi/diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu: heavy-duty (industri) dan lightduty (fractional-horsepower). Sabuk-V untuk industri berdasarkan penampangnya Gambar 2.7 terdiri dari 2 tipe dasar, yaitu: penampang konvensional/klasik (A, B, C, D, dan E) dan penampang sempit (3V, 5V, dan 8V).
(a)
(b)
Gambar 2.7. Penampang sabuk-V industri: (a) Penampang konvensional, dan (b) Penampang sempit
2.2.2 Panjang Sabuk-V
Untuk menghitung panjang dari sabuk-V terdapat tiga nomenklatur yang umum dan sering digunakan sesuai dengan cara pengukurannya, yaitu: panjang efektif (Le: effective length), panjang bagian luar (OC: outside circum
ference), dan panjang pitch (Lp: pitch length).
Panjang efektif (Le) dapat diukur langsung pada saat terpasang, yang ditentukan berdasarkan penjumlahan dari dua kali jarak poros dan ditambah dengan panjang keliling bagian luar dari sebuah puli, pengukuran ini biasa digunakan dilapangan.
Untuk menghitung panjang bagian luar (OC) biasanya diukur secara sederhana dengan menggunakan pita ukur yang diletakkan pada bagian luar sabuk-V. Cara ini merupakan yang terbaik untuk memperoleh panjang nominal, namun sulit untuk mendapatkan nilai yang akurat dan konsisten karena sabuk-V diukur pada saat tidak diberi tegangan (tension), sehingga tidak dapat menyatakan panjang sabuk pada saat dioperasikan.
Panjang pitch (Lp) merupakan panjang dari aksis netral dari sabuk, yaitu panjang dari kabel (tension cord line). Karena kabel berada di dalam sabuk, sehingga sulit untuk diukur namun dapat dihitung dengan rumus [4].
Lp = 2C +
π
(𝐷+𝑑)
2
+
(𝐷−𝑑)2
4𝐶
(2.1)
dimana: C = jarak antar poros D = diameter puli besar d = diameter puli kecil
2.2.3 Tegangan Statik dan Gaya Defleksi Sabuk-V
Sabuk-V dapat mentransmisikan daya dengan baik pada rentang tegangan yang cukup lebar. Untuk mengoptimalkan umur dan performa sabuk serta menghindari tegangan pada poros dan bantalan yang tidak diinginkan, perlu dihitung dan diukur tegangan yang diberikan berdasarkan beban yang akan bekerja. Cara untuk menghitung yaitu metode defleksi gaya (force
deflection) sesuai rekomendasi Mechanical Power Transmission Association
(MPTA), hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Metode ini menerjemahkan tegangan statik menjadi gaya defleksi yang diberikan pada sabuk dan menghasilkan defleksi dengan norma defleksi q, sebesar 1/64” tiap 1 inci panjang span (Ls) atau 1,6 mm tiap 100 mm span. Defleksi sabuk diukur ditengah span dalam arah tegak lurus span (Ls). Jarak defleksi q, dalam satuan inci yang disyaratkan dihitung dengan rumus:
q = 𝐿𝑠
64
(2.2)
dimana panjang span (Ls) dapat dihitung dengan rumus: Ls =
𝐶
2+ (
𝐷−𝑑
2
)
2
(2.3)
dimana : Ls = panjang rentangan (inci)
C = Jarak antar poros (inci) D,d = Diameter puli (inci)
Besarnya tegangan pada sabuk-V idealnya adalah tegangan terendah dimana sabuk tidak akan slip pada kondisi beban tertinggi, lihat Gambar 2.9. Hal ini akan menghasilkan umur sabuk yang paling baik dan beban pada poros yang rendah.
Gambar 2.9. Vektor tegangan statik sabuk
Metode praktis untuk menghitung dan mengukur tegangan statik (static tension) sabuk berdasarkan beban/daya rencana dihitung dengan rumus:
Tst = 15 2.5−𝐾Ө 𝐾Ө
103 𝐾Ө
+ 0,9𝑊(
𝑉 60)
2(
1 𝑔𝑐)
(2.4)dimana Tst = Tegangan statik sabuk (lb),
Pd = Daya rencana (hp)
W = Berat sabuk tiap kaki satuan panjang (lb), V = Kecepatan sabuk (Rpm)
gc = konstanta gravitasi : 32.2 ft/sec2
Nb = Jumlah sabuk yang digunakan
Tabel 2.2 Berat sabuk (W) dan faktor modulus sabuk (Ky)
Panjang Sabuk Berat Sabuk W (lb/ft) Faktor Modulus Sabuk (Ky) 3L 0.04 5 4L 0.06 6 5L 0.09 9 A 0.07 6 AX 0.06 7 B 0.13 9 BX 0.11 10 C 0.23 16 CX 0.21 18 D, DX 0.42 30 3V, 3VX 0.05 4 5V 0.14 12 5VX 0.12 13 8V, 8VX 0.37 22
(Sumber : Mechanical Power Transmission Ascociation)
Faktor koreksi busur KӨ, dapat dihitung dengan rumus:
KӨ = 1,25 𝑅−1
𝑅
(2.5)
dimana R adalah rasio tegangan yang dihitung dengan rumus:
R =
𝑒
0,008941 (𝜃)(2.6)
Ө = 2
𝑐𝑜𝑠
−1 𝐷−𝑑2𝐶
(2.7)
Daya rencana dihitung dengan rumus:
Pd = 1.15 P (2.8)
yang mana P adalah daya motor terpasang (hp), sedangkan rumus kecepatan sabuk :
V = 𝜋𝐷𝑛
60 (2.9)
Rentang gaya minimum dan maksimum yang direkomendasikan untuk mesin dengan sabuk-V berjumlah satu dapat dihitung dengan rumus:
1. Gaya minimum yang direkomendasikan
Pmin =
𝑇𝑠𝑡+ 𝐿𝑠
𝐿𝑦 𝐾𝑦
16 (2.10)
2. Gaya maksimum yang direkomendasikan
Pmax =
1,5 𝑇𝑠𝑡+ 𝐿𝑠
𝐿𝑦 𝐾𝑦
16
(2.11)
Sesuai rekomendasi MPTA, untuk keperluan analisa tegangan statik sabuk-V berjumlah satu, akibat gaya defleksi Pa, dengan defleksi berjarak q, dapat dihitung dengan rumus:
Tst = 16
𝑃
𝑎−
𝐿𝑠 𝐿𝑝𝐾
𝑦(2.12)
Dimana : Pa = Gaya defleksi yang aktual diukur (lb)
Ky = Faktor Modulus sabuk (lihat Tabel 2.3) Ls = Panjang span (inci)
2.2.4 Beban Statik pada Poros Akibat Tegangan Sabuk-V
Beban statik pada poros Fs, didefinisikan sebagai resultan dari tegangan akibat tegangan statik sabuk Ts disepanjang garis sumbu penggerak (drive center line) pada saat diam, lihat Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Vektor tegangan sabuk dan beban statik poros
Besar beban statik poros Fst, adalah sama untuk puli penggerak dan yang digerakkan, yang dihitung dengan rumus:
𝐹
𝑠𝑡 = 2𝑁
𝑏𝑇
𝑆𝑡sin
𝜃2
(2.13)
2.2.5 Tegangan Operasi dan Beban Dinamis Sabuk-V
Tegangan sabuk-V pada saat mesin beroperasi menimbulkan dua tegangan yaitu tight –side tension TT, dan slack-side tension TS, yang dihasilkan oleh adanya torsi Q dan tegangan statik Tst, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Torsi merupakan fungsi dari daya nyata yang ditransmisikan Pr dan kecepatan sabuk-V. Untuk menentukan daya nyata dapat digunakan pengukuran sehingga perhitungan lebih akurat, namun apabila tidak tersedia, dapat menggunakan daya motor. Sehingga tegangan efektif Te (N) untuk tiap sabuk dapat dihitung denganrumus:
Te =
𝑇
𝑇− 𝑇
𝑆=
2𝑄 𝑑=
33000 (𝑃𝑟) 𝑉𝑁𝑏(2.14) Pr = 3𝑥 𝑖 𝑥 𝑃 746 𝑥 106 (2.15)
Tight side tension TT (lb) dapat dihitung dengan rumus:
TT = 𝑇𝑠𝑡 0,9
− 0,9𝑊 (
𝑉 60)
2 1 𝑔𝑐+
𝑇𝑒 2 (2.16)maka slack side tension TS dapat dihitung dengan rumus:
𝑇
𝑠 =𝑇
𝑇− 𝑇
𝑒(2.17)
2.3 Analisa Getaran
Analisa getaran merupakan salah satu alat yang sangat bermanfaat sebagai prediksi awal terhadap adanya masalah pada mekanikal, elektrikal dan proses pada peralatan, mesin-mesin dan sistem proses yang kontinu di pabrik. Sehingga analisa getaran saat ini menjadi pilihan teknologi predictive maintenance yang paling sering digunakan [5].
Disamping manfaatnya dalam hal predictive maintenance, teknik analisa getaran juga digunakan sebagai teknik untuk mendiagnosa, yang dapat diaplikasikan antara lain untuk: pengendalian mutu, mendeteksi bagian yang mengalami kelonggaran, pengendalian kebisingan, mendeteksi adanya kebocoran, desain dan rekayasa mesin, dan optimasi produksi.
2.3.1 Karakteristik Getaran
Getaran secara teknis didefenisikan sebagai gerak osilasi dari suatu objek terhadap posisi objek awal/diam. Gerakan massa dari posisi awal menuju atas dan bawah lalu kembali ke posisi semula, dan akan melanjutkan geraknya disebut
sebagai satu siklus getar. Waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus disebut sebagai periode getaran. Jumlah siklus pada suatu selang waktu tertentu disebut sebagai frekuensi getaran [6].
Perpindahan (displacement) mengindikasikan berapa jauh suatu objek bergetar, kecepatan (velocity) mengindikasikan berapa cepat objek bergetar dan percepatan (acceleration) suatu objek bergetar terkait dengan gaya penyebab getaran. Satuan yang digunakan tiap karakteristik dapat dilihat pada Tabel 2.3. Untuk keperluan program preventive maintenance, kecepatan getar adalah karakteristik yang penting untuk diukur.
Tabel 2.3 Karakteristik dan satuan getaran
Karateristik Getaran Satuan
Metrik British
Perpindahan microns peak to peak
( 1 µm = 0.001 mm )
mils peak to peak (0.001 in ) Kecepatan mm/s in/s Percepatan G ( lg = 980 cm/s2 ) G ( lg = 5386 in/s2 ) Frekuensi cpm, cps, Hz cpm, cps, Hz
Pase derajat Derajat
(Sumber: Maintenance Engineering Handbook, Mobley, 2008)
2.3.2 Parameter Pengukuran
Proses pemilikiah tranduser yang akan digunakan harus mempertimbangkan parameter apa yang kita inginkan untuk diukur. Biasanya parameter-parameter tersebut adalah displacement (perpindahan), velocity (kecepatan), dan acceleration (percepatan) [7]. Panduan pemilihan parametr pengukuran dapat di lihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Parameter pengukuran
Parameter Faktor Pemilihan Parameter Pengukuran
Perpindahan (Displacement)
a) Frekuensi rendah, dibawah 600 cpm.
b) Pengukuran getaran shaft pada mesin berat dengan rotor yang relatif ringan.
c) Menggunakan transduser velocity dan tranduser
acceleration.
d) Transduser velocity, untuk mengukur displacement dengan rangkaian single integrator.
e) Transduser accelerometer, dapat digunakan untuk mengukur diplacement getaran dengan rangkaian double integrator.
Kecepatan (Velocity)
a) Range frekuensi antara 600 – 100.000 cpm. b) Pengukuran over all level getaran mesin.
c) Untuk melakukan prosedur analisa secara umum.
Perpindahan (Acceleration)
a) Pengukuran pada frekuensi tinggi/ultrasonic sampai 600000 cpm atau lebih.
b) Untuk pengukuran spike energy pada roll bearing, ball
bearing, gear, dan sumber getaran aerodinamis dengan
frekuensi tinggi.
(Sumber : http://vibrasi.wordpress.com/category/teori-vibrasi)
2.3.3 Gerak Harmonik
Gerak osilasi dapat berulang secara teratur. Jika gerak itu berulang dalam selang waktu yang sama, maka geraknya disebut gerak periodik. Waktu pengulangan τ disebut dengan periode osilasi dan kebalikannya, f = 1/τ disebut frekuensi. Jika gerak dinyatakan dalam fungsi waktu x(t), maka setiap gerak periodik harus memenuhi hubungan (t) = x(1 + τ) [8]. Secara umum, gerak harmonik dinyatakan dengan persamaan:
x = A sin 2π 𝑡
Dimana A adalah amplitudo osilasi yang diukur dari posisi setimbang massa, dan τ adalah periode dimana gerak diulang pada t = τ. Gerak harmonik sering dinyatakan sebagai proyeksi suatu titik yang bergerak melingkar dengan kecepatan tetap pada suatu garis lurus, seperti terlihat pada gambar 2.10. Dengan kecepatan sudut garis OP sebesar ω, perpindahan simpangan x dapat dituliskan sebagai:
x = A sin ɷt (2.20)
Besaran ω biasanya diukur dalam radian per detik dan disebut frekuensi lingkaran. Oleh karena gerak berulang dalam 2π radian, maka didapat hubungan:
ɷ = 2𝜋
𝑡 = 2πf (2.21)
f = ɷ
2𝜋
dengan τ dan f adalah periode dan frekuensi gerak harmonik bertuturt-turut dan biasanya diukur dalam detik dan siklus perdetik. Kecepatan dan percepatan gerak harmonik dapat diperoleh secara mudah dengan diferensiasi simpangan gerak harmonik. Dengan menggunakan notasi titik untuk turunannya, maka didapat:
ẋ = ɷA cos ɷt (2.22)
ẍ = −𝜔2A sin ɷt (2.23)
Gambar 2.12. Gerak harmonik sebagai proyeksi suatu titik yang bergerak pada lingkaran
2.3.4 Gerak Periodik
Getaran mesin pada umumnya memiliki beberapa frekuensi yang muncul bersama-sama. Gerak periodik dapat dihasilkan oleh getaran bebas sistem dengan
banyak derajat kebebasan, dimana getaran pada tiap frekuensi natural memberi sumbangannya. Getaran semacam ini menghasilkan bentuk gelombang kompleks yang diulang secara periodik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Gerak harmonik pada Gambar 2.13 dapat dinyatakan dalam deretan sinus dan cosinus yang dihubungkan secara harmonik. Jika x (t) adalah fungsi periodik dengan periode , maka fungsi ini dapat dinyatakan oleh deret Fourier [9] sebagai:
x(t) =1 2𝑎0 + 𝑎1𝑐𝑜𝑠𝜔1𝑡 + 𝑎2𝑐𝑜𝑠𝜔2𝑡 … + 𝑎𝑛𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛𝑡 + 𝑏1𝑠𝑖𝑛 𝜔1𝑡 + 𝑏1𝑠𝑖𝑛 𝜔2𝑡 … + 𝑏𝑛𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑛𝑡 (2.24) Dengan
𝜔
1=
2𝜋 𝜏 𝜔𝑛 = 2𝜔1Gambar 2.13. Gerak periodik gelombang sinyal segiempat dan gelombang pembentuknya dalam domain waktu
Pada gelombang segiempat berlaku x(t) = ± X pada t =0, dan t =τ, dan seterusnya. Deret ini menunjukkan nilai rata-rata dari fungsi yang diskontinu. Untuk menentukan nilai koefisien n a dan n b , kedua ruas persamaan (2.24) dengan cos ωt dan sin ωt , kemudian setiap suku diintegrasi untuk lama perioda τ . Dengan mengingat hubungan berikut,
cos 𝜔𝑚𝑡 cos 𝜔𝑛 𝜏 0 𝑡𝑑𝑡 = 0 𝑗𝑖𝑘𝑎, 𝑚 ≠ 𝑛 𝜏/2𝑗𝑖𝑘𝑎, 𝑚 = 𝑛 sin 𝜔𝑚𝑡 sin 𝜔𝑛 𝜏 0 𝑡𝑑𝑡 = 0 𝑗𝑖𝑘𝑎, 𝑚 ≠ 𝑛 𝜏/2𝑗𝑖𝑘𝑎, 𝑚 = 𝑛 (2.25)
sin 𝜔𝑚𝑡 cos 𝜔𝑛 𝜏
0 𝑡𝑑𝑡 =
0 𝑗𝑖𝑘𝑎, 𝑚 ≠ 𝑛 0 𝑗𝑖𝑘𝑎, 𝑚 = 𝑛
Dari persamaan (2.25), maka untuk m = n, diperoleh hasil
𝑎
𝑛 = 1 𝜏/2 𝑥 𝑡 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛𝑡𝑑𝑡 𝜏 0 (2.26)𝑏
𝑛 = 𝜏/21 𝑥 𝑡 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛𝑡𝑑𝑡 𝜏 0 (2.27)Persamaan deret Fourier berdasarkan nilai gelombang empat persegi:
x(t) = X untuk 0 < t < τ/2 dan
x(t) = −X untuk τ/2 < t < τ
Maka koefisien 𝑎𝑛 dan 𝑏𝑛 dapat dihitung, sebagai berikut:
𝑎
𝑛=
1 𝜏/2 𝑥 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛𝑑𝑡 − 𝑥 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛𝑑𝑡 𝜏 𝜏/2 𝜏/2 0 = 0 Karena 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛𝑑𝑡 = 𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛𝑑𝑡 𝜏 𝜏/2 𝜏/2 0 = 0 Dan𝑏
𝑛 = 1 𝜏/2 𝑥 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑛𝑑𝑡 − 𝑥 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑛𝑑𝑡 𝜏 𝜏/2 𝜏/2 0 = 1 𝜏/2 𝑋 (𝑐𝑜𝑠𝜔𝑛)𝜏/2 0 + 𝑋 (𝑐𝑜𝑠𝜔 𝑛)𝜏/2𝜏 = 𝜏𝑋 2 𝑛 (1 − 𝑐𝑜𝑠 𝑛 𝜏 2) + (1 − 𝑐𝑜𝑠 𝑛 𝜏 2)Akan menghasilkan nilai 𝑏𝑛= 0 untuk n bilangan genap, dan 𝑏𝑛= 4X/𝜏
2 untuk n
bilangan ganjil. Sehingga deret Fourier untuk gelombang empat persegi menjadi : x(t) = 8𝑋 𝜏 sin 𝑡 + sin 3𝑡 3 + sin 5𝑡 5 + sin 7𝑡 7 + ⋯ (2.28)
2.3.5 Getaran Bebas (Free Vibration)
Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasi karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri (inherent) dan tidak ada gaya luar yang bekerja. Sistem yang bergetar bebas akan bergetar pada satu atau lebih frekuensi
naturalnya yang merupakan sifat dinamika yang dibentuk oleh distribusi massa dan kekakuannya.
Perhatikan gerak dari sebuah elemen yang ditempatkan pada sebuah pegas seperti diillustrasikan dalam gambar 2.14 yang menunjukkan sebuah jarak kecil x dari posisi kesetimbangannya. Persamaan diferensial menjabarkan perpindahan elemen setelah dilepaskan yang diperoleh dengan penjumlahan gaya dalam arah vertikal. Aljabar penjumlahan ΣF dengan gaya ke atas (+) adalah:
Gambar 2.14. Sistem Massa Pegas dan diagram benda bebas
Hukum Newton kedua adalah dasar pertama untuk meneliti gerak system seperti ditunjukkan pada gambar 2.11 dimana gaya statik ∆ dan gaya pegas k ∆ adalah sama dengan gaya berat (W) yang bekerja pada massa m:
Gerak statik: k ∆ = W = m.g (2.29)
k ∆ - W = 0
Gerak dinamik: mẍ + k(∆+x) – W = 0 (2.30)
dimana menghasilkan persamaan diferensial untuk gerak, karena k∆ = W dan menggunakan ẍ = a yang merupakan turunan kedua dari x terhadap waktu [10].
mẍ + kx = 0 (2.31)
Persamaan 2.31 merupakan persamaan gerak getar bebas tanpa peredaman, selanjutnya diubah menjadi:
ẍ + 𝜔 𝑥𝑛2 = 0,
ω
n=
𝑘
Solusi dari persamaan (2.32) : x = Aest ẋ = sAest ẍ = s2Aest (2.33) Substitusi (2.32) ke (2.33) est (s2 + 𝜔 =𝑛2 0) s1 = iωn s2 = -iωn Sehingga:
x
= A1e
s1t + A2e
s2t = A1e
iωnt + A2e
–iωnt (2.34)Ingat:
e
iq = cos q + i sin qe
–iq = cos q - i sin q Persamaan (2.34) menjadix = A1 (cos ωnt + i sin ωnt) + A2 (cos ωnt - i sin ωnt)
= (A1 + A2) cos ωnt + i(A1 - A2) sin ωnt
= A cos ωnt + B cos ωnt (2.35)
Kondisi pada t = 0, x(0 )= X0 sedangkan v(0) =V0
x = A cos ωnt + B cos ωnt v = ẋ = -ωnA sin ωnt + ωnB cos ωnt pada t = 0 B = 0, ωnA = V0 A = V0 ωn x = V0 ωn sin ωnt (2.36) = A sin ɷt
Persamaan ini merupakan persamaan diferensial linier dimana solusinya dapat ditemukan sebagai berikut.
x = Asin ɷt (2.37)
substitusi persamaan (2.31) dan (2.32) ke persamaan (2.33) sehingga:
m (−𝐴𝜔2 sin ɷt) + k (A sin ɷt) = 0 (2.39) (k−𝐴𝜔2) (A sin ɷt) = 0
(A sin ɷt) ≠ 0 (k −𝑚𝜔2) = 0
2.3.6 Standarisasi Pengukuran Getaran
Standar Indicator yang digunakan untuk pengukuran getaran
dalam penelitian ini adalah ISO 10186-1:1995(E). Standard ini dapat digunakan untuk menentukan tingkat getaran yang dapat diterima bagi berbagai kelas permesinan. Dengan demikian, untuk menggunakan standard ini, pertama-tama perlu mengklasifikasikan permesinan yang akan diuji sesuai Tabel 2.5 yang menunjukkan pedoman bagi kelayakan permesinan ISO 10186-1:1995(E) [11]. Tabel 2.5 Kriteria zona evaluasi kelayakan permesinan ISO 10186-1:1995(E)
Vibration Velocity mm/sec Up to 15 kW Class I 15 to 75 kW Class II > 75 kW (rigid) Class III > 75 kW (soft) Class IV 0.28
A
A
A
A
0.45 0.71 1.12B
1.8B
2.8C
B
4.5C
B
7.1D
C
11.2D
C
18D
28D
45Dengan membaca Tabel 2.5 dapat mengkaitkan kondisi kerusakan permesinan dengan getaran sebagai monitoring perawatan berbasis kondisi.
Standar yang digunakan adalah parameter kecepatan (rms) untuk mengindikasikan kerusakan. Huruf A,B,C,D seperti terlihat pada Tabel 2.3. mengklasifikasikan tingkat keparahan sesuai dengan kelas permesinan, sebagai berikut:
1. Zona A
Zona hijau, getaran dari mesin sangat baik dan dibawah getaran yang diizinkan.
2. Zona B
Zona kuning, getaran dari mesin baik dan dapat dioperasikan karena masih dalam batas yang diizinkan.
3. Zona C
Zona orange, getaran dari mesin dalam batas toleransi dan hanya dioperasikan dalam waktu terbatas.
4. Zona D
Zona merah, getaran dari mesin dalam batas berbahaya dan kerusakan dapat terjadi pada mesin.
5. Kelas I
Bagian mesin secara integral dikaitkan sebagai permesinan lengkap dalam kondisi pengoperasian normal (motor listrik sampai 15 kW).
6. Kelas II
Peralatan permesinan berukuran sedang (motor listrik dengan output 15-75 kW) tanpa fondasi khusus, mesin terpasang mati (hingga 300 kW) dengan fondasi khusus.
7. Kelas III
Mesin dengan penggerak utama yang lebih besar dan mesin-mesin besar
lainnya dengan rotating masses terpasang mati pada fondasi padat dan fondasi berat yang indikatornya sulit bagi penjalaran getaran.
8. Kelas IV
Mesin dengan penggerak utama yang lebih besar dan mesin-mesin besar lainnya dengan rotating masses-terpasang pada fondasi yang indikatornya mudah bagi pengukuran getaran (sebagai contoh: turbo generator terutama dengan substruktur yang ringan).